Sore itu semua terasa damai, tentram, dan begitu sempurna bagi Catherine. Ditambah lagi langit senja yang berwarna oranye membuat suasana hati menjadi semakin bersahaja.
Dan saat perpaduan semua itu terasa begitu sempurna bagi hari itu di dalam hidup Catherine, dari arah depan muncullah sosok yang sangat tidak dia harapkan.
Shit! Kenapa bisa ada kebetulan seperti ini? Bagaimana mungkin sedari tadi dia tidak g,melihatnya? Jika tahu begini, dia akan langsung memutar.
Ah, andai bumi bersedia menelannya saja ….
“Hai, Cath! Aku baru mau ke tempatmu. Kau ….” Suara itu lenyap seiring dengan tatapan si pemilik suara yang mengarah pada Martinez dengan baby Rod di gendongannya.
Catherine ingin menyusup ke dalam tanah saat itu. Tetapi, tak ada yang bisa dihindari lagi.
“Martinez?” seru Esme menatap pengawal ayahnya itu dengan tatapan tak percaya. “Kau sudah keluar?”
“Nona Esme. Sengan berjumpa denganmu. Kakakku yang mengelu
“Pagi, Agent Darren,” sapa Archie saat dia baru tiba di kantor. Dilihatnya, Darren telah duduk bertopang dagu dengan tatapan serius ke arah layar computer. Kedua alis pria itu mengerut tajam.“Tumben kau pagi-pagi sudah tiba dan serius membaca. Ada kasus baru?” Archie meletakkan tasnya di kursi, melonggarkan dasi nya, dan duduk di kursinya. Dia tidak langsung menyalakan computer, melainkan menyesap kopi panasnya dulu.“Tidak ada kasus baru. Justru ini kasus lama. Kemarin, aku melihat anak buah buronan yang kukirim ke penjara. Seharusnya dia dihukum 15 tahun. Tetapi, kemarin dia sudah berkeliaran di jalan. Bagaimana bisa?” tanya Darren datar, namun ucapannya terdengar kelam. Tatapannya tetap pada layar computer, mencari-cari artikel yang mungkin dia lewatkan.“Itu hal biasa, Bro. Beginilah tugas kita. Hanya menang sesaat. Susah payah kita kejar mereka sampai bertaruh nyawa. Saat akhirnya mere
“Hei, Babe. Kau sudah pulang?” Esme terbangun dari tidur siangnya yang begitu damai. Dia menoleh ke arah pintu dan menemukan Darren berdiri di sana menatap ke arahnya.Pria itu melangkah masuk dengan raut wajah yang aneh. Tetapi, ketika mereka telah dekat, Darren tersenyum lembut.“Maaf, aku mengganggumu. Aku hanya mengecek keberadaan kalian. Tidurlah lagi,” ucap Darren sembari memeluk Esme dan ikut berbaring di belakang istrinya itu.Esme membalikkan tubuhnya dan memandangi Darren. “Ada apa? Tidak biasanya kau pulang di siang bolong seperti ini. Ada yang kau cemaskan?”Darren menggeleng. Dia tidak ingin membuat Esme merasa takut dan cemas, hingga dia memutuskan untuk menyimpan sendiri kabar lolosnya Nicky dari penjara.“Tidak ada. Hanya merindukan dua bidadariku saja.” Kecupan lembut mendarat di bibir Esme setelah dia selesai mengucapkan itu. SAtu kecupan berlanjut menja
“Aku ingin bergabung. Hanya saja, aku takut nanti ada yang lain yang juga bergabung dan saat mereka tanya padamu, kau akan menjawab aku bukan siapa-siapa dan aku juga yang tiba-tiba datang bergabung denganmu. Jika begitu, aku akan merasa teramat malu.”Bagaikan ditampar di wajahnya, Cahterine menjadi merah padam, terkejut, dan juga serba salah akan sindirian Martinez. Ternyata benar pria itu tersinggung akan ucapannya kemarin sore. Tetapi, kenapa sedari tadi dia tidak menunjukkannya?“Ah, ternyata kau marah karena ucapanku kemarin sore,” serunya menatap kesal pada Martinez.Pria itu malah tersenyum dan melunakkan sikapnya. “Tidak begitu. Aku hanya menjelaskan saja. Tidak ada yang marah.”“Hah! Kau hanya tampangmu saja yang sangar, tapi hatimu selunak perempuan. Hanya dikata begitu saja kau tersinggung, lalu tidak mau datang lagi ke toko. Di mana profesionalisme mu?”Marti
Malam hari itu, Catherine dilanda dilemma. Haruskah dia memberitahukan Esme tentang keberadaan ayahnya dan bahwa ayahnya hendak mengunjunginya besok?Jika dia beritahu, dia takut Esme akan panic dan bertindak macam-macam. Misalnya saja, memintanya untuk berbohong pada Uncle Marco tentang keberadaannya atau tentang pernikahannya dengan Darren. Jika begitu yang terjadi, berarti posisi Catherine akan sangat repot. Selain dia tidak ingin direpotkan, dia juga tidak ingin moment ini lolos. Dia ingin ini menjadi ganjaran bagi Darren karena sudah berani-beraninya menangkap ayahnya.Karenanya, Catherine tidak mengatakan apa-apa pada Esme. Dan saat esok hari tiba, Catherine hanya memberitahukan alamat Emerald Cake and Bakery pada Uncle Marco. Pria itu mengajak Martinez untuk mengunjungi Esme. ***Mereka telah berada di depan pintu Emerald Cake and B
Saat Darren pulang ke rumahnya siang itu untuk sekadar makan siang dan melihat baby Daisy, dia malah mendapati Marco Bandares serta Martinez ada di rumahnya. Dua anggota lapas itu seharusnya masih lama mendekam dalam penjara, tetapi kini malah berada di rumahnya. Sekalipun status Marco Bandares saat ini adalah ayah mertuanya, Darren tidak bisa merasa senang ataupun menolerir apa yang mereka buat. Dengan itu semua, dia merasa jauh lebih marah dari siapa pun.“Bagaimana kalian semua bisa berada di sini? Kalian mencurangi hukum?!”Sial! Esme merutuk dalam hatinya. Masalah di antara mereka kini menjadi setinggi gedung pencakar langit. Lagipula, kenapa juga Darren malah bersikap provokatif begitu? Tidakkan dia sadar diri bahwa dia adalah menantu dari Marco Bandares?Terang saja, pertanyaannya itu membuat Marco murka. Pria langsung bangkit dan menggebrak meja dengan tangannya.“Siapa yang kau ajak bicara seperti itu? Kau detektif
Pagi ini, hati Esme bagai dibebani berkilo-kilo batu. Dia mengurus Daisy dengan raut wajahnya yang mendung. Belum lagi pandangan matanya yang sebentar-sebentar merembeskan air. Dan sekarang, sudah berapa kali dia mendesah memikirkan ayahnya yang sudah pasti merasa marah, kecewa, dan sangat mungkin membencinya setelah siang ini. “Kau sudah cantik. Bobok dulu, ya. Mom mau buat sarapan,” kata Esme lembut pada Daisy. Meskipun begitu, Darren tahu suara itu mengandung jutaan kesedihan. Dari sudut matanya, dilihatnya Esme meletakkan baby Daisy dalam baby crib nya, kemudian istrinya itu menuju keluar kamar. Darren menggendong baby Daisy dan mulai mengajak bayi itu mengobrol. Tak lama kemudian, Baby Daisy terlihat mengucek-ngucek matanya. Darren menggendong dan menidurkannya. Setelah baby Daisy tertidur, Darren menyusul Esme ke dapur. Di sana, dia melihat Esme yang seharusnya sedang menyiapkan sarapan, malah berdiri mematung, dengan kedu
Wanita itu memejamkan mata sembari mendekatkan wajahnya. Dia jijik, tetapi dia juga takut. Anak buah Nicky tadi sudah mengancam akan membunuhnya jika dia tidak melayani tuan mereka dengan baik. Masalahnya, dia tidak pernah menyangka seorang mafia bisa bertampang menggelikan seperti Nicky.Memikirkan semua itu, wanita itu memejamkan matanya dengan lebih erat. Nicky menjadi tidak sabar. Dia menarik kepala wanita itu agar cepat mendekat kepada miliknya.Saat itu juga, pintu ruangan VIP itu terbuka dengan hantaman kuat, mengagetkan mereka semua, termasuk Nicky.Amarah Nicky sudah melambung tinggi siap menyembur pada sosok yang menghantam pintu. Tapi saat dia melihat sosok itu, dia langsung merapikan celananya dan tersenyum salah tingkah.“Sayang, hehehe,” katanya memanggil sang istri dengan senyum malu di wajahnya. “Aku tidak tau kau akan kembali ke sini. Kenapa kau tidak memberitahuku dari awal? Aku kan bisa menjemputmu di ban
Pagi-pagi, sesuai jam operasional Emerald, Susan dan Amanda tiba di depan toko. Melihat keadaan dinding kaca toko yang pecah, serta keadaan dalam yang berantakan, kedua gadis itu berteriak histeris.Segera mereka menelepon Esme.“Ya, ada apa?” jawab Esme saat baru saja bersiap hendak menuju Emerald. Di sampingnya, Darren sedang mengikat dasi dengan menatap pada cermin kaca. Sementara baby Daisy juga sudah siap dengan pakaian bayinya yang berbentuk rok, membuatnya tampak lucu dan menggemaskan.“Apa?” seru Esme lagi setelah mendengar penjelasan Susan tentang keadaan tokonya. Darren menoleh padanya dengan pandangan bertanya, ada apa?“Baiklah, aku akan segera ke sana. Kalian please tunggu di sana, ya.”Esme menutup ponselnya dan segera berhadapan dengan tatapan penuh tanya Darren.“Bakery dihancurkan orang,” jawab Esme sedih. Hatinya sudah sedih sejak kemarahan ayahnya dan kini ditam
Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak
“Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.“Jangan! Jangan pergi!”Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha
Pagi itu, Darren duduk di kursi makannya. Dia sedang menyesap kopinya saat matanya tertuju pada layar ponsel. Claire mengiriminya undangan pesta pernikahan. Sebagai kakaknya, tanpa dikirimi undangan pun Darren pasti harus hadir. Tetapi, adiknya itu tetap ingin mengiriminya undangan.Melihat undangan itu, Darren merasa ada yang menggelitik hatinya.Sepiring poblano peppers tersaji di hadapannya secara tiba-tiba. Esme menyusul dengan duduk di sebelah pria itu. Wajahnya tersenyum lembut, memancarkan kebahagiaan.“Wow! Sarapan yang menggiurkan,” ucap Darren dengan matanya berbinar penuh gejolak.“Ya! Tadi kebetulan bangun lebih pagi, dan semua bahannya ini lengkap. Jadi, aku masak saja ini.” Esme mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia mengunyah dengan perlahan dan sambil menikmatii rasa yang bercampur dalam mulutnya.“Hmmm, ini sangat lezat. Kau tidak makan?”“Tentu, aku akan
“Apa yang terjadi di sini, biarlah berlalu. Tidak perlu disimpan dalam hati apalagi sampai dibawa pulang ke rumah kita. Aku tidak ingin kebersamaan kita nantinya ternoda dengan segala hal yang diucapkan Claire padamu. Bisakah?”Mendengar ucapan Darren, air mata Esme luruh lagi. Dia menganggukkan kepalanya. Darren menghapus air mata itu dan mengecup wajah Esme dengan penuh kasih.Setelahnya, mereka membawa segala barang bawaan mereka keluar kamar.Baru juga membuka pintu, sosok Claire sudah menghadang Esme di sana.“Mau apa lagi kau?” hardik Esme pada Claire. Rasanya seluruh persendian tubuhnya terasa sakit karena segala emosinya tersentak pada perseteruannya dengan Claire.Darren pun yang masih menarik koper di belakang Esme langsung menghardik Claire juga. “Claire, please. Apa tidak capek kau memikirkan hal itu terus-menerus?”Claire menggeleng. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. Dan dengan
Catherine menahan napasnya selama perkelahian mereka dan baru mengembuskan napasnya itu saat Garry telah kehilangan kesadaran. Dia mengangkat wajahnya dan pandangannya tertaut pada tatapan mata Martinez. Di benaknya, dia mengharapkan Martinez akan menanyakan dengan lembut, ‘apa kau tidak apa-apa?’ Namun yang terjadi sesungguhnya, pria itu menatapnya marah dan membentaknya. “Apa kau sudah gila?! Apa kau sudah tidak punya harga diri lagi?!” Catherine shock minta ampun. Dia sampai terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Martinez masih melanjutkan kemarahannya pada Catherine. “Kalau kau bodoh, lebih baik kau tinggal di rumah dan mengurus bayimu. Bukannya berkeliaran mencari lelaki lajang. Kau haus belaian atau apa, huh?!” Kata-kata Martinez begitu menusuk hati Catherine. Dia yang baru saja merasakan keterkejutan karena perlakuan Garry yang membuatnya takut, kini malah harus menghadapi kemarahan Martinez. Dia bahkan dikatai b
“LEPASKAN! KAU BAJINGAN!” Catherine berusaha keras untuk berteriak, memukul, menendang. Apa saja agar terlepas dari kungkungan Garry. Tetapi, pria itu jauh lebih kuat darinya.Kini, wajah Garry berada di atas wajahnya. Bibirnya menjelajah di sekeliling pipi dan lehernya, membiarkan liurnya menempel di kulit Catherine. Dan pada akhirnya bibir itu mendarat di bibirnya.Catherine meronta-ronta ingin melepaskan dirinya.Namun nyatanya, tangan Garry malah merobek kaosnya.Catherine semakin histeris. Segala tenaga dia kerahkan hanya untuk merasakan terjangan tenaga yang lebih besar lagi dari Garry.“HELP! HELP!!!” teriak Catherine putus asa. Garry sudah bagai binatang buas yang siap membantai korbannya. ***Tok tok tok.Darren mengetuk pintu kamar orang tuanya. Tak lama kemudian, ayahnya membuka pintu dengan perlahan. Te
Sementara itu di kamarnya, Claire juga menangis tersedu. Dia memikirkan betapa James Carter adalah pria yang baik.James sudah berteman dengan Darren sejak mereka di awal karier kepolisian. Claire suka berada di dekat mereka jika James datang ke rumah.Dan entah sejak kapan, James mulai menunjukkan tanda-tanda suka pada Claire. Meskipun gadis itu tidak menganggap James lebih dari seorang teman, Claire tidak pernah meremehkan perasaan James.Di hari ketika kabar tewasnya James tiba di telinganya, Claire mulai sering memikirkan pria itu. Saat itu, Claire merasa tidak ada salahnya membuka hatinya untuk James. Pria itu dewasa dan sangat baik. Dirinya yang manja mungkin akan bisa merasakan cinta yang manis saat bersama James.Claire bahkan sudah menyusun kata-kata yang akan dia ungkapkan pada James, bahwa dia ingin membuka hatinya untuk James.Tetapi kemudian kabar itu datang. Hatinya hancur remuk.Baru bertahun-tahu
Garry benar-benar mengajak Catherine ke apartemennya. Dalam setiap langkahnya, Catherine merasa semakin gelisah.Meskipun semua ini adalah idenya sendiri, tetapi memikirkan dia akan kepergok Martinez mengunjungi apartemen pria lain, yang malahan baru dia kenal lewat kencan buta, tetaplah membuat perutnya terasa mual.Langkah kaki Cahterine hampir saja berbalik arah jika bukan karena wanita itu terngiang lagi akan ucapan Martinez sebelum ini.‘Kau berhak mendapatkan pria lain yang lebih sempurna. Yang layak mendapatkan dirimu.’Huh! Dasar lelaki tidak peka! Memangnya Martinez tidak sadar jika yang Catherine inginkan adalah pria itu sendiri? Dan karena kebodohannya itu, sekarang Catherine benar-benar ingin mencari yang lebih baik dari pria itu. Dia akan tunjukkan bahwa dia tidak akan mengemis cinta.“Unitmu di lantai ini?” tanya Cahterine terkejut saat mereka keluar dari lift. Bahkan unit Garry berada di lantai yang sama denga
Garry pun memberitahu apartemen tempatnya tinggal. Cahterine terkejut karena nama apartemen yang disebut Garry adalah apartemen tempat Martinez tinggal. Mendadak, selintas ide gila lewat di otak Catherine. Dan idenya ini telah menghilangkan rasa malu Cahterine sebagai wanita. Dia berkata, “Boleh aku mampir ke apartemenmu? Ehm, maksudku, sekarang?” Pertanyaan Cahterine sukses membuat Garry tercengang. Tidak ada wanita yang lebih seterus terang dan segesit dia. Garry juga tidak menyangka jika Catherine bisa mengatakan ini semua mengingat saat makan di kafe tadi, Catherine tidak terlihat ramah. Dia begitu cuek, dingin, dan jutek. Wanita itu seperti tidak memiliki pikirannya di tubuhnya. Tetapi sekarang, tiba-tiba wanita ini memintanya untuk mengajaknya ke apartemen? Mungkin sebentar lagi akan hujan uang. Namun begitu, Garry laki-laki normal. Tidak mungkin dia melewatkan kesempatan emas seperti ini. Apalagi Catherine adalah wanita pirang seksi. Sungguh me