Satu bulan kemudian….
"Selamat datang dan selamat berbelanja, Nyonya," sapa Zea dengan begitu sopan dan ramah."Terimakasih. Bisa bantu saya mengambilkan baju yang tergantung?" ucap pembeli yang Zea sapa, umurnya sekitar 60 tahun tapi wajahnya masih terlihat muda.Zea mengangguk sambil tersenyum. Dia segera mengambilkannya."Ini, Nyonya." Zea menyerahkan baju tersebut dan langsung diterima.Dari kejauhan terlihat Amira berjalan mendekati Zea dengan membawa cacatan. Amira melihat Zea begitu semangat ikut tersenyum bahagia. Ini adalah hari pertama gajian untuk Zea, wajar saja jika sahabatnya itu merasa sangat bersemangat."Ze, bisa bantu aku tolong carikan barang yang ada dicatatan ini gak?" tanya Amira sembari menyerahkan catatannya."Bisa, tapi setelah aku melayani Ibu ini ya. Gak papa, kan?" ucap Zea."Iya, gak papa. Kalau udah nanti bawa keruangan aku ya, sekalian sama bonnya," jawab Amira.Mata Amira merasa tidak asing dengan pembeli yang sedang dilayani oleh Zea. Dari postur tubuhnya dia seperti kenal, namun sayangnya dia tidak bisa melihat wajahnya karena pembeli tersebut sibuk memilih pakaian.Amira menggelengkan kepala, mungkin dia hanya mirip saja. Amira segera pergi meninggalkan Zea masih banyak pekerjaan yang harus dia kerjaan hari ini.Masih sibuk memilih pakaian, Ibu-ibu tersebut sesekali melirik kearah Zea sambil tersenyum. Dengan tulus Zea juga membalas senyuman itu."Kamu pegawai baru ya disini?" tanya Ibu-ibu itu."Iya, Nyonya. Saya beru sebulan kerja disini, jadi maaf ya bila pelayanan saya kurang baik," jelas Zea dengan sedikit menundukan kepalanya."Nama kamu siapa?" tanya Ibu itu lagi."Nama saya Zea, Nyonya," jawab Zea.Ibu-ibu itu menangguk dsn tersenyum. Dia kembali memilih beberapa baju dan juga tas. Dirasa sudsh cukup, ibu tersebut meminta Zea untuk mengantarkannya kekasir. Dengan senang hati Zea mengantarkan dan membawakan barang-barang yang dibeki pengunjungnya.Selesai membayar, ternyata si pembeli tiba-tiba memberikan Zea uang tips."Ini uang tips untuk Kamu," ucap ibu itu dengan memberikan uang seratus ribu kepada Zea."Terimakasih sebelumnya, tapi sebaiknya tidak usah, Nyonya. Bukan saya menolak rezeki, tapi saya rasa Nyonya tidak perlu memberikan saya uang tips," tolak halus Zea."Jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Oma Rini," tutur Oma Rini.Baru pertama kali Zea mendapatkan pelanggan yang ramah serta baik seperti Oma Rini. Zea merasa senang karena bisa melayani Oma Rini."Baik, Oma," jawab Zea.Oma Rini mengangguk dan segera pergi. Tapi, dia bukan pergi untuk pulang melainkan naik kelantai atas. Zea berpikir mungkin Oma tersebut masih ingin berbelanja di lantai atas.Zea melangkahkan kakinya, berniat untuk mencari bara yang dipinta oleh Amira tadi. Tapi, kakinya tiba-tiba menginjak sesuatu. Saat matanya melihat kebawah, Zea begitu terkejut karena satu buah dompet bagus tergeletak diatas lantai.Zea menoleh ke kanan dan kiri guna mencari pemilik domper tersebut. Tapi sayangnya tidak ada yang lewat sama sekali. Dengan sedikit ragu, Zea melihat isi dompet tersebut. Begitu melihat identitas di dalam, mata Zea membulat."Loh, bukannya ini milik Ibu yang berusan ya? Aduh kasihan banget, pasti sekarang Ibu itu lagi nyari dompetnya yang jatuh," gumam Zea.Zea segera naik kelantai atas guna mencari keberadaan Oma Rini. Sudah mutar-mutar tapi Zea tidak dapat menemukan keberadaan Oma Rini.Bruk.Karena tidak melihat kedepan, alhasil Zea menabrak seseorang."Aduh!" ucap Zea kaget.Dia menoleh, melihat siapa yang dia tabrak barusan. Seketika matanya membulat ketika tahu bahwa dia menabrak Agam."Pak Agam. Maaf, Pak saya tidak sengaja," ucap Zea.Agam tidak menjawab, dia melengos begitu saja meninggalkan Zea membuat Zea lagi-lagi dibuat kesal oleh sikap Agam."Kenapa sih orang itu gak pernah menjawab maaf orang? Heran, kok ada ya orang seperti dia," gerutu Zea.***Di ruangan Agam seseorang duduk dengan santai sembari menikmati secankir teh hangat. Usianya yang tidak muda lagi tapi masih terlihat begitu cantik.Ceklek.Agam masuk dan tersenyum kepada orang yang sedang menunggunya. Agam mencium punggung tangan orang tersebut dnegan sangat lembut."Mama ngapain kesini?" tanya Agam dengan mendudukan diri disamping orang yang dia sebut Mama."Habis belanja, terus Mama kangen sama Kamu makanya Mama mampir kesini," jelas Mama Agam yang ternyata adalah Oma Rini.Agam mengangguk, dia bingung harus menjawab apa.Oma Rini sepertinya akan menunjukan sesuatu kepada Agam. Tapi dia sadar bahwa dompetnya tidak ada di dalam tas.Wajah Oma Rini terlibat panik, ini bukan soal uang tapi semua surat-surat ada didalam dompetnya.Agam mengernyitkan kening ketika melihat ekspresi Mamanya terlihat panik."Ada apa?" tanya Agam.Oma Rini menatap Agam."Dompet Mama gak ada. Aduh, jatuh dimana ya," jawab Oma Rini dengan nads suara panik.Agam beranjak, dia menghubungi pikah informasi untuk mengumumkan kehilangan dompet Mamanya. Tidak lupa Agam juga menyebutkan ciri-ciri dompet tersebut."Perhatian semuanya! Barang siapa yang menemukan dompet berwarna coklat dengan berukuran panjang di area lantai satu dan dua, mohon segera bawa keasal suara!" Bagian informasi terus mengulang ucapannya.Zea menatap dompet yang ada di tangannya, dia segera membawa dompet tersebut keasal suara. Ternyata disana sudah ada Sgam dan juga Oma Rini."Oma, ya ampun aku nyari kemana-mana ternyata sudah ada disini. Ini dompet Oma, tadi jatuh didepan kasir," ucap Zea dengan menyerahkan dompet berwarna coklat."Masya Allah, terimakasih ya, Zea. Kamu mrmang sangat baik dan jujur, beruntung banget dompet ini Kamu yang nemuin," ujar Oma Rini.Zea tersenyum dan bernafa lega karena berhasil mengembalikan dompet yang dia temukan.Agam menatap Zea yang masih tersenyum lembut kearah mamanya. Dia terus memperhatikan Zea dan mencerna perkataan Oma Rinu barusan. Jika Agam pikir-pikir, memang benar Zea adalah karyawan yang baik, ramah dan juga jujur. Selama ini banyak sekali yang membicarakan Zea karena dia begitu ramah kepada pelanggan."Oma, coba dicek dulu isinya masih lengkap atau ada yang hilang," saran Zea."Tidak perlu. Oma percaya Kamu orangnya jujur," jawab Oma Rini."Kalau begitu Aku permisi ya, Oma, Pak Agam. Mau lanjut kerja lagi," pamit Zea.Oma Rini mengangguk tapi tidak dengan Agam. Agam hanya menatap Zea sekilah lalu mengalihkan padangannya kearah lain.Oma Rini menarik Agam masuk kedalam ruangan Agam. Dia ingin membicarakan sesuatu kepada anak bungsunya itu.Agam hanya pasrah tangannya ditarik, dia mengikuti langkah orang yang sudah melahirkannya keduania."Agam, Zea anak yang baik dan ramah. Mama suka sama dia," terang Oma Rini."Mama mau pacaran sama dia?" tebak Agam.Pluk.Oma Rini memukul lengan Agam pelan."Ngada-ngada kamu. Maksud Mama, dia cocok jika jadi istri kamu," tutur Oma Rini."Gak bisa. Lebih baik Mama pulang dan istirahat," ucap Agam.Oma Rini menghela nafas kasar. Dia merasa bosan dengan Agam yang selalu mengalihkan pembicaraan. Dia heran dengan sikap anaknya yang semakin kesini semakin dingin kepada perempuan. "Yasudah, Mama pulang dulu," ucap Oma Rini.Agam menganggukkan kepalanya.Seperginya Oma Rini, Agam menghubungi seseorang."Suruh Zea keruangan saya sekarang!" perintah Agam.Sekarang Zea sudah berada di ruangan Agam."Pak Agam manggil saya?" tanya Zea basa basi.Agam menatap Zea sekilas."Duduk," perintah Agam.Zea menurut dan duduk di kursi hadapan Agam. Jantungnya tiba-tiba berdebar sangat kencang, padahal Agam belum berbicara apa-apa. Pikiran buruk menghampirinya, dia takut jika akan dipecat gara-gara menemukan dompet Oma Rini tadi.'Aduh, masa sih nemu dompet terus dikembaliin aja mau dipecat,' batin Zea.Kaki Zea bergetar, tangannya terasa dingin, pikiran Zea juga kalut. Antara takut dan bingung, padahal waktu dia menampar pengunjung tidak setakut ini.Agam yang masih fokus pada layar ponselnya, dia segera menyimpan ponselnya. Ditatapnya Zea dengan intens yang membuat kaki Zea semakin bergetar."Mulai besok kamu jadi karyawan di ruangan VVIP," ucap Agam yang membuat Zea mematung.Zea tidak bekedip sama sekali, bahkan detak jantungnya berhenti sejenak.Agam berdehem karena melihat Zea diam saja."Ehem," dehem Agam.Zea tersadar kembali, lalu menatap
Nafas Zea memburu, antara menahan emosi dan menahan sabar."Jika aku tidak bisa gimana?" tanya Zea dengan sedikit meninggikan suaranya.Tangan Pak Yanto yang satunya lagi mencengkram rahang Zea dengan sangat kuat. Dia tersenyum miring di hadapan Zea.Tidak ada rasa takut sama sekali dalam diri Zea, yang ada tinggal rasa muak. Ingin rasanya Zea menghajar pria tua di hadapannya itu, tapi untungnya rasa kemanusiaan dan rasa hormat Zea masih ada."Jika Kamu tidak mampu, maka kamu harus pergi dari rumah ini!" ancam Pak Yanto."Apa hak Bapak mengusir Aku dari sini?" sela Zea cepat."Karena Kamu hanya beban keluarga dan anak pembawa s*al bagi Saya!" sentak Pak Yanto tepat di depan wajah Zea.Tangan Zea bergerak melepaskan cengkraman Pak Yanto. Setelah bersusah payah, akhirnya Zea berhasil melepaskan cengkraman itu.Sorot mata Zea menunjukan kebencian dan amarah yang begitu besar. Giginya gemeretuk menahan emosi yang sewaktu-waktu bisa meledak."Gimana tawaran saya? Gaji kamu saya yang pegang
'Njir, Pak Agam sat set banget ngajakin aku ke KUA,' batin Zea.Agak terkejut, tapi Zea tidak berani bertanya lagi. Sepanjang jalan Zea hanya menatap jalanan. Tapi, jika diingat-ingat jalanan ini seperti jalanan yang selalu dia lalui ketika akan berangkat dan pulang dari Mall.Akhirnya setelah beberapa menit, mereka sampai juga di halaman Mall. Agam segera memarkirkan mobilnya, dan mematikan mesin mobil. "Gak mau turun?" sindir Agam ketika melihat Zea hanya diam saja sambil terlihat bingung."Ini mah Mall, Pak, bukan KUA. Katanya tadi mau ke KUA, kok sekarang malah ke Mall," ucap Zea dengan bingung.Agam tidak menghiraukan ucapan Zea, dia segera turun meninggalkan Zea di dalam.Zea segera menyusul ketika melihat Agam semakin menjauh. Zea menepuk jidatnya sedikit keras. Sekarang Zea sadar bahwa dia hanya ditawari menumpang sampai Mall, bukan mau diajak ke KUA."B*go banget sih Aku ini. Kenapa juga malah mikir mau dibawa ke KUA beneran coba? Memalukan sekali," gumam Zea dengan naik ke l
Zea terjatuh tepat di pelukan Agam. Mereka saling pandang satu sama lain.'Kalau dari dekat gini ganteng juga ya ni orang. Tapi, sayangnya ketampanan dia terhalang oleh sikap dingin dan kesombongannya,' batin Zea.Agam yang sadar bahwa mereka sedang di posisi tidak baik, dengan segera menurunkan Zea tanpa perasaan.Bruk."Aduh! Kenapa gak pelan-pelan sih nurunin nya. Sakit tau!" omel Zea, dia terlalu kesal hinggal tidak memperdulikan bahwa Agam adalah atasannya.Rama yang melihat Zea terjatuh ke atas lantai, dengan segera dia menolong Zea. "Kamu gak papa?" tanya Rama dengan membantu Zea berdiri."Aku gak papa, makasih ya udah bantuin," ucap Zea.Agam menatap Zea dan Rama bergantian. Setelah itu, Agam meninggalkan Rama yang masih terus memandangi wajah Zea.Entah kenapa jantung Agam berdebar sangat kecang ketika menatap bola mata Zea. Bola matanya yang bening, wajah cantik, membuat Agam sedikit salah tingkah.Rama yang melihat Agam semakin menjauh, dia segera menyusulnya dengan langka
Mata Zea membulat sempurna, begitupun dengan Agam."Kenapa Mama selalu memutuskan secara sepihak?" sentak Agam."Ini semua demi terhindar dari fitnah dan juga zina!" jelas Oma Rini dengan lantang."Seharusnya Mama bertanya terlebih dahulu sebelum menyimpulkan sesuatu!" marah Agam.Kali ini Agam banyak bicara karena dia tidak mau menikah untuk kedua kalinya tanpa didasari oleh cinta lagi.Zea juga tidak tinggal dia, dia segera beranjak dari ranjang dan mendekat ke arah Oma Rini."Kenapa aku dan Pak Agam harus menikah?" tanya Zea dengan polos.Agam menatap Zea dengan tatapan yang begitu tajam. Tapi, Zea tidak takut sama sekali, justru dia menatap balik Agam dengan tatapan yang sama."Aku dan dia tidak tidur satu ranjang! Jadi aku mohon sama Mama, jangan pernah bawa-bawa pernikahan hanya karena kesalah pahaman!" bantah Agam.Zea mengangguk tanda setuju dengan ucapan Agam barusan.Wajah Agam begitu merah, dia menahan amarah kepada Mamanya. Agam tidak akan pernah mau menerima pernikahan at
Bruk."Maaf… Aku gak sengaja," ucap gadis tersebut.Di bawah teriknya matahari, seorang gadis cantik dengan membawa amplop coklat berjalan dengan tergesa. Sesekali dia mengelap keringat yang bercucuran di dahi dan jidatnya. Dia menabrak seorang pria berjas. Saat mendongak, pria itu malah pergi begitu saja tidak memperdulikan kata maaf yang keluar dari mulutnya."Apa dia marah karena aku tidak sengaja menabraknya?" gumam Zea.Zea Alia Quinsha, terlahir dari kalangan sederhana dan baru saja lulus sekolah. Dia memiliki kulit putih, rambut pendek yang diwarnai coklat tua, dan bola mata yang hitam. Zea hanya lulusan SMA, tapi untungnya dia mempunyai teman yang merekomendasikan dia untuk bekerja di salah satu Mall ternama di kotanya."Ribet banget sih pake sepatu hak tinggi begini. Jalan jadi susah kan!" gerutu Zea.Drrtt.Satu panggilan masuk membuat Zea menghentikan langkahnya. "Hallo?" "Ze, Kamu masih lama? Kamu udah nyampe mana?" tanya Amira dibalik telepon."Ini sudah di depan, sebe
Glek.Zea menelan ludahnya dengan kasar."Ba-baik, Pak," jawab Zea dengan gugup.Amira dibuat greget dengan Agam yang tidak langsung memberikan jawaban. Dia berdiri, tapi saat Amira akan angkat bicara, tiba-tiba Agam berbicara lebih cepat daripada Amira."Besok dia bisa mulai bekerja, dan Kamu Amira. Tolong kasih tau semua peraturan dan cara kerja disini," ucap Agam dengan tegas."Bak, Pak!" jawab Amira dengan antusias.Sedangkan Zea, dia masih diam mematung hingga Agam pergi meninggalkan mereka berdua. Zea masih mencerna jawaban Agam barusan. Saking tidak percayanya, dia sampai menepuk-nepuk pipinya sendiri."Aaaa, selamat Zea. Akhirnya kita bisa kerja bareng disini, dan aku doakan semoga kamu bisa jadi karyawan tetap plus jadi karyawan di VVIP," ucap Amira memberikan semangat, bahkan dia memeluk Zea dengan erat.Zea tersadar dan langsung mengembangkan senyumannya. Dia berdiri, lalu berjingkrak-jingkrak bersama Amira. "Alhamdulillah, makasih banyak ya, Ra. Ini semua berkat Kamu," uj
"Silahkan, jika perlu sekarang juga anda laporkan saya!" tantang Zea dengan berani.Tatapan mata Zea tidak terlihat takut sama sekali, justru dia memperlihatkan sorot mata yang begitu berani. Pria yang baru saja di hajar oleh Zea pergi meninggalkan kerumunan orang-orang. Sebelum pergi, dia menatap Zea sekilas.Zea tersenyum sinis ke arahnya."Zea, terimakasih ya Kamu udah mau bantuin Aku," ucap Sinta dengan mendekat."Santai aja, yang terpenting Kamu gak papa. Lain kali kalau ada yang seperti itu, Kamu bisa panggil Aku. Atau enggak, Kamu hajar aja pria seperti itu," tutur Zea.Sinta mengangguk dan memeluk Zea. Sinta bersyukur karena bisa kenal dengan Zea yang baik dan mau menolong dia.Semua pengunjung sudah bubar dan melakukan aktivitasnya kembali. Begitupun dengan para karyawan yang bertugas kembali melayani pengunjung.Zea yang tengah membetulkan posisi baju yang berantakan, tiba-tiba salah satu karyawan pria menghampirinya. "Kamu dipanggil tuh sama Pak Manager," ucap karyawan te