Saat Darren pulang ke rumahnya siang itu untuk sekadar makan siang dan melihat baby Daisy, dia malah mendapati Marco Bandares serta Martinez ada di rumahnya. Dua anggota lapas itu seharusnya masih lama mendekam dalam penjara, tetapi kini malah berada di rumahnya. Sekalipun status Marco Bandares saat ini adalah ayah mertuanya, Darren tidak bisa merasa senang ataupun menolerir apa yang mereka buat. Dengan itu semua, dia merasa jauh lebih marah dari siapa pun.
“Bagaimana kalian semua bisa berada di sini? Kalian mencurangi hukum?!”
Sial! Esme merutuk dalam hatinya. Masalah di antara mereka kini menjadi setinggi gedung pencakar langit. Lagipula, kenapa juga Darren malah bersikap provokatif begitu? Tidakkan dia sadar diri bahwa dia adalah menantu dari Marco Bandares?
Terang saja, pertanyaannya itu membuat Marco murka. Pria langsung bangkit dan menggebrak meja dengan tangannya.
“Siapa yang kau ajak bicara seperti itu? Kau detektif
Pagi ini, hati Esme bagai dibebani berkilo-kilo batu. Dia mengurus Daisy dengan raut wajahnya yang mendung. Belum lagi pandangan matanya yang sebentar-sebentar merembeskan air. Dan sekarang, sudah berapa kali dia mendesah memikirkan ayahnya yang sudah pasti merasa marah, kecewa, dan sangat mungkin membencinya setelah siang ini. “Kau sudah cantik. Bobok dulu, ya. Mom mau buat sarapan,” kata Esme lembut pada Daisy. Meskipun begitu, Darren tahu suara itu mengandung jutaan kesedihan. Dari sudut matanya, dilihatnya Esme meletakkan baby Daisy dalam baby crib nya, kemudian istrinya itu menuju keluar kamar. Darren menggendong baby Daisy dan mulai mengajak bayi itu mengobrol. Tak lama kemudian, Baby Daisy terlihat mengucek-ngucek matanya. Darren menggendong dan menidurkannya. Setelah baby Daisy tertidur, Darren menyusul Esme ke dapur. Di sana, dia melihat Esme yang seharusnya sedang menyiapkan sarapan, malah berdiri mematung, dengan kedu
Wanita itu memejamkan mata sembari mendekatkan wajahnya. Dia jijik, tetapi dia juga takut. Anak buah Nicky tadi sudah mengancam akan membunuhnya jika dia tidak melayani tuan mereka dengan baik. Masalahnya, dia tidak pernah menyangka seorang mafia bisa bertampang menggelikan seperti Nicky.Memikirkan semua itu, wanita itu memejamkan matanya dengan lebih erat. Nicky menjadi tidak sabar. Dia menarik kepala wanita itu agar cepat mendekat kepada miliknya.Saat itu juga, pintu ruangan VIP itu terbuka dengan hantaman kuat, mengagetkan mereka semua, termasuk Nicky.Amarah Nicky sudah melambung tinggi siap menyembur pada sosok yang menghantam pintu. Tapi saat dia melihat sosok itu, dia langsung merapikan celananya dan tersenyum salah tingkah.“Sayang, hehehe,” katanya memanggil sang istri dengan senyum malu di wajahnya. “Aku tidak tau kau akan kembali ke sini. Kenapa kau tidak memberitahuku dari awal? Aku kan bisa menjemputmu di ban
Pagi-pagi, sesuai jam operasional Emerald, Susan dan Amanda tiba di depan toko. Melihat keadaan dinding kaca toko yang pecah, serta keadaan dalam yang berantakan, kedua gadis itu berteriak histeris.Segera mereka menelepon Esme.“Ya, ada apa?” jawab Esme saat baru saja bersiap hendak menuju Emerald. Di sampingnya, Darren sedang mengikat dasi dengan menatap pada cermin kaca. Sementara baby Daisy juga sudah siap dengan pakaian bayinya yang berbentuk rok, membuatnya tampak lucu dan menggemaskan.“Apa?” seru Esme lagi setelah mendengar penjelasan Susan tentang keadaan tokonya. Darren menoleh padanya dengan pandangan bertanya, ada apa?“Baiklah, aku akan segera ke sana. Kalian please tunggu di sana, ya.”Esme menutup ponselnya dan segera berhadapan dengan tatapan penuh tanya Darren.“Bakery dihancurkan orang,” jawab Esme sedih. Hatinya sudah sedih sejak kemarahan ayahnya dan kini ditam
“Ada apa?” tanya Marco, sang ayah, saat telah mendekat. Dia heran melihat wajah putrinya yang berdarah di hidung dan bibirnya. Meski demikian, sakit hatinya atas pilihan hidup yang dibuat sang putri membuatnya tidak berkesan ramah atau pun simpati saat bertanya.Di hadapannya, dapat dilihatnya Esme terduduk dengan tubuh ringkih, tak berdaya. Seakan ada yang hilang dalam dirinya. Itu semua mengingatkan Marco pada saat Esme kecil dahulu. Dia ingin selalu memeluk dan mendekap tubuh itu.Terlebih ekspresi Esme yang seperti telah mati dari dalam raga nya.Sedetik kemudian, tubuh itu benaran tumbang. Catherine berteriak-teriak memanggil nama sepupunya itu sementara tubuh itu lunglai terjatuh dalam dekapan Catherine.Detik itu juga, Marco menyesal dengan semua kemarahannya.“Esme! Esme!” teriaknya ikut menghampiri dan memeluk Esme. Tetapi putrinya tak sadarkan diri.“Cepat rebahkan dia
“ADa apa?” tanya Archie yang sedari tadi ikut mendengarkan Darren berbicara di ponsel.“Bayiku diculik. Apakah ini perbuatan Nicky Meizzo? Baru saja kau mengingatkan tentangnya."Wajah Darren telah pucat pasi. Dia tak lagi bisa menjawab saat Archie menanyakannya, “BAgaimana bisa? Lalu bagaimana dengan istrimu?”Darren tidak mendengarkan pertanyaan Archie. Dia malah menutup matanya berusaha menghalau segala pikiran buruk yang mungkin terjadi pada bayi mungilnya yang begitu rapuh. Bayangan tentang berita kejahatan akhir-akhir ini, yang menargetkan anak-anak untuk diculik kemudian diambil organ tubuhnya, bertanyangan di benaknya.Tidak! Daisy masih begitu kecil. Tidak mungkin mereka mengambil organnya. Bayi sebegitu kecil organnya belum berarti apa-apa. Kemungkinan terburuk adalah, mereka menjualnya entah ke mana.Dia harus cepat menemukan dalangnya. Tetapi, di lubuk hatinya dia berharap pencul
“Cepat kumpulkan orang-orang kita dan selidiki tentang hal ini. Aku ingin cucuku dikembalikan pada kita dalam keadaan hidup. Jika dia sampai kenapa-kenapa, aku akan membunuh dalang di balik ini!”“Siap, Bos!” jawab Martinez yang langsung menuju keluar. Dia segera mengumpulkan sisa-sisa pengikut Don Signoraz untuk kembali membantu bos nya itu.Marco menyalakan rokok dan menghisapnya di dekat jendela. Pikirannya kacau. Sebenci apapun dia pada Darren, dia tidak ingin cucunya sampai tersakiti.Jam demi jam berlalu hingga akhirnya langit menjadi kemerahan tanda senja telah tiba. Masih tidak ada kabar sedikitpun dari Darren.Esme semakin kalut. Dia menelepon Darren.“Apa kau sudah menemukannya?” tanya Esme begitu panggilannya dijawab sang suami.“Maaf, Sayang. Belum,” jawab Darren.“Kenapa belum? Bukankah kau bilang kalian sudah menyebarkan nomor plat mobil pada patroli?&rd
“Aarrggh! Kenapa kau letakkan dia di sana?! Cepat bersihkan, sebelum gajimu kupotong!!!” Kedua bawahannya terkejut dan segera bergerak cepat. Tetapi, tidak ada dari mereka yang berpengalaman dalam hal mengurus bayi. Mereka pun seperti kaset rusak, bergerak hilir mudik tanpa tahu apa yang harus dilakukan. “BAgaimana, Bos? Aku tidak tahu bagaimana membersihkannya. Apa perlu kubawa ke bathtub dan kubersihkan di sana?” tanya si kulit hitam. “Ya, ya, ya. Bawa dia dan bersihkan di sana! Aku tidak mau tau, pokoknya bersih! Terutama sofaku!” teriak Nicky lagi. Si kulit hitam menyuruh temannya, “Sana kau isikan air di bath tub.” “Oke!” Temannya langsung menuju toilet. Tinggallah si kulit hitam kebingungan bagaimana mengangkat bayi Daisy tanpa membuata tangannya terkena pup yang masih menempel di tubuh bawah bagian belakang bayi Daisy. Temannya keluar lagi, “bath tub sudah terisi. Ayo!” Nicky yang me
“Sepertinya mereka ganti mobil. Ini mobil yang kita cari ada diparkir sepanjang malam di daerah barat kawasan pinggiran kota.”Setelah sepanjang pagi hingga siang Darren bagai cacing kepanasan yang tak tahu harus berbuat apa selain menunggu kabar dan memantau jalannya pelacakan lewat darat dan udara, kabar itu akhirnya datang. Namun, meski ditunggu-tunggu, kabar itu membuatnya kehilangan satu lagi senar pengharapannya untuk menemukan bayinya yang tercinta.“Aku akan ke sana! Berikan koordinatnya!” serunya pada sosok di ujung saluran teleponnya.Satu jam kemudian, Darren telah berada di samping mobil itu. Dia melihat semua yang ada pada mobil itu benar seperti yang tertera dalam rekaman CCTV.Ditendangnya body mobil hingga peyok, melampiaskan kekesalannya. Archie menahannya untuk menendang ke dua kalinya.“Darren! Sabar! Tenang! Kau tidak boleh merusak barang bukti!”Darren terdiam. Napasnya t