Beranda / Pernikahan / Duda Tampan Sang Pemikat Hati / Bab 1. Pertemuan yang salah

Share

Duda Tampan Sang Pemikat Hati
Duda Tampan Sang Pemikat Hati
Penulis: Quinsha

Bab 1. Pertemuan yang salah

Bruk.

"Maaf… Aku gak sengaja," ucap gadis tersebut.

Di bawah teriknya matahari, seorang gadis cantik dengan membawa amplop coklat berjalan dengan tergesa. Sesekali dia mengelap keringat yang bercucuran di dahi dan jidatnya. Dia menabrak seorang pria berjas. Saat mendongak, pria itu malah pergi begitu saja tidak memperdulikan kata maaf yang keluar dari mulutnya.

"Apa dia marah karena aku tidak sengaja menabraknya?" gumam Zea.

Zea Alia Quinsha, terlahir dari kalangan sederhana dan baru saja lulus sekolah. Dia memiliki kulit putih, rambut pendek yang diwarnai coklat tua, dan bola mata yang hitam.

Zea hanya lulusan SMA, tapi untungnya dia mempunyai teman yang merekomendasikan dia untuk bekerja di salah satu Mall ternama di kotanya.

"Ribet banget sih pake sepatu hak tinggi begini. Jalan jadi susah kan!" gerutu Zea.

Drrtt.

Satu panggilan masuk membuat Zea menghentikan langkahnya.

"Hallo?"

"Ze, Kamu masih lama? Kamu udah nyampe mana?" tanya Amira dibalik telepon.

"Ini sudah di depan, sebentar lagi aku akan naik kesana. Udah ya, Aku matikan dulu." Zea segera mematikan telponnya secara sepihak.

Dia memasuki lobi Mall dengan tergesa-gesa. Tak jauh darinya, Amira melambaikan tangan membuat Zea segera mendekat.

Dengan nafas yang memburu karena dia berjalan dengan tergesa, dia berhasil sampai di dekat Amira. Sebelum berbicara, dia meraup oksigen terlebih dahulu.

"Sorry lama. Tadi angkotnya tiba-tiba mogok, jadinya aku jalan kaki sampai sini," jelas Zea dengan nafas masih ngos-ngosan.

"Santai aja, lagian paman Aku belum sampai, kok. Katanya dia ada meeting sebentar di luar." jawab Amira.

Zea bernafas dengan lega. Dia duduk di dekat Amira dengan wajah yang terlihat lelah. Bagaimana tidak, dia berjalan sekitar dua meter. Kakinya pegal karena memakai sepatu hak tinggi, bahkan sedikit lecet. Zea yang tidak terbiasa memakai sepatu hak tinggi, karena ia terbiasa berpenampilan sederhana.

Amira yang memainkan ponsel, tiba-tiba menatap Zea.

"Kayaknya Paman aku, bakalan agak lama deh. Gimana kalau kita makan dulu? Kamu pasti belum makan, kan?" tebak Amira.

"Tapi…" Belum sempat Zea menyelesaikan ucapannya, Amira menyela dengan cepat.

"Gak ada tapi-tapi, Aku yang traktir," ajak Amira segera menarik tangan Zea.

Zea hanya pasrah ketika tangannya ditarik oleh Amira.

Amira memesan beberapa makanan kesukaan mereka berdua. Saat makanan itu tiba, mereka melahapnya hingga habis. Sudah terbiasa jika Zea selalu ditraktir oleh Amira. Menurutnya, Amira adalah sahabat terbaik, karena dia mau berteman dengan orang dari kalangan biasa saja seperti dia.

"Ze, nanti Kamu harus tahan ya sama sikap Paman aku. Soalnya dia dingin banget, jadi kamu harus terbiasa sama dia." Amira menjelaskan sebelum Zea bertatap muka langsung dengan kakaknya.

"Iya, Kamu tenang aja, Ra. Kan Kamu tau Aku orangnya gimana," jawab Zea.

Tidak jauh dari mereka berdua, seorang laki-laki tampan nan gagah berjalan mendekati Zea dan Amira. Wajah datar yang dia tunjukan, tidak membuat ketampanannya memudar sedikitpun. Aura kepemimpinannya begitu terlihat, bahkan sorot matanya yang tajam kerap kali membuat semua orang takut. Padahal dia tidak kejam, hanya saja dia memiliki sifat yang begitu dingin.

"Nah, itu Paman aku sudah datang." Tunjuk Amira kepada Agam yang tak jauh dari mereka.

Mata Zea membulat sempurna.

"Kamu serius, Ra?" tanya Zea memastikan.

"Ya serius lah, masa bohong," jawab Amira.

Laki-laki yang ditunjuk Amira bernama Agam Arayyan, di usia muda dia telah menjadi pengusaha yang sukses dengan memiliki beberapa mall terkenal.

Ciri khas yang selalu irit bicara, membuat dia mudah dikenali rekan bisnisnya ditambah tatapan mata yang tajam membuat lawan bicaranya selalu merasa terintimidasi.

Meski hidup dengan banyak harta dan juga wajah yang tampan, tapi tidak membuat istri Agam setia. Kini Agam dan istrinya berpisah, pernikahan yang tanpa didasari cinta hanya bertahan seumur jagung. Karena penghianatan yang dilakukan oleh istrinya, membuat Agam menyandang status duda tanpa anak.

Amira mencoba menyapa Agam dengan melambaikan tangan, tapi Agam tidak meresponnya sama sekali. Bahkan, dia bersikap acuh tak acuh kepada keponakannya sendiri.

"Paman. Kenapa lama banget sih?" Protes Amira dengan memasang wajah cemberut.

Agam tidak menjawab protesan Amira, dia masih tetap dengan ekspresi yang sama. Agam memalingkan wajah dan menatap Zea sekilas, lalu duduk dihadapan Zea dan Amira.

"Berikan surat lamarannya!" ucap Agam dengan tegas.

"Baik, Pak," jawab Amira, ia pun segera menoleh ke arah Zea.

Tapi bukannya memberikan amplop coklat di tangannya, justru Zea malah menatap Agam tanpa berkedip.

Amira yang melihat Zea terdiam sambil menatap pamannya, langsung menyenggol tangan Zea hingga membuat Zea tersadar kembali.

"I-ini, Pak." Zea menyerahkan surat lamaran kerjanya dengan gugup.

Jantung Zea berdegup kencang bahkan tangannya bergetar. Zea sangat gugup karena pria yang ada di hadapannya adalah pria yang tadi ia tabrak.

'Kenapa harus dia, sih? Gimana kalau aku gak lolos gara-gara kejadian tadi? Aku harus gimana, dong?' batin Zea.

Agam mulai membaca berkas-berkas di dalam amplop lamaran Zea. Tatapannya begitu serius membaca isi berkas tersebut. Zea dibuat gelisah karena Agam tidak langsung memberikan jawaban.

"Bagaimana, Pak, apa lamaran kerja Zea bisa keterima di sini?" timpal Amira dengan antusias, membuat Agam mengernyitkan kening.

Agam menatap Zea dengan tatapan penuh selidik, sehingga Zea dibuat merasa takut dan penasaran. Agam melempar berkas Zea ke atas meja, lalu dia beranjak dari tempat duduk. Tatapan Agam seolah-olah mengintimidasi Zea, membuat perasaan Zea semakin tidak karuan.

"Jika masih berniat kerja, biasakan memakai baju yang formal!" ucap Agam yang membuat Zea tersentak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status