Beranda / Romansa / Dua Sisi / Chapter 3

Share

Chapter 3

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-12 09:52:58

What the hell? Apa yang kamu lakukan, country girl? Kamu mau membakar rumah saya hah? Kamu pikir ini hutan? 

Uhukk uhukkk uhukkk...

Revan tersedak oleh asap tebal ciptaan Embun, yang berasal dari tungku pemanggang ikan ciptaannya. Melihat kedatangan Revan, Embun yang sedang berjongkok sambil mengipasi ikan panggangnya buru-buru berdiri. Ia juga dengan segera meletakkan kipas koran serba gunanya dan menghampiri Revan.

"Tadi sebelum ibu dan ayah pergi, mereka berpesan agar saya memasak ikan yang ada di dalam kotak pendingin eh lemari es. Makanya jadi sa—saya masak ikan ini pakai api." 

Embun berusaha menjelaskan dengan kepala yang terus tertunduk. Ia juga merasa semakin ketakutan dengan suara-suara keras dan bentakan Revan yang terus saja memaki-makinya. Penampilan baru bangun tidur Revan dengan rambut berantakan dan bertelanjang dada terasa semakin mengintimidasinya. 

"Kan ada kompor gas, ada pemanggang elektrik juga. Dasar orang hutan! Makanya kalau nggak tahu itu, ya nanya! Itu punya mulut buat apa juga hah?" 

Revan semakin merasa emosi saja terhadap gadis primitif yang seperti berasal dari zaman batu ini. Dia berencana untuk segera balik ke apartemennya secepatnya. Bisa gila dia lama-lama kalau terus saja menghadapi tingkah absurd gadis udik ini. Biar saja istri primitifnya ini tinggal di rumah ini bersama dengan kedua orang tuanya. Toh yang memaksanya menikah mereka juga. Biar mereka saja yang merasakan betapa sialnya punya menantu primitif dari suku pedalaman pula. 

"Ta—tadi Abang kan tidur. Jadi sa—saya nggak berani membangunkan Abang. Nanti Abang marah lagi." 

Embun menjawab pelan sambil tetap menunduk. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia sungguh-sungguh tidak betah tinggal di rumah ini. Dia merasa serba salah. Kalau dia diam saja tidak melakukan apa-apa, dia takut dianggap pemalas. Tapi kalau dia bekerja ya begini inilah jadinya. Bersalahan semuanya. Embun bingung dia harus bagaimana lagi agar Revan tidak terus-terusan memarahinya. 

"Kamu diam dibsitu. Saya akan segera mengambil air dan akan mencoba untuk memadamkan apinya." Selagi Revan akan mengambil air untuk memadamkan api, Embun buru-buru mengambil piring yang memang telah ia siapkan sebagai wadah untuk menaruh ikan yang sudah matang. Ia berinisiatif untuk menyelamatkan ikan-ikan yang sudah susah payah dipanggangnya itu sebelum disiram air oleh Revan.

Revan yang tengah berjalan kearah kamar mandi dan bermaksud untuk mengambil seember air, kembali memaki kesal saat melihat apa yang telah dilakukan oleh istri primitifnya itu di kamar mandi. Embun merendam seluruh baju kotor mereka kedalam bath tub! Embun menjadikan bath tub kamar mandinya sebagai ember untuk merendam pakaian kotor! Oh nooo!

"Embun!" Lolongan suara Revan nyaris membuat tangan Embun terpanggang api saking kagetnya.

Apa lagi lah salah awak kali ini? Tak da jeda pun seharian ini kena marah. Embun membathin.

"Iya Bang, sebentar." Embun buru-buru mematikan tungku perapiannya dengan cara menggosok-gosokkan bara pada tumpukan abu bakar hingga padam. Barulah dia berdiri dan bergegas menghampiri Revan yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandi dengan wajah sehitam tungku perapiannya tadi. Satu, dua, tiga!

"Kamu ini memang bodohnya tidak terbatas ya? Itu bath tub buat berendam dan merelaksasi tubuh yang lelah. Bukan untuk merendam cucian kotor. Paham kamu?" Revan meremas rambutnya sendiri saking gusarnya. Ia sudah kehabisan perbendaharaan kata untuk memarahi Embun.

"Memang benarlah kalau Albert Einstein mengatakan kalau kebodohan itu tidak terbatas! Saya bahkan sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa agar kamu bisa bersikap sedikit lebih manusiawi dan beretika." 

Revan berjalan menghampiri bath tub, mengambil sebagian baju kotor yang ada dalam rendaman dan melemparkannya begitu saja ke wajah Embun. Wajah dan sebagian pakaian Embun pun menjadi basah seketika. 

"Saya tidak mau tahu. Kembalikan keadaan kamar mandi saya seperti sedia kala. Satu hal lagi, mulai detik ini kamu tidak usah lagi menyentuh apalagi mencuci pakaian-pakaian saya. Biar Bik Popon saja yang mencucinya seperti biasanya. Mengerti? Sekarang bereskan semua kekacauan yang sudah kamu ciptakan ini!" Revan segera berlalu dari hadapan Embun setelah meneriakkan beberapa perintah.

Embun memejamkan mata melihat kemarahan Revan yang seperti sudah mencapai ubun-ubunnya. Tanpa banyak bicara lagi Embun pun segera mengerjakan semua perintah Revan dalam diam. 

Bepak, Embun ingin pulang ke kampung saja. Embun sungguh tidak betah di sini. Kata bepak orang kota itu lebih beretika dan manusiawi. Tidak seperti kita yang primitif. Tetapi yang Embun lihat, mereka bahkan tidak bisa memanusiawikan seorang manusia dengan benar. Embun ingin kembali ke kampung bukit 12 saja. 

===================

"Wahhh... ternyata kalau ikan di panggang alami begini enak sekali ya, Yah? Manis, gurih dan masih ada bau asap-asapnya juga. Enak banget lho  Mbun. Kamu jago masak rupanya ya, Nak?" 

Gayatri mengelus sayang puncak kepala menantunya. Saat ini mereka sekeluarga sedang makan malam hasil masakan Embun. Dia memang sengaja memuji-muji Embun separuh bangga karena memang masakannya enak, dan separuhnya lagi sebagai upaya untuk menghibur menantu lugunya itu akibat ledakan kemarahan Revan. 

Sewaktu pulang dari berbelanja bulanan tadi, mereka mendapati Embun dimaki-maki oleh Revan yang sepertinya terpeleset karena Embun mengepel dengan air yang sangat banyak. Sebagian kaus putih Revan basah dan berbercak karena air kotor bekas mengepel lantai. Keadaan menantunya malah lebih parah lagi. Wajah, rambut dan pakaiannya basah semua. Sewaktu Gayatri menanyakannya, Embun hanya mengatakan kalau ia terpeleset di kamar mandi, makanya sebagian pakaiannya basah semua. Menantunya itu tampak sangat sedih dan tertekan. Makanya sekarang Gayatri dan Gilang berusaha untuk membuatnya sedikit gembira dengan cara menghargai kerja kerasnya.

"Tapi ingat, lain kali kalau mau memanggang atau memasak apapun pakai kompor gas aja ya, sayang? Tadi sudah bisa menggunakannya kan? Terus kalau butuh apa-apa minta tolong pada Bik Iyem atau Bik Popon aja ya, Nak?" 

Gayatri kembali memberi nasehat secara halus kepada Embun. Embun mengangguk sambil berdiri dan mengisi air minum Revan yang telah kosong. Sebenarnya Embun ini gadis yang baik dan berbakti sekali. Sedari tadi dia sibuk melayani Revan sampai makanannya sendiri saja sendiri masih penuh. Mengambilkan nasi, lauk pauk dan juga mengisi gelas dengan air putih yang telah habis. Gadis ini walau berasal dari daerah primitif, tapi tindak tanduknya sangat sopan dan berbudaya. Revan yang tadi habis memaki-maki Embun yang dituduhnya mau membakar rumah, malah memakan ikan yang di panggang oleh Embun tadi paling banyak.

"Embun, ada yang ingin Ayah tanyakan padamu. Tetapi Ayah harap kamu menjawab dengan jujur ya?" 

Gilang menatap mata menantunya lurus-lurus. Ia Berharap mendapat jawaban yang jujur. Saat ini mereka telah selesai makan malam dan piring-piring kotor telah dibawa ke dapur oleh Bik Asih dan Bik Popon. Gilang memang sengaja menahan Embun sebentar di meja makan untuk sedikit bertanya tentang masalah pribadinya. Walaupun tampak bingung, tetapi Embun mengangguk juga.

"Anak Dewa itu siapa?"

Tubuh Embun langsung kaku seketika. Tiga orang yang sedang duduk di meja makan itu seketika tahu bahwa nama yang disebutkan Gilang tadi pasti sangat berpengaruh dalam hidupnya.

"Kalau ditanya orang tua itu, jawab. Tapi yang jujur jawabnya. Mertua kan bisa dikategorikan sebagai pengganti orang tua kamu juga. Mengerti?"

Revan kembali menyerang Embun. Gilang dan Gayatri saling bertukar tatap. Mereka tahu, dibalik kata-kata pedas Revan sebenarnya tersirat keingintahuan yang kental di sana. Putranya sebenarnya sedang penasaran setengah mati dengan jawaban menantu polosnya. 

"Anak Dewa itu kekasih saya."

Tiga orang menatap kaget pada kata-kata lugas Embun. Mereka termangu saat mendengar jawaban selugas dan sejujur itu. Menantunya memang beda. Berani mengakui kekasihnya di hadapan suami dan kedua mertuanya. Luar biasa.

"Kamu sudah punya suami bagaimana mungkin masih berani mengakui mempunyai seorang kekasih?" 

Revan mendelik. Kesal akan jawaban yang diterimanya. Bayangkan, istinya mengakui punya seorang kekasih di hadapannya. Suami sahnya! Istri macam apa itu coba? 

"Abang saja tadi memperkenalkan saya sebagai seorang Asisten Rumah Tangga pada Pak Sergio. Suami macam apa itu?" 

Embun menjawab pelan, tetapi sanggup membuat suasana senyap seketika sebelum ibu mertuanya mengeluarkan tanduknya.

"Apa ibu pernah mengajarimu untuk merendahkan, menghina apalagi tidak mengakui bagian dari keluargamu sendiri Revan Aditama Perkasa? Ibu malu melihat sikap kamu yang seperti ini. Ibu merasa sudah gagal menjadi seorang ibu!"

Gayatri menatap Revan dengan mata membara. Putranya ini memang sudah benar-benar kelewatan.

"Revan minta maaf, Bu."

"Kenapa kamu minta maafnya sama Ibu? Minta maafnya sama istri kamu dong?!!"

"Maaf." Dengan setengah hati Revan meminta maaf pada Embun dari seberang meja. Embun cuma menganggukkan kepalanya saja.

"Keberatan tidak kalau Embun menceritakan bagaimana asal muasal  hubungan antara Embun dengan Anak Dewa ini? Karena setelah mendengar cerita versi Embun nanti, barulah Ayah akan mengambil sikap." 

Gilang mulai melakukan interogasi persuasif pada menantunya. Embun terdiam sejenak. Ia seperti mulai berusaha mengumpulkan ingatannya sebelum akhirnya bersuara.

"Anak Dewa adalah anak kandung bepak dan induk," sahut Embun pelan.

"Kamu menyebut ibumu sendiri dengan sebutan induk? Memangnya ibumu itu hewan?" Revan memandang Embun dengan ngeri.

"Anak rimba seperti kami memang menyebut induk pada ibu dan bepak pada ayah. Itu adalah panggilan kebiasaan bukan suatu penghinaan," pungkas Embun. Ia sekarang saling menjalin jemari sebelum kembali melanjutkan pembicaraan.

"Anak Dewa itu anak kemuten. Yang artinya anak rimba yang modern. Setamat SMU, Anak Dewa kuliah di Jambi untuk melanjutkan pendidikannya. Anak Dewa bekerja paruh waktu di kota untuk membiayai kuliahnya sendiri. Setelah Anak Dewa sukses dan mempunyai kebun sawit sendiri, dia mengatakan akan melamar saya kalau usia saya sudah cukup dewasa. Pada waktu itu saya masih berusia empat belas tahun dan Anak Dewa dua puluh empat tahun.

Karena kekerabatan Orang Rimba adalah bersifat matrilinear yang sama dengan sistem kekerabatan Minangkabau yang uxorilokal, maka Orang Rimba menganggap hubungan endogami atau keluarga inti yang di dalamnya mencakup saudara seperut atau saudara kandung, anak angkat atau hubungan dengan orang lain yang satu darah itu dianggap tabu atau incest. 

Maka walaupun saya dan Anak Dewa jelas tidak mempunyai pertalian darah sedikit pun, tetap saja hubungan kami dianggap tabu dan melanggar adat.

Oleh karena itu saat Anak Dewa berkeras ingin menikahi saya, dia diusir dari kampung oleh para Temenggung, setelah terlebih dulu disidang oleh Menti. Yaitu orang yang bertugas untuk menyidang para pelanggar hukum adat, dan disetujui oleh Mangku atau orang yang menimbang keputusan dalam sidang adat.

Anak Dewa tidak diperbolehkan kembali lagi ke Bukit Dua Belas kecuali bepaknya atau ayah kami sudah melangun atau meninggal. 

Bulan lalu Anak Dewa sudah menghubungi kepala desa untuk membawa saya pulang ke rumah barunya. Anak Dewa berniat menikahi saya di sana walau tanpa persetujuan ayah kami. Karena menurut Anak Dewa saat ini saya sudah dewasa. Tetapi ya kejadian selanjutnya kan Ayah sudah tahu, sampai saya bisa berada di sini." 

Embun merasa plong setelah menjelaskan hal yang selama ini dia takutkan. Tanpa sepengetahuan bepaknya dan semua kerabat kesukuannya, diam-diam sebenarnya Embun tetap menjalin komunikasi melalui perantara bapak kepala desa yang selama ini menjadi kaki tangannya Anak Dewa. 

Embun yakin saat ini pasti Anak Dewa sedang kebingungan karena tidak mendapatinya di Bukit Dua Belas. Embun takut Anak Dewa akan mengamuk saat dia tahu kalau dia sekarang sudah menjadi istri orang. Dengan penuh rasa ingin tahu, Embun menanyakan hal yang sebenarnya sedari tadi sangat ingin ia tanyakan.

"Apakah Anak Dewa sudah kembali ke kampung dan mencari saya di sana, Pak?" 

Embun mulai menduga-duga, dari mana Pak Gilang bisa mengetahui tentang kisah Anak Dewa. Gilang menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Embun.

"Lebih dari itu, Nak. Kata kepala desa yang tadi menelepon ayah, Anak Dewa sudah mengacak acak bukit Dua Belas sampai ke bukit Tiga Puluh untuk mencarimu. Bapak kepala desa tidak berani mengatakan kalau kamu saat ini sudah menjadi istri Revan dan tinggal di sini. Kalau ayah boleh tahu siapa nama asli dari Anak Dewa, Embun?" 

Gilang merasa harus memastikan sesuatu. Gilang tahu bahwa tradisi suku anak dalam tidak boleh menyebutkan nama asli. Nama panggilan di rimba dan di luar rimba itu berbeda. Dia mencurigai sesuatu dan hanya ingin memastikannya.

"Rangkayo Depati."

"Ternyata memang dia orangnya. Apakah orang ini yang kamu sebut-sebut sebagai Anak Dewa, Embun?" 

Gilang menunjukkan sebuah photo. Embun kaget karena di photo itu Anak Dewa bahkan sedang memeluknya. Photo itu diambil dua bulan lalu oleh sahabat Anak Dewa, yaitu Macan Rimba. Embun pun mengangguk dengan gembira.

"Bang Revan. Pacar saya sudah datang. Ayo kita cerai saja. Abang bahagia, saya juga bahagia. Jadi tidak ada yang tersakiti di sini. Ayah kenal dengan Anak Dewa? Boleh Embun meminjam telepon kecil Ayah?" Embun begitu gembira saat mengetahui kalau pacarnya telah mencarinya. Akhirnya, ia bisa terlepas dari keluarga Aditama Perkasa juga. Alhamdullilah.

"Tidak ada telepon-teleponan. Sekarang masuk ke kamar. Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu." 

Revan menarik tangan istri primitifnya yang sedang duduk dikursi ke arah kamar. Dia sangat malu karena Embun langsung meminta cerai padanya karena ingin bersama dengan mantan kekasihnya. Ya Mantan! Karena setelah mereka berdua menikah, itu artinya wanita atau pria di luar mereka berdua sudah harus disebut mantan bukan? Revan membuka pintu kamar dan mendudukan Embun di sudut ranjang.

"Dengar ya country girl, perceraian adalah hal yang sangat dibenci oleh Allah. Bahkan Allah mengancamnya dengan tidak memberikan surga pada wanita yang meminta cerai pada suaminya. Ini selaras dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, seorang istri yang mudah meminta cerai kepada suaminya hanya karena permasalahan sepele, maka dia tidak akan mencium bau surga. 

Ini berdasarkan HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Artinya, istri yang dengan mudah meminta cerai kepada suaminya dikhawatirkan tidak akan masuk surga bersama suaminya yang saleh. Kamu mengerti, Embun?"

Revan menatap wajah Embun yang seketika tampak pucat dan sedikit ketakutan. Takut masuk neraka juga istri primitif nya ini.

"Memangnya Abang suami yang saleh apa? Perasaan nggak kan? Malah Abang itu senang sangat menzholimi saya. Nengejek saya bahkan membuat saya bersedih. Yang mana bagian diri Abang yang saleh?" 

Embun tampak berusaha berpikir keras, namun tidak juga mendapat jawabannya. Revan yang sedari tadi berdiri sekarang ikut duduk di tepi pembaringan.

"Ya saleh menurut kamu pribadi dengan saleh menurut Allah beda versi tentunya. Sudah, kamu tidak usah kebanyakan mikir." Revan kemudian berdiri. Ia membuka sisi lemari dan mengelurkan satu kaus oblong berwarna hitam. Ia juga dengan santai mengganti kausnya begitu saja di depan Embun, yang seketika memalingkan wajahnya.

"Saya mau keluar dulu ada urusan. Kamu baik-baik dirumah ya, country girl? Jangan mulai membakar apapun lagi dan jangan ke mana-mana. Nanti nyasar. Ingat itu?"

===================

Revan masih sibuk menghitung-hitung cost untuk pembangunan apartemen yang baru saja ia menangkan tendernya  saat sahabat gokilnya Bara Bramasta menelepon.

"Van, gue minjem cewek ONS lo dong. Kepala gue lagi mumet ini gara-gara kalah tender sama perusahaan kompetitor gue. Makanya gue butuh pelampiasan. Gue minjem apartemen lo juga ya buat ena ena. Apartemen gue lagi dijajah sama nyokap gue."

"Eh sianying. Lo mau maksiat nyari hotel dong. Nggak modal amat ngotorin apartement gue. Lo mau cewek yang mana? Gue nggak pernah ONS dengan orang yang sama. Soalnya gue takut ntar mereka pada baperan."

"Si Clara yang bohay deh. Gue nggak tau nomor ponselnya. Lo tolongin atur supaya ntar satu jam lagi gue ke apartemen lo, and tuh cewek udah ada di sana."

"Gue nggak mau nelepon cewek yang udah pernah gue pake. Kalo lo mau nih ada yang mau gue pake tapi nggak jadi karena tetiba nggak napsu gue. Inget cuma sekali ini aja gue minjemin apartemen gue buat lo ya? Kampret bener berasa jadi germo lanang gue!

"Lo emang sahabat sejati gue. Satu jam lagi gue ke apartemen lo ya? Cipok dikit ah! Muachh. Hahaha

"Eh sianying. Jijik gue dengernya. Cuih! Puih!"

Revan menyumpah-nyumpah jijik karena mau dicipok Bara.

Tetapi akibat dari kesibukannya yang menumpuk, Revan lupa pada janjinya untuk menelepon cewek ONS untuk Bara. Dan Revan tidak tahu, akibat keteledorannya itu bencana besar akan melanda.

===================

"Embun, ibu mau belanja bahan-bahan makanan untuk ngisi kulkas Revan dulu ya, Nak. Tiga lantai di atas apartemen ini. Embun mau ikut?" 

Gayatri yang ditemani oleh Embun  tiba-tiba saja menyidak apartemen Revan pada hari Sabtu sore. Gayatri memang selalu menyidak apartemen putra tunggalnya untuk melihat stock makanan di lemari es putranya. Ia jugalah yang selalu mengisi makanan maupun buah-buahan yang sehat untuk putranya. Karena kalau mengharap Revan yang berbelanja, maka matahari pasti telah terbit dari barat dan tenggelam di timur. Alias tidak mungkin.

"Tidak usah, Bu. Embun melanjutkan mengganti kain alas tidur Bang Revan aja. Tanggung Bu," sahut Embun sambil terus membuka sarung bantal bermotif catur Revan.

"Kain alas tidur itu namanya sprei sayang. Diingat-ingat ya?" 

Gayatri menepuk pelan bahu menantu nya. Dengan penuh kesabaran ia selalu membimbing menantunya agar bisa semakin berbaur dengan dunia modern.

Sepeninggal ibu mertuanya, Embun masih terus saja berbenah ini dan itu, sehingga apartemen Revan tampak rapi dan bersih.

Ceklek!

"Halo cantik. Kamu ini pesanannya Revan ya?"

Bab terkait

  • Dua Sisi   Chapter 4

    Embun yang sedang menyusun bantal dan guling bingung harus menjawab apa. Lagi pula mengapa pria ini bisa tiba-tiba masuk kedalam kamar? Pesanan Revan? Memangnya Revan memesan apa coba?"Emang selera si Revan oke punya ya? Abege kinyis kinyis lugu. Mana masih memakai pakaian daerah lagi. Kamu berasal dari mana sih Cantik?" Bara tidak tahan untuk tidak mengelus pipi mulus Embun yang tidak tersentuh make up sedikit pun. Embun refleks memalingkan wajah seraya meletakkan bantal dan guling di kepala ranjang. Walaupun ia takut, tetapi ia menjawab juga pertanyaan pria asing ini."Saya berasal dari Bukit Dua belas Jambi." Embun menjawab pelan sambil mundur mundur. Ia menghindari tangan Bara yang nakal."Sebelum kita bertempur, kenalan dulu dong, Cantik. Saya Bara Bramasta."Bara mengulurkan tangannya pada Embun. Mengajak bersalaman. Ragu-ragu Embun akhirnya mengulurkan tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Dua Sisi   Chapter 5

    Seluruh klan Aditama Perkasa beserta segenap jajaran karyawan dan karyawati perusahaan P.T Aditama Group, berkumpul di salah satu hotel mewah milik keluarga besar Aditama Group Tbk.Malam ini, selaku Komisaris dan pemilik perusahaan, Gilang Aditama Perkasa ingin memperkenalkan secara resmi menantunya pada seluruh keluarga besar dan segenap jajaran penting dalam perusahaannya.Dia ingin mereka semua tahu bahwa saat ini Revan telah beristri. Hanya masalah resepsi pernikahanlah yang Gilang masih agak ragu. Dia tahu kalau baik Revan maupun Embun, mereka berdua belum sampai pada taraf saling mencintai. Apabila dia memaksakan diri untuk mengadakan resepsi besar-besaran, di khawatirkan Anak Dewa akan mengetahui keberadaan Embun.Yang Gilang takutkan adalah goyahnya hati Embun akibat cinta masa lalunya telah kembali. Bagaimanapun mereka berdua telah berhubungan sedari kecil. Tentu tidak mudah untuk membuang rasa cinta itu begitu s

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Dua Sisi   Chapter 6

    "Seberapo rimbun kayu di Jambi,Rimbunlah jugo kayu di Tungkal,seberapo rindu Abang nak pegiRindulah jugo kami nak tinggal."Embun membalas pantun Anak Dewa dengan mata berkaca-kaca. Tetapi dia memang sama sekali tidak berani untuk melangkah kearah Anak Dewa. Bagaimanapun Revan itu adalah suaminya dan dia harus mematuhi kata-kata dan larangan suaminya."Berbahasa Indonesia yang baik dan benarlah wahai istriku. Sehingga kami semua yang ada di sini tidak salah kaprah dalam mengartikan setiap kata-katamu."Revan mulai gerah karena merasa daerah teritorinya sudah ada yang berani mencoba- mencoba untuk menginvansi. Dia merasa sudah perlu untuk menarik garis batas teritori.Lobby mulai ramai oleh orang-orang yang penasaran dengan suara-suara bernada tinggi Revan. Sepertinya mereka tertarik untuk melihat kelanjutan perseteruan yang mulai memanas.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Dua Sisi   Bab 7

    "Bang, Saya minta izin untuk berbicara secara pribadi berdua saja dengan Bang Dewa, boleh?"Embun memindai Revan mengepalkan kedua tangannya. Sepertinya Revan marah. Tetapi dia memang harus menjelaskan tentang status hubungannya dengan Revan pada Anak Dewa. Sekaligus juga memperbaiki hubungan dengan status baru di antara dirinya dan Anak Dewa sekarang."Anda ini seperti anak kecil yang takut kehilangan mainan saja. Ingatlah, Bung. Jangan menggenggam sesuatu terlalu erat. Karena takutnya ia nya malah mati atau hancur, karena tidak diberi celah sama sekali untuk bernafas.Lagi pula jodoh, maut dan rezeki itu urusan Allah. Bisa saja orang yang hari ini segar bugar sehat walafiat, tapi besok pagi telah terbujur kaku di bawah tanah. Maka berbuat baiklah agar sedikit mempunyai tabungan amal ibadah."Anak Dewa menyindir seolah-olah tengah menasehati. Padahal maksud hatinya adalah menyumpahi. Embun meliri

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Dua Sisi   Chapter 8

    "Astaga berarti si Om ini kaya banget ya? Uangnya segini ya, Om?"Embun merentangkan kedua tangannya kemudian membuat gerakan membulat besar. Albert tertawa."Bahkan uang Om lebih banyak dari seribu kali dari gerakan tangan kamu itu. Hehehe."Albert merasa muda kembali saat berinteraksi dengan Embun. Gadis ini asli dalam hal apapun. Asli wajahnya, asli hatinya dan asli kebaikannya. Sikap manipulatif dan tukang cari kesempatan tidak ada didirinya. Terberkatilah siapapun yang menjadi pasangannya."Tapi Om kok tidak jahat ya? Biasa orang kaya itu jahat. Suka memandang orang dengan sepele, terus juga suka menghina orang miskin. Mbak Ret— eh biasanya begitu sih. Eh tapi nggak semuanya juga hehehe... Om ini udah kaya, baik, harum lagi."Embun tersenyum. Albert seketika merasa terkesima. Senyum itu mengingatkannya kepada seseorang. Seseorang yang bahkan tidak akan bisa

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Dua Sisi   Chapter 9

    Revan menghentikan laju kendaraannya saat sudah tiba di rumah. Ia menatap istri kecilnya yang masih ketiduran dengan perasaan bimbang. Mau dibangunin kasihan. Karena kelihatannya dia capek sekali. Kalau digendong, nanti kesannya dia seperti playboy tobat di depan semua orang.Selama ini dia sudah terbiasa dicap sebagai seorang penjahat kelamin oleh keluarganya. Aneh saja kalau ia tiba-tiba saja menjelma menjadi seorang pecundang cinta yang sampai mau maunya menggendong-gendong seorang perempuan yang tadinya bahkan dia tolak mati-matian. Mana ada duo kamprets lagi di sana. Dia cuma takut dicap dengan stigma ISTI yaitu singkatan dari Ikatan Suami Takut Istri.Tetapi akhirnya rasa kasihannyalah yang menang, dibandingkan dengan ego kelelakiannya. Dengan apa boleh buat akhirnya Revan menggendong tubuh mungil Embun melewati ayah dan ibunya di ruang tamu. Ia kemudian terus saja menaiki tangga lantai dua menuju kamar tidur mereka. 

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Dua Sisi   Chapter 10

    "Kenapa diam lagi, hah? Mulutmu tidak mau dipakai ngomong ya? Baik kalau memang nggak mau dipakai untuk ngomong, akan Abang pakai untuk muasin Abang aja!"Revan kalau sedang emosi kata-kata yang keluar dari mulutnya memang frontal. Setelah mengancam Embun dan istrinya itu tetap diam, Revan pun memajukan tubuhnya ke depan. Ia melahap bibir Embun dengan segenap rasanya. Sementara Embun yang seumur hidupnya belum pernah dicium oleh siapapun, seketika gelagapan. Ia panik saat Revan mencuri nafasnya dan mengobrak-abrik mulut manisnya. Embun ketakutan saat Revan membelit lidahnya dan saling menukar saliva. Kedua tangan Embun berusaha menjauhkan wajah Revan dari wajahnya sendiri. Embun bahkan memukuli wajah Revan yang tidak mau melepaskan pagutan bibirnya."Oh, kamu mau main kasar sama Abang? Ayo aja. Abang malah tambah nafsu jadinya."Revan kini menarik pakaian Embun dengan cara mencabik-cabiknya menjadi potongan-potongan kecil.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Dua Sisi   Chapter 11

    "Astaga, Bang! Udah dong, turunin saya. Malu itu dilihatin orang." Embun memindai beberapa orang dari kerumunan pengunjung memegang ponsel, dan mengarahkannya pada mereka bertiga."Kenapa mesti malu? Kamu 'kan memang istri Abang. Jadi halal-halal aja kalau kita seperti ini. Lain cerita kalau orang lain yang bukan apa-apanya kamu, yang menggendong-gendongmu begini. Selain haram, orang itu tidak tahu aturan juga sepertinya."Revan menyindir halus-halus pedas pada Anak Dewa. Sementara yang disindir santai saja. Anak Dewa malah ikut berjalan di samping Revan."Manusia tukang ONS seperti Anda ini bicara soal haram dan halal, kok rasa-rasanya tidak cocok sama sekali ya? Apalagi jika membawa-bawa hadist segala kalau sudah ada kepentingan terselubung di dalamnya. Standar ganda sekali. Kalau sekiranya menguntungkan, Anda bawa-bawa aturan agama. Tetapi kalau merugikan, Anda pura-pura lupa sambil bilang namanya juga manusia. Tempanya salah dan d

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12

Bab terbaru

  • Dua Sisi   Extra Part

    Pandan Wangi Aditama Perkasa dengan cekatan mengaduk kopi, sekaligus teh yang sedang di buatnya dalam waktu yang bersamaan. Pagi-pagi seperti ini sudah menjadi tugasnya untuk menghidangkan minuman bagi para staff dan karyawan PT. INTI GRAHA ANUGERAH. Ia telah seminggu bekerja menjadi OG di perusahaan kontruksi ini. Bayangkan saja ia yang seorang fashion designer lulusan Parsons School of Design College New York menjadi OG disini.Kakaknya Putra Lautan Aditama Perkasa, akhir-akhir ini merasa heran karena selalu kalah tender dalam masalah pengajuan budgeting dengan perusahaan ini. Kalau dalam presentasi, perusahaan kakaknya selalu memukau. Para client selalu mengakui kalau semua ide-ide dan inovasi kakaknya luar biasa. Hanya saja apabila sudah di laga dengan masalah budgeting harga yang ditawarkan, perusahaan mereka selalu kalah dengan perusahaan ini. Kakaknya curiga kalau ada orang dalam yang bermain disini. Soalnya angka-angka yang mereka tawarkan hanya selisih tipis sekali d

  • Dua Sisi   Chapter 45

    Revan merasa ada yang aneh saat pagi-pagi para staff nya terus saja memandanginya dengan pandangan yang sedikit ganjil. Tetapi saat ia berbalik memandang mereka, mereka malah terlihat seperti menghindarinya sembari memasang wajah prihatin. Ada apa ini sebenarnya? Entah mengapa pagi ini perasaannya sangat tidak enak. Revan tambah bingung saat ia berjalan kearah meja Ira yang tepat ada di depan ruangannya, semua staff nya malah terlihat bergerombol di depan televisi sambil menunjuk-nunjuk layarnya. Tetapi saat melihat kehadirannya, mereka semua mendadak gugup dan mematikan televisi dengan begitu tiba-tiba, seolah-olah tidak memperbolehkannya melihatnya. Revan tentu saja menjadi semakin penasaran saja."Kalian sedang menonton acara apa pagi-pagi seperti ini? Dan kenapa setelah saya datang kalian malah mematikan televisinya?" Revan bertanya pada staff di front desk nya."Bu—bukan acara apa-apa kok, Pak. Ini cuma acara infotainment pa

  • Dua Sisi   Chapter 44

    Seminggu telah berlalu. Janji Embun untuk selalu mengabarinya ternyata hanya janji-janji belaka. Sejak lambaian tangan istrinya seiring dengan mobilnya yang melaju meninggalkan gumpalan-gumpalan debu, saat itu juga lah komunikasi mereka terputus. Revan sama sekali tidak bisa menghubungi istrinya lagi. Sepertinya ponsel istrinya telah dialihkan atau malah sudah berganti dengan nomor yang baru. Nomor ponsel lamanya sama sekali sudah tidak aktif. Selama seminggu ini Revan sudah seperti orang gila. Dia tidak enak makan dan tidak enak tidur. Pekerjaannya semua kacau balau dan terbengkalai. Kerjanya tiap hari hanyalah memandangi ponsel saja. Berharap benda pipih itu berbunyi dan nama istrinyalah yang tertera di sana. Benaknya bahkan sudah menyusun rencana untuk menjawab sapa istrinya nanti dengan suara sedingin mungkin. Ia ingin agar istrinya itu tahu kalau ia marah, kecewa dan apa pun lah namanya. Yang pasti ia gegana berat. Tetapi bagaimana ia bisa mewujudkan semua rencana-rencananya ka

  • Dua Sisi   Chapter 43

    "Sayang, ngapain sih bawa bajunya banyak-banyak? Kan kamu juga cuma sebentar di sana?" Revan menatap tidak rela saat melihat Embun kembali memasukkan piyama angry bird kesayangannya ke dalam koper."Abang ini bagaimana sih, masa Embun bawa baju cuma lima pasang aja abang bilang banyak? Nih, lihat tas besar eh koper ya ini namanya, aja masih kosong semua. Banyak darimana, Bang? Lho kok handuknya di keluarin lagi? Masa handuknya cuma satu? Nanti Embun nggak punya handuk ganti dong, Bang?"Embun kebingungan saat Revan malah mengeluarkan isi kopernya, sementara dia sudah susah payah menyusunnya."Abang inilah, kalau Embun mau kuliah aja tasnya diisi macem-macem sampai nggak bisa ditutup kayak orang mau pindah rumah. Nah sekarang giliran Embun mau pindah rumah sungguh-sungguh seminggu, eh semua barang-barang yang Embun butuhkan malah nggak boleh dibawa. Abang ini bagaimana sih?"Embun merebut kembal

  • Dua Sisi   Chapter 42

    "Your majesty, please let her go to her husband. After some years you will realise that it is the best decision you have ever made. She already told you that she did not love you. Always remember that everyone tries to get their beloved one but not everyone succeded because everyone has some problems. The real love lies rests in their happiness. Please be brave enough to—"Embun terkesima saat Satria si raja mesum dan sutradara gagal, tiba-tiba saja menghampiri pangeran Rattapoom dan berbicara serius tapi dengan sikap tubuh yang sopan. Ia bahkan membungkukkan sedikit tubuhnya dan terlihat sungguh-sungguh berusaha untuk menggoyahkan niat sang pangeran yang ingin membawanya pergi. Kali ini seringai jahil dan nakalnya sama sekali tidak terlihat. Dia serius."Maaf, anda siapa? Bila anda ingin berbicara dengan pangeran, harap melalui cara yang benar. Bukankah anda sudah tahu peraturannya? Tolong bersikaplah yang so

  • Dua Sisi   Chapter 41

    Di ruang tamu keluarga Aditama Perkasa suasana begitu hening dan dingin. Embun duduk dengan punggung tegak lurus dan kaku. Saat ini semua pandangan terarah hanya pada satu objek, yaitu dirinya. Saat ini papa Al pun ikut di hadirkan diruangan ini oleh Om pak polisi Reinhard. Juga ada pak polisi Badai beserta tiga orang lagi polisi muda yang tidak di kenal oleh Embun.Sementara dari pihak kerajaan Embun mengenali pangeran Poom dan ada lima orang lagi dari pihak kepolisian negaranya. Ada dua orang lagi dari duta besar Thailand untuk Indonesia yang masing-masing di perkenalkan sebagai penerjemah.Embun duduk ditengah-tengah sofa diapit oleh Revan dan papa Al. Bahkan dari jarak sejengkal Embun masih bisa merasakan panasnya suhu tubuh Revan. Kedua tangan suaminya juga agak gemetar. Embun tahu Revan sedang meriang parah. Revan turun dari mobil di papah oleh Satria dan dirinya sendiri. Revan menolak disuruh beristirahat setelah minum obat. Ia

  • Dua Sisi   Chapter 40

    "Abang tidak mengenal perempuan itu... tidak kenal. Tidak tahu. Abang sungguh-sungguh tidak kenal. Sumpah demi apapun. Dia bohong. Tidak kenal... sungguh tidak kenal. Maafkan abang, my country girl. Jangan pergiiiii!!! Tunggu Abang!!! Jangan!!!"Embun dan Satria saling berpandangan. Tubuh Revan panas seperti api. Dia juga terus mengigau dan meminta maaf padanya. Tubuh besarnya terus saja bergerak-gerak dengan gelisah. Kedua sikunya tampak lecet dan berdarah akibat bergesekan dengan aspal sepertinya. Lututnya juga pasti luka, karena celananya dibagian lutut tampak seperti tergesek-gesek. Suaminya itu pasti jatuh bangun mengejarnya saat berlari. Walaupun jarak antara rumah sakit dan rumah papa Al nya tidak begitu jauh, tetapi jika ditempuh dengan cara berlari non stop pasti akan amat sangat melelahkan juga.Dalam keadaan kelelahan dan berkeringat, kembali tubuhnya di guyur hujan deras selama kurang lebih empat jam, suaminya

  • Dua Sisi   Chapter 39

    Ckiiittt!!!Embun yang baru saja turun dari mobil sudah disusul oleh Revan di belakangnya. Rambut Revan tampak basah oleh keringat yang lembab di dahinya. Jasnya sudah dibuka begitu juga dengan dasinya. Kancing kemejanya sudah terlepas dua. Lengan kemeja putihnya juga sudah di naikkan hingga ke siku. Embun melihat ada noda darah di kedua siku Revan. Sepertinya dia tadi terjatuh berkali-kali ke aspal saat berusaha mengejar laju mobil nya."Sayang, dengar dulu penjelasan abang ya? Nanti setelah abang memberi penjelasan baru kamu yang memutuskan masuk akal atau tidak nya cerita perempuan yang bahkan namanya saja Abang tidak tahu. Sayang... sayang abang mohon dengar dulu penjelasan abang. Lima menit saja. Tolong Embun, beri abang kesempatan untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya."Revan merentangkan kedua lengannya, mencegah Embun melewati tubuhnya. Dengan ekspresi wajah seakan tidak mendengar ka

  • Dua Sisi   Chapter 38

    "Ayo Pa, pelan-pelan jalannya. Sini Embun pegangin tangan kanannya." Embun membimbing lengan kanan Al sementara lengan kiri Al di bimbing oleh ibu Al, Deasy. Sedangkan istri uniknya, Zahra malah tampak sibuk mengangkat tas travel yang berisi semua pakaian-pakaian kotornya. Sebenarnya tadi Al bersikeras untuk mengangkat tasnya sendiri. Dia tidak tega menyuruh salah satu dari tiga wanita yang paling dicintainya di dunia ini untuk mengangkat- angkat pakaian kotornya. Tetapi seperti biasa istri antiknya ini malah bilang emansipasi wanita itu seyogyanya bukan hanya untuk diambil untungnya saja yang meminta kesetaraan dalam masalah hak. Akan tetapi juga harusnya ada kesetaraan di dalam kewajiban. Hebatkan istri antiknya ini?Al tadi juga menanyakan mengapa Zahra mengalah dan membiarkan Embun dan ibunya lah yang membimbing langkahnya, bukannya dirinya yang nota bene adalah istrinya. Dan lagi-lagi jawaban Zahra membungkamnya. Zahra mengatakan bahwa kesempa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status