Author's POVPesisir pantai. Kaki telanjang mereka menapak di pasir yang agak lembab karena deburan ombak. Andrean, Embun, Hendriko, dan Miranda melangkah menyusuri pantai selatan di sore yang indah. Kalandra di hotel bersama Mbok Darmi dan Bu Evi. Bocah umur sembilan bulan itu belum pernah di bawah tekanan angin yang berembus kencang, makanya tidak diajak, takutnya akan masuk angin.Liburan bersama untuk pertama kalinya. Begitu berkesan dan menyenangkan. Andrean memang mengajak Mbok Darmi, Pak Karyo, dan Tyas. Biar keluarga wanita yang sangat berjasa dalam hidupnya itu tidak hanya membersamai dalam dukanya, tapi juga dalam bahagianya. Bagi Andrean, Mbok Darmi tidak hanya sekedar pembantu. Tapi lebih dari itu, mereka adalah bagian penting dari hidupnya. Sekarang Embun juga mencari pekerja paruh waktu yang membantu Mbok Darmi mengerjakan pekerjaan rumah. Sebab dirinya yang kini tengah hamil empat bulan sudah tidak bisa membantu di dapur. Dia juga harus mengawasi Kalandra yang gesit da
Author's POVMiranda menatap kalender di atas meja. Rasanya tidak sabar menunggu sehari lagi untuk menggenapi seminggu penantiannya, yang ingin segera melakukan pemeriksaan instan. Dia sudah terlambat haid selama enam hari. Harus sabar menunggu sehari lagi.Kekecewaannya yang berulang kali membuatnya menahan diri untuk tidak melakukan pemeriksaan dengan cepat. Dulu terlambat sehari saja, langsung memeriksa sendiri dengan testpack. Kemudian terlambat haid dua hari juga langsung ngecek. Untuk kali ini ia sengaja menunggu sampai seminggu. Wanita itu lantas keluar ruangannya dan membantu para karyawan melayani pengunjung yang tengah memilih beberapa pakaian. Bersyukur sekali, butiknya kini mulai berkembang. Banyak teman sekolah dan rekan kuliahnya yang datang melarisi butiknya.Ketika tengah menunggui seorang pembeli, dari arah pintu muncul seorang perempuan. Miranda menyerahkan pekerjaan itu pada salah satu karyawannya."Hai," tegur Miranda pada Nency."Udah makan siang?" tanya Nency."
DesirePart 1 Luka Masa Lalu 1"Aku belum tertarik lagi dengan pernikahan, Git," kata Fariq pada Sigit. Rekan kerja sekaligus sahabatnya ketika mereka makan siang bersama di sebuah restoran depan kantor."Nggak ada salahnya memulai lagi sebuah hubungan. Mahika tampaknya ngebet banget pengen deketin kamu."Fariq tersenyum hambar sambil mengaduk minumannya di gelas. Bayangan perempuan itu melintas. Sosok cantik, cerdas, dan energik. Keponakan bosnya sendiri. Perempuan itu juga tahu kisah kelam hidupnya. "Apa kamu ingin menua sendirian? Sudahlah hilangkan trauma itu? Sekali gagal, dua kali gagal, belum tentu kali ketiga bakalan gagal juga. Cobalah berdamai dengan perasaan sendiri. Memulai lagi hubungan baru. Percaya bahwa kamu bisa bahagia."Panjang lebar Sigit bicara di depan sahabatnya, tapi Fariq hanya diam memperhatikan tanpa menanggapi. Tiga tahun setelah perceraiannya yang kedua, ia lebih fokus untuk menjaga mamanya. Berulang kali wanita yang telah melahirkannya itu memintanya lag
DesirePart 2 Luka Masa Lalu 2Jingga hanya diam memperhatikan dua wanita yang usianya jauh di atas dirinya itu bicara. Sejak kecil gadis itu sudah tidak heran dengan tabiat Kang Lamidi dan Yu Lastri. Para tetangga sudah tidak pernah heboh jika mereka kejar-kejaran di jalanan depan rumah. Sudah menjadi hal biasa. Tidak ada yang mau melerai lagi. Bahkan dijadikan tontonan gratis oleh warga. "Kamu kok udah pulang ngajar, Nduk?" Yu Lastri bertanya pada Jingga."Iya, Yu."Mereka bertiga memandang ke luar saat mendengar bunyi motor Kang Lamidi. Lelaki berkulit gelap dengan tubuh kekar itu melaju pergi ke arah kanan."Eh, iya. Aku belum jemur baju, Ras. Aku pulang dulu ya." Yu Lastri berdiri. Wanita itu mengambil sandal jepitnya ke belakang dan menentengnya lewat pintu depan.Laras dan Jingga hanya memperhatikan wanita itu hingga menyeberang jalan, tanpa berniat mencegahnya. "Nggak takut apa kalau Kang Lamidi pulang lagi," kata Jingga."Heleh, nggak lama lagi baikan. Lihat saja, besok pag
DesirePart 3 Kembang Gunung Wilis I"Itu rumahnya Pak Lurah, Mas." Jingga menunjuk rumah paling besar dan paling mewah untuk ukuran orang desa. Jauh berbeda dengan rumah-rumah di sekitarnya. Di depan rumah utama ada bangunan joglo dengan pilar kayu jati yang kokoh dan berplitur cokelat mengkilap. Lantainya tampak bersih berkilauan. Di tengah joglo ada satu set meja kursi berukir untuk menerima tamu.Lelaki pengemudi mobil yang berhenti di sebelah Jingga memandang ke arah yang ditunjuk gadis itu. Bahkan seluruh penumpang juga menatap ke arah seberang jalan kecil tengah desa."Saya permisi dulu!" pamit Jingga langsung pergi dengan motornya. Gadis itu sudah tidak mendengar lagi teriakan terima kasih dari laki-laki yang pegang kemudi. Lelaki berusia dua puluh tujuh tahun itu asisten pribadi Fariq."Kita langsung turun semua, Pak Fariq? Atau yang lain menunggu di mobil saja?" tanya Mahika."Biar saya dan Pak Restu saja yang turun, Mbak. Kita hanya akan memberitahu sekaligus izin sama Pak
DesirePart 4 Kembang Gunung Wilis IIBanyak informasi yang Fariq dapat dari Mbok Legi. Tentang kebiasaan masyarakat desa itu dan adanya sebuah makam keramat yang sering di ziarahi oleh orang-orang dari luar kota. Makam Ki Ageng Ngaliman. Tokoh yang menyebarkan agama Islam di wilayah Sawahan. Juga di sebut sebagai cikal bakal adanya desa Ngliman. Beliau di makamkan di area tanah yang tinggi dan teduh, karena banyak pohon-pohon besar menaungi tempat itu. Beliau di makamkan dalam satu kawasan bersama dengan beberapa pengikut setianya.Mbok Legi menutup warungnya ketika rombongan Fariq telah pergi. Lelaki itu mengajak timnya untuk mampir Salat Asar sekaligus menunggu waktu Salat Maghrib di sebuah masjid pinggir jalan. Mereka ingin menikmati suasana malam di lereng Wilis yang menyimpan banyak kisah cerita sejarah. Ada juga kisah Mpu Sindok yang menjadi cikal bakal berdirinya kota Nganjuk."Di sini nggak ada signal, Pak Fariq." Mahika bicara sambil memandangi layar ponselnya. Dua orang i
DesirePart 5 Rencana Perjodohan IPesta, makan malam, dan pembicaraan penuh basa-basi di luar masalah pekerjaan sangat ingin dihindari Fariq belakangan ini. Dan papanya Mahika baru saja menelepon mengajaknya dinner akhir pekan. Pesis seperti yang dibicarakan Mahika tadi. Padahal jika bertemu, Pak Raul selalu suka membahas tentang politik. Dan itu tidak disukai Fariq, ia tidak tertarik dengan dunia penuh intrik.Hendak menolak rasanya tidak enak, karena sudah beberapa kali tawaran Pak Raul ditolak dengan beberapa alasan. Kecuali pertemuan mereka dilakukan saat jam kerja dan membicarakan mengenai pekerjaan. Pak Raul termasuk pemegang saham terbesar di perusahaan tempatnya bekerja.Mahika menerima kembali ponselnya. "Kayanya papa ada bisnis baru yang ingin dibicarakan dengan, Pak Fariq.""Bisnis apa?""Saya kurang tahu. Datanglah ke rumah, siapa tahu Pak Fariq tertarik.""Insya Allah," jawab Fariq sambil tersenyum, lantas mengalihkan perhatian pada gelapnya sisi jalan di sepanjang jalu
DesirePart 6 Rencana Perjodohan IIMeski terkejut, Fariq tetap bersikap tenang. Dia tidak menyangka saja jika maksud Pak Raul mengundangnya untuk membicarakan tentang perjodohan Mahika dengannya. Tapi kenapa memilihnya, pria yang pernah gagal menikah dua kali. Pria yang belum tentu bisa memberikan keturunan pada putrinya. Mahika bukan wanita biasa. Dia punya karir, cerdas, dan berpengalaman. Bisa saja kan, memilih lelaki yang lebih muda darinya. Setidaknya seumuran dengan Mahika sendiri. Banyak eksekutif muda yang lebih pantas menjadi pendamping gadis itu."Pak Raul, sudah tahu bagaimana masa lalu saya? Rasanya Mahika terlalu baik buat saya. Mahika bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dari saya, Pak."Lelaki setengah baya itu menunduk. Tampak ada sesuatu yang dipikirkannya hingga membuat keningnya berkerut tajam. Entah bagaimana harus memulai, tapi Pak Raul ingin sekali memberitahu Fariq sesuatu. Namun kata-katanya hanya tersekat di tenggorokan. Pria itu bingung juga, apa har
Jelita sudah berumur sembilan tahun sekarang. Dia cantik berjilbab warna merah muda. Kemudian ikut bermain bersama adik dan si kembar.Bu Salim menyambut hangat kedatangan Yuda dan keluarganya. Wanita sepuh itu selalu bahagia jika rumahnya di datangi tamu yang membawa anak-anak. "Mbak Jingga, hamil lagi?" tanya Aisyah yang baru melihat perut Jingga yang membulat."Iya, Mbak. Mau jalan empat bulan. Kembar lagi ini.""Masya Allah, yang bener, Mbak?"Jingga mengangguk."Surprise."Mereka dan anak-anak sangat akrab. Karena tiap kali pulang ke Nganjuk, Fariq sering mengajak mereka mampir di rumahnya Yuda meski hanya sebentar."Pak Raul masuk rumah sakit semingguan yang lalu. Mas Yuda di kabari, nggak?" tanya Fariq ketika mereka ngobrol berdua di gazebo taman samping rumah."Nggak, Mas. Saya tahunya dari Mas Fariq ini. Nanti sebelum pulang, saya mau ngajak mereka mampir sebentar ke sana.""Kalau sekarang Pak Raul sudah di rumah. Tapi masih dalam pengawasan medis terus karena hipertensi dan
Netra Bu Salim berkaca-kaca pagi itu setelah diberitahu Fariq kalau Jingga tengah hamil bayi kembar lagi. "Masya Allah, Alhamdulillah, Nak. Kamu akan memiliki anak kembar lagi?" kata Bu Salim sambil memeluk putranya. Beliau tidak tahu kalau Jingga kemarin periksa ke dokter kandungan. Yang beliau tahu, Jingga belanja keperluan anak-anak."Ya, Ma. Alhamdulillah!""Udah berapa minggu?""Enam minggu.""Masya Allah. Berarti setelah dia lepas KB-nya langsung isi?"Fariq mengangguk. Bu Salim menyeka air matanya. Dulu bagaimana Fariq dan mantan istrinya terus berusaha hampir tiap bulan supaya lekas dapat momongan. Namun hasilnya selalu nihil. Tapi lihatlah sekarang, begitu mudahnya Allah mengabulkan keinginannya. Setelah malam pengantin mereka, Jingga langsung hamil bulan depannya. Sekarang juga begitu, setelah berhenti memakai kontrasepsi Jingga langsung hamil lagi. Tak ada yang mustahil jika Allah sudah menghendaki.Kebahagiaan tiada terkira memenuhi dada Fariq, meskipun dia sangat kasihan
Fariq yang terkejut diam beberapa detik. Kemudian segera berjongkok di depan kedua jagoannya. Menerima kue yang ada angka empat puluh lima di permukaan puding buah. Pria rupawan itu memeluk dan menciumi kedua putranya sambil mengucapkan banyak terima kasih.Pria itu lantas berdiri ketika sang mama merentangkan tangan hendak memeluknya. "Terima kasih, Ma," jawab Fariq sambil mengusap punggung sang mama setelah wanita yang melahirkannya itu mengucapkan selamat ulang tahun dan merapalkan doa untuk putra terkasihnya.Mbak Mus dan Sumi juga mengucapkan selamat pada majikannya. Di susul oleh Cak Pri yang baru saja datang untuk menjemput istrinya. Sebab kalau habis Maghrib Mbak Mus akan pulang. Anak-anak kalau malam tidur di kamar mereka di temani Sumi. Sesekali si kembar dilatih tidur sendiri. Tapi Jingga bisa mengawasi dari layar monitor yang ada di dalam kamarnya."Anak-anak, kalian tunggu di meja makan ya. Biar papa mandi dulu."Farras dan Farel langsung berlari menuju ruang makan. Diiku
Jam tujuh malam keluarga Roy sampai di rumah sakit. Bu Warni segera duduk menghampiri putranya setelah menyalami besan laki-lakinya. "Kenapa kamu di sini? Kamu nggak nemeni istrimu di dalam?" tanya Bu Warni heran."Nency nggak mau aku temani, Bu," jawab Roy dengan nada frustasi. "Loh, kenapa?" Bu Warni makin tak mengerti. Akhirnya Pak Aziz turut menjelaskan kalau putrinya memang yang menyuruh Roy keluar. Bu Warni yang merasa heran langsung diam. Apalagi Pak Karim memberi isyarat pada istrinya agar tidak banyak bertanya. Mereka bertiga duduk diam di depan ruang bersalin. Cemas dengan perasaan masing-masing. Sudah sejak Asar tadi dan sampai sekarang belum ada perkembangan. Roy berjalan mondar-mandir di lorong itu. Bagaimana ia bisa tenang, sementara bayinya belum juga dilahirkan. Ingin tahu keadaannya, tapi Nency sendiri melarangnya. Roy heran. Permintaan jenis apa itu? Geram bercampur haru dibuatnya.Dari ujung lorong, Heni berjalan tergopoh-gopoh sendirian menghampiri adik iparny
Yuda juga mengajak Aisyah kembali ke kamar. Mereka tidak merencanakan untuk jalan-jalan. Waktu yang tersisa hanya beberapa jam itu di manfaatkan untuk tetap tinggal di kamar dan menikmati gerimis dari balik jendela kaca sambil bercerita. Lelaki itu memeluk istrinya dari belakang sambil bersandar di kepala ranjang. Satu hal yang sangat ia syukuri, cepat tersadar lalu kembali pada Aisyah. Dan lebih bersyukur lagi saat wanita itu masih mau menerimanya dengan tangan terbuka. Menerima masa lalu dan memaafkan kekhilafahannya. Wanita sederhana yang memperlakukannya sangat istimewa."Kita check out jam berapa, Mas?" tanya Aisyah setelah terdiam cukup lama menikmati rintik hujan.Yuda mengeratkan lengan, meletakkan dagu di pundak istrinya. "Kita check out barengan sama Mas Fariq. Dia mengajak kita mampir ke rumahnya. Mau kan?""Iya, nggak apa-apa. Nggak usah lama-lama di sana, nanti Jelita nyariin kita. Lagian malam tadi Mas kan sudah bilang kalau siang ini kita sudah sampai di rumah.""Iya,
Yuda berdiri dan tersenyum pada Fariq yang tengah mendorong stroller kedua putranya. Sedangkan Jingga yang merangkul lengan sang suami hanya mengikuti langkah Fariq untuk menghampiri Yuda dan Aisyah."Hai, surprise kita bertemu di sini ya!" ujar Fariq sambil menyambut uluran tangan Yuda. Dua pria yang bersalaman sangat erat."Iya, Mas. Nggak nyangka ya kita bisa bertemu di sini.""Kenalin ini istriku, Jingga. Dari Nganjuk juga." Fariq memperkenalkan istrinya. Jingga tersenyum pada Yuda lalu menyalami Aisyah. "Nganjuknya mana, Mbak?" tanya Jingga pada Aisyah."Saya dari Tanjung Kalang, Mbak," jawab Aisyah."Ini Mas Yuda, Sayang. Yang pernah Mas ceritakan." Fariq memberikan penjelasan dan Jingga langsung paham tanpa banyak bertanya. Ia ingat tentang kisah Mahika dan pria bernama Yuda. "Jelita nggak diajak, Mas?" tanya Fariq karena ia tak melihat anak perempuan kecil bersama mereka."Nggak, Mas. Kebetulan dia ikut adik saya yang baru pulang dari Jogja.""O."Mereka duduk di bangku tepi
Bulan madu yang pertama dulu, mereka lebih banyak hunting kuliner. Sedangkan kali ini, mereka akan menghabiskan banyak waktunya di dalam kamar. Disamping waktunya yang sangat singkat, kasihan juga dengan baby Yusuf kalau di ajak keliling. Usianya baru dua bulan, apalagi hawa di sana sangat dingin."Nanti pas liburan kita ajak anak-anak ke sini, Mas. Deket kalau mau ke Batu Secret Zoo dan musium satwa. Jelita pasti sangat suka kalau kita ajak main ke sana.""Oke," jawab Yuda mengeratkan pelukan. Sambil menikmati rintik-rintik gerimis yang turun sore itu. Mengaburkan pandangan dari indahnya pemandangan di luar hotel. Banyak yang mereka bahas sambil berdekapan. Aisyah menyandarkan punggungnya di dada bidang sang suami. Wangi rambut hitam wanita itu memenuhi penciuman.Kebersamaan itu terjeda oleh bunyi pesan dari ponsel Aisyah yang tergeletak di samping mereka. Wanita itu memaksa mengambilnya, siapa tahu pesan yang dikirimkan kepada ibu kepala sekolah dibalas. Tadi Aisyah meminta tambah
Langit sore tampak kelabu, tak memberi ruang sedikitpun pada sinar matahari bisa menembus bumi. Sebentar kemudian gerimis turun membawa hawa dingin yang menusuk hingga ke pori-pori kulit. Kesiur angin menambah tubuh kian menggigil. Yuda memakaikan sweater warna merah jambu pada Jelita yang duduk bermain di samping adiknya yang tengah terlelap semenjak habis di mandikan. Suasana rumah kembali sepi setelah acara akad nikah pagi tadi. Acara yang jauh lebih sederhana daripada pernikahan mereka setahun lebih yang lalu. Yang sangat meriah dan mewah untuk ukuran orang desa."Kopinya, Mas. Dan ini susunya Jelita." Aisyah membawa nampan berisi dua gelas dan setoples kukis, lalu meletakkannya di depan Yuda."Makasih," jawab pria itu sambil memandang Aisyah yang memakai piyama dan mengurai rambutnya yang panjang. Cantik penampilan Aisyah sore itu. Timbul desiran aneh yang seolah menghentikan aliran darahnya. Sungguh menguji ketahanan diri. Sebab malam itu pun mereka akan tidur berempat, karen
Fariq yang berbaring sejak jam delapan malam tadi susah sekali terlena. Rumah terasa sunyi. Tidak ada celoteh riang si kembar yang menyambutnya saat pulang kerja. Tak ada rengekan minta susu dan tak ada tatapan memuja dari Jingga, Farras, dan Farel. Kesunyian berjauhan dari mereka melebihi sunyinya pasca perceraian kala itu. Benar saja, ia bisa gila kalau terlalu lama berpisah dengan istri dan dua jagoannya.Jika rekan-rekannya paling suka kalau anak dan istrinya sedang bepergian, karena bisa me time seharian. Tapi tidak dengan Fariq. Setelah sekian lama menunggu kehadiran anak, makanya sekarang ia enggan berjauhan dengan anak.Hanya bau minyak telon yang sedikit mengobati kerinduannya dan menunggu hingga hari Sabtu nanti baru bisa menjemput mereka lagi.Fariq meraih ponselnya yang masih sepi. Beberapa pesan yang dikirimkan pada sang istri belum satu pun di terima. Mungkin jika komunikasi lancar, Fariq tak akan kelimpungan seperti sekarang. Tapi bukan hanya dirinya saja yang merasa su