Early Marriage

Early Marriage

last updateLast Updated : 2022-02-02
By:  Cahaya AsaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
12 ratings. 12 reviews
31Chapters
4.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Kebebasan Nadia terrenggut karena dipaksa menikah di usia muda. dia yang hidup bebas dan selalu pulang malam terpaksa menerima perjodohan itu. Hidup dengan lelaki datar yang miskin ekspresi membuatnya tersiksa. Apalagi setelah sang suami membawa pulang wanita dewasa yang terlihat anggun dan cantik dengan hijab lebarnya, membuat api cemburu di hati Nadia berkobar. Mampukah Nadia menjalani pernikahannya? Siapa wanita yang selalu dibandingkan dengannya oleh sang suami itu?

View More

Chapter 1

Tertangkap Basah

"Nadia!"

Tiba-tiba lampu ruangan menyala terang. Gue yang mengendap-endap sambil menenteng heels, terpaksa berhenti mendadak. Untung rem gue pakem. Celingak-celinguk, mencari pelaku, siapa gerangan yang ngidupin lampu tiba-tiba.

Seperti maling yang ketangkep hansip, gue hanya bisa pasrah dengan tatapan mengiba. Mami sudah berdiri dengan berkacak pinggang di sudut ruangan. Tepatnya di bawah tangga dekat saklar. Kedua matanya melotot dan rahang mengeras. Bibirnya ditekan ke dalam dengan gigi gemelutuk.

"Nadia!" Sekali lagi Mami teriak. Membuat jantung ini seperti petasan meledak. Dag dig dug der menghentak dada. Jangan ditanya pula bagaimana rasanya kuping ini. Berdenging saking kerasnya teriakan Mami. Untung halaman rumah ini cukup luas dan dikelilingi pagar tinggi, sehingga tetangga tidak terganggu dengan suara toa mami, ups. Heran gue, sudah malam gini batrenya masih full aja. Habis makan apa, sih dia. Andai tak takut dikutuk jadi cantik, eh, jadi jelek maksudnya, sudah pasti gue ngibrit ke kamar. Meninggalkan Mami marah-marah sendirian. Sayangnya, tatapan garang Mami membuat nyali gue ciut. Mengkerut kayak cacing ditetesi jeruk purut.  

"Jam berapa ini, baru pulang? Cewek bukanya tidur manis di rumah, malah keluyuran kek hansip lagi ronda!"

Buset, Mami gue kalau ngomong suka bener. Nyengir tanpa dosa, gue. Perlahan gue melangkah mendekati mami. Memasang wajah melas supaya dikasihani.

"Maaf, Mami ... Nadia khilaf," ucap gue sambil mengacungkan dua jari. Tak lupa gue pasang wajah seimut mungkin dengan mengedip-ngedipkan mata biar Mami nggak muntah, eh, nggak marah maksudnya. Meski sebenarnya gue sendiri rada jijik memasang ekspresi seperti ini. namun demi keberlangsungan hidup gue, agar fasilitas tetap berjalan, terpaksa sok imut di depam mami.

"Mulai besok, kamu nggak boleh keluar rumah. Semua fasilitas mami cabut!" ucapnya tanpa belas kasihan. Kadang gue berpikir, apa benar gue anak kandung mami. Secara kalau ngomong, mami suka ngegas ke gue. Beda banget sama abang. Yah, mungkin karena abang selalu nurut kata-kata mami juga, sih.

Gue melongo tanpa sadar. Namun segera menarik tangan Mami sebelum pergi. Gue cium tangan Mami yang bau minyak angin berkali-kali, menatapnya dengan tatapan memohon.

"Jangan dong, Mi ... nanti kalau fasilitas Nadia dicabut, gimana kuliahnya? Kan Nadia masih pen pinter, Mi. Ya ... ya ... ya?"

Mami menghembuskan napas lelah. Mungkin sudah menyerah lihat kelakuan gue yang sedikit absurd ini. entah dulu waktu hamil geu, mami ngidam apa sampai anak perempuann satu-satunya bisa bersikap aneh kek gini.

“Emang Mami mau, anak Mami yang cantiknya kek bidadari ini jadi bodoh gegara putus kuliah? Nggak mau, kan? Ya, kan?” Gue memainkan alis naik turun agar mami tak murka lagi.

"Mami dah ngasih banyak kesempatan, tapi kamu selalu bikin Mami kecewa. Bisa cepat tua kalau Mami selalu ngadepin tingkahmu yang pecicilan itu, Nadia. Pokoknya, mulai besok, kamu nggak boleh keluar. Titik!"

Mami berlalu meninggalkan gue yang cengo macam kesambet nenek gayung di sumur tetangga. Kok, gue jadi bergidik sendiri yak? Tanpa sadar gue celingak-celinguk sambil nahan pipis. Jangan-jangan tuh nenek gayung ada di belakang gue lagi. Hiii, ngeri.

Dengan kecepatan cahaya, gue lari terbirit-birit menuju kamar. Tanpa berganti pakaian, langsung nyungsep di bawah selimut dan berlayar ke lautan mimpi. Melupakan rasa kebelet pipis yang tadi sudah sampai ujung.

***

"Nadia, bangun!" 

Selimut yang menutupi tubuh gue disingkap hingga kaki. Duh ... ulah siapa sih, masih ngantuk juga.

"Nadia, bangun! Jam berapa sekarang?"

"Bentar lagi, Mi. Ngantuk,"  ucap gue masih sambil merem. Kutarik lagi selimut gue, tapi kok alot? Seperti ada yang menarik balik? Terpaksa gue buka mata meski masih iyip-iyip. Ternyata mami belum menyerah. Wajah garangnya langsung terlihat saat pertama gue membuka mata. Untung nggak belekan, ups. Astaghfirullah, nggak boleh ngatain orang tua sendiri, kan?  

"Cepet mandi, dan ganti baju yang sopan. Mami tunggu lima belas menit harus selesai!"

"Ogah!"

Gue merasakan cubitan kecil di lengan ini. Duh, mami mainnya pakai kekerasan, nih. Nggak asik, ah. Dengan malas, akhirnya gue bangun juga. Dari pada kanjeng Mami makin merepet, mending bangun dan ikuti kemauannya. Siapa tahu fasilitas gue bisa balik lagi. Iya, kan?

"Na--"

"Iya--iya, Mi, Nadia bangun, nih."

Akhirnya gue menyerah saudara. Dengan berat hati menuruti titah kanjeng ratu. Daripada nggak dikasih makan, lebih baik sendiko dawuh saja. Siapa tahu nanti dapat jodoh ganteng. Gue terkikik geli mendapati pikiran konyol barusan. 

Gue kan baru 19 tahun lebih, dah mikirin jodoh aja. Amit-amit dah nikah muda. Hilang dong kebebasan gue kalau nikah? Belum lagi harus ngurus bocah, hiii. Gue bergidik ngeri membayangkan hal itu. Seketika dalam otak gue berkelebat bayangan gue dengan keluarga kecil gue sedang jalan-jaan di taman bermain anak-anak.

Seketika gue ketok-ketok kepala ini supaya nggak mikir yang iya-iya. Kayaknya nih otak mulai korslet eh konslet, deh. Gegara mami nih, yang maksa gue bangun pagi-pagi.

Dengan santai gue berjalan menuju ruang makan. Di sana sudah ada Mami, Papi, Bang Angga dan ... siapa sih, pagi-pagi sudah bertamu? Bodo amat ah, nggak kenal ini. 

Dengan cuek gue duduk disamping Abang gue satu-satunya. Semua mata seperti tertuju ke gue. Tapi gue nggak peduli. Yang penting makan. Urusan perut jauh lebih penting dari apapun saat ini. Setelah beberapa saat focus pada makanan masing-masing, mami membuka suara. 

"Nadia, kenalin ini tante Sindi dan ini anaknya, Alfin." 

Gue tatap sekilas lalu menunduk sambil tersenyum paksa tanda hormat. Setelahnya fokus lagi pada sarapan. Melahap hidangan dengan cepat seperti tak pernah makan seminggu.

"Minggu depan kalian akan menikah."

Makanan yang baru saja gue kunyah menyembur tanpa perintah. Spontan gue tersedak, sehingga membuat gue batuk-batuk. Abang menepuk-nepuk punggung ini, tapi bukannya reda malah makin keselek. Pemuda yang kata Mami akan dijodohkan dengan Nadia yang cantik ini menyodorkan segelas air putih yang langsung gue samber tanpa malu. Baru setelah menyadari siapa yang memberi minum, kedua bola mat ague melotot sempurna.

"Mami bercanda? Nadia masih muda, Mi ... nggak mau nikah dulu pokoknya!"

Sekilas ekor mata ini melirik ekspresi pemuda yang katanya akan dijodohkan sama gue. Datar. Seperti tak memiliki ekspresi sama sekali. Kenapa dia tidak menolak? Karena geram, gue bangkit dan meninggalkan mereka tanpa permisi. Kepala gue tetiba berdenyut memikirkan uacapan Mami. Seorang Nadia menikah di usia belia? Oh, no. Big no!

“Nadia! Dengerin mami dulu! ini semua demi kebaikanmu, Nak,” ucapnya sambil mencekal lengan gue. Terpaksa berhenti dan menatap orang yang gue saying itu meski terkadang menjengkelkan.

“Demi kebaikan Nadia, Mi? Emang Mami tahu kalau dengan menikah secepat ini Nadia bakalan semakin baik?”

“Tentu, dengan menikah, kamu akan belajar bertanggungjawab dan tidak keluyuran lagi.”

“Itu namanya mengekang kebebasan Nadia, Mi. Pokoknya nggak mau, titik!”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
Rindu Rahayu
Ceritanya menarik. Ada kocaknya, ada sedihnya juga
2023-02-06 16:51:38
0
user avatar
Dito Adimia
terus semangat
2021-09-11 21:03:29
0
user avatar
Gadis Cantik
membandingkan istri dengan wanita lain? sungguh keterlaluan ...
2021-09-11 18:15:41
0
user avatar
Author Dwi
semangat kak seru ceritanya..
2021-09-11 17:47:50
1
user avatar
Ana Sh
Lanju Kak...️
2021-09-11 17:41:52
0
user avatar
Rizuki
kata-katanya bagus, kakak. enak dibaca. semangat.... .........
2021-09-11 17:00:42
1
user avatar
Evhae Naffae
Keren, lanjut dan semangat kak .........
2021-09-11 16:51:38
1
user avatar
Aisyah J. Yanty
Benar2 keren. Greget banget thor
2021-09-11 16:48:26
1
user avatar
Li Na
bagus. semangat kk
2021-09-10 17:28:56
1
user avatar
Rini Annisa
Keren Thor lanjut
2021-09-10 17:15:25
1
user avatar
RENA ARIANA
lanjuuttt suka
2021-09-10 09:18:35
1
user avatar
Kom Komala
semangat ka...️...️...️
2021-09-09 19:17:21
1
31 Chapters
Tertangkap Basah
"Nadia!"Tiba-tiba lampu ruangan menyala terang. Gue yang mengendap-endap sambil menenteng heels, terpaksa berhenti mendadak. Untung rem gue pakem. Celingak-celinguk, mencari pelaku, siapa gerangan yang ngidupin lampu tiba-tiba.Seperti maling yang ketangkep hansip, gue hanya bisa pasrah dengan tatapan mengiba. Mami sudah berdiri dengan berkacak pinggang di sudut ruangan. Tepatnya di bawah tangga dekat saklar. Kedua matanya melotot dan rahang mengeras. Bibirnya ditekan ke dalam dengan gigi gemelutuk."Nadia!" Sekali lagi Mami teriak. Membuat jantung ini seperti petasan meledak. Dag dig dug der menghentak dada. Jangan ditanya pula bagaimana rasanya kuping ini. Berdenging saking kerasnya teriakan Mami. Untung halaman rumah ini cukup luas dan dikelilingi pagar tinggi, sehingga tetangga tidak terganggu dengan suara toa mami, ups. Heran gue, sudah malam gini batrenya masih full aja. Habis makan apa, sih dia. Andai tak takut dikutuk jadi cantik, eh,
last updateLast Updated : 2021-08-23
Read more
Ijabsah
"Mi, Nadia nggak mau ... tolonglah, Mi, batalin aja ya?” rayu gue sambil memasang wajah seimut mungkin. Akhir-akhir ini gue semakin akrab dengan ekpresi ini. mau gimana lagi? Hanya ini satu-satunya senjata gue untuk meluluhkan hati mami. Tapi sayangnya, gagal lagi.Hari ini gue terpaksa menuruti keinginan mami  menikah dengan pemuda ganteng itu. Padahal gue masih ingin kuliah dan hidup bebas seperti teman-teman. Tapi semalam mami serangan jantung gegara penolakan keras gue. Entah itu serangan jantung beneran atau acting. Yang jelas melihat  wajah memohon mami, jiwa malaikat gue meronta. Meski sisi iblis dihati gue meminta untuk kabur saja, tapi gue nggak sampai hati menurutinya. Walau  sebadung apa pun gue, tetap takut jadi anak durhaka. Sekali lagi gue mencoba peruntungan. Kali aja mami luluh dan membatalkan pernikahan dadakan ini. Apa kata dunia, seorang Nadia Antania yang cantik bak model ini harus nikah muda? Bisa-bisa gelar
last updateLast Updated : 2021-08-23
Read more
Tertidur Ketika Salat
“Kenapa tiba-tiba orang itu bisa ada di kamar? Radar bahaya di otak gue mulai bekerja setelah beberapa detik konslet. Dengan cepat gue menyambar scraf yang tergantung dan gue lilitin di  bagian atas tubuh ini.“Merem, Om! Jangan lihat!” teriak gue menggelegar.Jujur gue sedikit gemetar ketakutan. Inni pertama kalinya berada di kamar dengan pria asing dalam kondisi yang nggak banget. Meski sudah resmi jadi sepasang suami istri, tetap saja rasanya sangat memalukan. Gue emang badung dan pecicilan. Tapi selama ini tidak pernah membuuka aurat di depan pria asing. Emang, sih … pakaian gue belum syar’i macam para muslimah yang dipanggil ukhty.“Kenapa emangnya? Biasanya juga dilihat banyak mata, kan?” ucap lelaki yang sayangnya ganteng pakai banget itu sedikit mengejek.“Enak aja, gini-gini gue juga takut dosa tahu, Om. Nggak pernah tuh gue mengumbar aurat di depan laki-laki!” ucap gue percaya diri. Kul
last updateLast Updated : 2021-08-23
Read more
Berbohong
"Terima kasih sudah menemaniku salat.""Hah?"Sepertinya telinga gue ada masalah deh. Dia, lelaki itu berterimakasih? Nggak marah atau mempermalukan gue gitu? Ya Allah, makin malu nih. Mungkin sekarang muka gue sudah memerah. "Sebentar lagi subuh. Wudlu lah, kita salat jamaah. Aku belum tahu masjidnya di sini."Seperti terhipnotis. Gue nurut aja apa katanya. Apa gue mulai terpesona sama tuh Om-om? Ah nggak mungkin. Seorang Nadia susah untuk terpesona. Yang ada laki-laki yang terpesona sama Nadia Antania. Selesai subuh, om ganteng, eh abang ganteng--semalam kan dia nggak mau gue panggil om, meminta gue duduk disampingnya. Tentu saja gue menjaga jarak aman. Gue kan takut diapa-apain. Secara dia pria dewasa sedang gue gadis kecil yang masih suci. He he. "Nadia. Nanti siang kita pindah. Sekarang kamu persiapkan semua barang-barangmu!" "Apa? Pindah? Kemana?" Otak gue tiba-tiba ngeblank. Entah k
last updateLast Updated : 2021-08-23
Read more
Berdamai dengan Takdir
"Nadia," gue mendongak mendengar suara lembut itu. Suara yang baru-baru ini mendominasi akal sehat. Ya karena dia, gue terpaksa harus menjadi istri di usia dini. Melupakan cita-cita gue menjadi model. "Ayo kita pulang," ucap pria pemilik sepasang lesung pipi ini. Tangannya terulur. Namun gue hanya melihat sekilas lalu kembali membenamkan kepala di sela-sela lutut. Rasanya perut ini sudah melilit. Kaki juga perih akibat berjalan tanpa alas kaki. Darah yang sudah sedikit mengering di kaki ini tak membuat gue merintih. Karena di dalam sana, terdapat luka yang menganga. Melebihi sakitnya kaki ini. Sebuah tangan menyentuh pundak gue yang masih sedikit bergetar. Sungguh, ini bukan gaya gue banget. Menangis di pinggir jalan macam pengemis nggak dapat makan. "Ayo Nadia, kita pulang. Kita selesaikan masalah ini di rumah. Jangan seperti anak kecil yang merajuk minta dibelikan mainan baru," ucap pria yang menjadi sumber masalah gue ini. Sudah
last updateLast Updated : 2021-08-23
Read more
Gara-gara Cicak
           Tubuh gue menggigil tiba-tiba. Dari luar terdengar gedoran pintu. Semakin lama semakin keras. Tapi kaki ini sudah seperti jelly. Jangankan untuk melangkah, berdiri saja rasanya tak mampu. Makhluk kecil menjijikkan itu seolah hendak menerkam gue. Meski sudah sering menyugesti diri bahwa makhluk itu tidak menggigit, tapi tetap saja rasa takut tak bisa hilang saat melihatnya.              “Tolong, om … tolongin gue!” teriak gue sekali lagi. Tangan ini mencoba untuk menggapai pintu tapi tak mampu karena gemetar.             “Nadia, buka pintunya. Nadia!” teriak suami gue dari luar. Kedua mata ini sudah merebak, mengaburkan pandangan yang belum satu jam terbuka karena ketiduran. Makhluk itu seperti menatap tajam ke gue yang ketakutan. Perlahan gue mundur sambil ngesot karena kaki sudah tak mampu lagi berdiri.
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more
Belajar Memasak
Apa-apaan ini, masa gue di suruh masak beginian? Seumur hidup belum pernah masak sayuran aneka macam kayak begini. Gue kan cuma bisa rebus air sama masak mie instan doang, itupun kadang gosong. Cukup lama gue menatap berbagai jenis sayuran itu berharap berubah jadi makanan instan siap goreng. Nyatanya itu cuma khayalan gue yang jauh dari fakta. Terpaksa gue ambil beberapa jenis sayuran dan telur. Memotong sayuran tersebut menjadi lebih kecil. Lalu setelah siap gue kukus semua sayuran jadi satu. Untuk telur, gue ambil 6 biji dan direbus. Yah, begini lebih mudah. Bukankah makanan terbaik itu yang dimasak tanpa minyak? Secara om Alfin kan sudah tua, harus mengurangi minyak biar nggak kolesterol. Hihi, gue terkikik sendiri membayangkan reaksi om Alfin makan masakan super sehat ala Nadia.  Sambil menunggu telur dan sayuran matang, gue cuci beras dan menanaknya dalam magic com. Huh, beres. Ternyata semudah ini memasak ya. Gue melompat girang sambil mengepalkan
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more
Kabur
"Om Alfin?" "Nadia?" Duh, perasaan gue jadi gak enak, nih. Jangan sampai temen-temen gue tahu kami ada hubungan. Bisa hancur nanti reputasi gadis cantik ini. Tanpa aba-aba, gue berbalik dan lari meninggalkan tempat itu. Panggilan lelaki itu sudah tak gue hiraukan lagi. Yang penting saat ini selamat dulu dari pria itu. Kalau nanti dia marah, urusan belakangan.  Dengan napas ngos-ngosan, gue terus berlari sampai ke seberang jalan, diikuti temen-temen gue yang tak kalah ngos-ngosan dari gue. Setelah cukup jauh, dan tak terlihat lagi dari lelaki itu, gue berhenti untuk mengatur napas.  "Nad, kenapa, sih? Capek tauk lari-larian. Mana gue pakai heels lagi. Tega Lo, Nad," ucap Icha sambil membungkuk menekan lututnya. Gue yang sudah mulai bisa mengatur napas cuma bisa nyengir tanpa rasa bersalah sedikit pun.  "Siapa suruh kalian ngejar gue?" "Lah, kan kita takut Lo kenapa-napa, sebenarnya ada apa, sih? Lihat cowok ganteng kok ke
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more
Baper
Tatapan kami beradu. Sesaat gue dan pria ini saling membeku. Mata setajam elang itu menyeret ke dalam pusaran tak berujung hingga membuat gue tersesat di sana. Oh jantung, tak bisakah berdetak biasa saja? Ingat dia itu pria tua yang telah merenggut masa depan gue. Jangan sampai tertipu dengan sikap lemah lembutnya yang mudah berubah seperti bunglon. "Nadia," ucapan itu menarik gue dari khayalan tak bertepi. Gue rasakan pipi ini memanas. Pasti sekarang sudah merah seperti tomat. 'Astaga, Nadia, sadar. Dia bukan tipe, Lo,' teriak batin gue tak terima. Sampai di rumah gue langsung ngacir ke kamar. Menghindari lelaki itu supaya nggak diinterogasi. Dia pasti mikir, dari mana gue dapat uang untuk bisa makan di kafe. Bisa habis nanti kalau tahu juga duit belanja habis buat beli HP. Dengan sembunyi-sembunyi, gue mengambil HP baru tadi dan mematikan baterainya. Lalu menyembunyikan di kolong ranjang supaya nggak ketahuan. "Lagi ngapain, Nadia?"
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more
Wanita Lain
Tubuh gue membeku. Wanita cantik itu tampak anggun dan dewasa dengan hijab syar'i yang menutup tubuhnya. Bang Alfin sama sekali tak melihat gue. Dia sibuk menurunkan koper besar yang mungkin milik wanita ini. Dada gue bergemuruh. Siapa wanita ini, sampai membawa koper sebesar itu? Bahkan tak hanya satu. Tiga koper besar sudah turun semua. Apa dia akan tinggal di sini selamanya? Bukankah bang Alfin sangat menjaga interaksi dengan wanita? Ah, sepertinya rencana gue untuk berbaikan dan menerima pernikahan ini harus gagal karena wanita asing ini. Tatapan mereka beradu. Senyumnya saling merekah, seperti ada hubungan khusus di antara mereka. Meski gue belum pernah jatuh cinta, tapi gue nggak bodoh-bodoh amat untuk bisa mengartikan tatapan saling memuja itu. Sial, kenapa hati gue seperti ditusuk-tusuk? "Sudah pulang, Bang?" sapa gue lembut. Lebih tepatnya gue buat lembut. Saat hendak meraih tangan yang biasanya dia sodorkan itu
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status