Jackson benar-benar menepati janjinya. Ia mengizinkan Elenora pergi ke sekolah namun gadis itu tidak pergi sendiri.
Selusin pengawal bersama Elenora.
Enam diantaranya ikut masuk ke dalam dan sisanya, Mereka berjaga diluar sekolah.
"Lihat gadis itu! Kau dengar berita pernikahannya?"
"Ya. Sebenarnya apa yang membuat Presdir Hoffman tertarik dengan gadis bodoh seperti Elenora?"
"Dia tidak cantik dan tidak seksi, tapi Herr Hoffman memilihnya sebagai istri, cih!"
Bukannya tersinggung, Elenora justru mengabaikan Mereka, berjalan santai melewati gerombolan gadis penggosip yang sedang membicarakan dirinya dan Jackson.
Ia sudah terbiasa mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Mereka.
Seperti makanan sehari-hari.
Elenora hanya seorang siswi penerima beasiswa di sekolah ini. Dulu, Ia tidak pernah bermimpi bisa bersekolah di sini apalagi sekarang statusnya telah berubah menjadi istri Presiden Direktur J.H Corporation; Perusahaan terbesar kedua di daratan Eropa. Memiliki banyak pabrik teh di wilayah Asia dan bisnis properti yang berkembang pesat.
Semua itu terlalu luar biasa bagi gadis biasa sepertinya.
"Kau melamun lagi?"
Itu Bill Matteo.
Teman sekelas Elenora sekaligus siswa terpandai di sekolahnya.
Bill merupakan pangeran sekolah karena wajah campurannya yang tampan; Italia-Kanada.
Dan poin pentingnya adalah Mereka berteman dekat. Lebih tepatnya, Bill yang mendekati Elenora karena pemuda itu menyukainya.
"Pergilah, Bill! Aku sedang malas berbicara sekarang."
"Ceritakan padaku. Jangan dipendam sendiri."
"Apa yang ingin Kau dengar?" Ada jeda sebentar sebelum Elenora kembali bersuara, "Kumohon menjauh dariku. Kau membuat Mereka semakin membenciku, Bill."
Gadis itu selalu saja menghindar darinya.
Bill merasa, sikap Elenora semakin dingin semenjak pernikahannya dengan Jackson.
Tidak ada yang bisa Ia lakukan selain menatap sendu punggung Elenora yang sudah menghilang dibalik dinding putih itu.
Dan berharap, kelak gadis itu bisa memahami perasaannya.
******
"Siapa pemuda itu?"
Tanpa mengalihkan pandangan, Jackson bertanya pada salah seorang pengawal yang melapor kegiatan istri mungilnya di sekolah.
"Dia Bill Matteo, teman sekelas Frau Hoff di sekolah, Herr. Tidak ada yang spesial, Mereka hanya berteman saja."
Suara gebrakan meja membuat pria yang berdiri dihadapan Jackson terkesiap kaget.
Pikirnya, apa yang salah? Mereka hanya berteman, tidak lebih.
"Kau lupa dengan siapa Kau bicara? Pergi!"
Pria itu menunduk, merutuki kebodohannya sendiri. "Pardon, Herr. Permisi." Lalu keluar saat Jackson membuat gestur menyuruhnya pergi.
Kemudian pintu kembali terbuka. Max dan Alexis datang bersamaan.
"Ada apa?"
"Sopan sekali sambutanmu, J."
Pria itu memijit pelipisnya, banyak hal yang sedang Ia pikirkan sekarang.
"Tidak usah basa-basi, katakan!"
Alexis memberinya sebuah dokumen dan sepertinya itu sangat penting.
"Kenapa Madre ingin kelompok itu aktif lagi?"
"Aku tidak tahu tapi Frau Anna meminta Kau memimpin kelompok itu lagi, J."
"Tidak! Aku keberatan ..."
"Kau mau membantah perintah Madre?"
Frau Anna.
******
Suara Frau Anna menggema dalam satu ruang utama Mansion Hoffman. Mereka terdiam sambil menundukkan wajah saat wanita itu masih sibuk mengomel semenjak tadi.
"Kau harus melakukannya, Jackson! Madre ingin Kau menduduki kursi itu .... Kursi kekuasaan Typhon."
"Thypon sudah lama tidak beroperasi. Lagipula Aku juga tidak ingin memicu konflik dengan kelompok lain. Terlalu banyak musuh Tyhpon diluar sana. Kuharap Madre bisa mengerti."
"Itu karena Kau terlalu sibuk bermain dengan jalangmu! Bahkan saat Kau memutuskan menikahi Elenora, Kau tetap melakukan kebiasaan burukmu itu!" Kilatan emosi terlihat dimata Frau Anna namun kemarahan itu menguap begitu saja saat suara selembut beledu itu terdengar.
"Herr, maaf Saya terlambat."
Sepasang obsidian abu itu menatap satu-persatu orang yang ada di ruangan tersebut.
Dan pandangannya terhenti pada sosok wanita cantik yang berdiri didepan suaminya.
Wanita itu juga menatap ke arahnya.
"Lihat! Kau bahkan memperlakukan istrimu seperti seorang tahanan! Memberinya batas waktu dan membuatnya takut. Apa Kau sudah gila, Jackson?"
"Cukup! Madre tidak berhak ikut campur. Dia milikku! Dan Kau, sebaiknya kembali ke kamarmu!"
Perintah. Pria diktator itu selalu saja memerintahnya. Dan Elenora tidak bisa membantah ucapan sang suami.
Gadis itu terlalu takut hanya untuk melawan Jackson dan segala dominasinya.
Berbeda dengan Sevanya .... Oh astaga! Sevanya tidak boleh muncil disaat seperti ini.
Elenora belum siap menunjukkan sisi lain dalam dirinya yang sulit dipahami, bahkan oleh suaminya sendiri.
"Siapa wanita itu?" gumamnya entah pada siapa.
******
Makam itu?
Sejujurnya, Ia tidak peduli tapi Sevanya muncul dan mendorongnya untuk melihat lebih dekat kesana.
'Cih! Si bodoh itu benar-benar gila! Menyimpan mayat di halaman rumahnya.'
"Jaga ucapan, Sevanya! Beda menyimpan dan menguburnya! Herr Hoffman hanya ingin memberi tempat yang layak untuk Dia"
Sevanya tertawa.
Mentertawakan kenaifan Elenora yang menurutnya sangat menjengkelkan.
'Terus saja membelanya. Saat Kau lengah, maka Aku akan membuatnya menyesal karena telah mempermainkan perasaanmu, El!'
"Cukup! Aku tidak butuh nasehatmu. Pergi Sevanya! Sebelum orang-orang mengetahui keberadaanmu!"
"Siapa itu Sevanya?"
Sial. Sejak kapan Jackson disana? Apa pria itu mendengar semua percakapannya dengan sang Alter Ego?
Tidak. Elenora belum siap untuk mengatakan yang sebenarnya.
Tidak untuk sekarang.
"Herr ..."
"Kutanya, siapa Sevanya? Dan sedang apa Kau di sini? Siapa yang mengizinkanmu datang ke tempat ini, Elenora?"
"Itu, sebenarnya Dia ..."
"Bicara yang benar, Elenora!" Jackson memperingati.
"Maaf. Saya harus pergi, Herr."
Tentu saja Elenora tidak bisa mengatakannya sekarang. Ia membutuhkan waktu yang tepat untuk menceritakan tentang Sevanya pada Jackson.
Apalagi Mereka menikah tanpa didasari perasaan cinta.
Ia khawatir jika Jackson akan menyakitinya nanti, mengingat sikap pria itu sulit ditebak.
******
Butiran salju putih turun, membentuk gumpalan yang menempel diantara jendela kaca.
Jackson berdiri disana, sebelah tangannya masuk ke dalam saku celana, "Kau masih belum memutuskannya?"
Amber itu hanya berotasi malas saat Frau Anna kembali membahas masalah tadi siang.
"Aku tidak punya banyak waktu mengurus dua pekerjaan sekaligus!"
"Kalau begitu Madre akan mengambil Elenora darimu. Meminta gadis itu bercerai denganmu dan membuatnya memiliki 70 persen bagian J.H Corporation, bagaimana?"
"Madre mengancamku?"
Wanita itu mengedikkan bahu santai, "Tergantung dari sisi mana Kau melihatnya, putraku. Tanda tangani dokumen itu maka Madre tidak akan ikut campur lagi."
Jackson tampak berpikir. Ia tidak mau mengambil keputusan yang bisa menimbulkan masalah baginya.
Typhon adalah kelompok bawah tanah yang pernah di pimpin oleh mendiang Daddy-nya.
Kelompok terkuat yang ditakuti oleh kelompok lain pada masanya dan juga Typhon memiliki banyak sekali musuh.
Keputusan Daddy Jackson untuk menghapus kelompok itu sebelum meninggal adalah keputusan yang tepat karena Daddy-nya tidak ingin musuh Typhon mengusik keluarganya.
Tapi lihat sekarang?
Justru Frau Anna ingin Typhon kembali beroperasi dan meminta Jackson memimpin kelompok tersebut.
"Beri Aku waktu untuk memutuskan semuanya, Madre."
******
Touch vote and like, please!
Intervensi(n); ikut campur ****** Cinta itu seperti pasir; Semakin digenggam maka Dia akan semakin menjauh. Pahami dan mengerti keadaan Dia maka hatinya akan menjadi milikmu. Tidak perlu terburu-buru, nikmati segala proses yang ada. "Aku ingin perjanjian itu diubah!" Mereka datang atas permintaan Jackson. Pria itu memprotes tentang isi perjanjian yang telah dibuat oleh Max, sekretarisnya. "Tidak, Aku tidak bisa mengubahnya." "Kalian harus mengubahnya! Itu merugikanku." Bagaimana pun juga, Jackson seorang pria dewasa yang ingin kebutuhan biologisnya terpenuhi. Married without sex? Yang benar saja! "Dia masih delapan belas tahun jika Kau lupa, J! Gadis itu terpaksa menyetujui tawaranmu karena Dia membut
Gadis itu berjalan dengan langkah gontai. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya penuh kebencian. Terutama para murid perempuan. Namun kali ini Mereka tidak bisa melakukan sesuatu pada Elenora. Mereka ingat jika ancaman Presiden Direktur Hoffman tidak pernah main-main, apalagi enam pengawal yang selalu mengikuti gadis itu, membuat nyali Mereka seketika menciut. "Elenora." Merasa namanya dipanggil, gadis itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik untuk menoleh ke belakang. Seorang pemuda sedang berlari ke arahnya sembari tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi, "Untukmu." Sebotol susu strawberry. Ragu. Elenora melirik para pengawal itu karena Ia takut jika Mereka melaporkan hal ini pada suaminya. Dinding pun bisa berbicara. Pada akhirnya tidak ada pilihan lain, gadis itu menggeleng pel
Sendiri itu sepi dan berdua itu menyenangkan.Mungkin kebersamaan Mereka sebagai pasangan suami dan istri menumbuhkan perasaan baru bagi Elenora. Yang semakin lama tidak mungkin bisa Ia tepis keberadaannya.Elenora hanya seorang gadis polos yang bahkan memikirkan cinta pun― Tidak pernah.Baginya, bekerja dan bisa mencukupi semua kebutuhannya, itu sudah lebih dari cukup.Obsidian birunya menatap lurus ke depan dengan semilir angin barat yang berhembus, menerpa kulit.Dinginnya udara malam tidak membuatnya bergegas masuk. Pandangannya justru menyipit ketika melihat siluet seseorang berdiri disana.Jackson.Sedang apa pria itu disana?Ah, Elenora lupa!Disanalah makam gadis yang begitu dicintai oleh suaminya berada. Seharusnya Ia tahu diri dan tidak mengharapkan lebih.'Kau pasti cemburu melihat suamimu lebih memperhatikan batu nisan itu daripada Kau.'Bukan hal mengejutkan jika Sevanya muncul
Pulang sekolah, Bill terus berusaha mengajak Elenora untuk pergi. Entah apa yang ada didalam pikiran pemuda itu.Beruntung Elenora mampu membuat kedua pengawal yang selalu mengikutinya mau menurut, menunggunya di gerbang depan selagi Ia bicara dengan Bill."Tolong jangan seperti ini, Bill.""Sejak menikah Kau semakin menghindariku. Kau banyak berubah, El!" Pemuda itu mencibir.Sebenarnya tak benar-benar melakukannya, hanya saja Bill tahu bahwa gadis itu akan merasa tak enak hati jika terus menolak ajakannya ini.Ia tidak berpikir lebih jauh jika gadis yang diajak pergi bukanlah milik sembarang orang."Mau ya, please?""Tidak bisa, Bill. Herr Hoffman menjemputku. Sudah ya."Elenora berusaha menolak selembut mungkin, namun Bill tidak mau mendengar. Ia justru menghalangi jalan Elenora dengan kedua tangannya merentang― "Kali ini saja. Aku janji setelah itu tidak akan pernah mengganggumu lagi, El." Wajahnya memohon dan itu mem
'Tidak perlu terkejut, brengsek! Beraninya Kau membuat Elenora hampir pingsan, sialan!'******Tiba-tiba, Sevanya mengambil pistol yang berada dibalik ikat pinggang milik Jackson dan menodongkan benda berbahaya itu tepat diwajahnya.Kilatan obsidian birunya terlihat penuh amarah.Dan Jackson tahu jika itu bukan tatapan Elenora, gadisnya."Berikan itu padaku!"'Tidak! Kau- Beraninya membuat Elenora ketakutan!'"Ini bukan urusanmu! Sevanya, berikan!"Gadis itu menarik pelatuk pistolnya dan― DORR! Peluru melesat keluar. Semua pengawal tergopoh melindungi Tuan Mereka."APA YANG KAU LAKUKAN?"Dalam sekali sentak, pistol itu terlepas. Perebutan senjata antara Sevanya dan Jackson terjadi. Keduanya berguling diatas tanah ruangan tersebut hingga Jackson berhasil menindih tubuh gadis itu dan mencengkeram kedua tangannya ke atas― 'Lepaskan Aku, brengsek!'"Borgo
*Tulisan bercetak tebal adalah flashback******Dua hari Elenora berada di rumah sakit. Ia merasa bosan sebab diluar sana enam orang pengawal ditugaskan oleh suaminya untuk menjaganya selama disini."Dokter, kapan Saya bisa pulang?"Dokter dengan name tag; Shawn Wang― Hanya tersenyum sembari memeriksa selang intravena yang terpasang dipunggung tangan gadis itu, "Dokter-""Maafkan Saya, Frau. Saya hanya melakukan tugas sesuai perintah Herr Hoffman, permisi."Lagi. Selalu saja suaminya bersikap otoriter padanya. Padahal saja, Elenora sudah lebih baik dan Ia ingin cepat pulang.Bau obat-obatan membuat kepalanya terasa pening.'Haruskah Aku menghubungi, Herr Hoffman? Tapi dimana ponselku?'Elenora melihat ke arah sekeliling. Tak menemukan benda persegi tersebut sejauh matanya memandang."Mencari sesuatu, Sayang?""Herr, Saya-""Seseorang memberi
"Awasi Alexis. Laporkan semua kegiatannya padaku dan jangan sampai siapapun tahu masalah ini." "Baik, Herr. Sesuai perintah Anda. Permisi." Seth menatap sekeliling, memastikan jika tidak ada orang lain yang melihatnya. Saat Ia hendak melangkah pergi, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Jackson yang menghubunginya. "Ya, Herr-" "Datang ke kantor sekarang!" Lalu panggilan tersebut ditutup secara sepihak oleh Jackson. Kekehan ringan terdengar. Seth sudah terlalu hafal dengan sifat Bosnya tersebut. Jadi Ia segera bergegas menuju kantor. ****** Tatapan sendu milik Elenora memunculkan Sevanya; Sang Alter Ego― Sudah beberapa hari ini Dia tidak muncul. 'Pentingnya tidak menilai seseorang dari penampilan saja.' "Kau kembali?" 'Kenapa? Kau berusaha menyingkirkanku karena Aku hampir membuat suamimu terluka?' Elenora terdiam. Bukan. Gadis itu tidak bermaksud membuat san
Entah keberanian itu muncul begitu saja hingga Elenora mengatakan kalimat itu.Ucapan Elenora mengundang decihan dari Alexis yang kini menghampirinya― "Kau terlalu percaya diri, bocah! Hubungan Kalian hanya tertulis diatas kertas! Jackson tidak mencintaimu!""Terserah Kau!"Hanya itu.Demi Tuhan! Elenora sedang tidak berselera untuk beradu mulut dengan wanita ular ini.Ia lelah dan membutuhkan ruang untuk sendiri.Dengan langkah setengah gontai, Ia berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan Alexis dibelakang sana dengan sumpah serapah yang tidak jelas.******"Apa yang Dia lakukan sekarang?"Pandangan Jackson masih terfokus pada kertas putih diatas meja namun telinganya masih menunggu Seth memberinya laporan tentang istri mungilnya."Pardon, Herr. Sebenarnya Frau Hoffman ingin pergi ke toko buku namun Saya melarangnya.""Kenapa?"Amber Jackson menatap tajam pada Seth yang masih berdiri dihadapannya. Kepa
Entah keberanian itu muncul begitu saja hingga Elenora mengatakan kalimat itu.Ucapan Elenora mengundang decihan dari Alexis yang kini menghampirinya― "Kau terlalu percaya diri, bocah! Hubungan Kalian hanya tertulis diatas kertas! Jackson tidak mencintaimu!""Terserah Kau!"Hanya itu.Demi Tuhan! Elenora sedang tidak berselera untuk beradu mulut dengan wanita ular ini.Ia lelah dan membutuhkan ruang untuk sendiri.Dengan langkah setengah gontai, Ia berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan Alexis dibelakang sana dengan sumpah serapah yang tidak jelas.******"Apa yang Dia lakukan sekarang?"Pandangan Jackson masih terfokus pada kertas putih diatas meja namun telinganya masih menunggu Seth memberinya laporan tentang istri mungilnya."Pardon, Herr. Sebenarnya Frau Hoffman ingin pergi ke toko buku namun Saya melarangnya.""Kenapa?"Amber Jackson menatap tajam pada Seth yang masih berdiri dihadapannya. Kepa
"Awasi Alexis. Laporkan semua kegiatannya padaku dan jangan sampai siapapun tahu masalah ini." "Baik, Herr. Sesuai perintah Anda. Permisi." Seth menatap sekeliling, memastikan jika tidak ada orang lain yang melihatnya. Saat Ia hendak melangkah pergi, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Jackson yang menghubunginya. "Ya, Herr-" "Datang ke kantor sekarang!" Lalu panggilan tersebut ditutup secara sepihak oleh Jackson. Kekehan ringan terdengar. Seth sudah terlalu hafal dengan sifat Bosnya tersebut. Jadi Ia segera bergegas menuju kantor. ****** Tatapan sendu milik Elenora memunculkan Sevanya; Sang Alter Ego― Sudah beberapa hari ini Dia tidak muncul. 'Pentingnya tidak menilai seseorang dari penampilan saja.' "Kau kembali?" 'Kenapa? Kau berusaha menyingkirkanku karena Aku hampir membuat suamimu terluka?' Elenora terdiam. Bukan. Gadis itu tidak bermaksud membuat san
*Tulisan bercetak tebal adalah flashback******Dua hari Elenora berada di rumah sakit. Ia merasa bosan sebab diluar sana enam orang pengawal ditugaskan oleh suaminya untuk menjaganya selama disini."Dokter, kapan Saya bisa pulang?"Dokter dengan name tag; Shawn Wang― Hanya tersenyum sembari memeriksa selang intravena yang terpasang dipunggung tangan gadis itu, "Dokter-""Maafkan Saya, Frau. Saya hanya melakukan tugas sesuai perintah Herr Hoffman, permisi."Lagi. Selalu saja suaminya bersikap otoriter padanya. Padahal saja, Elenora sudah lebih baik dan Ia ingin cepat pulang.Bau obat-obatan membuat kepalanya terasa pening.'Haruskah Aku menghubungi, Herr Hoffman? Tapi dimana ponselku?'Elenora melihat ke arah sekeliling. Tak menemukan benda persegi tersebut sejauh matanya memandang."Mencari sesuatu, Sayang?""Herr, Saya-""Seseorang memberi
'Tidak perlu terkejut, brengsek! Beraninya Kau membuat Elenora hampir pingsan, sialan!'******Tiba-tiba, Sevanya mengambil pistol yang berada dibalik ikat pinggang milik Jackson dan menodongkan benda berbahaya itu tepat diwajahnya.Kilatan obsidian birunya terlihat penuh amarah.Dan Jackson tahu jika itu bukan tatapan Elenora, gadisnya."Berikan itu padaku!"'Tidak! Kau- Beraninya membuat Elenora ketakutan!'"Ini bukan urusanmu! Sevanya, berikan!"Gadis itu menarik pelatuk pistolnya dan― DORR! Peluru melesat keluar. Semua pengawal tergopoh melindungi Tuan Mereka."APA YANG KAU LAKUKAN?"Dalam sekali sentak, pistol itu terlepas. Perebutan senjata antara Sevanya dan Jackson terjadi. Keduanya berguling diatas tanah ruangan tersebut hingga Jackson berhasil menindih tubuh gadis itu dan mencengkeram kedua tangannya ke atas― 'Lepaskan Aku, brengsek!'"Borgo
Pulang sekolah, Bill terus berusaha mengajak Elenora untuk pergi. Entah apa yang ada didalam pikiran pemuda itu.Beruntung Elenora mampu membuat kedua pengawal yang selalu mengikutinya mau menurut, menunggunya di gerbang depan selagi Ia bicara dengan Bill."Tolong jangan seperti ini, Bill.""Sejak menikah Kau semakin menghindariku. Kau banyak berubah, El!" Pemuda itu mencibir.Sebenarnya tak benar-benar melakukannya, hanya saja Bill tahu bahwa gadis itu akan merasa tak enak hati jika terus menolak ajakannya ini.Ia tidak berpikir lebih jauh jika gadis yang diajak pergi bukanlah milik sembarang orang."Mau ya, please?""Tidak bisa, Bill. Herr Hoffman menjemputku. Sudah ya."Elenora berusaha menolak selembut mungkin, namun Bill tidak mau mendengar. Ia justru menghalangi jalan Elenora dengan kedua tangannya merentang― "Kali ini saja. Aku janji setelah itu tidak akan pernah mengganggumu lagi, El." Wajahnya memohon dan itu mem
Sendiri itu sepi dan berdua itu menyenangkan.Mungkin kebersamaan Mereka sebagai pasangan suami dan istri menumbuhkan perasaan baru bagi Elenora. Yang semakin lama tidak mungkin bisa Ia tepis keberadaannya.Elenora hanya seorang gadis polos yang bahkan memikirkan cinta pun― Tidak pernah.Baginya, bekerja dan bisa mencukupi semua kebutuhannya, itu sudah lebih dari cukup.Obsidian birunya menatap lurus ke depan dengan semilir angin barat yang berhembus, menerpa kulit.Dinginnya udara malam tidak membuatnya bergegas masuk. Pandangannya justru menyipit ketika melihat siluet seseorang berdiri disana.Jackson.Sedang apa pria itu disana?Ah, Elenora lupa!Disanalah makam gadis yang begitu dicintai oleh suaminya berada. Seharusnya Ia tahu diri dan tidak mengharapkan lebih.'Kau pasti cemburu melihat suamimu lebih memperhatikan batu nisan itu daripada Kau.'Bukan hal mengejutkan jika Sevanya muncul
Gadis itu berjalan dengan langkah gontai. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya penuh kebencian. Terutama para murid perempuan. Namun kali ini Mereka tidak bisa melakukan sesuatu pada Elenora. Mereka ingat jika ancaman Presiden Direktur Hoffman tidak pernah main-main, apalagi enam pengawal yang selalu mengikuti gadis itu, membuat nyali Mereka seketika menciut. "Elenora." Merasa namanya dipanggil, gadis itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik untuk menoleh ke belakang. Seorang pemuda sedang berlari ke arahnya sembari tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi, "Untukmu." Sebotol susu strawberry. Ragu. Elenora melirik para pengawal itu karena Ia takut jika Mereka melaporkan hal ini pada suaminya. Dinding pun bisa berbicara. Pada akhirnya tidak ada pilihan lain, gadis itu menggeleng pel
Intervensi(n); ikut campur ****** Cinta itu seperti pasir; Semakin digenggam maka Dia akan semakin menjauh. Pahami dan mengerti keadaan Dia maka hatinya akan menjadi milikmu. Tidak perlu terburu-buru, nikmati segala proses yang ada. "Aku ingin perjanjian itu diubah!" Mereka datang atas permintaan Jackson. Pria itu memprotes tentang isi perjanjian yang telah dibuat oleh Max, sekretarisnya. "Tidak, Aku tidak bisa mengubahnya." "Kalian harus mengubahnya! Itu merugikanku." Bagaimana pun juga, Jackson seorang pria dewasa yang ingin kebutuhan biologisnya terpenuhi. Married without sex? Yang benar saja! "Dia masih delapan belas tahun jika Kau lupa, J! Gadis itu terpaksa menyetujui tawaranmu karena Dia membut
Jackson benar-benar menepati janjinya. Ia mengizinkan Elenora pergi ke sekolah namun gadis itu tidak pergi sendiri. Selusin pengawal bersama Elenora. Enam diantaranya ikut masuk ke dalam dan sisanya, Mereka berjaga diluar sekolah. "Lihat gadis itu! Kau dengar berita pernikahannya?" "Ya. Sebenarnya apa yang membuat Presdir Hoffman tertarik dengan gadis bodoh seperti Elenora?" "Dia tidak cantik dan tidak seksi, tapi Herr Hoffman memilihnya sebagai istri, cih!" Bukannya tersinggung, Elenora justru mengabaikan Mereka, berjalan santai melewati gerombolan gadis penggosip yang sedang membicarakan dirinya dan Jackson. Ia sudah terbiasa mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Mereka. Seperti makanan sehari-hari. Elenora hanya seorang siswi penerima beasiswa di sekolah ini. Dulu, Ia tidak pernah bermimpi bisa bersekolah di sini apalagi sekarang statusnya telah berubah menjadi istri Presiden D