Sekitar 2 Km dari bundaran HI, terdapat sebuah proyek bangunan gedung 20 lantai yang sedang dalam proses pengerjaan. Kebetulan saja, di minggu mereka melakukan misi, pengerjaan gedung bagian atas sedang dihentikan. Meskipun begitu, masih ada beberapa pekerja yang mondar-mandir di lantai dasar meski tidak banyak.
Siang itu, Mike nampak asyik memancing seorang mandor di lantai paling bawah untuk menemaninya mengobrol. Sementara Mansa dan ‘Aini hanya berdiri saja, pura-pura sibuk melihat berkeliling. Katanya, sembari menunggu teman mereka selesai membongkar muatan di sebuah gudang di seberang jalan.
Begitu Mansa mulai menaiki anak tangga, mandor itu memanggilnya sekadar mengingatkan untuk tidak berbuat macam-macam di tempat tersebut. Belum sempat dia berbicara apa-apa, tiba-tiba Mandor itu pingsan dan langsung dipapah oleh Mike.
Setelah itu, Mansa dan Musa membuat pekerja lainnya pingsan satu-persatu. Baru kemudian ‘Aini keluar sesaat menuju mobil, meng
‘Aini langsung mengeluarkan HPnya dan menelepon Mike yang masih berada di lantai dasar. Dia kembali memasukkan HPnya, dan berbicara lewat microfon dan handfree-nya.“Maafkan aku, entah bagaimana orang tua itu mengetahui keberadaanku,” katanya sembari membereskan senjatanya.[Jadi tembakanmu meleset?]“Jangan salahkan aku tembakanku meleset. Siapa juga yang akan menyangka dia bisa tahu aku akan menembaknya dari jarak sejauh itu,” sanggah ‘Aini.[Bagaimana bisa?]“Itu bukan keahlianku untuk menjawab pertanyaanmu itu. Yang jelas beberapa anak buahnya sudah berlarian ke arah sini. Aku lihat orang tua itu menginstruksikan untuk segera memeriksa tempat ini,” jelas ‘Aini.Setelah dia membereskan senjatanya itu dan memasukkan ke da
Kecelakaan beruntun itu memancing perhatian banyak orang. Namun tak ada yang berani mendekat karena melihat ada satu orang yang memegang senjata.Mike menurunkan kaca jendela mobil, masih nampak santai meski ditodong seperti itu. Dia bahkan tidak mengangkat tangannya. Dia tahu, jika memang preman itu ingin membunuhnya, tentu dia tidak akan menodong seperti itu.“Hey, temanmu sudah seperti adonan kue begitu. Apa kau tak kasihan sama sekali?” tanya Mike.Pria itu sedikit mundur dan memang perhatiannya sedikit terpancing hendak melihat kondisi temannya. Namun dia berusaha untuk tidak terpancing.“Jangan banyak bacot, cepat keluar dari mobil!” bentaknya, sembari menjaga jarak dari pintu mobil tersebut.Mike nampak menghela nafas sesaat dan membuka pintu mobil itu sembari geleng-geleng kepala. Dia keluar d
Di dalam sebuah ruangan gelap dan pengap, seorang pria merasakan kepengapan yang lebih gila karena saat ini wajahnya sedang dibungkus dalam plastik sempit. Sebenarnya ada sedikit lubang yang sangat kecil seperti hasil tusukan jarum. Hanya ada satu lubang itu saja dan tak ada yang lain untuknya bernafas.Plastik yang membungkus kepala pria itu kembang kempis seiring dirinya mencoba untuk bernafas senormal mungkin. Namun beberapa kali Acil yang sudah menjaganya semalaman suntuk mengerjainya tanpa ampun.Dia sengaja menampung kentutnya sendiri dengan telapak tangan, dan menepukkannya pada lubang kecil itu.“Om juga sih!” ujar Acil kesal.“Om jawab saja napa, pertanyaan mereka. Kan saya tak harus ikutan begadang begini juga jagain Om,” keluhnya.Kondisi itu terus berlangsung sampai esok paginya. Ketika Mike datang memasuki gudang itu, Acil langsung
“Mang, Terang Bulan satu ya,” ujar seorang pelanggan memesan pada penjual martabak di pinggir jalan. “Lho, malam mingguan sendirian saja mas?” tanya penjual mertabak tersebut.“Eneng yang kemarin ga ikut?” “Ini mau main ke rumahnya, Mang,” jawab pria tersebut. “Ooh, iya! Ngerti, ngerti. Buat bokapnya, ya?” tanya si penjual sedikit beretorika, senyum-senyum sembari menuang adonan martabak di wajan. Setelah menunggu beberapa saat, pria itu menerima pesanannya. Wajah pria itu nampak sumringah meski terlihat jelas dia berusaha menyembunyikan perasaan berbunga-bunga di dalam hatinya. “Semoga malam minggunya lancar, Mas,” ujar si penjual martabak ketika pria itu baru menyalakan scooter matic-nya Pria itu berbalik sesaat dan menundukkan kepalanya sekali
Dua minggu setelah kecelakaan beruntun itu, berita kecelakaan itu masih menjadi pembicaraan hangat. Entah itu di warung kopi, pemberitaan di TV maupun hiruk pikuk di media sosial, semua membicarakannya. Terlebih mengenai seorang pria berjas dan berkaca mata hitam yang tertangkap oleh kamera ponsel. Memang tak ada footgae yang benar-benar berhasil menangkap wajahnya dengan jelas. Namun pemandangan seorang pria menarik tubuh seorang penodong bersenjata dengan begitu enteng menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Terlebih lagi soal kondisi mini bus yang sempat oleng karena benturan itu. Bagaimana bisa pria dengan ukuran tubuh normal, tak juga nampak kekar bisa sekuat itu. Pikiran itu memancing berbagai spekulasi dan gonjang-ganjing satu negeri. Apa lagi pria tersebut terlihat seperti "orang barat" di mata para pribumi kebanyakan. Tak sedikit yang berspekulasi bahwa pria itu adalah seorang intelijen asing yang ditugaskan untu
Meski sudah bertahun-tahun menetap di Indonesia, namun ini pertama kalinya bagi Mike mendengar istilah tersebut. Apa lagi setelah melihat reaski kedua rekannya itu, dia merasa sosok itu sesuatu yang sangat langka bahkan bagi penduduk lokal sekalipun. “Hey, apa itu Jenglot?” tanya Mike penasaran.“Apa itu sejenis hewan langka di daerah sini?” Namun Aryan dan Rasyif tak punya kesempatan untuk memuaskan rasa penasaran Mike itu. Mereka kembali sibuk menghindari serangan makhluk-makhluk misterius tersebut. “Tidakkah ini terlalu besar untuk sesosok Jenglot?” tanya Rasyif, semakin sibuk menghindari serangan beberapa makhluk misterius yang mengincar lehernya. Satu serangan dari sosok makhluk misterius itu tak sempat dihindarinya. Dia terpaksa menutupi wajahnya dengan satu lengannya. Namun kuku-kuku tajam makhluk itu menghujam cukup dalam
Mereka meneruskan perjalanan menuju padepokan tersebut. Ketika sampai di halaman depan dari rumah utama, mereka melihat ada dua orang pria duduk di teras rumah.Penampilan kedua orang itu jelas terlihat seperti orang asing. Salah satu dari mereka yang berkaca mata santai saja melihat kedatangan Mansa beserta yang lainnya. Sementara yang satunya lagi yang berambut afro nampak serius memperhatikan papan catur di depannya.Pria itu memindahkan kudanya pada posisi e4 untuk melindungi rajanya. Setelah itu dia nampak gusar menantikan giliran. Namun ternyata lawan mainnya sama sekali tidak memperhatikan.“Really?” ujarnya nampak tak senang.“Why?” tanya temannya yang berkaca mata itu.“Kau tak terlalu jauh unggul, jadi jangan kepedean mengalihkan perhatianmu dari permainan ini,” gerutu
Mike kaget dan langsung bergerak cepat turun dari teras rumah tersebut dengan melompati pagarnya. Begitu kakinya mendarat di tanah, benda aneh yang sama juga melilit kedua kakinya dan juga menariknya ke arah bawah rumah.Mike terseret cuku dalam, namun dia juga masih sempat menancapkan tangannya ke tanah dan merangkak keluar sebisa mungkin. Hingga akhirnya dia berhasil meraih satu tonggak kayu pondasi teras tersebut.Jadilah kedua orang itu dalam kondisi yang sama. Sama-sama paniknya dan juga sama-sama bingungnya.“Apa-apaan itu?” tanya Mike.“Mana ku tahu,” balas Mansa.Aryan dan Rasyif juga ikutan panik, sama-sama tiarap mencoba melihat ke arah bawah rumah kayu yang gelap itu. Tetap saja mereka tak tahu apa yang sedang terjadi dengan kedua temannya itu.Namun nampak jelas bahwa saat ini Mike