Azmira tidak bisa melupakan pertemuan pertamanya dengan Yitno, pria yang ia temui di Kantor barunya. Yitno yang juga tertarik dengan Azmira tidak bisa melupakan sorot mata tatapan Wanita muda itu. Sama-sama terhalang oleh status pernikahan, akankah Azmira mampu memperjuangkan cintanya? Atau Azmira harus mampu menghapus rasa cinta itu demi menjaga rumah tangga Yitno?
View More"Karena perusahaan mengalami defisit yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi, dengan sangat berat hati mulai hari ini saya mengakhiri masa kerja rekan-rekan sekalian," ucap atasan Azmira dalam rapat penutupan perusahaan.
Azmira hanya bisa menangis setelah mendengar pernyataan itu. Terlintas di pikiran Azmira apa yang harus ia lakukan untuk menyambung hidup dan bagaimana ia akan menghidupi Nugraha Purnama, anak kesayangannya itu.
"Mengapa hidup ini sulit sekali, aku hanya ingin bahagia," ucap Azmira lirih seraya mengambil tas punggung dan kunci motornya.
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Azmira hanya mampu menangis karena kepikiran bagaimana menjalani hari esok. Azmira saat ini menjadi tulang punggung untuk menghidupi anaknya pasca perpisahan dengan suaminya. Azmira dan Maliki, suaminya sepakat untuk tidak mengurus perceraian terlebih dahulu hingga salah satu dari mereka telah menemukan pasangan hidup yang baru.
"Mengapa hidupku sangat menyedihkan sekali. Sudah ditinggal suami selingkuh, tidak diberi nafkah dengan layak, suami tak kunjung mengajukan gugatan cerai, anak tidak diperhatikan lagi oleh ayahnya. Ya, Tuhan. Apakah aku memang tidak pantas untuk bahagia?" ucap Azmira sembari menangis.
Azmira rasanya tidak sanggup untuk pulang ke rumah. Ia lantas memilih menghabiskan waktunya ke suatu tempat yang biasa ia datangi ketika hatinya sedang gundah. Desiran ombak memang menyegarkan pikirannya yang sedang kalut. Pantai di Yogyakarta memang selalu berhasil membuatnya lebih baik.
"Tuhan, apakah aku bisa mendapatkan kembali sosok kekasih yang dapat mengerti aku? Aku rindu rasanya bersandar pada laki-laki yang akan menjadi suamiku kelak ketika aku butuh dukungan," ucap Azmira lirih
Azmira benar-benar dalam kondisi sangat rapuh dan tidak berdaya. Ia hanya seorang wanita yang terus berjuang tanpa henti untuk anaknya. Rumah tangga yang ia jalani sebelumnya dengan Maliki terpaksa kandas karena Maliki lebih memilih untuk pulang ke kampung halamannya di Kota Balikpapan setelah kasus perselingkuhannya ketahuan oleh kantor tempat ia bekerja. Entah bagaimana kabar Maliki selanjutnya, Azmira telah menutup mata dan hatinya terhadap Maliki.
Dua puluh menit sudah berlalu sejak Azmira tiba di pantai itu, sudah saatnya bagi Azmira untuk segera pulang ke rumah sebelum hari mulai gelap.
"Baiklah, aku harus tetap semangat demi Nugraha. Apapun akan aku lakukan untuk terus menghidupi keluarga kecilku ini," kata Azmira kembali dengan semangat membara.
Setibanya di rumah, Azmira sudah disambut Nugraha yang sedari tadi menunggu ia pulang.
"Bundaaa," teriak Nugraha dengan riang.
"Eh, dek Uga sudah nunggu bunda dari tadi, ya?" sapa Azmira lembut.
Azmira lekas menggendong anak pertamanya itu dan memeluknya dengan erat.
"Ayo kita masuk Bunda, Uga udah siapin makanan buat Bunda," ajak Nugraha.
"Emangnya Uga bisa masak?" tanya Azmira.
"Nenek yang masak, hehehe," goda Nugraha.
Nugraha memanggil nenek dan kakeknya untuk segera bergabung ke ruang makan.
Semenjak Maliki meninggalkan Azmira untuk bekerja di luar kota, Azmira memilih untuk tinggal kembali ke rumah orang tuanya. Hal ini merupakan langkah yang sangat tidak diduga karena ternyata selama ini Maliki memiliki wanita simpanan lain di kota tempat ia bekerja. Walau sudah berkali-kali tertangkap basah telah selingkuh, Azmira tetap memaafkan Maliki dan berusaha untuk tidak meninggalkan Maliki karena Nugraha yang saat itu masih berusia 1 tahun. Azmira juga belum ada rencana untuk membuka hati dan mencari pengganti Maliki karena masih ingin menjalani kehidupannya dengan Nugraha serta belum ada pria yang bisa mengambil hatinya.
"Bunda... Bunda... BUNDA!!!" teriak Nugraha sambil menggoyang-goyangkan bahu Azmira.
"Eh, iya Nugraha. Kenapa nak?" jawab Azmira yang tersadar dari lamunannya.
"Bunda ini gimana sih kok malah ngelamun. Huh nanti ayamnya Uga makan loh," Nugraha menjawab dengan cemberut.
"Iya deh iya ayo kita makan," balas Azmira lembut.
Mereka pun makan dengan lahap dan nikmat.
***
Hari berganti menjadi malam, saatnya Azmira membuka forum informasi lowongan kerja. Halaman demi halaman dilihat secara seksama agar tidak ada satu pun informasi yang terlewat. Tidak terhitung berapa banyak sudah informasi lowongan kerja yang telah ia lihat dan pilih dengan seksama. Mengingat banyak sekali lowongan kerja saat ini yang mengutamakan usia muda dan status pernikahan yang masih single atau belum menikah.
"Yang ini mencari Sekretaris tapi minimal berat badannya 55kg. Aduh gak masuk dong berat badanku," lirih Azmira.
"Yang ini mencari Administrasi tapi penempatannya di Jakarta. Nanti jauh dari Uga, kasihan ibu sama bapak sendirian disini." Azmira lanjut mencari kembali
"Wah, perusahaan ini cari Asisten Pribadi. Waduh, syarat utamanya harus single dan siap bekerja lembur 24 jam. Walah, asisten artis mungkin ya. Bisa mengomel nanti Dek Uga," ucap Azmira.
Azmira melanjutkan mencari lowongan kerja lainnya.
"Wah, lowongan ini sepertinya cocok denganku. Kriteria dan posisi yang dicari adalah Procurement dan dapat bekerja dalam waktu dekat. Aku submit aja deh semoga jodoh." Lekas Azmira mengirimkan surat lamaran kerja beserta kelengkapannya untuk diajukan. Setelah semua siap dijadikan satu file, lanjut Azmira mengirimkan file tersebut melalui email yang tertera.
"Semoga ada kabar baik," kata Azmira.
Azmira segera mengakhiri pencarian lowongannya karena waktu sudah menunjukkan pukul 21:00 WIB dan Nugraha juga sudah tidur. Tak lupa sebelum tidur Azmira selalu mengecup kening Nugraha
"Semoga Nugraha selalu sehat dan jadi anak baik yang berbakti kepada kedua orang tua serta tidak melupakan ibadah kepada Allah ya nak." ucap Azmira sambil mengecup kening Nugraha.
"Semangat! Besok adalah hari baru. Usia masih muda dan masih banyak kesempatan. Jangan mudah menyerah." Sugesti Azmira kepada dirinya sendiri.
Malam itu pun Azmira lalui dengan perasaan semangat yang menggebu-gebu untuk mencari pekerjaan esok hari. Sebelum tidur, Azmira iseng berselancar di akun sosial medianya dan terbesit untuk melihat akun sosial media milik Maliki. Sedikit mengalir rasa ngilu tatkala melihat Pria yang sebenarnya masih berstatus suami sahnya itu memposting foto-foto kebahagiaan dirinya bersama kekasih barunya.
"Kak Maliki, apa sih yang kakak pikirkan. Menapa kakak tidak lekas menceraikanku jika memang kakak sungguh mencintai wanita ini. Padahal kakak sangat bersikukuh sekali kala itu mempertahankan dia dan memilih meninggalkanku demi wanita itu. Huh, coba kakak ceraikan aku saja. Aku pun juga ikhlas kok. Aku iri karena kakak bisa bahagia, sedangkan aku masih saja terjebak dengan status sebagai istrimu tetapi tidak bisa menjalin hubungan dengan pria lainnya." Azmira menghela nafas yang panjang.
"Ah, sudahlah. Buat apa aku terus memikirkan hal itu. Hidup ini kan bukan hanya untuk masalah percintaan saja. Semangat. Semoga besok aku bisa kembali menemukan pekerjaan yang cocok untukku," kata Azmira
Azmira pun memejamkan matanya dan segera tertidur untuk mempersiapkan hari esok.
(Kelanjutan cerita ini masih berlokasi di rumah Yitno) Witha bergegas keluar kamar menuju ke dapur. Ia lantas segera menghubungi nomor Azmira yang telah disimpan pada HPnya. Terdengar suara nada tunggu panggilan di beberapa detik hingga akhirnya telepon dari Witha diangkat oleh Azmira. "Halo," sapa Azmira. "Hey, perempuan j@l@ng. Kamu siapa? Berani ganggu suami saya!" jawab Witha dengan kasar. "Saya..." suara Azmira terputus karena dipotong oleh Witha. "Enggak usah banyak ngomong. Jangan ganggu suami saya, kamu tahu tidak kalau saya sedang hamil besar. Kalau sampai terjadi apa-apa sama saya, saya akan tuntut kamu ke polisi. Murahan sekali kamu sampai menggoda suami orang. Enggak laku, ya! P3lacur." Witha semakin emosi lalu mematikan teleponnya. Witha kembali mengatur nafasnya. Ia benar-benar merasa hancur dan sedih. Hatinya sungguh tersayat membayangkan betapa teganya Yitno mengkhianatinya yang sedang hamil besar. "Ayah, kenapa Ayah tega. Bunda ini kurang apa, sih? Bertahun-tah
(Pada scene ini akan full berlokasi di rumah Yitno.)Setelah berpisah di Bandara sebelumnya dengan Azmira, lima belas menit kemudian Yitno akhirnya tiba di rumah Witha. Yitno sengaja tidak mengabari Witha karena ingin memberikan kejutan untuk Nurlinda, anak perempuannya. Linda—nama panggilan Nurlinda—sungguh sangat merindukan Yitno dan kerap kali menanyakan kapan kepulangan ayahnya.Tiba di depan pintu rumah, Yitno lantas mengetuk pintu tersebut dan berpura-pura menjadi tamu.Tok tok tok. Yitno mengetuk pintu rumahnya."Sebentar." Terdengar teriakan anak kecil dari dalam.Yitno sudah menduga pasti yang membukakan pintu adalah Linda karena biasanya Witha masih belum pulang dari jalan-jalan keliling. Selama hamil besar, Witha memang sering jalan pagi karena disarankan oleh dokter kandungan untuk banyak bergerak agar mudah proses persalinannya.Ceklek. Terdengar suara handle pintu yang dibuka oleh Linda."Ayah!" Teriak Linda.Linda pun tanpa sadar melompat ke pelukan Ayahnya dan Yitno ju
Setelah semua terasa lengkap dan siap, Azmira mencoba kembali ke kamar mandi mencuci tangan sekaligus mengecek apakah ada barang yang tertinggal. Yitno menyusul Azmira ke kamar mandi untuk memastikan kekasihnya tidak kembali bersedih setelah kemarin mereka menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang banyak hal. "Bun, mengapa melamun begitu?" tanya Yitno yang melihat Azmira sedang termenung di depan cermin kamar mandi. Azmira sedikit tersentak, "eh, Ayah. Enggak melamun kok, yah. Hanya mengecek kembali saja ada yang tertinggal atau tidak. Kalau ada yang tertinggal tidak enak, kan." Azmira kembali tersenyum tipis yang terkesan dipaksa. Yitno memeluk Azmira dari belakang dan menyandarkan kepalanya pada bahu Azmira. "Sudah jangan sedih lagi. Kita masih bisa bertemu, kok. Bahkan masih bisa berkomunikasi seperti biasa. Jangan sedih seperti kita akan berpisah jauh saja, ya." Yitno mengusap kepala Azmira. "Iya, Ayah. Walau bibir ini berkata iya, tetap saja Bunda kepikiran bagaimana nanti
Tiga puluh menit kemudian akhirnya Azmira dan Yitno kembali tiba di Hotel GS setelah menghabiskan waktu bersama di Pantai Lamaru. Azmira dengan langkah gontai segera keluar dari mobil dan membawa bawaannya serta tak lupa mengambil kunci kamar yang telah dititipkan ke Receptionis. Sepanjang perjalanan dari Pantai Lamaru hingga ke Hotel GS tadi, hanya ditemani dengan kesunyian dan beberapa obrolan ringan saja. Yitno masih merasa aneh dengan sikap kekasihnya itu yang mendadak berubah. Suatu hal yang aneh jika orang yang biasa banyak berbicara tiba-tiba hanya diam tanpa kata."Bun," tegur Yitno mencoba membuka pembicaraan tatkala mereka sedang di depan pintu lift menunggu lift terbuka."Hmm," jawab Azmira sekenanya."Duh, jawabannya bikin orang bingung mau respon apa." Kembali Yitno membatin.Mereka kembali diam tanpa sepatah kata hingga akhirnya pintu lift terbuka dan mereka masuk ke dalam lift. Tak lama pintu lift terbuka, gegas Azmira keluar lift dan berjalan menuju pintu kamar. Lagi-l
"Apa!" Azmira menarik nafas panjang, "Witha mau melahirkan?" tanya Azmira memastikan."Begitulah, Bun." Yitno hanya terkekeh."Kok malah santai, gini. Enggak kepikiran apa? Terus nanti kalau melahirkan sekarang, bagaimana?" tanya Azmira kembali. Kali ini Azmira sungguh-sungguh ."Bun, Bun. Kaya Bunda enggak pernah melahirkan saja. Sebelumnya waktu melahirkan bagaimana? Enggak serta merta langsung keluar bayinya, kan?" tanya Yitno menenangkan kekasihnya itu."Iya, sih. Tetapi, kan Ayah enggak disana untuk menemani Witha!" kilah Azmira."Yakin dia masih butuh, Ayah? Paling dia butuh buat bayar biaya rumah sakit saja." Yitno mengangkat kedua tangannya.Pletak. Terdengar suara tangan Azmira memukul lengan Yitno."Hust, Ayah ini bagaimana, sih! Dia mau melahirkan kok enteng banget menanggapinya. Bagaimana pun di perut dia ada anak Ayah, loh. Adiknya Linda." Kali ini Azmira benar-benar sudah kesal dengan Yitno terlebih melihat sikap Yitno yang sedikit terlalu santai.Azmira paham bahwa Yitn
Dua puluh menit kemudian, dua insan itu telah menyelesaikan sarapan mereka dan kemudian kembali ke kamar bersiap-siap untuk melanjutkan rencana perjalanan mereka ke Pantai mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 07:30 waktu setempat. Mereka berencana berangkat pagi agar bisa menghabiskan waktu lebih lama di Pantai nantinya. Sebelum berangkat, Azmira memastikan kembali tas yang telah ia siapkan sebelumnya telah terisi barang-barang yang akan di bawa serta tidak ada yang tertinggal. "Bun, jangan lupa hubungi dahulu Pak Agung, ya." Yitno mengingatkan kembali amanah yang dititipkan kepada Azmira. "Oh, iya. Benar juga. Bunda telepon dahulu, ya." Azmira lekas mengambil teleponnya dan mencari kontak Pak Agung. Terdengar Azmira beberapa kali mengucapkan terima kasih kepada Pak Agung. Yitno tidak ingin mencuri dengar perbincangan mereka karena dia percaya bahwa Azmira sungguh dapat memegang amanah pekerjaan dengan baik. Yitno sendiri sudah pernah melihat dan mengakui bahwa Azmira sangat cek
Pagi ini, Azmira bangun sedikit lebih pagi daripada biasanya. Mengingat hari ini adalah hari terakhir mereka di Kota Balikpapan, membuat Azmira tidak bisa tidur dengan tenang. Jam di handphonenya menunjukkan pukul 03:00 dini hari. Ia pun melihat Yitno juga masih tertidur dengan lelap.Ia teringat semalam setelah selesai makan malam, teman Yitno menelepon bahwa dirinya sudah di Hotel GS mau mengantarkan kendaraan yang akan ia pinjamkan. Seharusnya kami janjian pukul 22:00, namun karena ada keprluan mendesar, teman Yitno itu memutuskan untuk mengantarkan lebih cepat.Berhubung mereka sedang tidak di hotel, teman Yitno menginfokan bahwa ia akan menyusul mereka ke lokasi saat ini. Sehingga Azmira dan Yitno pun menyetujui ide temannya tersebut sembari menghabiskan makan malam mereka. Tak disangka, ternyata teman Yitno sungguh berbaik hati meminjamkan kendaraan berupa mobil, padahal sebelumnya yang akan dipinjamkan adalah motor saja."Sudah, Bro. Pakai saja dulu mobil
Waktu sudah menunjukkan pukul 17:00 WITA. Azmira dan Yitno masih dalam kondisi belum membersihkan diri setelah selesai melakukan aktifitas berolahraga dalam ruangan."Bun, bersihkan badan duluan, gih. Katanya tadi mau jalan-jalan." Yitno mengusap kepala Azmira yang masih rebahan di kasur."Lima menit lagi, ya," kata Azmira sembari menutup mata."Ayo, bangun. Ayah hitung sampai lima, kalau tidak bangun nanti di gelitikin. Satu, dua...." Yitno sudah bersiap mau menggelitiki pinggang Azmira."Iya, iya." Azmira lantas sigap bangun dan segera ke kamar mandi.Baru saja dia masuk ke kamar mandi, lantas keluar lagi."Kenapa lagi, Bun?" tanya Yitno semakin gemas."Awas, jangan nyusul, ya." Azmira mengedipkan mata sebelah kanannya."Buruan, makin lama nanti Ayah menyusul beneran, lho." Yitno benar-benar sudah tidak tahan ingin menggoda Azmira kembali.Azmira akhirnya melanjutkan membersihkan diri dan kemudian di lanjutkan berganti
Ting. Suara lift berbunyi menandakan lift tersebut telah tiba di lantai tujuan"Mari, Mbak," ucap Pria itu.Sedari tadi Azmira merasa tidak nyaman karena tidak mengenal pria yang berada di sebelahnya itu. Namun, mau tidak mau dia berusaha mengikuti karena Pria itu mengaku telah dihubungi oleh Encun, sahabatnya. Azmira juga tidak berani menanyakan nama kepada Pria itu karena sungkan.Sejenak Pria itu memahami ketidaknyamanan Azmira, lantas segera mencoba mencairkan suasana dengan cepat."Mbak pasti tidak nyaman, ya?" tanya Pria yang masih belum diketahui namanya hingga saat itu."Iya, maaf ya, Mas. Terlalu terlihat, ya?" Azmira kini merasa malu karena Pria itu mengerti kata hatinya."Mbak bisa panggil saya, Nanda. Saya rekan satu kontrakannya Encun juga. Kebetulan saya juga berasal dari Kota yang sama dengan Encun, yaitu Kota Yogyakarta." Pria yang ternyata bernama Nanda itu akhirnya memperkenalkan diri."Wait a minute, namanya kok sam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments