Intervensi(n); ikut campur
******
Cinta itu seperti pasir; Semakin digenggam maka Dia akan semakin menjauh.
Pahami dan mengerti keadaan Dia maka hatinya akan menjadi milikmu. Tidak perlu terburu-buru, nikmati segala proses yang ada.
"Aku ingin perjanjian itu diubah!"
Mereka datang atas permintaan Jackson. Pria itu memprotes tentang isi perjanjian yang telah dibuat oleh Max, sekretarisnya.
"Tidak, Aku tidak bisa mengubahnya."
"Kalian harus mengubahnya! Itu merugikanku."
Bagaimana pun juga, Jackson seorang pria dewasa yang ingin kebutuhan biologisnya terpenuhi.
Married without sex? Yang benar saja!
"Dia masih delapan belas tahun jika Kau lupa, J! Gadis itu terpaksa menyetujui tawaranmu karena Dia membutuhkan uang untuk biaya hidupnya. Berhenti membuatnya dalam situasi yang rumit."
"Berhenti menyebut usianya! Kau mengatakan itu seolah Aku benar-benar seorang pedofil, Sean!" Jackson tak kalah sinisnya. Pria itu tidak mau mengalah meski ketiga sahabatnya mati-matian membela Elenora, "Gadis itu sudah menjadi istriku! Tidak ada yang salah jika Aku menuntut hakku sebagai suaminya."
"Apa Kau mencintainya?" tanya Alexis.
Hening kemudian. Sepasang amber Jackson menatap tajam Alexis yang masih menuntut jawaban darinya.
Kumohon katakan tidak, Jackson.
"Cukup! Kalian tidak berhak mengintervensi urusanku dengan gadis itu! Selesaikan perubahannya malam ini! Aku ingin dokumen itu sudah ada di meja kerjaku besok pagi, Max."
Pria itu melenggang pergi namun Alexis menahan lengannya, "Mau kemana Kau? Kita belum selesai bicara, Jackson!"
"Bukan urusanmu! Minggir!"
******
Kamar ini terlalu mewah bagi gadis muda seperti Elenora. Rasa sepi itu kembali datang.
Ia memeluk tubuhnya sendiri. Merasakan dinginnya udara malam yang menusuk kulit hingga ke tulang-tulang.
Kenapa tiba-tiba Ia merindukan Jackson?
Tidak. Elenora tidak bermaksud kurang ajar dan meminta lebih atas kebaikan Jackson padanya.
Apa Elenora mulai jatuh cinta pada pria Hoffman itu?
Entahlah!
Gadis itu hanya seorang gadis polos dan naif.
Ia tidak pernah jatuh cinta pada seseorang. Jadi Elenora tidak tahu bagaimana rasanya.
'Berhenti meratapi nasibmu, Bodoh!'
Sevanya.
"Apa maksudmu?"
'Apalagi jika bukan menguasai harta Jackson lalu Kita bisa pergi dan membalaskan dendam Kita atas kematian orangtuamu, El!'
"Kau gila? Aku tidak mau! Jangan coba-coba melukai suamiku, Sevanya!"
Perdebatan Mereka masih berlanjut. Elenora tidak menyadari jika suaminya berada di sana semenjak sepuluh menit yang lalu.
"Siapa Kau sebenarnya .... Elenora?"
Jackson berjalan ke arahnya dengan langkah berbahaya. Pria itu telah berhasil memojokkan tubuh Elenora ke dinding.
Gadis itu memejamkan mata.
Namun Jackson tidak akan berhenti. Ia semakin menghimpit tubuh mungil itu dan mencengkeram tangan Elenora hingga si empunya meringis kesakitan, "Siapa Sevanya? Apa Kau dikirim oleh seseorang untuk membunuhku? Jawab, Elenora!"
"Tidak, Herr. Anda salah paham. Saya bukan gadis seperti itu!"
"Lalu? Kenapa Kau selalu bicara seorang diri dan terus menyebut nama Sevanya?"
"Itu karena ..."
Ya Tuhan, bagaimana ini? Haruskah Aku mengatakan yang sebenarnya jika Aku memiliki Alter Ego? Tapi Aku takut.
"Elenora."
Cengkeraman tangan Jackson mengendur saat melihat ekspresi kesakitan Elenora.
Dan semua berubah dengan cepat.
Jackson menghempaskan Elenora ke ranjang lalu menindihnya. Amber itu sudah berkabut oleh nafsu, Jackson kehilangan kendali ketika menatap tubuh mungil tak berdaya itu terpejam dibawahnya, Ia juga tidak segan merobek lingerie satin milik istrinya hingga membuat gadis itu berjingkat kaget.
Elenora menggeleng!
"Tolong lepaskan Saya, Herr."
"Berhenti menolak dan terima semua ini! Kau benar-benar membuat kesabaranku habis!"
Dan malam ini, Jackson telah mengambil sesuatu yang sangat berharga baginya, sesuatu yang telah lama Ia jaga dan Jackson tidak akan berhenti sebelum Ia mencapai kepuasannya sendiri.
******
Semenjak kejadian semalam, Elenora berjanji akan lebih berhati-hati dan mengatur kondisi dirinya supaya Jackson tidak mencurigainya lagi.
Gadis itu menjadi lebih pendiam pagi ini. Menjawab ucapan Jackson seperlunya tanpa menatap ke arah sang suami.
"Mulai sekarang Aku yang akan mengantarmu ke sekolah dan menjemputmu pulang."
"But Herr, Anda tidak perlu ...."
"Kau membantah perintah suamimu?"
Menunduk.
Pria diktator itu selalu bersikap sesuka hati. Mendekret seseorang untuk menuruti semua keinginannya, tidak peduli orang itu menyukainya atau tidak, Jackson tidak mau repot memikirkannya.
"Guten morgen, Darling."
"Kupikir Madre pulang ke Jerman."
Pria itu menyudahi sarapannya lalu beranjak pergi saat Frau Anna ikut bergabung di meja makan, "Aku selesai! Kutunggu di mobil!"
"Dimana sopan santunmu, Jackson? Duduk! Madre perlu bicara pada Kalian berdua."
Jika ada pilihan lain untuk menolak, maka Jackson akan memilihnya. Ini masih terlalu pagi hanya untuk berdebat dengan sang ibu.
"Bagaimana dokumen itu? Kau sudah menandatanganinya?"
"Belum. Aku sibuk! Madre, sebaiknya Kita bahas ini di kantor. Menantumu harus segera pergi ke sekolah sekarang, permisi."
Astaga, si bodoh itu benar-benar berperan sebagai suami yang bertanggung jawab sekarang.
Lalu Alexis datang. Wajahnya terlihat masam, "Frau, apa Jackson sudah setuju dengan rencana Anda? Saya akan berusaha membujuknya, Anda tidak perlu khawatir."
"Kupikir saat ini Jackson sedang menikmati waktu bersama istrinya."
"Tapi Frau ..."
"Kau tidak mendengarku, Alexis? Seharusnya Mereka pergi berbulan madu sekarang. Aku harus memberi Mereka hadiah pernikahan akomodasi liburan ke luar negeri." Wanita itu tersenyum tipis, "Kau tahu? Sudah lama Aku menginginkan seorang cucu dari putra brengsekku itu! Dan sepertinya, Elenora gadis pilihan Tuhan yang mampu menggantikan posisi Rachel dihati Jackson."
Tidak, Frau! Hanya Aku yang boleh menempati posisi istimewa dihati Jackson. Bukan Rachel atau gadis sialan itu!
******
Mereka telah sampai.
Perubahan sikap Jackson pagi ini membuat Elenora merasa bingung.
Elenora memalingkan wajah saat pria itu mendapatkan pelepasan pertamanya.
Mereka memang sepasang suami dan istri yang sah secara hukum tapi bagi Elenora, hubungan Mereka hanya tertulis diatas kertas. Jackson tidak pernah mencintainya.
"Berhenti menangis! Gadis cengeng sepertimu memadamkan gairahku!"
Adalah kalimat terakhir yang Ia dengar sebelum Jackson pergi meninggalkannya sendirian.
Di kamar yang luas nan mewah ini, Elenora meringkuk, memeluk tubuh telanjangnya seorang diri.
Jackson telah membuatnya seperti seorang jalang.
Tidak berharga dan bersikap kasar padanya lalu meninggalkannya saat puncak kenikmatan itu datang!
Ia terkesiap saat mendengar ucapan Jackson, "Tunggu sampai Aku datang, mengerti?"
Di depan semua murid, pria itu memberikan kecupan ringan pada bibir cherry yang menjadi candunya.
Dan hal itu mengundang teriakan histeris dari murid perempuan saat melihat adegan romantis tersebut.
Jackson sengaja melakukan itu karena Ia mendapat laporan bahwa Mereka telah memperlakukan istrinya dengan buruk di hari pertama Elenora masuk sekolah.
"H-herr, tolong hentikan! Mereka melihat Kita," protesnya.
"Kau tahu, satu kalimat yang keluar dari bibirmu akan menjadi penentu hidup Mereka jika Mereka berani mengganggumu lagi."
"Bagaimana Anda ..."
Lagi. Jackson mengecup dalam kening Elenora seraya berbisik, "Kau lupa jika menyandang status sebagai Frau Hoffman bukan perkara mudah? Tidak sulit bagiku mengetahui masalah sekecil ini karena dinding pun bisa berbicara."
Dan secepatnya Elenora harus mengatakan keadaan yang sebenarnya. Tentang Alter Ego yang Ia miliki.
******
Touch vote and like, please!
Gadis itu berjalan dengan langkah gontai. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya penuh kebencian. Terutama para murid perempuan. Namun kali ini Mereka tidak bisa melakukan sesuatu pada Elenora. Mereka ingat jika ancaman Presiden Direktur Hoffman tidak pernah main-main, apalagi enam pengawal yang selalu mengikuti gadis itu, membuat nyali Mereka seketika menciut. "Elenora." Merasa namanya dipanggil, gadis itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik untuk menoleh ke belakang. Seorang pemuda sedang berlari ke arahnya sembari tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi, "Untukmu." Sebotol susu strawberry. Ragu. Elenora melirik para pengawal itu karena Ia takut jika Mereka melaporkan hal ini pada suaminya. Dinding pun bisa berbicara. Pada akhirnya tidak ada pilihan lain, gadis itu menggeleng pel
Sendiri itu sepi dan berdua itu menyenangkan.Mungkin kebersamaan Mereka sebagai pasangan suami dan istri menumbuhkan perasaan baru bagi Elenora. Yang semakin lama tidak mungkin bisa Ia tepis keberadaannya.Elenora hanya seorang gadis polos yang bahkan memikirkan cinta pun― Tidak pernah.Baginya, bekerja dan bisa mencukupi semua kebutuhannya, itu sudah lebih dari cukup.Obsidian birunya menatap lurus ke depan dengan semilir angin barat yang berhembus, menerpa kulit.Dinginnya udara malam tidak membuatnya bergegas masuk. Pandangannya justru menyipit ketika melihat siluet seseorang berdiri disana.Jackson.Sedang apa pria itu disana?Ah, Elenora lupa!Disanalah makam gadis yang begitu dicintai oleh suaminya berada. Seharusnya Ia tahu diri dan tidak mengharapkan lebih.'Kau pasti cemburu melihat suamimu lebih memperhatikan batu nisan itu daripada Kau.'Bukan hal mengejutkan jika Sevanya muncul
Pulang sekolah, Bill terus berusaha mengajak Elenora untuk pergi. Entah apa yang ada didalam pikiran pemuda itu.Beruntung Elenora mampu membuat kedua pengawal yang selalu mengikutinya mau menurut, menunggunya di gerbang depan selagi Ia bicara dengan Bill."Tolong jangan seperti ini, Bill.""Sejak menikah Kau semakin menghindariku. Kau banyak berubah, El!" Pemuda itu mencibir.Sebenarnya tak benar-benar melakukannya, hanya saja Bill tahu bahwa gadis itu akan merasa tak enak hati jika terus menolak ajakannya ini.Ia tidak berpikir lebih jauh jika gadis yang diajak pergi bukanlah milik sembarang orang."Mau ya, please?""Tidak bisa, Bill. Herr Hoffman menjemputku. Sudah ya."Elenora berusaha menolak selembut mungkin, namun Bill tidak mau mendengar. Ia justru menghalangi jalan Elenora dengan kedua tangannya merentang― "Kali ini saja. Aku janji setelah itu tidak akan pernah mengganggumu lagi, El." Wajahnya memohon dan itu mem
'Tidak perlu terkejut, brengsek! Beraninya Kau membuat Elenora hampir pingsan, sialan!'******Tiba-tiba, Sevanya mengambil pistol yang berada dibalik ikat pinggang milik Jackson dan menodongkan benda berbahaya itu tepat diwajahnya.Kilatan obsidian birunya terlihat penuh amarah.Dan Jackson tahu jika itu bukan tatapan Elenora, gadisnya."Berikan itu padaku!"'Tidak! Kau- Beraninya membuat Elenora ketakutan!'"Ini bukan urusanmu! Sevanya, berikan!"Gadis itu menarik pelatuk pistolnya dan― DORR! Peluru melesat keluar. Semua pengawal tergopoh melindungi Tuan Mereka."APA YANG KAU LAKUKAN?"Dalam sekali sentak, pistol itu terlepas. Perebutan senjata antara Sevanya dan Jackson terjadi. Keduanya berguling diatas tanah ruangan tersebut hingga Jackson berhasil menindih tubuh gadis itu dan mencengkeram kedua tangannya ke atas― 'Lepaskan Aku, brengsek!'"Borgo
*Tulisan bercetak tebal adalah flashback******Dua hari Elenora berada di rumah sakit. Ia merasa bosan sebab diluar sana enam orang pengawal ditugaskan oleh suaminya untuk menjaganya selama disini."Dokter, kapan Saya bisa pulang?"Dokter dengan name tag; Shawn Wang― Hanya tersenyum sembari memeriksa selang intravena yang terpasang dipunggung tangan gadis itu, "Dokter-""Maafkan Saya, Frau. Saya hanya melakukan tugas sesuai perintah Herr Hoffman, permisi."Lagi. Selalu saja suaminya bersikap otoriter padanya. Padahal saja, Elenora sudah lebih baik dan Ia ingin cepat pulang.Bau obat-obatan membuat kepalanya terasa pening.'Haruskah Aku menghubungi, Herr Hoffman? Tapi dimana ponselku?'Elenora melihat ke arah sekeliling. Tak menemukan benda persegi tersebut sejauh matanya memandang."Mencari sesuatu, Sayang?""Herr, Saya-""Seseorang memberi
"Awasi Alexis. Laporkan semua kegiatannya padaku dan jangan sampai siapapun tahu masalah ini." "Baik, Herr. Sesuai perintah Anda. Permisi." Seth menatap sekeliling, memastikan jika tidak ada orang lain yang melihatnya. Saat Ia hendak melangkah pergi, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Jackson yang menghubunginya. "Ya, Herr-" "Datang ke kantor sekarang!" Lalu panggilan tersebut ditutup secara sepihak oleh Jackson. Kekehan ringan terdengar. Seth sudah terlalu hafal dengan sifat Bosnya tersebut. Jadi Ia segera bergegas menuju kantor. ****** Tatapan sendu milik Elenora memunculkan Sevanya; Sang Alter Ego― Sudah beberapa hari ini Dia tidak muncul. 'Pentingnya tidak menilai seseorang dari penampilan saja.' "Kau kembali?" 'Kenapa? Kau berusaha menyingkirkanku karena Aku hampir membuat suamimu terluka?' Elenora terdiam. Bukan. Gadis itu tidak bermaksud membuat san
Entah keberanian itu muncul begitu saja hingga Elenora mengatakan kalimat itu.Ucapan Elenora mengundang decihan dari Alexis yang kini menghampirinya― "Kau terlalu percaya diri, bocah! Hubungan Kalian hanya tertulis diatas kertas! Jackson tidak mencintaimu!""Terserah Kau!"Hanya itu.Demi Tuhan! Elenora sedang tidak berselera untuk beradu mulut dengan wanita ular ini.Ia lelah dan membutuhkan ruang untuk sendiri.Dengan langkah setengah gontai, Ia berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan Alexis dibelakang sana dengan sumpah serapah yang tidak jelas.******"Apa yang Dia lakukan sekarang?"Pandangan Jackson masih terfokus pada kertas putih diatas meja namun telinganya masih menunggu Seth memberinya laporan tentang istri mungilnya."Pardon, Herr. Sebenarnya Frau Hoffman ingin pergi ke toko buku namun Saya melarangnya.""Kenapa?"Amber Jackson menatap tajam pada Seth yang masih berdiri dihadapannya. Kepa
Main Cast : - Elenora Rebecca Alarice, 17 - Jackson Hoffman, 27 Support Cast : - Alexis Jade Voscotte, 26 - Sean James Buyyer, 27 - Maximus Gray, 26 - Kimmie Jordano, 27 [Other cast akan muncul seiring berjalannya cerita ini] ****** (Scollife-Violence-Hurt-Mature-Marriedlife)
Entah keberanian itu muncul begitu saja hingga Elenora mengatakan kalimat itu.Ucapan Elenora mengundang decihan dari Alexis yang kini menghampirinya― "Kau terlalu percaya diri, bocah! Hubungan Kalian hanya tertulis diatas kertas! Jackson tidak mencintaimu!""Terserah Kau!"Hanya itu.Demi Tuhan! Elenora sedang tidak berselera untuk beradu mulut dengan wanita ular ini.Ia lelah dan membutuhkan ruang untuk sendiri.Dengan langkah setengah gontai, Ia berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan Alexis dibelakang sana dengan sumpah serapah yang tidak jelas.******"Apa yang Dia lakukan sekarang?"Pandangan Jackson masih terfokus pada kertas putih diatas meja namun telinganya masih menunggu Seth memberinya laporan tentang istri mungilnya."Pardon, Herr. Sebenarnya Frau Hoffman ingin pergi ke toko buku namun Saya melarangnya.""Kenapa?"Amber Jackson menatap tajam pada Seth yang masih berdiri dihadapannya. Kepa
"Awasi Alexis. Laporkan semua kegiatannya padaku dan jangan sampai siapapun tahu masalah ini." "Baik, Herr. Sesuai perintah Anda. Permisi." Seth menatap sekeliling, memastikan jika tidak ada orang lain yang melihatnya. Saat Ia hendak melangkah pergi, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Jackson yang menghubunginya. "Ya, Herr-" "Datang ke kantor sekarang!" Lalu panggilan tersebut ditutup secara sepihak oleh Jackson. Kekehan ringan terdengar. Seth sudah terlalu hafal dengan sifat Bosnya tersebut. Jadi Ia segera bergegas menuju kantor. ****** Tatapan sendu milik Elenora memunculkan Sevanya; Sang Alter Ego― Sudah beberapa hari ini Dia tidak muncul. 'Pentingnya tidak menilai seseorang dari penampilan saja.' "Kau kembali?" 'Kenapa? Kau berusaha menyingkirkanku karena Aku hampir membuat suamimu terluka?' Elenora terdiam. Bukan. Gadis itu tidak bermaksud membuat san
*Tulisan bercetak tebal adalah flashback******Dua hari Elenora berada di rumah sakit. Ia merasa bosan sebab diluar sana enam orang pengawal ditugaskan oleh suaminya untuk menjaganya selama disini."Dokter, kapan Saya bisa pulang?"Dokter dengan name tag; Shawn Wang― Hanya tersenyum sembari memeriksa selang intravena yang terpasang dipunggung tangan gadis itu, "Dokter-""Maafkan Saya, Frau. Saya hanya melakukan tugas sesuai perintah Herr Hoffman, permisi."Lagi. Selalu saja suaminya bersikap otoriter padanya. Padahal saja, Elenora sudah lebih baik dan Ia ingin cepat pulang.Bau obat-obatan membuat kepalanya terasa pening.'Haruskah Aku menghubungi, Herr Hoffman? Tapi dimana ponselku?'Elenora melihat ke arah sekeliling. Tak menemukan benda persegi tersebut sejauh matanya memandang."Mencari sesuatu, Sayang?""Herr, Saya-""Seseorang memberi
'Tidak perlu terkejut, brengsek! Beraninya Kau membuat Elenora hampir pingsan, sialan!'******Tiba-tiba, Sevanya mengambil pistol yang berada dibalik ikat pinggang milik Jackson dan menodongkan benda berbahaya itu tepat diwajahnya.Kilatan obsidian birunya terlihat penuh amarah.Dan Jackson tahu jika itu bukan tatapan Elenora, gadisnya."Berikan itu padaku!"'Tidak! Kau- Beraninya membuat Elenora ketakutan!'"Ini bukan urusanmu! Sevanya, berikan!"Gadis itu menarik pelatuk pistolnya dan― DORR! Peluru melesat keluar. Semua pengawal tergopoh melindungi Tuan Mereka."APA YANG KAU LAKUKAN?"Dalam sekali sentak, pistol itu terlepas. Perebutan senjata antara Sevanya dan Jackson terjadi. Keduanya berguling diatas tanah ruangan tersebut hingga Jackson berhasil menindih tubuh gadis itu dan mencengkeram kedua tangannya ke atas― 'Lepaskan Aku, brengsek!'"Borgo
Pulang sekolah, Bill terus berusaha mengajak Elenora untuk pergi. Entah apa yang ada didalam pikiran pemuda itu.Beruntung Elenora mampu membuat kedua pengawal yang selalu mengikutinya mau menurut, menunggunya di gerbang depan selagi Ia bicara dengan Bill."Tolong jangan seperti ini, Bill.""Sejak menikah Kau semakin menghindariku. Kau banyak berubah, El!" Pemuda itu mencibir.Sebenarnya tak benar-benar melakukannya, hanya saja Bill tahu bahwa gadis itu akan merasa tak enak hati jika terus menolak ajakannya ini.Ia tidak berpikir lebih jauh jika gadis yang diajak pergi bukanlah milik sembarang orang."Mau ya, please?""Tidak bisa, Bill. Herr Hoffman menjemputku. Sudah ya."Elenora berusaha menolak selembut mungkin, namun Bill tidak mau mendengar. Ia justru menghalangi jalan Elenora dengan kedua tangannya merentang― "Kali ini saja. Aku janji setelah itu tidak akan pernah mengganggumu lagi, El." Wajahnya memohon dan itu mem
Sendiri itu sepi dan berdua itu menyenangkan.Mungkin kebersamaan Mereka sebagai pasangan suami dan istri menumbuhkan perasaan baru bagi Elenora. Yang semakin lama tidak mungkin bisa Ia tepis keberadaannya.Elenora hanya seorang gadis polos yang bahkan memikirkan cinta pun― Tidak pernah.Baginya, bekerja dan bisa mencukupi semua kebutuhannya, itu sudah lebih dari cukup.Obsidian birunya menatap lurus ke depan dengan semilir angin barat yang berhembus, menerpa kulit.Dinginnya udara malam tidak membuatnya bergegas masuk. Pandangannya justru menyipit ketika melihat siluet seseorang berdiri disana.Jackson.Sedang apa pria itu disana?Ah, Elenora lupa!Disanalah makam gadis yang begitu dicintai oleh suaminya berada. Seharusnya Ia tahu diri dan tidak mengharapkan lebih.'Kau pasti cemburu melihat suamimu lebih memperhatikan batu nisan itu daripada Kau.'Bukan hal mengejutkan jika Sevanya muncul
Gadis itu berjalan dengan langkah gontai. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya penuh kebencian. Terutama para murid perempuan. Namun kali ini Mereka tidak bisa melakukan sesuatu pada Elenora. Mereka ingat jika ancaman Presiden Direktur Hoffman tidak pernah main-main, apalagi enam pengawal yang selalu mengikuti gadis itu, membuat nyali Mereka seketika menciut. "Elenora." Merasa namanya dipanggil, gadis itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik untuk menoleh ke belakang. Seorang pemuda sedang berlari ke arahnya sembari tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi, "Untukmu." Sebotol susu strawberry. Ragu. Elenora melirik para pengawal itu karena Ia takut jika Mereka melaporkan hal ini pada suaminya. Dinding pun bisa berbicara. Pada akhirnya tidak ada pilihan lain, gadis itu menggeleng pel
Intervensi(n); ikut campur ****** Cinta itu seperti pasir; Semakin digenggam maka Dia akan semakin menjauh. Pahami dan mengerti keadaan Dia maka hatinya akan menjadi milikmu. Tidak perlu terburu-buru, nikmati segala proses yang ada. "Aku ingin perjanjian itu diubah!" Mereka datang atas permintaan Jackson. Pria itu memprotes tentang isi perjanjian yang telah dibuat oleh Max, sekretarisnya. "Tidak, Aku tidak bisa mengubahnya." "Kalian harus mengubahnya! Itu merugikanku." Bagaimana pun juga, Jackson seorang pria dewasa yang ingin kebutuhan biologisnya terpenuhi. Married without sex? Yang benar saja! "Dia masih delapan belas tahun jika Kau lupa, J! Gadis itu terpaksa menyetujui tawaranmu karena Dia membut
Jackson benar-benar menepati janjinya. Ia mengizinkan Elenora pergi ke sekolah namun gadis itu tidak pergi sendiri. Selusin pengawal bersama Elenora. Enam diantaranya ikut masuk ke dalam dan sisanya, Mereka berjaga diluar sekolah. "Lihat gadis itu! Kau dengar berita pernikahannya?" "Ya. Sebenarnya apa yang membuat Presdir Hoffman tertarik dengan gadis bodoh seperti Elenora?" "Dia tidak cantik dan tidak seksi, tapi Herr Hoffman memilihnya sebagai istri, cih!" Bukannya tersinggung, Elenora justru mengabaikan Mereka, berjalan santai melewati gerombolan gadis penggosip yang sedang membicarakan dirinya dan Jackson. Ia sudah terbiasa mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Mereka. Seperti makanan sehari-hari. Elenora hanya seorang siswi penerima beasiswa di sekolah ini. Dulu, Ia tidak pernah bermimpi bisa bersekolah di sini apalagi sekarang statusnya telah berubah menjadi istri Presiden D