Share

Duda dan Janda Bertetangga
Duda dan Janda Bertetangga
Penulis: Black Aurora

1. Tetangga Baru

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-22 08:19:41

Kintan menengadah menatap gedung apartemen yang berada di depannya.

Cuaca yang cukup terik siang ini, membuat wanita itu menyipitkan mata dan menangkup satu tangan di atas kepala, untuk menghalau sinar matahari yang menyilaukan mata.

“Halo, tempat tinggal yang baru! Be nice with us, okay?” Gumannya sembari menyunggingkan senyum.

Sambil menghela napas pelan, wanita itu pun berjalan dengan penuh semangat memasuki gedung 23 lantai itu.

Kintan memiliki alasan tersendiri saat pindah dari rumah yang selama ini ia tingggali selama bertahun-tahun ke gedung apartemen ini, yaitu agar tidak terganggu dengan tetangga-tetangganya yang mendadak berubah rese dan julid.

Terutama, sejak status dirinya yang tiba-tiba menjanda, karena kematian suaminya 6 bulan yang lalu.

Ck. Memangnya kenapa sih dengan status janda??

Nggak ngerti deh dengan pemikiran picik mereka, yang seolah alergi dengannya dan merasa kalau Kintan adalah sebuah ancaman bagi suami-suami mereka.

Padahal Kintan pun sama sekali tidak bersikap yang aneh-aneh, apalagi genit. Rasanya ia tetap ramah dan bersikap biasa saja, tapi tetap saja ia dituding suka menggoda!

Hah, sudahah. Paling tidak sekarang ia sudah terbebas dari tetangga rese, dan bisa menata hidup baru dengan lebih damai dan tenang di tempat tinggal barunya ini.

Kintan berharap, penghuni apartemen ini lebih welcome dan tidak terlalu terganggu dengan statusnya yang janda.

Meskipun anak sulungnya Khalil selalu saja cemberut, karena merasa kehilangan teman bermain di kompleks perumahannya.

Untung saja Khafi, anak kedua Kintan, masih berusia 3 tahun.

Ia tidak terlalu mengerti soal pindah tempat tinggal, tapi yang pasti ia sangat girang saat mengetahui ada kolam renang dan tempat bermain anak-anak di sana.

Kintan sedang membawa dus berukuran sedang yang dipenuhi dengan mainan anak-anak, barang terakhir dari rumahnya yang dibawanya.

Syukurlah pindahannya sudah beres sekarang dan semua barang sudah dibawa. Anak-anak juga sudah berada di dalam apartemen ditemani Bi Yani, asisten rumah tangga Kintan.

Saat Kintan masuk ke dalam lift yang hanya diisi oleh beberapa orang saja, wanita itu pun menekan tombol 19, lantai tempat tinggalnya.

Pintu lift pun kemudian akhirnya terbuka di lantai 19. Namun ketika ia keluar beberapa langkah dari kotak besi itu, tiba-tiba saja Kintan tersandung tali sepatu ketsnya yang tanpa sadar telah terlepas dari ikatan.

"Aduhh!!" Wanita itu pun jatuh terjerembab, dan kardus berisi mainan anak-anak juga ikut terlempar berhamburan di lantai.

‘Ya Tuhan. Apes banget sih!’

Sambil mendesah kesal, ia pun memunguti mainan yang berserakan dan melemparkannya dengan asal-asalan kembali ke dalam kardus.

Tiba-tiba saja Kintan mendengar suara langkah cepat dari seseorang yang menuju ke arahnya, lalu seseorang itu pun ikut mengambilkan mainan-mainan itu dan memasukkannya ke kardus.

Wanita itu sontak menengadah, menatap kaget pada orang yang membantunya.

Yaitu seorang laki-laki jangkung, berkulit putih, dan amat sangat tampan yang menatapnya balik sambil tersenyum.

"Terima kasih," ucap Kintan kemudian, ketika printilan mainan-mainan itu sudah terkumpul semua.

"Penghuni baru ya?" Tanya suara ramah namun terdengar sangat maskulin itu.

Kintan pun hanya mengangguk singkat sebagai jawaban, agak malas untuk berbasa-basi meskipun jadinya terkesan tidak sopan.

Jujur ia masih takut untuk berinteraksi dengan seorang pria, takut jika pasangan pria ini akan menuduhnya macam-macam seperti yang terjadi pada tetangga-tetangganya di perumahan yang dulu.

"Itu mainan punya adik kamu?" ucap lelaki itu tiba-tiba, sambil menunjuk mainan bocil dalam kardus yang Kintan pegang.

"Eh? Adik??" Beo Kintan yang sekarang malah ingin tertawa terbahak-bahak.

‘Apa dia kira aku ini masih sekolah??’

Kintan hendak mengkonfirmasi bahwa semua mainan di dalam kardus adalah milik putranya yang bernama Khafi, namun suara denting pelan dari ponsel lelaki itu membuatnya sektika terdiam.

"Oke. Kalau begitu selamat datang di apartemen ini, ya. Saya pergi dulu," ucapnya setelah membaca sekilas isi pesan yang ia terima dan kembali menyunggingkan senyum kepada Kintan.

"Uh-hum. Sekali lagi makasih untuk bantuannya tadi." Kintan baru saja mau melangkahkan kakinya ketika tiba-tiba lelaki itu kembali memanggilnya.

"Adik... tunggu dulu," panggilnya lagi.

Kintan menoleh dan melihat lelaki itu berjalan cepat kembali ke arahnya, lalu tiba-tiba saja ia berlutut di depan Kintan sambil menalikan tali sepatu kets wanita itu.

Kintan pun sampai terkesiap dan melongo melihatnya. ‘Ini cowok apa-apaan sih, main pegang-pegang sepatu orang aja! Aduh, jadi rikuh deh.’

"Hati-hati ya? Nanti kamu bisa terjatuh lagi seperti tadi kalau tali sepatunya lepas seperti itu," ucapnya seperti sedang menasihati anak-anak, sambil tersenyum dan melambaikan tangan lalu berlalu serta menghilang menuju lift.

Dan Kintan yang masih diam terpaku pun serta-merta kembali ingin tertawa miris mendengarnya.

“Aku pindah ke apartemen supaya nggak di cap janda gatel tukang godain suami orang. Tapi malah kenapa dikira dedek-dedek gemes?! Ck!"

Kintan pun melangkah dengan perasaan kesal sambil menghentakkan kakinya.

****

Bab terkait

  • Duda dan Janda Bertetangga    2. Adaptasi

    "Khal, berenang yuk!" ajak Kintan pada si sulung yang bernama Khalil, yang sedari tadi cuma cemberut menatap ke arah jendela kaca di kamarnya. Jendela yang memperlihatkan pemandangan indah kota di siang hari.Khalil merasa kesal karena harus pindah, karena ia pun menjadi kesepian karena tidak memiliki banyak teman bermain seperti di rumah yang dulu."Kakaaaakk... ayoooo kita belenaaang!!" ajak Kahfi, adiknya yang masih berusia 3 tahun dengan suara cemprengnya yang bikin telinga sakit. "Kakaaakkk dengel gak siiih? Ayooo kitaa lenaaang!"Khalil mendengus kesal. "Iyaaa iyaaa... berisik ah! Tunggu deh, aku ganti baju renang dulu." Lalu anak laki-laki itu pun mengambil baju renang yang sudah disiapkan oleh Kintan di atas tempat tidurnya.Ketika Khalil masuk ke kamar mandi untuk ganti baju, Kintan dan Kahfi langsung melakukan tos berdua."Berhasil!" bisik Kintan sambil tersenyum senang pada anak bungsunya.Kahfi pun nyengir. Mereka memang sengaja membuat Khalil nggak tahan mendengar suara

  • Duda dan Janda Bertetangga    3. Tetangga Yang Baik Hati

    "Kok sudah pulang?" tegur Iqbal pada Gea, yang tampak baru saja masuk apartemen tak begitu lama darinya.Gea menghempaskan tubuhnya di atas sofa di samping papanya. “Tante Kintan yang meminta aku pulang. Katanya orang tua yang setelah lelah bekerja, ketika pulang perasaan lelah itu akan sirna saat melihat wajah anaknya yang tersenyum menyambut,” ucap Gea sambil menatap papanya."Ck. Tante Kintan bikin aku baper aja!" Gea mencebik sambil memeluk Iqbal manja. “Pa.” “Hm?”"Menurut papa, Tante Kintan cantik kan?""Kamu yang cantik," elak Iqbal sambil mencubit gemas pipi putrinya. "Jangan mulai deh, Ge!" Dengusnya, yang tahu kalau anaknya ini pasti berniat menjodohkan dirinya dengan Kintan.Gea pun nyengir lebar karena taktiknya ketahuan. "Pa, aku boleh main ke rumah Tante Kintan ya, kalau papa sedang bekerja? Aku seneng banget bisa bermain dengan Khalil dan Khafi. Rasanya seperti punya adik sendiri."Iqbal menatap putrinya sambil membelai rambut Gea. Ia tahu Gea kesepian sendirian di ap

  • Duda dan Janda Bertetangga    4. POV Kintan

    Kintan senang sekali, karena sedikit lagi lukisan bunga lili kamar Gea akan selesai lebih cepat dari yang ia kira sebelumnya. Sebelum jam 5 sore juga sepertinya bisa selesai nih, jadi sepertinya dia nggak perlu balik lagi ke apartemen ini. Yah, mudah-mudahan saja Gea suka dengan hasilnya nanti. Saking senangnya, dia pun menari sesuka hati mengikuti irama musik yang menghentak. Sesekali ia mengangkat kedua tangannya yang memegang kuas ke atas, menggoyangkan pinggul dan kepalanya dengan gaya yang seksi. Kintan masih terus saja menggerakkan seluruh tubuhnya, merasa menjadi diri sendiri dan melupakan segalanya untuk saat ini. Hanya menari, mengikuti alunan musik yang dinamis. Tapi… ada yang aneh. Sekilas, ia seperti melihat bayangan seseorang yang tinggi berdiri di depan pintu kamar Gea. Seketika ia pun menoleh, dan terkesiap saat melihat Pak Iqbal yang berdiri diam di sana, menatapnya dengan raut datar dan sukar terbaca. "Aaaaaaaaa!!!" Kintan pun berteriak kaget. ‘

  • Duda dan Janda Bertetangga    5. Mengikuti Kintan

    Saat ini Iqbal menunggu di dalam mobilnya terparkir di dekat lobby apartemen. Matanya awas menatap orang-orang yang berseliweran di sekitar, mencari-cari keberadaan Kintan di antara mereka.‘Itu dia!’Iqbal melihat Kintan yang baru saja keluar dari pintu lobby, dan wanita itu tampak berdiri seperti sedang menunggu seseorang.Iqbal pun mendesah lega. Syukurlah Kintan belum dijemput. Rencana pria itu untuk mengikutinya diam-diam malam ini pun tampaknya bisa berjalan lancar.Penampilan Kintan yang terlihat sangat cantik, sepertinya menarik perhatian beberapa pria yang berjalan melewatinya. Tatapan kagum dan siulan pelan para lelaki itu tak pelak membuat Iqbal geram dan ingin turun dari mobilnya, namun untung sebuah mobil silver tiba-tiba datang dan berhenti tepat di tempat Kintan berdiri. Naluri kompetisi seorang lelaki pun mendadak muncul, saat Iqbal melihat jenis mobil yang menjemput Kintan dan serta merta mencemoohnya. “Ck. Ternyata tipe mobilnya masih jauh di bawah mobilku. Haha.

  • Duda dan Janda Bertetangga    6. Di Kamar Kintan

    “Pak Iqbal! K-kok saya malah digendong?!” protes Kintan kaget dengan pipi yang telah cerah merona, tak pelak membuat Iqbal mengamati wanita itu dengan ekspresi tertarik. ‘Hei, apa wanita ini malu? Hm, lucu juga ekspresinya...’ Iqbal menahan senyumnya melihat rona di wajah Kintan yang semakin tampak benderang, mungkin juga karena Iqbal yang semakin mempererat dekapannya. Kalau sudah begini, Kintan malah tidak terlihat seperti wanita yang sudah pernah menikah, tapi seperti gadis muda polos yang masih perawan. “Lebih cepat dengan cara yang seperti ini. Lagian nggak ada yang lihat kok, jadi santai saja,” sahut Iqbal kalem. Kintan pun menggeleng lemah. "Ta-tapi..." "Tutup mata saja kalau malu," tukas Iqbal dengan nada perintah yang tidak mau dibantah. Kintan mendelik kesal mendengar saran nggak nyambung yang di luar prediksi BMKG itu. Apa hubungannya malu dengan tutup mata coba?! Tapi kemudian tak pelak Kintan pun malah benar-benar menutup kedua matanya, ketika merasakan ke

  • Duda dan Janda Bertetangga    7. Bersamamu

    Seharusnya Kintan belajar dari kejadian tadi sore. Seharusnya ia yang sudah berpengalaman pernah menikah dan berumah tangga, tidak dengan begitu mudahnya terbuai seperti gadis remaja.Namun perlakuan Iqbal yang lembut serta permainan perpaduan bibir dan lidah pria itu yang sangat terampil tak pelak membuat wanita itu terbawa suasana, saat Iqbal tiba-tiba mendekatkan wajah untuk menciumnya.Sebagai seorang wanita, tentu saja Kintan memiliki perasaan untuk menolak demi harga dirinya. Namun sebagai seorang wanita juga, ia pun tak bisa menampik perasaan menggebu yang tiba-tiba hadir dan perasaan meremang yang menyenangkan saat bibirnya bertemu dengan bibir Iqbal. Ini adalah kedua kalinya Iqbal menciumnya. Namun untuk kali ini entah kemana akal sehatnya berada, karena Kintan tak lagi menolaknya. Sial. Iqbal sangat ahli berciuman!Berulang kali ia berusaha sekuat tenaga untuk menekan hasratnya agar tidak mendesah, merasakan nikmat yang diberikan pria itu padanya.Rasa menerima dan menolak

  • Duda dan Janda Bertetangga    8. Belum Bisa Melupakan

    Iqbal menatap Kintan yang tiba-tiba terdiam termangu, seperti ada sesuatu yang hinggap dan menetap di dalam pikirannya."Kintan?" panggil Iqbal pelan. Tadinya pria itu ingin menggoda kaki jenjang Kintan dengan memberikan kecupan-kecupan panas di paha dan betis rampingnya, namun melihat Kintan yang tiba-tiba tidak merespon sentuhannya pun tak pelak membuat Iqbal bertanya-tanya."Iqbal, maaf. Aku... aku tidak bisa melanjutkan ini," ucap lirih Kintan. Ada getar suram di dalam suaranya yang membuat Iqbal khawatir.Lelaki itu pun mengangkat wajahnya dari bagian bawah tubuh Kintan, dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Kintan?"Kintan menggigit bibirnya. Awalnya ia sangat menikmati cumbu mesra Iqbal, bahkan ikut merespon ciuman serta sentuhannya yang menyenangkan dan membuatnya panas-dingin itu. Tapi seketika pikirannya justru melayang pada Kemal, dan kehidupan rumah tangganya dahulu, membuat Kintan merasa gamang."Maaf... aku... aku belum bisa melupakan Kemal, suamiku yang te

  • Duda dan Janda Bertetangga    9. Perjodohan

    Saat berada di dalam lift, Gea pun langsung dikelilingi oleh celoteh riang Khalil dan Khafi. Anak-anaknya Kintan benar-benar menyukai anak remaja itu, dan seolah berebut perhatiannya. Gea pun senang bercengkrama dengan mereka, terlihat dari senyumnya yang terus terkembang di bibirnya menanggapi anak-anak kecil itu.Di lain sisi, Iqbal dan Kintan hanya memandangi mereka semua dalam senyum. Lalu Iqbal melirik Kintan yang masih menatap anak-anak mereka yang sekarang sedang tertawa riang dan bersenda gurau."Maafkan aku, sekali lagi untuk yang tadi malam," bisik pelan Iqbal dari arah belakang Kintan. "Kamu baik-baik saja?"Kintan merasakan hembusan napas Iqbal yang menerpa tengkuk dan telinganya. Seketika membuat wanita itu merinding, teringat akan bisikan lelaki itu semalam yang membuatnya begitu berhasrat. Kintan pun mengangguk tanpa menoleh ke belakang. Ia terlalu gugup.Sesampainya mereka di area parkir basement, Kintan bermaksud untuk mengambil Khafi yang masih berada dalam gendon

Bab terbaru

  • Duda dan Janda Bertetangga    23. Ketahuan

    Iqbal pun sontak menelan ludah, saat Gea mengatakan bahwa anak itu tetap di sini dan berangkat ke sekolah dengannya. APAA??!!! Tidak, tidak. Gea tidak boleh berangkat dengannya!! Kintan bagaimana? Bisa-bisa nanti Gea sadar kalau saat ini ada Kintan di dalam kamarnya! "Gea... sepertinya hari ini Papa nggak ke kantor dulu karena masih belum sehat. Tadi malam Papa demam. Kamu berangkat dengan Mamamu saja ya?" pinta Iqbal akhirnya setelah mencari akal. Gea pun seketika terkejut mendengar penuturan Iqbal. "Papa demam??" lalu ia melangkah cepat mendekati Iqbal dan menempelkan punggung tangannya di kening Papanya. "Eh iya nih, Papa masih anget gitu badannya!" seru Gea khawatir. "Udah minum obat belum?" Iqbal mengangguk seraya tersenyum hangat merasakan perhatian tulus putrinya. "Udah kok, sudah jauh lebih mendingan juga sekarang. Cuma rasanya Papa mau istirahat saja hari ini. Kamu nggak apa-apa kan, kalau Papa nggak bisa antar ke sekolah?" "Iya, nggak apa-apa." Gea lalu mengalihka

  • Duda dan Janda Bertetangga    22. Bermalam

    Kintan terdiam sebentar. Kalau dipikir-pikir, benar juga. Mbok Yani kan selalu bangun jam lima subuh dan buang sampah ke tempat pembuangan di lantai bawah kira-kira jam setengah enam. Jadi ia bisa mencegat wanita itu saat keluar apartemen. Tapi... yakin, mau bermalam di sini? Di apartemen Iqbal? Hanya berdua saja?? Yakin?? Ah, tapi kan ia tidur di kamar Gea... Jadi, tidak apa-apa kan? "Hmm... oke. Tapi janji ya, NO TOUCHING. Dan jangan pernah masuk ke kamar Gea," ucap Kintan tegas. Iqbal mengangguk. "Iya, aku tahu. Ya sudah, sekarang istirahatlah. Sudah hampir jam 1 malam juga nih. Selamat tidur, Kintan," ucap Iqbal pada Kintan sambil tersenyum. DEG. Eehm... disenyumin oleh makhluk rupawan dan diucapkan 'Selamat Tidur' itu ternyata tidak baik untuk kesehatan jantung, sist... percaya deh. Nih si Kintan buktinya. Sekarang ia malah berdebar parah dan kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan Iqbal. Untung saja lelaki itu tidak menghiraukannya, dan langsung ma

  • Duda dan Janda Bertetangga    21. Kesepakatan

    21. Kesepakatan "Tidak. Jangan pergi, Kintan. Tetaplah di sini." Iqbal menatap Kintan dalam-dalam, seakan mampu menembus isi kepalanya. Kintan pun terpaku. Pada binar indah dengan bola mata coklat itu, serta suara lembut yang penuh dengan permohonan itu. Seketika hatinya terasa perih kembali. Wanita itu pun menunduk, tak sanggup untuk terus bersitatap dengan pemilik mata terindah yang pernah ia lihat. Iqbal mengulurkan tangannya untuk memegang dagu Kintan, lalu mengangkatnya agar mereka bisa saling menatap kembali. "Jangan pindah. Please..." ucapnya lagi. Tiba-tiba Kintan merasakan gelitik rasa panas yang tidak biasa di dagunya, yang sedang didekap Iqbal dengan tangannya. Ia pun mengernyit bingung. Dengan sedikit ragu, Kintan mengulurkan dan menempelkan punggung tangannya ke dahi Iqbal. Panas. Sangat Panas. "Iqbal, kamu demam?!" Kintan bertanya kaget. "Dahimu panas sekali!" Iqbal melepaskan tangannya dari dagu Kintan untuk memegang dahinya sendiri. "Hm... mungkin. Aku me

  • Duda dan Janda Bertetangga    20. Mama Kedua

    "Gea suka sama mama Kintan, pa. Orangnya baik, lembut dan jago masak. Gea juga sudah menganggapnya... seperti mama kedua."Iqbal pun hanya terdiam mendengar perkataan Gea. Sebenarnya ia sangat sedih mendengarnya. Di usia 11 tahun, Gea memang sudah tidak tinggal lagi dengan ibu kandungnya sendiri, Rani. Mungkin itu yang menyebabkan Gea menyukai Kintan yang keibuan, karena ia memang butuh sosok seorang ibu di sisinya."Terus, apa Kintan nggak keberatan kamu memanggilnya seperti itu?""Sama sekali nggak keberatan kok. Mama Kintan kan baik hati," kilah Gea. "Tapi Papa nggak marah kan?" tanya Gea lagi.Iqbal kembali terdiam. Apakah ia harus marah? Tidak. Hanya saja, itu terasa tidak benar. "Gea, Kintan itu hanya tetangga kita. Sebaiknya kamu tidak memanggilnya mama. Coba kamu pikirkan bagaimana perasaan mamamu Rani jika ia sampai tahu. Dia pasti sedih."Gea tercenung sesaat. "Jadi, menurut papa sebaiknya Gea kembali memanggil Tante Kintan saja ya?"Iqbal mengangguk. "Lebih baik begitu,"

  • Duda dan Janda Bertetangga    19. Dendam

    19. DendamKintan semakin terhanyut pada permainan panas yang sengaja diciptakan Iqbal untuk memompa hasratnya. Sentuhan demi sentuhan, kecupan demi kecupan dilakukan lelaki itu terus-menerus tanpa jeda, seakan ingin menghukum Kintan yang telah menolak kehadiran Iqbal dalam hidupnya.Iqbal memang bertekad untuk balas dendam. Ia akan terus memancing gairah Kintan hingga hampir meledak, kemudian akan ia tinggalkan begitu saja saat wanita itu sudah panas dan mulai terbakar."Iqbal.." Kintan menatap sayu pada kepala Iqbal yang masih sibuk melahap tubuhnya.Iqbal tidak menghiraukan panggilan Kintan dan terus bergerak ke bawah tubuh wanita itu, membuat Kintan menggigil membayangkan apa saja yang akan dilakukan lelaki itu dengan mulutnya.Hingga akhirnya wanita itu pun menjerit. Iqbal telah sampai pada bagian bawah tubuhya, dan pria itu pun melumat kelembutan Kintan dengan ganas serta tanpa ampun dari balik celana panjangnya. Tanpa sadar Kintan pun menarik kuat rambut Iqbal karena terbaw

  • Duda dan Janda Bertetangga    18. Sweet and Hot

    "Aku membutuhkanmu. Menginginkanmu. Jadilah milikku, Kintan Larasati."Iqbal masih memeluk erat Kintan tanpa melepaskannya, seakan ia takut wanita itu akan pergi dan menghilang selamanya dari pandangannya.Kintan pun diam, otaknya seketika kosong dan maniknya masih membelalak kaget atas ucapan Iqbal barusan. Iqbal telah menyebut nama panjangnya--mungkin ia mengetahuinya dari Yessi--dan meminta Kintan menjadi istrinya?Apa dia sedang melamarku?? Benarkah??Kintan membuka mulutnya. "Iqbal..." dan ucapan Kintan pun terputus, karena ia bingung harus berkata apa.Setelah beberapa lama, Iqbal pun akhirnya melepaskan dekapannya dan menatap mata Kintan dalam-dalam, seakan berusaha untuk mencari jawaban Kintan di situ."Iqbal, ini... terlalu terburu-buru. Kita bahkan baru kenal beberapa minggu! Apa yang membuatmu yakin untuk melamarku?" Kintan akhirnya bisa mengeluarkan suaranya setelah beberapa saat sebelumnya tenggorokannya seperti tercekat."Aku sangat yakin," ucap Iqbal sambil memegang er

  • Duda dan Janda Bertetangga    17. Kejutan Manis

    Yessi bermaksud untuk menginap di apartemen Kintan selama dua hari, dari hari Minggu sampai hari Senin. Tadinya Yessi berkeinginan tinggal sampai Rabu saja sesuai dengan permintaan Iqbal, namun masalahnya hari Senin malam orang tua Kintan akan datang berkunjung dan menginap, sehingga Yessi pun memutuskan untuk pulang saja.Kintan sedikit bernapas lega karena Khalil dan Khafi juga terlihat gembira dengan kehadiran opa dan omanya yang sering mengajak jalan-jalan dan bermain, sehingga Khafi tidak rewel lagi.Karena Khafi yang selalu dekat dengan opanya, membuat Kintan sekarang memiliki kesempatan lebih untuk memperhatikan Khalil, anak sulungnya,Kintan masih teringat saat Khalil mengira Iqbal adalah Kemal dalam tidurnya, dan memeluknya erat serta mengatakan kangen pada papanya.Padahal selama ini Khalil tidak pernah terlihat sedih atau murung memikirkan papanya, namun jauh di dalam hatinya, anak sulung Kintan itu ternyata menyimpan rasa luka yang begitu dalam.Kintan tidak dapat berbuat

  • Duda dan Janda Bertetangga    16. Masa Lalu Iqbal

    Iqbal dan Rani telah berada di dalam lift menuju ke lobby lantai dasar, dan Rani masih terus menatap Iqbal dengan lekat."Jadi dia ya?" tanya Rani pada Iqbal."Dia siapa?" tanya balik Iqbal tidak mengerti."Si pelukis mural yang ada di insta*gram Gea? Dia itu tetanggamu kan?"Iqbal tidak mengerti apa maksud Rani, karena dia tidak punya satu pun akun medsos. "Mungkin," jawabnya singkat sambil mengedikkan bahu.Rani tertawa sinis. "Kamu suka sama dia?"Iqbal menatap sekilas namun tajam pada wanita di sampingnya. "Bukan urusanmu.""Iqbal!" jerit Rani frustasi, mengagetkan Iqbal dan membuatnya terlonjak. Untung saja di dalam lift itu hanya ada mereka berdua."Apaan sih? Berisik banget!" sentak Iqbal jengkel."Bisa nggak, jangan irit-irit kalau kasih jawaban?! Aku kan cuma mau ngobrol santai dengan kamu, apa sulitnya sih?" Rani menghentakkan kakinya dengan kesal."Ya sudah. Ngobrol," sahut Iqbal tidak peduli."Aku kangen kamu, tahu!" Guman Rani manja.“Aku nggak.” "Iqbal!" Rani kembali be

  • Duda dan Janda Bertetangga    15. Mantan Istri

    Hari ini hari Minggu. Iqbal sedang bersiap-siap dengan kopernya untuk berangkat ke bandara dalam perjalanan dinas ke Jogja. Gea menatap wajah papanya yang terlihat sangat tampan dengan jas hitam dan kaos turtleneck coklat tua di dalamnya. Anak remaja itu pun menahan napasnya, membayangkan pasti banyak tante-tante ganjen yang akan menggoda papanya. Ck. Gea masih ingat sekali waktu mereka traveling ke bali tahun lalu. Sepanjang jalan menuju terminal keberangkatan, hampir semua makhluk yang berjenis kelamin wanita melirik, menatap, bahkan memandang dan menggoda dengan terang-terangan kepada papanya. Lalu saat mereka sedang makan siang di resto bandara di Bali, tiba-tiba pelayan resto itu mendatangi Iqbal dan menyerahkan sebuah note berisi nomor ponsel seseorang yang bernama Berlian, lengkap dengan cetakan bibir berlipstik merah menyala di dalamnya. Sewaktu mereka traveling ke Labuan Bajo, seorang turis domestik yang seksi bahkan mengajak papanya secara langsung untuk ikut

DMCA.com Protection Status