Bruk.
"Maaf… Aku gak sengaja," ucap gadis tersebut.Di bawah teriknya matahari, seorang gadis cantik dengan membawa amplop coklat berjalan dengan tergesa. Sesekali dia mengelap keringat yang bercucuran di dahi dan jidatnya. Dia menabrak seorang pria berjas. Saat mendongak, pria itu malah pergi begitu saja tidak memperdulikan kata maaf yang keluar dari mulutnya."Apa dia marah karena aku tidak sengaja menabraknya?" gumam Zea.Zea Alia Quinsha, terlahir dari kalangan sederhana dan baru saja lulus sekolah. Dia memiliki kulit putih, rambut pendek yang diwarnai coklat tua, dan bola mata yang hitam.Zea hanya lulusan SMA, tapi untungnya dia mempunyai teman yang merekomendasikan dia untuk bekerja di salah satu Mall ternama di kotanya."Ribet banget sih pake sepatu hak tinggi begini. Jalan jadi susah kan!" gerutu Zea.Drrtt.Satu panggilan masuk membuat Zea menghentikan langkahnya."Hallo?""Ze, Kamu masih lama? Kamu udah nyampe mana?" tanya Amira dibalik telepon."Ini sudah di depan, sebentar lagi aku akan naik kesana. Udah ya, Aku matikan dulu." Zea segera mematikan telponnya secara sepihak.Dia memasuki lobi Mall dengan tergesa-gesa. Tak jauh darinya, Amira melambaikan tangan membuat Zea segera mendekat.Dengan nafas yang memburu karena dia berjalan dengan tergesa, dia berhasil sampai di dekat Amira. Sebelum berbicara, dia meraup oksigen terlebih dahulu."Sorry lama. Tadi angkotnya tiba-tiba mogok, jadinya aku jalan kaki sampai sini," jelas Zea dengan nafas masih ngos-ngosan."Santai aja, lagian paman Aku belum sampai, kok. Katanya dia ada meeting sebentar di luar." jawab Amira.Zea bernafas dengan lega. Dia duduk di dekat Amira dengan wajah yang terlihat lelah. Bagaimana tidak, dia berjalan sekitar dua meter. Kakinya pegal karena memakai sepatu hak tinggi, bahkan sedikit lecet. Zea yang tidak terbiasa memakai sepatu hak tinggi, karena ia terbiasa berpenampilan sederhana.Amira yang memainkan ponsel, tiba-tiba menatap Zea."Kayaknya Paman aku, bakalan agak lama deh. Gimana kalau kita makan dulu? Kamu pasti belum makan, kan?" tebak Amira."Tapi…" Belum sempat Zea menyelesaikan ucapannya, Amira menyela dengan cepat."Gak ada tapi-tapi, Aku yang traktir," ajak Amira segera menarik tangan Zea.Zea hanya pasrah ketika tangannya ditarik oleh Amira.Amira memesan beberapa makanan kesukaan mereka berdua. Saat makanan itu tiba, mereka melahapnya hingga habis. Sudah terbiasa jika Zea selalu ditraktir oleh Amira. Menurutnya, Amira adalah sahabat terbaik, karena dia mau berteman dengan orang dari kalangan biasa saja seperti dia."Ze, nanti Kamu harus tahan ya sama sikap Paman aku. Soalnya dia dingin banget, jadi kamu harus terbiasa sama dia." Amira menjelaskan sebelum Zea bertatap muka langsung dengan kakaknya."Iya, Kamu tenang aja, Ra. Kan Kamu tau Aku orangnya gimana," jawab Zea.Tidak jauh dari mereka berdua, seorang laki-laki tampan nan gagah berjalan mendekati Zea dan Amira. Wajah datar yang dia tunjukan, tidak membuat ketampanannya memudar sedikitpun. Aura kepemimpinannya begitu terlihat, bahkan sorot matanya yang tajam kerap kali membuat semua orang takut. Padahal dia tidak kejam, hanya saja dia memiliki sifat yang begitu dingin."Nah, itu Paman aku sudah datang." Tunjuk Amira kepada Agam yang tak jauh dari mereka.Mata Zea membulat sempurna."Kamu serius, Ra?" tanya Zea memastikan."Ya serius lah, masa bohong," jawab Amira.Laki-laki yang ditunjuk Amira bernama Agam Arayyan, di usia muda dia telah menjadi pengusaha yang sukses dengan memiliki beberapa mall terkenal.Ciri khas yang selalu irit bicara, membuat dia mudah dikenali rekan bisnisnya ditambah tatapan mata yang tajam membuat lawan bicaranya selalu merasa terintimidasi.Meski hidup dengan banyak harta dan juga wajah yang tampan, tapi tidak membuat istri Agam setia. Kini Agam dan istrinya berpisah, pernikahan yang tanpa didasari cinta hanya bertahan seumur jagung. Karena penghianatan yang dilakukan oleh istrinya, membuat Agam menyandang status duda tanpa anak.Amira mencoba menyapa Agam dengan melambaikan tangan, tapi Agam tidak meresponnya sama sekali. Bahkan, dia bersikap acuh tak acuh kepada keponakannya sendiri."Paman. Kenapa lama banget sih?" Protes Amira dengan memasang wajah cemberut.Agam tidak menjawab protesan Amira, dia masih tetap dengan ekspresi yang sama. Agam memalingkan wajah dan menatap Zea sekilas, lalu duduk dihadapan Zea dan Amira."Berikan surat lamarannya!" ucap Agam dengan tegas."Baik, Pak," jawab Amira, ia pun segera menoleh ke arah Zea.Tapi bukannya memberikan amplop coklat di tangannya, justru Zea malah menatap Agam tanpa berkedip.Amira yang melihat Zea terdiam sambil menatap pamannya, langsung menyenggol tangan Zea hingga membuat Zea tersadar kembali."I-ini, Pak." Zea menyerahkan surat lamaran kerjanya dengan gugup.Jantung Zea berdegup kencang bahkan tangannya bergetar. Zea sangat gugup karena pria yang ada di hadapannya adalah pria yang tadi ia tabrak.'Kenapa harus dia, sih? Gimana kalau aku gak lolos gara-gara kejadian tadi? Aku harus gimana, dong?' batin Zea.Agam mulai membaca berkas-berkas di dalam amplop lamaran Zea. Tatapannya begitu serius membaca isi berkas tersebut. Zea dibuat gelisah karena Agam tidak langsung memberikan jawaban."Bagaimana, Pak, apa lamaran kerja Zea bisa keterima di sini?" timpal Amira dengan antusias, membuat Agam mengernyitkan kening.Agam menatap Zea dengan tatapan penuh selidik, sehingga Zea dibuat merasa takut dan penasaran. Agam melempar berkas Zea ke atas meja, lalu dia beranjak dari tempat duduk. Tatapan Agam seolah-olah mengintimidasi Zea, membuat perasaan Zea semakin tidak karuan."Jika masih berniat kerja, biasakan memakai baju yang formal!" ucap Agam yang membuat Zea tersentak.Glek.Zea menelan ludahnya dengan kasar."Ba-baik, Pak," jawab Zea dengan gugup.Amira dibuat greget dengan Agam yang tidak langsung memberikan jawaban. Dia berdiri, tapi saat Amira akan angkat bicara, tiba-tiba Agam berbicara lebih cepat daripada Amira."Besok dia bisa mulai bekerja, dan Kamu Amira. Tolong kasih tau semua peraturan dan cara kerja disini," ucap Agam dengan tegas."Bak, Pak!" jawab Amira dengan antusias.Sedangkan Zea, dia masih diam mematung hingga Agam pergi meninggalkan mereka berdua. Zea masih mencerna jawaban Agam barusan. Saking tidak percayanya, dia sampai menepuk-nepuk pipinya sendiri."Aaaa, selamat Zea. Akhirnya kita bisa kerja bareng disini, dan aku doakan semoga kamu bisa jadi karyawan tetap plus jadi karyawan di VVIP," ucap Amira memberikan semangat, bahkan dia memeluk Zea dengan erat.Zea tersadar dan langsung mengembangkan senyumannya. Dia berdiri, lalu berjingkrak-jingkrak bersama Amira. "Alhamdulillah, makasih banyak ya, Ra. Ini semua berkat Kamu," uj
"Silahkan, jika perlu sekarang juga anda laporkan saya!" tantang Zea dengan berani.Tatapan mata Zea tidak terlihat takut sama sekali, justru dia memperlihatkan sorot mata yang begitu berani. Pria yang baru saja di hajar oleh Zea pergi meninggalkan kerumunan orang-orang. Sebelum pergi, dia menatap Zea sekilas.Zea tersenyum sinis ke arahnya."Zea, terimakasih ya Kamu udah mau bantuin Aku," ucap Sinta dengan mendekat."Santai aja, yang terpenting Kamu gak papa. Lain kali kalau ada yang seperti itu, Kamu bisa panggil Aku. Atau enggak, Kamu hajar aja pria seperti itu," tutur Zea.Sinta mengangguk dan memeluk Zea. Sinta bersyukur karena bisa kenal dengan Zea yang baik dan mau menolong dia.Semua pengunjung sudah bubar dan melakukan aktivitasnya kembali. Begitupun dengan para karyawan yang bertugas kembali melayani pengunjung.Zea yang tengah membetulkan posisi baju yang berantakan, tiba-tiba salah satu karyawan pria menghampirinya. "Kamu dipanggil tuh sama Pak Manager," ucap karyawan te
Satu bulan kemudian…."Selamat datang dan selamat berbelanja, Nyonya," sapa Zea dengan begitu sopan dan ramah."Terimakasih. Bisa bantu saya mengambilkan baju yang tergantung?" ucap pembeli yang Zea sapa, umurnya sekitar 60 tahun tapi wajahnya masih terlihat muda.Zea mengangguk sambil tersenyum. Dia segera mengambilkannya."Ini, Nyonya." Zea menyerahkan baju tersebut dan langsung diterima.Dari kejauhan terlihat Amira berjalan mendekati Zea dengan membawa cacatan. Amira melihat Zea begitu semangat ikut tersenyum bahagia. Ini adalah hari pertama gajian untuk Zea, wajar saja jika sahabatnya itu merasa sangat bersemangat."Ze, bisa bantu aku tolong carikan barang yang ada dicatatan ini gak?" tanya Amira sembari menyerahkan catatannya."Bisa, tapi setelah aku melayani Ibu ini ya. Gak papa, kan?" ucap Zea."Iya, gak papa. Kalau udah nanti bawa keruangan aku ya, sekalian sama bonnya," jawab Amira.Mata Amira merasa tidak asing dengan pembeli yang sedang dilayani oleh Zea. Dari postur tubuh
Sekarang Zea sudah berada di ruangan Agam."Pak Agam manggil saya?" tanya Zea basa basi.Agam menatap Zea sekilas."Duduk," perintah Agam.Zea menurut dan duduk di kursi hadapan Agam. Jantungnya tiba-tiba berdebar sangat kencang, padahal Agam belum berbicara apa-apa. Pikiran buruk menghampirinya, dia takut jika akan dipecat gara-gara menemukan dompet Oma Rini tadi.'Aduh, masa sih nemu dompet terus dikembaliin aja mau dipecat,' batin Zea.Kaki Zea bergetar, tangannya terasa dingin, pikiran Zea juga kalut. Antara takut dan bingung, padahal waktu dia menampar pengunjung tidak setakut ini.Agam yang masih fokus pada layar ponselnya, dia segera menyimpan ponselnya. Ditatapnya Zea dengan intens yang membuat kaki Zea semakin bergetar."Mulai besok kamu jadi karyawan di ruangan VVIP," ucap Agam yang membuat Zea mematung.Zea tidak bekedip sama sekali, bahkan detak jantungnya berhenti sejenak.Agam berdehem karena melihat Zea diam saja."Ehem," dehem Agam.Zea tersadar kembali, lalu menatap
Nafas Zea memburu, antara menahan emosi dan menahan sabar."Jika aku tidak bisa gimana?" tanya Zea dengan sedikit meninggikan suaranya.Tangan Pak Yanto yang satunya lagi mencengkram rahang Zea dengan sangat kuat. Dia tersenyum miring di hadapan Zea.Tidak ada rasa takut sama sekali dalam diri Zea, yang ada tinggal rasa muak. Ingin rasanya Zea menghajar pria tua di hadapannya itu, tapi untungnya rasa kemanusiaan dan rasa hormat Zea masih ada."Jika Kamu tidak mampu, maka kamu harus pergi dari rumah ini!" ancam Pak Yanto."Apa hak Bapak mengusir Aku dari sini?" sela Zea cepat."Karena Kamu hanya beban keluarga dan anak pembawa s*al bagi Saya!" sentak Pak Yanto tepat di depan wajah Zea.Tangan Zea bergerak melepaskan cengkraman Pak Yanto. Setelah bersusah payah, akhirnya Zea berhasil melepaskan cengkraman itu.Sorot mata Zea menunjukan kebencian dan amarah yang begitu besar. Giginya gemeretuk menahan emosi yang sewaktu-waktu bisa meledak."Gimana tawaran saya? Gaji kamu saya yang pegang
'Njir, Pak Agam sat set banget ngajakin aku ke KUA,' batin Zea.Agak terkejut, tapi Zea tidak berani bertanya lagi. Sepanjang jalan Zea hanya menatap jalanan. Tapi, jika diingat-ingat jalanan ini seperti jalanan yang selalu dia lalui ketika akan berangkat dan pulang dari Mall.Akhirnya setelah beberapa menit, mereka sampai juga di halaman Mall. Agam segera memarkirkan mobilnya, dan mematikan mesin mobil. "Gak mau turun?" sindir Agam ketika melihat Zea hanya diam saja sambil terlihat bingung."Ini mah Mall, Pak, bukan KUA. Katanya tadi mau ke KUA, kok sekarang malah ke Mall," ucap Zea dengan bingung.Agam tidak menghiraukan ucapan Zea, dia segera turun meninggalkan Zea di dalam.Zea segera menyusul ketika melihat Agam semakin menjauh. Zea menepuk jidatnya sedikit keras. Sekarang Zea sadar bahwa dia hanya ditawari menumpang sampai Mall, bukan mau diajak ke KUA."B*go banget sih Aku ini. Kenapa juga malah mikir mau dibawa ke KUA beneran coba? Memalukan sekali," gumam Zea dengan naik ke l
Zea terjatuh tepat di pelukan Agam. Mereka saling pandang satu sama lain.'Kalau dari dekat gini ganteng juga ya ni orang. Tapi, sayangnya ketampanan dia terhalang oleh sikap dingin dan kesombongannya,' batin Zea.Agam yang sadar bahwa mereka sedang di posisi tidak baik, dengan segera menurunkan Zea tanpa perasaan.Bruk."Aduh! Kenapa gak pelan-pelan sih nurunin nya. Sakit tau!" omel Zea, dia terlalu kesal hinggal tidak memperdulikan bahwa Agam adalah atasannya.Rama yang melihat Zea terjatuh ke atas lantai, dengan segera dia menolong Zea. "Kamu gak papa?" tanya Rama dengan membantu Zea berdiri."Aku gak papa, makasih ya udah bantuin," ucap Zea.Agam menatap Zea dan Rama bergantian. Setelah itu, Agam meninggalkan Rama yang masih terus memandangi wajah Zea.Entah kenapa jantung Agam berdebar sangat kecang ketika menatap bola mata Zea. Bola matanya yang bening, wajah cantik, membuat Agam sedikit salah tingkah.Rama yang melihat Agam semakin menjauh, dia segera menyusulnya dengan langka
Mata Zea membulat sempurna, begitupun dengan Agam."Kenapa Mama selalu memutuskan secara sepihak?" sentak Agam."Ini semua demi terhindar dari fitnah dan juga zina!" jelas Oma Rini dengan lantang."Seharusnya Mama bertanya terlebih dahulu sebelum menyimpulkan sesuatu!" marah Agam.Kali ini Agam banyak bicara karena dia tidak mau menikah untuk kedua kalinya tanpa didasari oleh cinta lagi.Zea juga tidak tinggal dia, dia segera beranjak dari ranjang dan mendekat ke arah Oma Rini."Kenapa aku dan Pak Agam harus menikah?" tanya Zea dengan polos.Agam menatap Zea dengan tatapan yang begitu tajam. Tapi, Zea tidak takut sama sekali, justru dia menatap balik Agam dengan tatapan yang sama."Aku dan dia tidak tidur satu ranjang! Jadi aku mohon sama Mama, jangan pernah bawa-bawa pernikahan hanya karena kesalah pahaman!" bantah Agam.Zea mengangguk tanda setuju dengan ucapan Agam barusan.Wajah Agam begitu merah, dia menahan amarah kepada Mamanya. Agam tidak akan pernah mau menerima pernikahan at