Author's POV "Perceraian mereka sudah diputuskan oleh pengadilan bulan kemarin kalau tidak salah." Andrean menjelaskan pada Embun sambil melangkah ke arah mobilnya.Baru kali ini Embun mendengar kabar itu. Tidak menyangka kalau pernikahan mereka akhirnya juga berakhir cerai. Kenapa? Apa karena soal anak juga? Bukankah selama ini Fariq tidak mempermasalahkan hal itu. Ia juga tahu kalau Karina sangat mencintai suaminya. Dan ia yakin Fariq tidak mempermasalahkan ada tidaknya anak dalam pernikahan. Pria itu sebenarnya sebaik suaminya yang sekarang.Andrean membukakan pintu mobil untuk istrinya. "Aku bener-bener nggak nyangka kalau mereka cerai, Mas. Karina bucin banget sama Mas Fariq. Bahkan dia mencari cara agar aku tersingkir." Embun masih tidak habis pikir dengan perpisahan mereka."Kita kan tidak tahu apa yang sedang mereka hadapi. Kamu masih memikirkannya?" Embun yang menyadari ada nada lain dari ucapan suaminya, segera memeluk lengan kiri pria yang tengah fokus mengemudi. Selama
Author's POVMiranda mengerti apa yang dialami Hera. Ia turut prihatin. Tentu tidak mudah menjalani posisi seperti itu. Semoga Hendriko tidak pernah membagi cintainya. Semoga apa yang terjadi dalam keluarganya menjadi pelajaran yang akan selalu diingat suaminya itu sepanjang hidup. Hingga tak ada lagi Bu Lili selanjutnya, Mama Evi berikutnya, atau Hera."Kadang aku mikir, aku ini bodoh atau apa ya. Disakiti sedemikian rupa masih saja tetap bertahan.""Tentu apapun yang Mbak putuskan sudah Mbak pikirkan dengan matang. Biarkan orang lain berkata apa saja, mereka nggak tahu posisi Mbak itu seperti apa dan bagaimana. Semangat Mbak, semoga Mas Rusdi bener-bener sudah berubah. Nggak suka main kasar lagi."Hera mengangguk. Harapannya juga begitu, Rusdi akan berubah jika memang ingin memperbaiki pernikahan mereka.* * *Andrean kaget dengan hidangan makan malam yang di susun secara apik oleh istrinya. Ada dua lilin yang menyala di kedua ujung meja. Sambil menarik kursi ia berpikir ada apa den
Author's POVTuhan memang begitu apik menyusun scenario-nya. Hal sekecil apapun akan terasa nikmat karena Allah yang mengaturnya. Seperti pagi ini, Embun sudah muntah dua kali. Yang pertama ketika bangun hendak Salat Subuh tadi. Yang kedua setelah sarapan bareng suami. Jika yang mengalami morning sicknes ini suaminya, alangkah repotnya Andrean. Mana harus mengurusi pekerjaan yang menumpuk, meeting, dan bolak-balik menjenguk mamanya di rumah sakit. "Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Andrean tampak cemas melihat kondisi Embun yang baru saja muntah dan duduk lemas di kursi meja rias. Lelaki itu jongkok di depan istrinya. Ia bisa merasakan apa yang dialami Embun, karena waktu sang istri hamil Kalandra, dirinya yang mengalami mual dan ngidam."Aku nggak apa-apa," jawab Embun sambil mengelap mulutnya dengan tisu."Serius?""Iya, serius. Aku nggak apa-apa, Mas."Andrean berdiri setelah mengecup kening istrinya. Pria itu melangkah melihat putranya di box bayi. Kalandra masih tertidur pulas.
Author's POVSetelah menerima telepon, Endah menghampiri bosnya. Mereka sedang meeting jam sepuluh pagi itu. Asistennya membisikkan sesuatu yang membuat Andrean terkejut. Setelah cukup tenang, ia menarik napas panjang. Lantas menatap anggota rapat yang terdiri dari beberapa staf dan supplier.Lelaki itu berdiri dan minta maaf karena terpaksa harus menghentikan meeting. Ada kabar duka yang membuatnya mesti segera meninggalkan ruangan. Innalilahi wa innailaihi rojiun. Bu Salwa telah tiada. Semua anggota rapat mengucapkan bela sungkawa tanpa menyalami Andrean, karena pria itu harus segera pulang. Tante Verra yang berada di ruangannya langsung dikabari Endah. Wanita itu bersama suaminya langsung berangkat ke rumah duka.Dalam perjalanan Andrean menelepon Embun. Tapi ternyata Embun sudah tahu karena baru saja di telepon oleh Miranda.Rumah Pak Darmawan kembali ramai oleh para pelayat. Tenda darurat di dirikan di halaman depan. Kerabat jauh juga mulai berdatangan. Tak ada air mata dari a
Author's POVPesisir pantai. Kaki telanjang mereka menapak di pasir yang agak lembab karena deburan ombak. Andrean, Embun, Hendriko, dan Miranda melangkah menyusuri pantai selatan di sore yang indah. Kalandra di hotel bersama Mbok Darmi dan Bu Evi. Bocah umur sembilan bulan itu belum pernah di bawah tekanan angin yang berembus kencang, makanya tidak diajak, takutnya akan masuk angin.Liburan bersama untuk pertama kalinya. Begitu berkesan dan menyenangkan. Andrean memang mengajak Mbok Darmi, Pak Karyo, dan Tyas. Biar keluarga wanita yang sangat berjasa dalam hidupnya itu tidak hanya membersamai dalam dukanya, tapi juga dalam bahagianya. Bagi Andrean, Mbok Darmi tidak hanya sekedar pembantu. Tapi lebih dari itu, mereka adalah bagian penting dari hidupnya. Sekarang Embun juga mencari pekerja paruh waktu yang membantu Mbok Darmi mengerjakan pekerjaan rumah. Sebab dirinya yang kini tengah hamil empat bulan sudah tidak bisa membantu di dapur. Dia juga harus mengawasi Kalandra yang gesit da
Author's POVMiranda menatap kalender di atas meja. Rasanya tidak sabar menunggu sehari lagi untuk menggenapi seminggu penantiannya, yang ingin segera melakukan pemeriksaan instan. Dia sudah terlambat haid selama enam hari. Harus sabar menunggu sehari lagi.Kekecewaannya yang berulang kali membuatnya menahan diri untuk tidak melakukan pemeriksaan dengan cepat. Dulu terlambat sehari saja, langsung memeriksa sendiri dengan testpack. Kemudian terlambat haid dua hari juga langsung ngecek. Untuk kali ini ia sengaja menunggu sampai seminggu. Wanita itu lantas keluar ruangannya dan membantu para karyawan melayani pengunjung yang tengah memilih beberapa pakaian. Bersyukur sekali, butiknya kini mulai berkembang. Banyak teman sekolah dan rekan kuliahnya yang datang melarisi butiknya.Ketika tengah menunggui seorang pembeli, dari arah pintu muncul seorang perempuan. Miranda menyerahkan pekerjaan itu pada salah satu karyawannya."Hai," tegur Miranda pada Nency."Udah makan siang?" tanya Nency."
DesirePart 1 Luka Masa Lalu 1"Aku belum tertarik lagi dengan pernikahan, Git," kata Fariq pada Sigit. Rekan kerja sekaligus sahabatnya ketika mereka makan siang bersama di sebuah restoran depan kantor."Nggak ada salahnya memulai lagi sebuah hubungan. Mahika tampaknya ngebet banget pengen deketin kamu."Fariq tersenyum hambar sambil mengaduk minumannya di gelas. Bayangan perempuan itu melintas. Sosok cantik, cerdas, dan energik. Keponakan bosnya sendiri. Perempuan itu juga tahu kisah kelam hidupnya. "Apa kamu ingin menua sendirian? Sudahlah hilangkan trauma itu? Sekali gagal, dua kali gagal, belum tentu kali ketiga bakalan gagal juga. Cobalah berdamai dengan perasaan sendiri. Memulai lagi hubungan baru. Percaya bahwa kamu bisa bahagia."Panjang lebar Sigit bicara di depan sahabatnya, tapi Fariq hanya diam memperhatikan tanpa menanggapi. Tiga tahun setelah perceraiannya yang kedua, ia lebih fokus untuk menjaga mamanya. Berulang kali wanita yang telah melahirkannya itu memintanya lag
DesirePart 2 Luka Masa Lalu 2Jingga hanya diam memperhatikan dua wanita yang usianya jauh di atas dirinya itu bicara. Sejak kecil gadis itu sudah tidak heran dengan tabiat Kang Lamidi dan Yu Lastri. Para tetangga sudah tidak pernah heboh jika mereka kejar-kejaran di jalanan depan rumah. Sudah menjadi hal biasa. Tidak ada yang mau melerai lagi. Bahkan dijadikan tontonan gratis oleh warga. "Kamu kok udah pulang ngajar, Nduk?" Yu Lastri bertanya pada Jingga."Iya, Yu."Mereka bertiga memandang ke luar saat mendengar bunyi motor Kang Lamidi. Lelaki berkulit gelap dengan tubuh kekar itu melaju pergi ke arah kanan."Eh, iya. Aku belum jemur baju, Ras. Aku pulang dulu ya." Yu Lastri berdiri. Wanita itu mengambil sandal jepitnya ke belakang dan menentengnya lewat pintu depan.Laras dan Jingga hanya memperhatikan wanita itu hingga menyeberang jalan, tanpa berniat mencegahnya. "Nggak takut apa kalau Kang Lamidi pulang lagi," kata Jingga."Heleh, nggak lama lagi baikan. Lihat saja, besok pag