Sekarang Zea sudah berada di ruangan Agam.
"Pak Agam manggil saya?" tanya Zea basa basi.Agam menatap Zea sekilas."Duduk," perintah Agam.Zea menurut dan duduk di kursi hadapan Agam.Jantungnya tiba-tiba berdebar sangat kencang, padahal Agam belum berbicara apa-apa. Pikiran buruk menghampirinya, dia takut jika akan dipecat gara-gara menemukan dompet Oma Rini tadi.'Aduh, masa sih nemu dompet terus dikembaliin aja mau dipecat,' batin Zea.Kaki Zea bergetar, tangannya terasa dingin, pikiran Zea juga kalut. Antara takut dan bingung, padahal waktu dia menampar pengunjung tidak setakut ini.Agam yang masih fokus pada layar ponselnya, dia segera menyimpan ponselnya. Ditatapnya Zea dengan intens yang membuat kaki Zea semakin bergetar."Mulai besok kamu jadi karyawan di ruangan VVIP," ucap Agam yang membuat Zea mematung.Zea tidak bekedip sama sekali, bahkan detak jantungnya berhenti sejenak.Agam berdehem karena melihat Zea diam saja."Ehem," dehem Agam.Zea tersadar kembali, lalu menatap Agam dengan lekat guna mencari kebohongan disana. Namun, bukan kebohongan yang dia dapat tapi sorot mata tajam."Ba-bapak serius? Ini saya tidak lagi di prank, kan?" tanya Zea memastikan."Jika kamu tidak mau terserah!" cetus Agam."Saya mau, Pak, sangat mau. Terimakasih banyak, Pak. Ya Allah alhamdulillah," ucap Zea dnegan begitu senang.Zea memegangi dadanya, dia masih belum menyangka akan naik jabatan secepat ini. Dalam waktu datu bulan, bahkan gajinya pertamanya saja belum keterima tapi sekarang dia sudah naik jabatan."Tidak ada yang mau dibicarakan lagi kan, Pak? Saya boleh permisi?" tanya Zea.Agam tidak menjawab tapi dia menggerakan kepalanya menyuruh Zea pergi.Tanpa berlama-lama lagi Zea segera pergi meninghalkan ruangan Agam dengan perasaan yang begitu senang.Ketika Zea berhasil menutup pintu, Zea bertemu Amira disana."Ck, aku cari-cari gak ada ternhata abis disini," decak Amira."Ada apa kamu nyari Aku, Ra?" tanya Zea.Amira menyerahkan amplop coklat berisi uang kepada Zea."Apa ini?" tanya Zea masih belum mengerti.Amira menghela nafas karena Zea masih belum ngerti."Hah, ini gaji pertama kamu, Ze. Atau kamu gak mau?" canda Amira.Dengan cepat Zea mengambil amplop tersebut dari tangan Amira.Mungkin tadinya Zea senang mendapatkan gaji pertama, tapi sekarang ada yang lebih membahagiakan lagi daripada menerima gaji.Tanpa dilihat terlebih dahulu, Zea langsung mengantongi amplop tersebut yang membuat Amira begitu heran dengan sikap Zea.Mata Amira memicing melihat wajah Zea yang berseri-seri sedari keluar dari ruangan Agam. Amira jadi merasa curiga dengan Zea."Ze, kamu gak seneng nerima gaji pertama?" tanya Amira sedikit basa-basi."Ada yang lebih senang daripada Aku menerima gaji pertama ini," jelas Zea antusias.Zea memegang kedua telapak tangan Amira."Aku dipindahkan jadi kebagian VVIP, Ra!" pekik Zea tertahan."Serius?" tanya Amira sedikit kaget.Zea menganggukkan kepala.Mereka berdua berpelukan sambil badannya berputar-putar.*****Hari sudah sore, dan Zea sudah sampai di depan rumahnya. Badannya yang lelah terbayarkan oleh kabar gembira dari Agam.Senyuman di wajah Zea tidak pernah surut. Bahkan ketika dia masuk kedalam rumah pun senyumannya masih terus terlihat.Pak Haryanto—bapak tiri Zea memicing tajam melihat Zea tersenyum. Tapi, ketika mengingat ini adalah waktunya Zea menerima gaji, Pak Yanto langsung mendekat ke arah Zea."Hari ini kamu gajian, kan?" tanya Pak Yanto.Zea menoleh dan mengernyitkan kening."Iya, kenapa emang?" jawab Zea."Bagi duit. Bapak mau beli rok*k sama kopi," ucap Pak Yanto."Gak ada, uangnya mau aku kasih ke Ibu buat kebutuhan dia," ujar ZeaSeketika wajah Pak Yanto berubah menjadi sangar. Tapi, hal tersebut tidak membuat Zea takut sama sekali. Zea sudah terbiasa melihat tatapan seperti itu dari kecil."Ibu kamu sudah banyak uang, gak perlu dikasih lagi. Yang perlu uang itu Bapak, jadi berikan gaji Kamu sama Bapak," sentak Pak Yanto.Zea dengan berani menatap wajah Pak Yanto. Kali ini dia tidak mau dikendalikan lagi oleh bapak tirinya. Zea sudah capek diperlakukan tidak baik oleh Pak Yanto."Atas dasar apa Aku harus memberikan gaji Aku sama Bapak?" ucap Zea yang membuat Pak Yanto naik pitam."Sudah berani ya Kamu sekarang sama Bapak! Mentang-mentang udah bisa kerja punya duit sendiri jadi durhaka dan berani ngelawan sama orang tua!" bentak Pak Yanto.Zea menghela nafas kasar. Bukan dia mau menjadi anak durhaka. Tapi, dia sudah capek setiap hari mendapat perlakuan dan kata-kata kasar dari Pak Yanto."Bukan seperti itu. Aku kerja buat memenuhi kebutuhan Ibu, kalau kebutuhan Bapak bukannya hasil kebun selalu Bapak yang pegang?" jelas Zea sedikit melunak."Apa gak sadar selama ini uang buat makan Kamu dan Ibu Kamu dari siapa? Kalau bukan dari uang hasil kebun itu, mungkin Kamu sudah kelaparan," ketus Pak Yanto.Raut wajah Zea menunjukkan rasa heran, setahu Zea dia makan sehari-hari dari uang Bu Maryam. Dan setahu Zea juga Pak Yanto selalu menghabiskan uangnya untuk keperluan dia sendiri, bukan untuk makan Zea dan Bu Maryam.Melihat anak tirinya diam dan tidak menjawab, diam-diam Pak Yanto menarik sudut bibirnya membentuk senyuman licik. Pak Yanto tidak akan pernah puas sebelum Zea memberikan uang hasil kerjanya kepada dia.Selama ini Pak Yanto selalu berhasil membuat Zea takluk dan menurut kepada-nya. Dan sekarang juga Pak Yanto yakin bahwa Zea akan luluh dan memberikan semua gaji kepada dia."Setahu Aku, selama ini Aku makan dari uang Ibu—hasil kerja Ibu bukan dari uang Bapak," ucap Zea, membuat Pak Yanto membulatkan bola mata karena tidak menyangka bahwa Zea akan berani melawan perkataannya."Udah ya, Pak. Aku capek pengen mandi dan segera istirahat," sambung Zea berbalik meninggalkan Pak Yanto.Namun, belum sempat Zea menjauh tangannya sudah dicekal erat oleh Pak Yanto."Berikan dulu uang sama Bapak baru kamu boleh istirahat!" tegas Pak Yanto.Zea berusaha melepaskan tangannya dari Pak Yanto. Tapi sayangnya cengkraman itu bukan melonggar justru malah semakin kuat membuat Zea sedikit meringis."Aku gak bisa, Pak. Uang ini untuk Ibu, karena selama ini yang selalu menghidupi Aku hanya Ibu, bukan Bapak!" sungut Zea.ucapan yang keluar dari mulut Zea barusan, mampu membuat Pak Yanto marah. Pak Yanto merasa harga dirinya diinjak-injak oleh Zea.Selama ini dia bisa memoroti uang Zea, tapi kenapa sekarang anak tirinya itu malah membangka dan berani melawan.Dengan sorot mata yang tajam dan cengkraman semakin kuat, Pak Yanto memandangi Zea. Tapi yang dipandang malah menunjukan wajah biasa saja, tidak ada rasa takut sama sekali."Lepasin, Pak!" pinta Zea."Berikan dulu gaji Kamu, maka Bapak akan melepaskan Kamu!" tekan Pak Yanto."Sudah Aku bilang Aku gak akan memberikan uang ini! Jika selama ini Bapak yang ngasih uang jajan dan makan Aku, maka aku gak akan segan-segan ngasih uang ini," bentak Zea tersulut emosi."Jadi sekarang Kamu mau itung-itungan sama Bapak, iya? Bagus kalau gitu. Mulai sekarang Kamu harus mengganti seluruh uang yang Bapak keluarkan untuk menghidupi Kamu selama 21 tahun!" ucap Pak Yanto dengan sedikit berteriak.Nafas Zea memburu, antara menahan emosi dan menahan sabar."Jika aku tidak bisa gimana?" tanya Zea dengan sedikit meninggikan suaranya.Tangan Pak Yanto yang satunya lagi mencengkram rahang Zea dengan sangat kuat. Dia tersenyum miring di hadapan Zea.Tidak ada rasa takut sama sekali dalam diri Zea, yang ada tinggal rasa muak. Ingin rasanya Zea menghajar pria tua di hadapannya itu, tapi untungnya rasa kemanusiaan dan rasa hormat Zea masih ada."Jika Kamu tidak mampu, maka kamu harus pergi dari rumah ini!" ancam Pak Yanto."Apa hak Bapak mengusir Aku dari sini?" sela Zea cepat."Karena Kamu hanya beban keluarga dan anak pembawa s*al bagi Saya!" sentak Pak Yanto tepat di depan wajah Zea.Tangan Zea bergerak melepaskan cengkraman Pak Yanto. Setelah bersusah payah, akhirnya Zea berhasil melepaskan cengkraman itu.Sorot mata Zea menunjukan kebencian dan amarah yang begitu besar. Giginya gemeretuk menahan emosi yang sewaktu-waktu bisa meledak."Gimana tawaran saya? Gaji kamu saya yang pegang
'Njir, Pak Agam sat set banget ngajakin aku ke KUA,' batin Zea.Agak terkejut, tapi Zea tidak berani bertanya lagi. Sepanjang jalan Zea hanya menatap jalanan. Tapi, jika diingat-ingat jalanan ini seperti jalanan yang selalu dia lalui ketika akan berangkat dan pulang dari Mall.Akhirnya setelah beberapa menit, mereka sampai juga di halaman Mall. Agam segera memarkirkan mobilnya, dan mematikan mesin mobil. "Gak mau turun?" sindir Agam ketika melihat Zea hanya diam saja sambil terlihat bingung."Ini mah Mall, Pak, bukan KUA. Katanya tadi mau ke KUA, kok sekarang malah ke Mall," ucap Zea dengan bingung.Agam tidak menghiraukan ucapan Zea, dia segera turun meninggalkan Zea di dalam.Zea segera menyusul ketika melihat Agam semakin menjauh. Zea menepuk jidatnya sedikit keras. Sekarang Zea sadar bahwa dia hanya ditawari menumpang sampai Mall, bukan mau diajak ke KUA."B*go banget sih Aku ini. Kenapa juga malah mikir mau dibawa ke KUA beneran coba? Memalukan sekali," gumam Zea dengan naik ke l
Zea terjatuh tepat di pelukan Agam. Mereka saling pandang satu sama lain.'Kalau dari dekat gini ganteng juga ya ni orang. Tapi, sayangnya ketampanan dia terhalang oleh sikap dingin dan kesombongannya,' batin Zea.Agam yang sadar bahwa mereka sedang di posisi tidak baik, dengan segera menurunkan Zea tanpa perasaan.Bruk."Aduh! Kenapa gak pelan-pelan sih nurunin nya. Sakit tau!" omel Zea, dia terlalu kesal hinggal tidak memperdulikan bahwa Agam adalah atasannya.Rama yang melihat Zea terjatuh ke atas lantai, dengan segera dia menolong Zea. "Kamu gak papa?" tanya Rama dengan membantu Zea berdiri."Aku gak papa, makasih ya udah bantuin," ucap Zea.Agam menatap Zea dan Rama bergantian. Setelah itu, Agam meninggalkan Rama yang masih terus memandangi wajah Zea.Entah kenapa jantung Agam berdebar sangat kecang ketika menatap bola mata Zea. Bola matanya yang bening, wajah cantik, membuat Agam sedikit salah tingkah.Rama yang melihat Agam semakin menjauh, dia segera menyusulnya dengan langka
Mata Zea membulat sempurna, begitupun dengan Agam."Kenapa Mama selalu memutuskan secara sepihak?" sentak Agam."Ini semua demi terhindar dari fitnah dan juga zina!" jelas Oma Rini dengan lantang."Seharusnya Mama bertanya terlebih dahulu sebelum menyimpulkan sesuatu!" marah Agam.Kali ini Agam banyak bicara karena dia tidak mau menikah untuk kedua kalinya tanpa didasari oleh cinta lagi.Zea juga tidak tinggal dia, dia segera beranjak dari ranjang dan mendekat ke arah Oma Rini."Kenapa aku dan Pak Agam harus menikah?" tanya Zea dengan polos.Agam menatap Zea dengan tatapan yang begitu tajam. Tapi, Zea tidak takut sama sekali, justru dia menatap balik Agam dengan tatapan yang sama."Aku dan dia tidak tidur satu ranjang! Jadi aku mohon sama Mama, jangan pernah bawa-bawa pernikahan hanya karena kesalah pahaman!" bantah Agam.Zea mengangguk tanda setuju dengan ucapan Agam barusan.Wajah Agam begitu merah, dia menahan amarah kepada Mamanya. Agam tidak akan pernah mau menerima pernikahan at
Bruk."Maaf… Aku gak sengaja," ucap gadis tersebut.Di bawah teriknya matahari, seorang gadis cantik dengan membawa amplop coklat berjalan dengan tergesa. Sesekali dia mengelap keringat yang bercucuran di dahi dan jidatnya. Dia menabrak seorang pria berjas. Saat mendongak, pria itu malah pergi begitu saja tidak memperdulikan kata maaf yang keluar dari mulutnya."Apa dia marah karena aku tidak sengaja menabraknya?" gumam Zea.Zea Alia Quinsha, terlahir dari kalangan sederhana dan baru saja lulus sekolah. Dia memiliki kulit putih, rambut pendek yang diwarnai coklat tua, dan bola mata yang hitam. Zea hanya lulusan SMA, tapi untungnya dia mempunyai teman yang merekomendasikan dia untuk bekerja di salah satu Mall ternama di kotanya."Ribet banget sih pake sepatu hak tinggi begini. Jalan jadi susah kan!" gerutu Zea.Drrtt.Satu panggilan masuk membuat Zea menghentikan langkahnya. "Hallo?" "Ze, Kamu masih lama? Kamu udah nyampe mana?" tanya Amira dibalik telepon."Ini sudah di depan, sebe
Glek.Zea menelan ludahnya dengan kasar."Ba-baik, Pak," jawab Zea dengan gugup.Amira dibuat greget dengan Agam yang tidak langsung memberikan jawaban. Dia berdiri, tapi saat Amira akan angkat bicara, tiba-tiba Agam berbicara lebih cepat daripada Amira."Besok dia bisa mulai bekerja, dan Kamu Amira. Tolong kasih tau semua peraturan dan cara kerja disini," ucap Agam dengan tegas."Bak, Pak!" jawab Amira dengan antusias.Sedangkan Zea, dia masih diam mematung hingga Agam pergi meninggalkan mereka berdua. Zea masih mencerna jawaban Agam barusan. Saking tidak percayanya, dia sampai menepuk-nepuk pipinya sendiri."Aaaa, selamat Zea. Akhirnya kita bisa kerja bareng disini, dan aku doakan semoga kamu bisa jadi karyawan tetap plus jadi karyawan di VVIP," ucap Amira memberikan semangat, bahkan dia memeluk Zea dengan erat.Zea tersadar dan langsung mengembangkan senyumannya. Dia berdiri, lalu berjingkrak-jingkrak bersama Amira. "Alhamdulillah, makasih banyak ya, Ra. Ini semua berkat Kamu," uj
"Silahkan, jika perlu sekarang juga anda laporkan saya!" tantang Zea dengan berani.Tatapan mata Zea tidak terlihat takut sama sekali, justru dia memperlihatkan sorot mata yang begitu berani. Pria yang baru saja di hajar oleh Zea pergi meninggalkan kerumunan orang-orang. Sebelum pergi, dia menatap Zea sekilas.Zea tersenyum sinis ke arahnya."Zea, terimakasih ya Kamu udah mau bantuin Aku," ucap Sinta dengan mendekat."Santai aja, yang terpenting Kamu gak papa. Lain kali kalau ada yang seperti itu, Kamu bisa panggil Aku. Atau enggak, Kamu hajar aja pria seperti itu," tutur Zea.Sinta mengangguk dan memeluk Zea. Sinta bersyukur karena bisa kenal dengan Zea yang baik dan mau menolong dia.Semua pengunjung sudah bubar dan melakukan aktivitasnya kembali. Begitupun dengan para karyawan yang bertugas kembali melayani pengunjung.Zea yang tengah membetulkan posisi baju yang berantakan, tiba-tiba salah satu karyawan pria menghampirinya. "Kamu dipanggil tuh sama Pak Manager," ucap karyawan te
Satu bulan kemudian…."Selamat datang dan selamat berbelanja, Nyonya," sapa Zea dengan begitu sopan dan ramah."Terimakasih. Bisa bantu saya mengambilkan baju yang tergantung?" ucap pembeli yang Zea sapa, umurnya sekitar 60 tahun tapi wajahnya masih terlihat muda.Zea mengangguk sambil tersenyum. Dia segera mengambilkannya."Ini, Nyonya." Zea menyerahkan baju tersebut dan langsung diterima.Dari kejauhan terlihat Amira berjalan mendekati Zea dengan membawa cacatan. Amira melihat Zea begitu semangat ikut tersenyum bahagia. Ini adalah hari pertama gajian untuk Zea, wajar saja jika sahabatnya itu merasa sangat bersemangat."Ze, bisa bantu aku tolong carikan barang yang ada dicatatan ini gak?" tanya Amira sembari menyerahkan catatannya."Bisa, tapi setelah aku melayani Ibu ini ya. Gak papa, kan?" ucap Zea."Iya, gak papa. Kalau udah nanti bawa keruangan aku ya, sekalian sama bonnya," jawab Amira.Mata Amira merasa tidak asing dengan pembeli yang sedang dilayani oleh Zea. Dari postur tubuh