Gelap malam di kota besar dihiasi dengan pemandangan lampu gedung-gedung di sekitarnya. Jalanan terlihat padat dengan kendaraan yang tiada hentinya setiap hari, suasana dingin yang menusuk membuat semua orang berdiam di dalam rumah masing-masing.
Di dalam gang sempit yang sepi dan kumuh, terdengar tapak kaki yang berjalan mendekat. Suara itu semakin keras dengan diselingi suara seorang gadis yang merintih kelelahan. Di belakangnya terdengar suara tapak kaki yang ikut mengejarnya, suaranya terdengar berat dan auranya sungguh mencekam.“Hey, mau lari kemana kau hah?!” ujarnya ketika melihat sikauet gadis tadi yang masih terus berlari. Ia kembali mengejarnya bersama dengan teman-teman di belakangnya, terlihat ia membawa banyak orang untuk ikut andil menangkap gadis tersebut.Gadis itu berusaha untuk melepas high heels yang ia pakai, kakinya terasa sangat sakit ketika lari menggunakannya. Perhiasan yang ia pakai mengekauarkan bunyi gemericik yang membuatnya mudah untuk ditangkap orang-orang tersebut. Akhirnya ia membuangnya untuk memudahkannya kaukaus dan merelakan perhiasan mahalnya yang ia beli dengan hasil jerih payahnya.Kakinya semakin sakit, ketika jalan yang ia lewati berbatu. Dengan bersusah payah ia melewatinya dengan hati-hati supaya tidak mekaukainya. Semua ini terasa tidak adil, dirinya seperti buronan yang sedang dikejar oleh orang-orang. Seharusnya kejadiannya tidak seperti ini, tapi takdir malah berkata lain.Malam ini adalah malam minggu, hari weekend untuk bersenang-senang dengan teman-teman lamanya melepas lelah dari hari kerja yang tiada henti. Ia berencana untuk mendatangi pesta teman kerjanya sembari menghilangkan penat dan rasa lelahnya.Semuanya berjalan lancar, hingga kedatangan mantan pacarnya ini merubah segalanya. Pesta dansa yang menjadi tempat untuk bersenang-senang malah menjadi tempat ia dipermakaukan oleh mantan pacarnya. Ia yang berpenampilan dengan cantik harus sirna ketika kauntaran hinaan kekauar dari mukaut lelaki buaya itu.Viona Dian Pradima harus menerima kenyataan pahit bahwa malam ini menjadi malam yang buruk baginya. Sekauruh pesona yang ia gunakan untuk memikat seorang lelaki pendamping harus pupus dengan fitnah yang disebarkan mantan pacarnya, Axel Dwi Mahendra. Seorang lelaki kaya yang pernah menjadi mantan pacarnya melakaui aplikasi dating dan malah bersikap kurang ajar kepadanya.“Duh masih mau kau sama orang bekas aku?” ujarnya kepada salah satu lelaki yang mencoba mendekati Viona. Hal itu membuatnya merasa direndahkan, ia tidak bisa mengelak dan hanya bisa menghindarinya.Namun sayangnya, kelakuan itu tidak berhenti sampai situ saja, dengan sekejap lelaki itu ikut bergosip ria dengan gadis-gadis bermukaut lebar. Semuanya semakin menyebar, fitnah itu menjadi sebuah obrolan hangat di dalam pesta.“Kau bisa nggak sih gak usah ganggu hidup aku?!”Hal itu hanya direspon biasa, tidak ada yang membelanya dan mereka semua menatap jijik ke arahnya. Kini semua mulai menjauh dari hidupnya, teman-temannya sudah diambil semua orang orang yang tidak punya hati mengganggu dirinnya.“Sayang, ngapain marah-marah. Aku cuma ngomong fakta aja kauh,” ujarnya dengan senyum smirk meremehkan. Viona memilih pergi, ia lebih baik tidak menanggapinya dan mencari orang-orang yang tidak ikut dalam keributan itu.Viona menaruh minumnya dengan sedikit kesal, wajahnya terlihat sangat lelah dan sangat tidak menikmati pesta ini. Ia menghela napas panjang sekiranya bisa sedikit menghilangkan rasa beban yang menumbuk di pekaupuk hatinya hingga orang di sampingnya menyadari keberadaannya.“ Hey, santai aja. Gak usah banyak dipikirin,” ujarnya dengan santai.Viona mendongak dan melihat bahwa ada seorang lelaki yang tersenyum ramah kepadanya, ia membalasnya dan mencoba untuk berbaur dengannya. Melihat seorang sudah tidak ingin bersamanya, ia memilih mendekat dengan orang yang masih menerimanya.“Yeah, kadang hidup sepahit ini, jadi dinikmati aja,” ujar Viona sembari menyambut dentingan gelasnya. Mereka bersorak sebagai sesama yang merasakan kepedihan tanpa perkau menjelaskan lebih mendetail.Di balik itu, terlihat Axel sedang mengamatinya dengan sangat intens. Raut wajahnya tidak suka dengan kedekatan Viona dengan orang tersebut, terlihat tangannya mencekram kuat gelas di tangannya hingga terasa akan pecah seketika.“Wow, selera bekas kau tinggi juga hahaha,” ujar seseorang di samping Axel. Hal itu menyukaut emosinya dan membuatnya bergerak menghampiri ke dua sejoli itu. Wajahnya terlihat merah padam dan matanya tertuju dengan orang di samping Viona.BUG!Hantaman keras mengenai pipi orang itu. Viona terperanjat melihat kejadiannya tepat di depannya. Ia langsung menokaung orang itu tapi dicegah oleh Axel. Ia dipaksa ikut dengan Axel tapi langsung ia tepis tanganya.“KAU GILA YA? DI MANA OTAK KAU HAH?!” teriak Viona tepat di depan muka Axel. Ia sudah murka melihat kelakuan Axel yang semakin melewati batas, dirinya tidak bisa kembali diam melihat kelakuan tersebut yang makin memancing keributan.“Kau itu yang gak usah kegatelan! Cewe sukanya ngemis-ngemis,” titahnya menatap remeh. Viona langsung melayangkan tamparan keras, ucapan Axel membuatnya naik pitam. Tidak peduli semua orang kini mulai menatapnya, tapi perlakuan Axel kali ini tidak bisa ia maafkan lagi.Bisa-bisanya orang yang tidak ada salah apa-apa malah terkena imbasnya, hanya karena dia mengobrol sebentar dengannya sudah langsung dieksekusi layaknya seorang pacar yang marah karena melihat gadisnya dengan lelaki lain.Axel tidak menjawab, ia kembali menarik Viona untuk pergi dari sana. Terlihat bahwa ia tidak ingin disorot kembali oleh orang-orang dan ia membawanya ke tempat yang lebih sepi. Di sana Axel menghela napas panjang, ada hal yang ingin ia katakan secara langsung kepada Viona.“Kau mau ngapain lagi ha? Gak cape ngerusak hidup aku dengan nyebar aib tentang aku?!” teriak Viona. Kesabaranya sudah habis dan sudah tidak bisa diajak berunding lagi. Napasnya naik turun karena energinya terkuras habis karena harus meladeni orang gila di depannya ini.“Dengerin aku” Axel langsung mendekat, suaranya memelan dan mencoba meredakan emosi Viona. Tapi sayangnya itu sudah tidak bisa lagi, terlihat bahwa dengan cepat Viona langsung menamparnya lagi dengan begitu keras.Axel diam, ia memegangi pipinya. Wajahnya tidak setenang tadi dan mulai memejamkan matanya. Dalam seperkian detik ia langsung memegang kedua tangan Viona sembari menatap lekat ke matanya. Terlihat aura marah yang terpancar dari mereka yang saling beradu tanding.“Aku gini karena aku sakit hati. Kau gak ngganggep sama sekali perjuangan aku” tekan Axel. Wajahnya menampilkan amarah terpendam seolah perkataan ini sudah lama dikubur dalam kerongkongannya. Matanya meyakinkan bahwa yang dikatakannya itu adalah kebenaran.“Tapi kau ngelakuin cara yang salah, dengan kau ngebuat semua orang menjauh dari aku itu sama aja kau ngehancurin hidup aku,” tirta Viona. Pikirannya bergejolak tidak terima dengan perkataan Axel yang menganggap hanya dia yang tersakiti.Axel tidak menjawab, ia terlihat sangat frustasi dan tidak bisa berkata apa-apa. Viona tiba-tiba ditarik kembali ke arah parkiran menuju mobil milik Axel untuk ikut dengannya. Dengan sekuat tenaga Viona mencoba melepas cengkraman tersebut dari tangannya, tapi sayang kekuatannya tidak bisa menyainginya.“Kau mau bawa aku ke mana Axel?!” teriaknya semakin ketakutan kala mobil Axel semakin dekat.“Diam! Kita akan bermain sayang,” ujar Axel dengan senyum liciknya. Viona dibawa ke suatu tempat yang pastinya akan mengembalikan mood Axel, permainannya akan segera di mulai.Fakta bahwa kisah cinta mereka adalah persetujuan dari keputusan mereka tanpa ada paksaan dari orang lain. Namun setelah menjalaninya, Viona merasa tidak cocok dengan perlakuan Axel yang tidak menganggapnya sebagai pacar. Ia hanya dijadikan sebagai bahan ajang pamernya ketika ada acara besar bertemu dengan orang lain dan tidak ada bentuk belas kasih sebagai sesama kekasih.Hal itulah yang membuat Viona memilih untuk putus setelah 2 minggu menjalin hubungan, ia merasa hanya dimanfaatkan saja oleh Axel tanpa ada jalinan hubungan seperti pasangan lainnya. Axel tidak terima dan malah menuduh Viona selingkuh dengan orang lain.Viona merasa sakit mendengarnya, ia merasa keputusannya ini adalah hal yang tepat setelah melihat ke
“Masih muda kok,” ujar axel sembari tertawa terbahak-bahak. Tangan viona gemetaran, semakin ia mendengarkan semakin ia yakin apa yang sedang dibicarakan. Viona bingung, apa yang seharusnya ia lakukan kali ini, apakah hidupnya akan hancur?***“Oh, udah selesai sayang?” tanya Axel sembari menjauhkan ponselnya. Gerakannya terlihat kaget dan segera mematikan sambungan teleponnya, tangannya ia sampirkan di pundak viona dan mengajaknya kembali ke tempat sebelumnya.“Kita kapan pulang?” tanya viona. Wajah axel langsung menampilkan raut tidak senang, tapi ia mencoba untuk tidak mengeluarkan amarahnya.“Tenang dulu, baru juga jam berapa yang. Nanti ini bakal ada temenku datang, kamu harus kenalan dulu sama dia,” bujuk axel. Bisa dirasakan axel sangat ingin viona mengiyakan hal tersebut, tangan axel mengelus pundaknya dan penuh tekanan, seperti tersirat arti mendalam dari perkataannya tadi.Viona tidak menjawabnya, bibirnya terasa kelu untuk memberontak lagi. Ia hanya bisa membalasnya dengan s
Suasana mencekam saat Armand menarik Viona untuk pergi dari situ. Tiba-tiba Axel merasa sangat tidak terima dan seperti direndahkan oleh tindakan Armand. Ia pun tiba-tiba menghempaskan tangan Armand dan menonjoknya."Apa yang kau lakukan?" seru Axel dengan marah."Aku hanya ingin membantu," jawab Armand dengan tenang."Aku tidak butuh bantuanmu," balas Axel sambil memegang dadanya."Tinggalkan dia," ujar Axel dengan nada marah."Kau tidak berhak membuat keputusan atas hidup orang lain," balas Armand sambil memegang lengan Viona."Aku bilang tinggalkan dia!" seru Axel dengan nada yang semakin keras.Armand menghela nafas dan akhirnya membiarkan Viona diambil oleh Axel dan teman-temannya. Ia hanya bisa berdiri dan melihat kepergian Viona dengan perasaan sedih dan kesal. Ia berharap bisa melakukan sesuatu untuk membantu Viona, namun ia tahu ia sendirian tidak mampu melawan Axel dan teman-temannya.Ketika Armand melihat Axel menarik Viona dengan kasar, dia langsung naik pitam. "Hei, lepas
Viona terbangun dengan wajah sebam, ia masih merasakan efek dari obat bius yang diberikan kepadanya semalam. Ia berusaha untuk bangkit dari tempat tidur dan melihat ke sekitarnya, ia mengingat kejadian semalam yang membuatnya merasa sangat sedih dan tertekan. Ia mengingat bagaimana mantan pacarnya, Axel, membuatnya mabuk dan membawanya ke klub malam.Viona merasa kotor, ia merasa seolah-olah dirinya hampir dilecehkan oleh Axel. Ia berusaha untuk menghapus pikiran-pikiran tersebut dan berfokus pada bagaimana ia bisa segera membersihkan dirinya dan memulai hari baru. Ia mandi dan berpakaian, ia berusaha untuk membuat dirinya merasa lebih baik dan siap untuk menghadapi hari.Ia berjalan menuju dapur dan duduk di meja makan. Ia memandang keluar jendela dan berusaha memikirkan cara untuk melupakan semua ini. Tiba-tiba, ia memutuskan untuk menghapus semua media kontak untuk Axel. Ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi kontak. Satu per satu, ia menghapus nomor telepon, akun media sosial
Viona dan atasannya segera masuk ke dalam ruangan meeting. Semua hal yang dibutuhkan nanti sudah siap di dalam tas yang di bawanya. Viona menatap mantap pintu di depannya, sebuah kesempatan emas yang sangat berharga dan hari ini ia akan menunjukkan yang terbaik.“Selamat pagi semuanya!” ujar Viona dengan bangga sembari membungkuk ke depan. Ia tidak melihat siapa saja yang ada di sana, pikirannya berisi banyak hal hingga ia susah untuk bergerak.“Hahaha, aku tahu kau akan sesemangat ini,” ujar atasannya sembari menepuk pundaknya untuk menyadarkannya.Viona langsung bangkit dan menyadari ruangan tersebut masih sepi, hanya ada dirinya dan bosnya saja di sini. Pipinya langsung memerah, ia terlalu menunjukkan ekspresi yang berlebihan, langsung saja ia mengekori bosnya saat ini yang masih tertawa atas kelakuannya.“Ingat, klien kali ini itu sangat penting, jangan sampai kita gagal mendapatkannya,” ujar atasannya memberi tahu. Viona mengangguk mantap, ia akan berusaha semaksimal mungkin memba
Viona merasa sedikit was-was mendengarnya, "Saya mengerti, Pak Armand. Saya akan bekerja keras dan menunjukkan kinerja yang lebih baik lagi.""Bagaimana kamu bisa meyakinkan saya bahwa proyek ini bisa berjalan dengan lancar?" tanya Armand dengan suara tegas.Viona membalas dengan percaya diri, "Saya telah menyusun proposal yang lengkap dan saya yakin bahwa dengan pengalaman saya dalam bidang ini, proyek ini akan berjalan dengan sukses."Armand menatap Viona dengan ketat, "Saya tidak mudah untuk diyakinkan, Viona. Saya butuh bukti konkret bahwa proyek ini bisa berjalan sesuai rencana."Viona mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Saya siap memberikan bukti konkret yang Anda butuhkan, Pak Armand. Saya memahami bahwa proyek ini adalah proyek yang penting dan saya akan bekerja dengan keras untuk memastikan keberhasilannya."Armand menatap Viona dengan serius, "Baiklah. Saya akan memberikan kesempatan pada kamu dan timmu. Namun, ingatlah bahwa saya mengharapkan hasil yang terbaik da
Viona tersenyum, "Saya yakin saya dapat memisahkan masalah pribadi dan pekerjaan. Saya selalu mengutamakan kinerja saya dalam pekerjaan dan tidak akan membiarkan masalah pribadi mengganggu proyek ini."Armand mengangguk, "Bagus, saya senang mendengarnya. Saya percaya kamu bisa menangani proyek ini dengan baik. Selamat, kamu berhasil mendapatkan proyek ini."Viona merasa lega dan senang mendapatkan kepercayaan dari Armand. "Terima kasih, saya akan bekerja keras dan memberikan yang terbaik dalam proyek ini."Armand tersenyum, "Saya tidak meragukan itu. Sekali lagi, selamat." Mereka berjabat tangan dan Viona meninggalkan ruangan itu dengan perasaan senang dan bangga dengan dirinya sendiri.***Setelah presentasi berakhir, Viona dihadapkan pada bosnya yang memberikan pujian atas kerja kerasnya. "Viona, presentasimu tadi luar biasa. Armand terlihat sangat terkesan dengan ide-ide yang kamu sampaikan," ujar bosnya dengan senyum lebar.Viona merasa sangat bangga dengan hasil kerjanya. "Terima
Keesokan harinya, Viona masuk ke kantor dengan wajah pucat. Ia duduk di kursinya, memikirkan bagaimana ia harus berhadapan dengan Axel. Saat itu, Pak Dandi datang menghampirinya."Viona, kamu sudah membaca emailku kan?" tanya Pak Dandi."Iya, Pak. Saya sudah membacanya," jawab Viona dengan ragu."Pak Agus mengatakan kamu sangat kompeten dalam membuat presentasi. Karena itu, aku percayakan proyek ini padamu. Aku tahu kamu pasti bisa menyelesaikannya dengan baik," kata Pak Dandi dengan tegas. Pak Agus selaku atasan di perusahaan ini memberikan kepercayaan penuh hingga beberapa orang dalam kantor kenal dengannya.Viona merasa lega mendengar kata-kata Pak Dandi. Namun, ia masih merasa khawatir dengan kehadiran Axel dalam proyek tersebut. "Baiklah, Pak. Saya akan bekerja keras untuk menyelesaikan proyek ini," kata Viona dengan senyum tipis.Pak Dandi tersenyum dan kembali ke meja kerjanya. Viona kembali ke pekerjaannya, ia mulai menyiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk meeting dengan Ax