“Pagi, Agent Darren,” sapa Archie saat dia baru tiba di kantor. Dilihatnya, Darren telah duduk bertopang dagu dengan tatapan serius ke arah layar computer. Kedua alis pria itu mengerut tajam.
“Tumben kau pagi-pagi sudah tiba dan serius membaca. Ada kasus baru?” Archie meletakkan tasnya di kursi, melonggarkan dasi nya, dan duduk di kursinya. Dia tidak langsung menyalakan computer, melainkan menyesap kopi panasnya dulu.
“Tidak ada kasus baru. Justru ini kasus lama. Kemarin, aku melihat anak buah buronan yang kukirim ke penjara. Seharusnya dia dihukum 15 tahun. Tetapi, kemarin dia sudah berkeliaran di jalan. Bagaimana bisa?” tanya Darren datar, namun ucapannya terdengar kelam. Tatapannya tetap pada layar computer, mencari-cari artikel yang mungkin dia lewatkan.
“Itu hal biasa, Bro. Beginilah tugas kita. Hanya menang sesaat. Susah payah kita kejar mereka sampai bertaruh nyawa. Saat akhirnya mere
“Hei, Babe. Kau sudah pulang?” Esme terbangun dari tidur siangnya yang begitu damai. Dia menoleh ke arah pintu dan menemukan Darren berdiri di sana menatap ke arahnya.Pria itu melangkah masuk dengan raut wajah yang aneh. Tetapi, ketika mereka telah dekat, Darren tersenyum lembut.“Maaf, aku mengganggumu. Aku hanya mengecek keberadaan kalian. Tidurlah lagi,” ucap Darren sembari memeluk Esme dan ikut berbaring di belakang istrinya itu.Esme membalikkan tubuhnya dan memandangi Darren. “Ada apa? Tidak biasanya kau pulang di siang bolong seperti ini. Ada yang kau cemaskan?”Darren menggeleng. Dia tidak ingin membuat Esme merasa takut dan cemas, hingga dia memutuskan untuk menyimpan sendiri kabar lolosnya Nicky dari penjara.“Tidak ada. Hanya merindukan dua bidadariku saja.” Kecupan lembut mendarat di bibir Esme setelah dia selesai mengucapkan itu. SAtu kecupan berlanjut menja
“Aku ingin bergabung. Hanya saja, aku takut nanti ada yang lain yang juga bergabung dan saat mereka tanya padamu, kau akan menjawab aku bukan siapa-siapa dan aku juga yang tiba-tiba datang bergabung denganmu. Jika begitu, aku akan merasa teramat malu.”Bagaikan ditampar di wajahnya, Cahterine menjadi merah padam, terkejut, dan juga serba salah akan sindirian Martinez. Ternyata benar pria itu tersinggung akan ucapannya kemarin sore. Tetapi, kenapa sedari tadi dia tidak menunjukkannya?“Ah, ternyata kau marah karena ucapanku kemarin sore,” serunya menatap kesal pada Martinez.Pria itu malah tersenyum dan melunakkan sikapnya. “Tidak begitu. Aku hanya menjelaskan saja. Tidak ada yang marah.”“Hah! Kau hanya tampangmu saja yang sangar, tapi hatimu selunak perempuan. Hanya dikata begitu saja kau tersinggung, lalu tidak mau datang lagi ke toko. Di mana profesionalisme mu?”Marti
Malam hari itu, Catherine dilanda dilemma. Haruskah dia memberitahukan Esme tentang keberadaan ayahnya dan bahwa ayahnya hendak mengunjunginya besok?Jika dia beritahu, dia takut Esme akan panic dan bertindak macam-macam. Misalnya saja, memintanya untuk berbohong pada Uncle Marco tentang keberadaannya atau tentang pernikahannya dengan Darren. Jika begitu yang terjadi, berarti posisi Catherine akan sangat repot. Selain dia tidak ingin direpotkan, dia juga tidak ingin moment ini lolos. Dia ingin ini menjadi ganjaran bagi Darren karena sudah berani-beraninya menangkap ayahnya.Karenanya, Catherine tidak mengatakan apa-apa pada Esme. Dan saat esok hari tiba, Catherine hanya memberitahukan alamat Emerald Cake and Bakery pada Uncle Marco. Pria itu mengajak Martinez untuk mengunjungi Esme. ***Mereka telah berada di depan pintu Emerald Cake and B
Saat Darren pulang ke rumahnya siang itu untuk sekadar makan siang dan melihat baby Daisy, dia malah mendapati Marco Bandares serta Martinez ada di rumahnya. Dua anggota lapas itu seharusnya masih lama mendekam dalam penjara, tetapi kini malah berada di rumahnya. Sekalipun status Marco Bandares saat ini adalah ayah mertuanya, Darren tidak bisa merasa senang ataupun menolerir apa yang mereka buat. Dengan itu semua, dia merasa jauh lebih marah dari siapa pun.“Bagaimana kalian semua bisa berada di sini? Kalian mencurangi hukum?!”Sial! Esme merutuk dalam hatinya. Masalah di antara mereka kini menjadi setinggi gedung pencakar langit. Lagipula, kenapa juga Darren malah bersikap provokatif begitu? Tidakkan dia sadar diri bahwa dia adalah menantu dari Marco Bandares?Terang saja, pertanyaannya itu membuat Marco murka. Pria langsung bangkit dan menggebrak meja dengan tangannya.“Siapa yang kau ajak bicara seperti itu? Kau detektif
Pagi ini, hati Esme bagai dibebani berkilo-kilo batu. Dia mengurus Daisy dengan raut wajahnya yang mendung. Belum lagi pandangan matanya yang sebentar-sebentar merembeskan air. Dan sekarang, sudah berapa kali dia mendesah memikirkan ayahnya yang sudah pasti merasa marah, kecewa, dan sangat mungkin membencinya setelah siang ini. “Kau sudah cantik. Bobok dulu, ya. Mom mau buat sarapan,” kata Esme lembut pada Daisy. Meskipun begitu, Darren tahu suara itu mengandung jutaan kesedihan. Dari sudut matanya, dilihatnya Esme meletakkan baby Daisy dalam baby crib nya, kemudian istrinya itu menuju keluar kamar. Darren menggendong baby Daisy dan mulai mengajak bayi itu mengobrol. Tak lama kemudian, Baby Daisy terlihat mengucek-ngucek matanya. Darren menggendong dan menidurkannya. Setelah baby Daisy tertidur, Darren menyusul Esme ke dapur. Di sana, dia melihat Esme yang seharusnya sedang menyiapkan sarapan, malah berdiri mematung, dengan kedu
Wanita itu memejamkan mata sembari mendekatkan wajahnya. Dia jijik, tetapi dia juga takut. Anak buah Nicky tadi sudah mengancam akan membunuhnya jika dia tidak melayani tuan mereka dengan baik. Masalahnya, dia tidak pernah menyangka seorang mafia bisa bertampang menggelikan seperti Nicky.Memikirkan semua itu, wanita itu memejamkan matanya dengan lebih erat. Nicky menjadi tidak sabar. Dia menarik kepala wanita itu agar cepat mendekat kepada miliknya.Saat itu juga, pintu ruangan VIP itu terbuka dengan hantaman kuat, mengagetkan mereka semua, termasuk Nicky.Amarah Nicky sudah melambung tinggi siap menyembur pada sosok yang menghantam pintu. Tapi saat dia melihat sosok itu, dia langsung merapikan celananya dan tersenyum salah tingkah.“Sayang, hehehe,” katanya memanggil sang istri dengan senyum malu di wajahnya. “Aku tidak tau kau akan kembali ke sini. Kenapa kau tidak memberitahuku dari awal? Aku kan bisa menjemputmu di ban
Pagi-pagi, sesuai jam operasional Emerald, Susan dan Amanda tiba di depan toko. Melihat keadaan dinding kaca toko yang pecah, serta keadaan dalam yang berantakan, kedua gadis itu berteriak histeris.Segera mereka menelepon Esme.“Ya, ada apa?” jawab Esme saat baru saja bersiap hendak menuju Emerald. Di sampingnya, Darren sedang mengikat dasi dengan menatap pada cermin kaca. Sementara baby Daisy juga sudah siap dengan pakaian bayinya yang berbentuk rok, membuatnya tampak lucu dan menggemaskan.“Apa?” seru Esme lagi setelah mendengar penjelasan Susan tentang keadaan tokonya. Darren menoleh padanya dengan pandangan bertanya, ada apa?“Baiklah, aku akan segera ke sana. Kalian please tunggu di sana, ya.”Esme menutup ponselnya dan segera berhadapan dengan tatapan penuh tanya Darren.“Bakery dihancurkan orang,” jawab Esme sedih. Hatinya sudah sedih sejak kemarahan ayahnya dan kini ditam
“Ada apa?” tanya Marco, sang ayah, saat telah mendekat. Dia heran melihat wajah putrinya yang berdarah di hidung dan bibirnya. Meski demikian, sakit hatinya atas pilihan hidup yang dibuat sang putri membuatnya tidak berkesan ramah atau pun simpati saat bertanya.Di hadapannya, dapat dilihatnya Esme terduduk dengan tubuh ringkih, tak berdaya. Seakan ada yang hilang dalam dirinya. Itu semua mengingatkan Marco pada saat Esme kecil dahulu. Dia ingin selalu memeluk dan mendekap tubuh itu.Terlebih ekspresi Esme yang seperti telah mati dari dalam raga nya.Sedetik kemudian, tubuh itu benaran tumbang. Catherine berteriak-teriak memanggil nama sepupunya itu sementara tubuh itu lunglai terjatuh dalam dekapan Catherine.Detik itu juga, Marco menyesal dengan semua kemarahannya.“Esme! Esme!” teriaknya ikut menghampiri dan memeluk Esme. Tetapi putrinya tak sadarkan diri.“Cepat rebahkan dia