Wanita itu memejamkan mata sembari mendekatkan wajahnya. Dia jijik, tetapi dia juga takut. Anak buah Nicky tadi sudah mengancam akan membunuhnya jika dia tidak melayani tuan mereka dengan baik. Masalahnya, dia tidak pernah menyangka seorang mafia bisa bertampang menggelikan seperti Nicky.
Memikirkan semua itu, wanita itu memejamkan matanya dengan lebih erat. Nicky menjadi tidak sabar. Dia menarik kepala wanita itu agar cepat mendekat kepada miliknya.
Saat itu juga, pintu ruangan VIP itu terbuka dengan hantaman kuat, mengagetkan mereka semua, termasuk Nicky.
Amarah Nicky sudah melambung tinggi siap menyembur pada sosok yang menghantam pintu. Tapi saat dia melihat sosok itu, dia langsung merapikan celananya dan tersenyum salah tingkah.
“Sayang, hehehe,” katanya memanggil sang istri dengan senyum malu di wajahnya. “Aku tidak tau kau akan kembali ke sini. Kenapa kau tidak memberitahuku dari awal? Aku kan bisa menjemputmu di ban
Pagi-pagi, sesuai jam operasional Emerald, Susan dan Amanda tiba di depan toko. Melihat keadaan dinding kaca toko yang pecah, serta keadaan dalam yang berantakan, kedua gadis itu berteriak histeris.Segera mereka menelepon Esme.“Ya, ada apa?” jawab Esme saat baru saja bersiap hendak menuju Emerald. Di sampingnya, Darren sedang mengikat dasi dengan menatap pada cermin kaca. Sementara baby Daisy juga sudah siap dengan pakaian bayinya yang berbentuk rok, membuatnya tampak lucu dan menggemaskan.“Apa?” seru Esme lagi setelah mendengar penjelasan Susan tentang keadaan tokonya. Darren menoleh padanya dengan pandangan bertanya, ada apa?“Baiklah, aku akan segera ke sana. Kalian please tunggu di sana, ya.”Esme menutup ponselnya dan segera berhadapan dengan tatapan penuh tanya Darren.“Bakery dihancurkan orang,” jawab Esme sedih. Hatinya sudah sedih sejak kemarahan ayahnya dan kini ditam
“Ada apa?” tanya Marco, sang ayah, saat telah mendekat. Dia heran melihat wajah putrinya yang berdarah di hidung dan bibirnya. Meski demikian, sakit hatinya atas pilihan hidup yang dibuat sang putri membuatnya tidak berkesan ramah atau pun simpati saat bertanya.Di hadapannya, dapat dilihatnya Esme terduduk dengan tubuh ringkih, tak berdaya. Seakan ada yang hilang dalam dirinya. Itu semua mengingatkan Marco pada saat Esme kecil dahulu. Dia ingin selalu memeluk dan mendekap tubuh itu.Terlebih ekspresi Esme yang seperti telah mati dari dalam raga nya.Sedetik kemudian, tubuh itu benaran tumbang. Catherine berteriak-teriak memanggil nama sepupunya itu sementara tubuh itu lunglai terjatuh dalam dekapan Catherine.Detik itu juga, Marco menyesal dengan semua kemarahannya.“Esme! Esme!” teriaknya ikut menghampiri dan memeluk Esme. Tetapi putrinya tak sadarkan diri.“Cepat rebahkan dia
“ADa apa?” tanya Archie yang sedari tadi ikut mendengarkan Darren berbicara di ponsel.“Bayiku diculik. Apakah ini perbuatan Nicky Meizzo? Baru saja kau mengingatkan tentangnya."Wajah Darren telah pucat pasi. Dia tak lagi bisa menjawab saat Archie menanyakannya, “BAgaimana bisa? Lalu bagaimana dengan istrimu?”Darren tidak mendengarkan pertanyaan Archie. Dia malah menutup matanya berusaha menghalau segala pikiran buruk yang mungkin terjadi pada bayi mungilnya yang begitu rapuh. Bayangan tentang berita kejahatan akhir-akhir ini, yang menargetkan anak-anak untuk diculik kemudian diambil organ tubuhnya, bertanyangan di benaknya.Tidak! Daisy masih begitu kecil. Tidak mungkin mereka mengambil organnya. Bayi sebegitu kecil organnya belum berarti apa-apa. Kemungkinan terburuk adalah, mereka menjualnya entah ke mana.Dia harus cepat menemukan dalangnya. Tetapi, di lubuk hatinya dia berharap pencul
“Cepat kumpulkan orang-orang kita dan selidiki tentang hal ini. Aku ingin cucuku dikembalikan pada kita dalam keadaan hidup. Jika dia sampai kenapa-kenapa, aku akan membunuh dalang di balik ini!”“Siap, Bos!” jawab Martinez yang langsung menuju keluar. Dia segera mengumpulkan sisa-sisa pengikut Don Signoraz untuk kembali membantu bos nya itu.Marco menyalakan rokok dan menghisapnya di dekat jendela. Pikirannya kacau. Sebenci apapun dia pada Darren, dia tidak ingin cucunya sampai tersakiti.Jam demi jam berlalu hingga akhirnya langit menjadi kemerahan tanda senja telah tiba. Masih tidak ada kabar sedikitpun dari Darren.Esme semakin kalut. Dia menelepon Darren.“Apa kau sudah menemukannya?” tanya Esme begitu panggilannya dijawab sang suami.“Maaf, Sayang. Belum,” jawab Darren.“Kenapa belum? Bukankah kau bilang kalian sudah menyebarkan nomor plat mobil pada patroli?&rd
“Aarrggh! Kenapa kau letakkan dia di sana?! Cepat bersihkan, sebelum gajimu kupotong!!!” Kedua bawahannya terkejut dan segera bergerak cepat. Tetapi, tidak ada dari mereka yang berpengalaman dalam hal mengurus bayi. Mereka pun seperti kaset rusak, bergerak hilir mudik tanpa tahu apa yang harus dilakukan. “BAgaimana, Bos? Aku tidak tahu bagaimana membersihkannya. Apa perlu kubawa ke bathtub dan kubersihkan di sana?” tanya si kulit hitam. “Ya, ya, ya. Bawa dia dan bersihkan di sana! Aku tidak mau tau, pokoknya bersih! Terutama sofaku!” teriak Nicky lagi. Si kulit hitam menyuruh temannya, “Sana kau isikan air di bath tub.” “Oke!” Temannya langsung menuju toilet. Tinggallah si kulit hitam kebingungan bagaimana mengangkat bayi Daisy tanpa membuata tangannya terkena pup yang masih menempel di tubuh bawah bagian belakang bayi Daisy. Temannya keluar lagi, “bath tub sudah terisi. Ayo!” Nicky yang me
“Sepertinya mereka ganti mobil. Ini mobil yang kita cari ada diparkir sepanjang malam di daerah barat kawasan pinggiran kota.”Setelah sepanjang pagi hingga siang Darren bagai cacing kepanasan yang tak tahu harus berbuat apa selain menunggu kabar dan memantau jalannya pelacakan lewat darat dan udara, kabar itu akhirnya datang. Namun, meski ditunggu-tunggu, kabar itu membuatnya kehilangan satu lagi senar pengharapannya untuk menemukan bayinya yang tercinta.“Aku akan ke sana! Berikan koordinatnya!” serunya pada sosok di ujung saluran teleponnya.Satu jam kemudian, Darren telah berada di samping mobil itu. Dia melihat semua yang ada pada mobil itu benar seperti yang tertera dalam rekaman CCTV.Ditendangnya body mobil hingga peyok, melampiaskan kekesalannya. Archie menahannya untuk menendang ke dua kalinya.“Darren! Sabar! Tenang! Kau tidak boleh merusak barang bukti!”Darren terdiam. Napasnya t
“Dasar sial! Merusak kesenangan orang saja!” umpat Nicky sambil meludah ke luar jendela. Baru saja dia merasa menang, sekarang mereka sudah mencurigainya. “Maaf, Bos. Tapi, mereka tidak mendapatkan petunjuk apapun, Bos. Aku yakin,” kata anak buahnya dengan kepala semakin menunduk. “Tentu saja! Jika mereka sampai mendapatkan petunjuk, kepalamu itu sudah tidak akan berada di tempatnya!” hardiknya marah pada anak buahnya itu. “Ampun, Bos.” “Dasar tolol! Sekarang, bagaimana dengan Tom? Kau sudah mengurus pembebasannya?” “Sudah, Bos. Besok siang, Tuan Tom akan tiba di sini.” “Baiklah. Saat kau keluar dari sini nanti, beritahu pelayan untuk menyiapkan makan siang istimewa untuk besok. Aku mau menjamunya dengan special.” “Baik, Bos.” Anak buahnya keluar dan Nicky sudah tak sabar menanti besok siang agar bisa berkumpul dengan Tom. &nb
Nicky menjadi bingung. Kenapa adiknya tidak bereaksi senang seperti yang diperkirakannya?“Kenapa kau berteriak? Mana bisa aku beritahukan padamu sebelumnya? Kau saja baru tiba,” protees Nicky.Namun, wajah pucat Tom membuat Nicky jadi penasaran. “ADa apa sebenarnya?”“Aku bertemu dengan tangan kanan Marco saat akan ke bandara tadi pagi. Shit! Harusnya aku mengabaikannya.” Wajah pucat Tom dipenuhi penyesalan.“Apa yang telah dia lakukan padamu?” Kini, Nicky yang terlihat waspada.“Dia mengajakku bicara. Aku berpikir itu hanya basa basi. Dia menceritakan tentang Marco yang juga baru berhasil menyogok aparat sekitar satu minggu yang lalu. Setelahnya, dia bertanya apakah kau juga sudah berhasil bebas, dan ke mana aku akan pergi. Jadi, kukatakan padanya bahwa kau sudah berhasil bebas dan kini mengundangku datang ke rumahmu yang di Meksiko.”Mendengar itu, raut wajah Nicky
Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak
“Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.“Jangan! Jangan pergi!”Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha
Pagi itu, Darren duduk di kursi makannya. Dia sedang menyesap kopinya saat matanya tertuju pada layar ponsel. Claire mengiriminya undangan pesta pernikahan. Sebagai kakaknya, tanpa dikirimi undangan pun Darren pasti harus hadir. Tetapi, adiknya itu tetap ingin mengiriminya undangan.Melihat undangan itu, Darren merasa ada yang menggelitik hatinya.Sepiring poblano peppers tersaji di hadapannya secara tiba-tiba. Esme menyusul dengan duduk di sebelah pria itu. Wajahnya tersenyum lembut, memancarkan kebahagiaan.“Wow! Sarapan yang menggiurkan,” ucap Darren dengan matanya berbinar penuh gejolak.“Ya! Tadi kebetulan bangun lebih pagi, dan semua bahannya ini lengkap. Jadi, aku masak saja ini.” Esme mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia mengunyah dengan perlahan dan sambil menikmatii rasa yang bercampur dalam mulutnya.“Hmmm, ini sangat lezat. Kau tidak makan?”“Tentu, aku akan
“Apa yang terjadi di sini, biarlah berlalu. Tidak perlu disimpan dalam hati apalagi sampai dibawa pulang ke rumah kita. Aku tidak ingin kebersamaan kita nantinya ternoda dengan segala hal yang diucapkan Claire padamu. Bisakah?”Mendengar ucapan Darren, air mata Esme luruh lagi. Dia menganggukkan kepalanya. Darren menghapus air mata itu dan mengecup wajah Esme dengan penuh kasih.Setelahnya, mereka membawa segala barang bawaan mereka keluar kamar.Baru juga membuka pintu, sosok Claire sudah menghadang Esme di sana.“Mau apa lagi kau?” hardik Esme pada Claire. Rasanya seluruh persendian tubuhnya terasa sakit karena segala emosinya tersentak pada perseteruannya dengan Claire.Darren pun yang masih menarik koper di belakang Esme langsung menghardik Claire juga. “Claire, please. Apa tidak capek kau memikirkan hal itu terus-menerus?”Claire menggeleng. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. Dan dengan
Catherine menahan napasnya selama perkelahian mereka dan baru mengembuskan napasnya itu saat Garry telah kehilangan kesadaran. Dia mengangkat wajahnya dan pandangannya tertaut pada tatapan mata Martinez. Di benaknya, dia mengharapkan Martinez akan menanyakan dengan lembut, ‘apa kau tidak apa-apa?’ Namun yang terjadi sesungguhnya, pria itu menatapnya marah dan membentaknya. “Apa kau sudah gila?! Apa kau sudah tidak punya harga diri lagi?!” Catherine shock minta ampun. Dia sampai terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Martinez masih melanjutkan kemarahannya pada Catherine. “Kalau kau bodoh, lebih baik kau tinggal di rumah dan mengurus bayimu. Bukannya berkeliaran mencari lelaki lajang. Kau haus belaian atau apa, huh?!” Kata-kata Martinez begitu menusuk hati Catherine. Dia yang baru saja merasakan keterkejutan karena perlakuan Garry yang membuatnya takut, kini malah harus menghadapi kemarahan Martinez. Dia bahkan dikatai b
“LEPASKAN! KAU BAJINGAN!” Catherine berusaha keras untuk berteriak, memukul, menendang. Apa saja agar terlepas dari kungkungan Garry. Tetapi, pria itu jauh lebih kuat darinya.Kini, wajah Garry berada di atas wajahnya. Bibirnya menjelajah di sekeliling pipi dan lehernya, membiarkan liurnya menempel di kulit Catherine. Dan pada akhirnya bibir itu mendarat di bibirnya.Catherine meronta-ronta ingin melepaskan dirinya.Namun nyatanya, tangan Garry malah merobek kaosnya.Catherine semakin histeris. Segala tenaga dia kerahkan hanya untuk merasakan terjangan tenaga yang lebih besar lagi dari Garry.“HELP! HELP!!!” teriak Catherine putus asa. Garry sudah bagai binatang buas yang siap membantai korbannya. ***Tok tok tok.Darren mengetuk pintu kamar orang tuanya. Tak lama kemudian, ayahnya membuka pintu dengan perlahan. Te
Sementara itu di kamarnya, Claire juga menangis tersedu. Dia memikirkan betapa James Carter adalah pria yang baik.James sudah berteman dengan Darren sejak mereka di awal karier kepolisian. Claire suka berada di dekat mereka jika James datang ke rumah.Dan entah sejak kapan, James mulai menunjukkan tanda-tanda suka pada Claire. Meskipun gadis itu tidak menganggap James lebih dari seorang teman, Claire tidak pernah meremehkan perasaan James.Di hari ketika kabar tewasnya James tiba di telinganya, Claire mulai sering memikirkan pria itu. Saat itu, Claire merasa tidak ada salahnya membuka hatinya untuk James. Pria itu dewasa dan sangat baik. Dirinya yang manja mungkin akan bisa merasakan cinta yang manis saat bersama James.Claire bahkan sudah menyusun kata-kata yang akan dia ungkapkan pada James, bahwa dia ingin membuka hatinya untuk James.Tetapi kemudian kabar itu datang. Hatinya hancur remuk.Baru bertahun-tahu
Garry benar-benar mengajak Catherine ke apartemennya. Dalam setiap langkahnya, Catherine merasa semakin gelisah.Meskipun semua ini adalah idenya sendiri, tetapi memikirkan dia akan kepergok Martinez mengunjungi apartemen pria lain, yang malahan baru dia kenal lewat kencan buta, tetaplah membuat perutnya terasa mual.Langkah kaki Cahterine hampir saja berbalik arah jika bukan karena wanita itu terngiang lagi akan ucapan Martinez sebelum ini.‘Kau berhak mendapatkan pria lain yang lebih sempurna. Yang layak mendapatkan dirimu.’Huh! Dasar lelaki tidak peka! Memangnya Martinez tidak sadar jika yang Catherine inginkan adalah pria itu sendiri? Dan karena kebodohannya itu, sekarang Catherine benar-benar ingin mencari yang lebih baik dari pria itu. Dia akan tunjukkan bahwa dia tidak akan mengemis cinta.“Unitmu di lantai ini?” tanya Cahterine terkejut saat mereka keluar dari lift. Bahkan unit Garry berada di lantai yang sama denga
Garry pun memberitahu apartemen tempatnya tinggal. Cahterine terkejut karena nama apartemen yang disebut Garry adalah apartemen tempat Martinez tinggal. Mendadak, selintas ide gila lewat di otak Catherine. Dan idenya ini telah menghilangkan rasa malu Cahterine sebagai wanita. Dia berkata, “Boleh aku mampir ke apartemenmu? Ehm, maksudku, sekarang?” Pertanyaan Cahterine sukses membuat Garry tercengang. Tidak ada wanita yang lebih seterus terang dan segesit dia. Garry juga tidak menyangka jika Catherine bisa mengatakan ini semua mengingat saat makan di kafe tadi, Catherine tidak terlihat ramah. Dia begitu cuek, dingin, dan jutek. Wanita itu seperti tidak memiliki pikirannya di tubuhnya. Tetapi sekarang, tiba-tiba wanita ini memintanya untuk mengajaknya ke apartemen? Mungkin sebentar lagi akan hujan uang. Namun begitu, Garry laki-laki normal. Tidak mungkin dia melewatkan kesempatan emas seperti ini. Apalagi Catherine adalah wanita pirang seksi. Sungguh me