"Sayang, ngapain sih bawa bajunya banyak-banyak? Kan kamu juga cuma sebentar di sana?" Revan menatap tidak rela saat melihat Embun kembali memasukkan piyama angry bird kesayangannya ke dalam koper.
"Abang ini bagaimana sih, masa Embun bawa baju cuma lima pasang aja abang bilang banyak? Nih, lihat tas besar eh koper ya ini namanya, aja masih kosong semua. Banyak darimana, Bang? Lho kok handuknya di keluarin lagi? Masa handuknya cuma satu? Nanti Embun nggak punya handuk ganti dong, Bang?"
Embun kebingungan saat Revan malah mengeluarkan isi kopernya, sementara dia sudah susah payah menyusunnya.
"Abang inilah, kalau Embun mau kuliah aja tasnya diisi macem-macem sampai nggak bisa ditutup kayak orang mau pindah rumah. Nah sekarang giliran Embun mau pindah rumah sungguh-sungguh seminggu, eh semua barang-barang yang Embun butuhkan malah nggak boleh dibawa. Abang ini bagaimana sih?"
Embun merebut kembal
Seminggu telah berlalu. Janji Embun untuk selalu mengabarinya ternyata hanya janji-janji belaka. Sejak lambaian tangan istrinya seiring dengan mobilnya yang melaju meninggalkan gumpalan-gumpalan debu, saat itu juga lah komunikasi mereka terputus. Revan sama sekali tidak bisa menghubungi istrinya lagi. Sepertinya ponsel istrinya telah dialihkan atau malah sudah berganti dengan nomor yang baru. Nomor ponsel lamanya sama sekali sudah tidak aktif. Selama seminggu ini Revan sudah seperti orang gila. Dia tidak enak makan dan tidak enak tidur. Pekerjaannya semua kacau balau dan terbengkalai. Kerjanya tiap hari hanyalah memandangi ponsel saja. Berharap benda pipih itu berbunyi dan nama istrinyalah yang tertera di sana. Benaknya bahkan sudah menyusun rencana untuk menjawab sapa istrinya nanti dengan suara sedingin mungkin. Ia ingin agar istrinya itu tahu kalau ia marah, kecewa dan apa pun lah namanya. Yang pasti ia gegana berat. Tetapi bagaimana ia bisa mewujudkan semua rencana-rencananya ka
Revan merasa ada yang aneh saat pagi-pagi para staff nya terus saja memandanginya dengan pandangan yang sedikit ganjil. Tetapi saat ia berbalik memandang mereka, mereka malah terlihat seperti menghindarinya sembari memasang wajah prihatin. Ada apa ini sebenarnya? Entah mengapa pagi ini perasaannya sangat tidak enak. Revan tambah bingung saat ia berjalan kearah meja Ira yang tepat ada di depan ruangannya, semua staff nya malah terlihat bergerombol di depan televisi sambil menunjuk-nunjuk layarnya. Tetapi saat melihat kehadirannya, mereka semua mendadak gugup dan mematikan televisi dengan begitu tiba-tiba, seolah-olah tidak memperbolehkannya melihatnya. Revan tentu saja menjadi semakin penasaran saja."Kalian sedang menonton acara apa pagi-pagi seperti ini? Dan kenapa setelah saya datang kalian malah mematikan televisinya?" Revan bertanya pada staff di front desk nya."Bu—bukan acara apa-apa kok, Pak. Ini cuma acara infotainment pa
Pandan Wangi Aditama Perkasa dengan cekatan mengaduk kopi, sekaligus teh yang sedang di buatnya dalam waktu yang bersamaan. Pagi-pagi seperti ini sudah menjadi tugasnya untuk menghidangkan minuman bagi para staff dan karyawan PT. INTI GRAHA ANUGERAH. Ia telah seminggu bekerja menjadi OG di perusahaan kontruksi ini. Bayangkan saja ia yang seorang fashion designer lulusan Parsons School of Design College New York menjadi OG disini.Kakaknya Putra Lautan Aditama Perkasa, akhir-akhir ini merasa heran karena selalu kalah tender dalam masalah pengajuan budgeting dengan perusahaan ini. Kalau dalam presentasi, perusahaan kakaknya selalu memukau. Para client selalu mengakui kalau semua ide-ide dan inovasi kakaknya luar biasa. Hanya saja apabila sudah di laga dengan masalah budgeting harga yang ditawarkan, perusahaan mereka selalu kalah dengan perusahaan ini. Kakaknya curiga kalau ada orang dalam yang bermain disini. Soalnya angka-angka yang mereka tawarkan hanya selisih tipis sekali d
Embun berlari-lari kencang mendatangi Rumah Sakit Haji Abdoel Majdid Batoe setelah mobil Departemen Sosial Republik Indonesia yang membawanya berhenti di tempat parkir rumah sakit. Ayah angkatnya dikabarkan tertabrak mobil. Sang Tumenggung, begitu biasa ayah angkatnya di panggil, memang sudah tua dan sakit-sakitan. Makanya Embun selalu khawatir kalau akan terjadi apa-apa dengan bepaknya di tengah jalan, apabila bepaknya harus berjalan berkilo-kilo meter dari Bukit Dua belas menuju desa setempat untuk menjual sedikit hasil panen.Embun dan semua komunitas satu sukunya biasa disebut dengan panggilan Suku Anak Dalam atau SAD. Mereka semua tinggal di kawasan Bukit 12 dan taman bukit 30 di Kabupaten Bungo, Tebo, Sarolangun dan Batanghari. Mereka adalah suku bangsa minoritas yang hidup di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Diperkirakan populasi suku mereka semua berjumlah sekitar dua ratus ribu orang."Selamat pagi. Ada yang
"Hei country girl, kamu ini jalannya lambat sekali seperti keong. Cepat sedikit atau kamu mau ketinggalan pesawat hah?" Revan meneriaki istri primitifnya yang kini sudah mendapat seorang kenalan baru. Memang bener-bener kebangetan ini orang. Baru ditinggal sebentar saja sudah kegenitan. Wait... wait... sepertinya dia familiar dengan sosok yang sedang berbicara dengan Embun itu. Sial! Itu kan Sergio Brata Kesuma. Kakak Luna Brata Kesuma, mantan tunangannya? Sepertinya Sergio juga akan pulang ke Jakarta. Karena ia menenteng sebuah koper kecil di tangan kanannya, seperti juga dirinya. Revan menarik nafas panjang. Bisa disindir habis- habisan dia oleh Sergio kalau setelah meninggalkan adiknya yang model papan atas, malah dapatnya gadis primitif no educated seperti Embun ini.
What the hell? Apa yang kamu lakukan, country girl? Kamu mau membakar rumah saya hah? Kamu pikir ini hutan?Uhukk uhukkk uhukkk...Revan tersedak oleh asap tebal ciptaan Embun, yang berasal dari tungku pemanggang ikan ciptaannya. Melihat kedatangan Revan, Embun yang sedang berjongkok sambil mengipasi ikan panggangnya buru-buru berdiri. Ia juga dengan segera meletakkan kipas koran serba gunanya dan menghampiri Revan."Tadi sebelum ibu dan ayah pergi, mereka berpesan agar saya memasak ikan yang ada di dalam kotak pendingin eh lemari es. Makanya jadi sa—saya masak ikan ini pakai api."Embun berusaha menjelaskan dengan kepala yang terus tertunduk. Ia juga merasa semakin ketakutan dengan suara-suara keras dan bentakan Revan yang terus saja memaki-makinya. Penampilan baru bangun tidur Revan dengan rambut berantakan dan bertelanjang dada terasa semakin mengintimidasinya. 
Embun yang sedang menyusun bantal dan guling bingung harus menjawab apa. Lagi pula mengapa pria ini bisa tiba-tiba masuk kedalam kamar? Pesanan Revan? Memangnya Revan memesan apa coba?"Emang selera si Revan oke punya ya? Abege kinyis kinyis lugu. Mana masih memakai pakaian daerah lagi. Kamu berasal dari mana sih Cantik?" Bara tidak tahan untuk tidak mengelus pipi mulus Embun yang tidak tersentuh make up sedikit pun. Embun refleks memalingkan wajah seraya meletakkan bantal dan guling di kepala ranjang. Walaupun ia takut, tetapi ia menjawab juga pertanyaan pria asing ini."Saya berasal dari Bukit Dua belas Jambi." Embun menjawab pelan sambil mundur mundur. Ia menghindari tangan Bara yang nakal."Sebelum kita bertempur, kenalan dulu dong, Cantik. Saya Bara Bramasta."Bara mengulurkan tangannya pada Embun. Mengajak bersalaman. Ragu-ragu Embun akhirnya mengulurkan tangannya
Seluruh klan Aditama Perkasa beserta segenap jajaran karyawan dan karyawati perusahaan P.T Aditama Group, berkumpul di salah satu hotel mewah milik keluarga besar Aditama Group Tbk.Malam ini, selaku Komisaris dan pemilik perusahaan, Gilang Aditama Perkasa ingin memperkenalkan secara resmi menantunya pada seluruh keluarga besar dan segenap jajaran penting dalam perusahaannya.Dia ingin mereka semua tahu bahwa saat ini Revan telah beristri. Hanya masalah resepsi pernikahanlah yang Gilang masih agak ragu. Dia tahu kalau baik Revan maupun Embun, mereka berdua belum sampai pada taraf saling mencintai. Apabila dia memaksakan diri untuk mengadakan resepsi besar-besaran, di khawatirkan Anak Dewa akan mengetahui keberadaan Embun.Yang Gilang takutkan adalah goyahnya hati Embun akibat cinta masa lalunya telah kembali. Bagaimanapun mereka berdua telah berhubungan sedari kecil. Tentu tidak mudah untuk membuang rasa cinta itu begitu s