Ternyata benar Gita juga perlu dikuatkan. Terlebih lagi yang meninggal ini adalah lelaki yang akan menjadi kakak iparnya.
Gita saja begitu hancurnya apalagi Mentari. Wanita yang memiliki paras teduh tersebut mungkin akan memilih untuk segera menyusul Gerhana saja.
Badai dan Gita telah cukup lama menjalin kasih. Ikatan batin di antara mereka sudah tidak bisa lagi diragukan. Tanpa Gita menjelaskan pun Badai sudah tahu apa yang ada di pikiran sang kekasih saat ini.
"Semua akan baik-baik saja," bisik Badai di telinga Gita. Gita terlalu lelah untuk menyampaikan apa arti dari ucapan Badai barusan.
KREK~~~
Pintu kamar jenazah terbuka dengan sangat lebar jantung mereka semua yang sedang berada di sini sudah layaknya genderang peang yang sedang ditalu dengan sangat cepat.
"Gerhana!!!" Lagi dan lagi teriakan itu berasal dari Aisyah. Belum melihat jasad sang anak saja dia sudah begitu kacaunya apalagi jika sudah melihat. Pasti kacaunya akan berkali-kali lipat.
Surya harus sekuat tenaga untuk menahan Aisyah agar tak kehilangan kontrol atas dirinya sendiri.
Aisyah mendadak menjadi jelmaan Hulk saat melihat hanya ada satu jenazah yang ada di sini. Apakah itu jenazah milik Adi Gerhana Dimitri? Apakah itu jenazah dari salah satu anak lelaki yang lahir dari rahimnya?
Saat Aisyah menyibakkan kain putih yang membungkus jasad kaku tersebut, dia tak ingin mempercayai kalau itu adalah sang putra, tapi sayang kedua manik mata Aisyah masih berfungsi dengan sangat baik.
Aisyah lalu menangkup pipi Gerhana yang telah mendingin, wajahnya pun sudah memucat tidak lagi secerah dahulu.
"Gerhana bangun sayang, ini Mama, Nak," ucap Aisyah sambil meletakkan kepalanya di dada sang putra yang tidak lagi terdengar detak jantungnya. Kini Aisyah sadar kalau sang putra memang telah mendahuluinya untuk kembali ke Sang Pencipta.
Dengan langkah pelan tapi pasti Dimitri mendekati Aisyah, belahan jiwanya, wanita yang telah menemaninya sejak 28 tahun yang lalu. Diikuti dengan kedua putranya dan juga calon menantu di belakangnya.
Dimitri menarik pelan kedua bahu sang istri tapi seketika Aisyah berubah menjadi sangat kuat. Apakah ini yang dinamakan sebagai the power of broken heart?
"Gerhana." Aisyah terus saja merancukan nama sang putra. Tapi tak peduli sekeras apapun Aisyah meracau Gerhananya tidak akan pernah kembali.
Kedua manik mata Aisyah lalu menatap lekat-lekat sang calon menantu Sagita Aryanti. Sebagai wanita yang melahirkan Gerhana, dia berhak tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi pada putranya.
PLAK~~~
Satu tamparan keras mendarat dengan sangat sempurna di sebelah pipi Gita dari Aisyah. Hal ini jelas membuat semua orang plonga-plongo tak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini. Ke mana perginya Aisyah yang senantiasa bersifat lemah lembut. Berkata kasar saja Aisyah tidak pernah apalagi sampai melakukan perbuatan seperti barusan. Puluhan tahun Dimitri mengenal sang istri baru kali ini dia melihat dia seperti orang yang kehilangan warasnya.
"Mama."
"Tante."
Badai dan juga Gita kompak memanggil Mama Aisyah dengan panggilan berbeda.
Semua orang tahu kalau saat ini keluarga Dimitri sedang diselimuti duka, tapi mereka tetap harus menggunakan akal sehat mereka dalam setiap kondisi.
"Apa-apaan kamu, Ma?" Dimitri pun tak mau ketinggalan untuk memberikan sentakan pada sang istri yang telah melampaui batasannya itu.
"Aku? Kamu bertanya aku kenapa? Kamu lihat Gerhanaku sudah tak bernyawa lagi. Dan kamu masih bertanya aku kenapa?" tanya Aisyah dengan sangat lantang dan lugas. Urat-urat hijau menyembul dari pelipisnya. Dia sungguh muak sekarang. Rasanya dia ingin sekali pergi menyusul Gerhana saat ini juga.
"Kita semua tahu kalau Gerhana sudah meninggal. Tapi kenapa kamu melampiaskannya pada Gita? Memang Gita salah apa?" tanya Dimitri dengan tak kalah nyaring. Andai saja Gerhana hanya tertidur mungkin saja dia akan sangat terusik dengan pertengkaran ini.
"Karena dia itu nggak becus jadi dokter. Kalau nggak bisa menyelamatkan nyawa nggak usah jadi dokter, deh." Surya pun yang sedari tadi terdiam kini mendadak bereaksi manakala mendengar ucapan sang mama yang terkesan mengada-ada itu.
"Ma, Gita itu hanya seorang dokter. Sekeras apapun Gita berusaha tapi kalau Allah sudah menugaskan Malaikat Izrail untuk memanggil Gerhana usaha Gita memang sudah selesai. Sebagai seorang dokter Gita pasti akan berusaha sekuat mungkin untuk menyelamatkan Gerhana."
"Jangan menghakimi seseorang untuk kesalahan yang nggak dia perbuat sama sekali, Ma."
Ucapan dari surya tersebut sangat sukses untuk membungkam mulut Aisyah. Dia tak mempunyai jawaban yang sangat pas untuk menimpali apa yang diucapkan tadi oleh Surya.
"Maafkan, mama ya?" bisik Badai di telinga Gita. Badai tahu kalau Gita akan memaklumi sifat sang mama.
Dan benar saja wanita yang memiliki hati selembut kapas itu hanya mengulas senyum termanisnya sambil menggerakkan kepalanya ke atas dan ke bawah
Setelah situasi sudah mulai sedikit kondusif Gita memberanikan diri untuk menanyakan di manakah Gerhana akan dimakamkan?
"Om ...." Panggilan dari Gita membuat atensi Dimitri teralihkan.
"Iya, Git. Ada apa, Nak?" tanya Dimitri dengan hati yang dibuat tegar tapi nyatanya dia juga ikut terpukul dengan kepergian Gerhana yang sangat mendadak ini.
"Kak, Gerhana akan dimakamkan di mana?" tanya Gita pada Dimitri sambil menggigit bibir bawahnya.
Bersambung ....
Tangan Dimitri terulur untuk mengelus rambut Gita yang berwarna hitam pekat. Penampilan Gita dan Mentari memang sangat kontras tapi sifat mereka jika adu sungguh akan beda tipis perbedaannya. Itulah alasan Dimitri membentangkan tangannya dengan sangat lebar untuk menerima mereka sebagai menantu di keluarga Dimitri. Beda halnya dengan Yana, sekalipun Yana telah menyandang gelar sebagai seorang janda Dimitri tidak akan sudi menerimanya untuk menyandang gelar sebagai menantu keluarga Dimitri. "Gerhana akan dimakamkan di Bandung." Jawaban yang disampaikan Dimitri sungguh membuat Gita kehilangan semangatnya. "Gerhana akan tetap bersama dengan Mentari. Mentari juga akan tetap menikah," timpal Dimitri. Perkataan Papa Dimitri barusan jelas saja mengundang reaksi yang berbeda antara Gita juga Surya. Gita kebingungan dan Surya mendengus kesal. Surya tahu keputusan sang papa adalah keputusan mutlak dan tidak bisa diganti apapun yang terjadi. Surya harus me
Cukup lama gawai Gita berdering dan tatapan kedua insan yang telah memadu kasih selama lima tahun itu juga masih saling mengunci satu sama lain. Sampai pada akhirnya gawai itu berhenti berdering karena tak kunjung mendapat jawaban dari sang empu. Seharusnya Gita sudah bisa menerka kalau jalinan kasih antara Gerhana juga Mentari sungguhlah sangat kuat. Sudah pasti Mentari sedikit mendapat firasat yang tak mengenakkan pertanda pamit Gerhana untuk selama-lamanya. Gawai Gita kembali berdering dan dalangnya masihlah orang yang sama. Siapa lagi kalau sang kakak. "Angkat aja," titah Badai dengan mengulum senyum termanisnya untuk Gita agar dia kuat melalui ini semua. Berbicara dengan Mentari saat ini bukanlah perkara yang mudah. "Hallo," ucap Gita setelah menggeser icon hijau di gawainya. "Kamu di mana, Dek? Mama nyariin kamu tuh." Gita bisa dengan jelas mendengarkan kalau ada nada kekhawatiran dari setiap kata yang terucap di bibir ranum sang kakak.
"Mentari … kenapa takdir antara kita begitu rumit? Aku bukan yang terbaik untukmu, aku tak bisa mencintaimu sebaik yang Gerhana lakukan padamu," racau Surya saat menatap pigura yang membingkai potret cantik seorang Mentari Chamissya Damayanti. "Tapi maaf aku tidak sekuat Gerhana dalam hal menentang perkataan orang lain. Maaf aku harus membuatmu terjebak dalam pernikahan tanpa cinta denganku." "Hati aku hanya untuk Yana, bukan kamu Aku tidak bisa menempatkanmu di tahta terindah dalam hatiku." Hati Surya kian terbalut nelangsa saat lagi dan lagi harus tunduk pada apa yang menjadi titah oleh Dimitri. Namanya memang masih Adi Surya Dimitri, tapi dia harus hidup dalam bayang-bayang seorang Adi Gerhana Dimitri--sang adik yang telah berpulang ke pangkuan Sang Khalik. Lain Surya lain juga Mentari saat ini. Suasana hati mereka sungguhlah sangat kontras satu sama lain. Surya berbalut nelangsa dan Mentari yang terus menyunggingkan senyum rencananya.&
Sebelah alis milik Mentari sedikit terangkat saat mendengar siapa yang meneleponnya itu. "Kamu sakit, Mas? Kok suara kamu aneh sih?" Iya penelepon itu adalah Adi Surya Dimitri. DEG~~~ Bukan saja Surya yang kesulitan untuk meneguk salivanya. Surya saja yang tak berada di dekat Mentari merasakan tremor, lalu apa kabar dengan Gita yang jaraknya sangat dekat dengan Mentari saat ini. Jantung dokter muda tersebut seperti ingin copot saja. "Kak Surya?" gumam Gita dalam hatinya. "Kak, aku keluar dulu yah?" Mentari hanya menjawab lewat anggukan kepala sembari tersenyum dengan sangat manis pada sang adik. Dengan langkah cepat juga panjang Gita meninggalkan Mentari yang kini sedang bertukar dengan pria yang dia kira adalah Gerhana padahal itu hanyalah Surya. "Kamu sehat 'kan Mas?" gurat penuh kekhawatiran terpatri jelas di setiap lekuk wajah Mentari saat ini. Semakin besar rasa khawatir Mentari maka akan semaki
"Aku kaget aja, Mas," kilah Mentari dengan nada yang terdengar cukup menaruh prihatin. Surya maupun Mentari sama-sama terdiam tak ada di antara mereka yang mau membuka suara terlebih dahulu. Sampai pada akhirnya, "Kamu kalau mau melanjutkan karirmu sebagai pengacara di sini aku siap dukung kok." Ucapan yang terlontar dari mulut Surya membuat Mentari ambigu. Bukan apa-apa sih sebenarnya, tapi Mentari sudah terlanjur untuk menandatangani kontrak dengan salah satu Firma Hukum di Yogyakarta. Jika Mentari membatalkan hal tersebut, maka biaya yang harus dibayar cukuplah besar. Surya sepertinya mengerti kalau saat ini, Mentari sedang gamang hatinya. Surya juga tak tahu bagaimana bisa Surya seakan memiliki empati tinggi pada wanita yang selama ini tak terlalu dekat dengannya. "Are you okey?" tanya Surya karena dia merasa ada yang tak beres dengan wanita ini. Karena tak kunjung mendapat jawaban akhirnya Surya memutuskan untuk mengulang tanyanya. "Aku sudah ter
Jika pihak suami yang menggugat cerai maka itu dinamakan sebagai cerai talak, dan jika istri yang menggugat namanya adalah cerai gugat. "Gita, aku dan Mas Gerhana itu saling mencintai jadi kami nggak mungkin bercerai." Kedua alis Gita bertautan satu sama lain begitu pula dengan kedua manik mata jernihnya tampak memicing, menatap sang kakak penuh dengan selidik. "Oh, ya?" Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Gita membuat Mentari sontak menggaruk keningnya yang tak gatal tersebut. Dengan polosnya Mentari hanya bisa mengangguk, sungguh polos sekali kakaknya ini pikir Gita. "Kita nggak pernah tahu ke depannya akan seperti apa, Kak." Lidah Mentari mendadak kelu saat mendengar ucapan Gita yang terlampau benar tersebut. Dengan ucapan yang terlontar dari bibir Mentari beberapa saat yang lalu tentu saja itu sama dengan meragukan kuasa Allah. "Astagfirullahaladzim," ucap Mentari sambil mengelus dadanya dengan gerakan naik turun.
Kolam renang yang terletak di halaman belakang rumah Rangga tentu saja menjadi pilihan terbaik untuk Rangga. Mungkin sudah lima menit mereka berada di sini, tapi tak ada satu pun dari mereka yang mau membuka suara terlebih dahulu. Rangga sedang sibuk untuk merangkai kata, sedangkan Surya, pria itu hanya bisa menunggu apa yang hendak dibicarakan oleh Rangga. Sampai di sini Surya bisa menyimpulkan kalau apa yang akan dibicarakan oleh Rangga mungkin bisa dikatakan sebagai sesuatu yang sangat urgent, entahlah. "Papa tahu kalau kamu bukanlah Gerhana, kamu adalah Surya." DEG~~~ Jantung Surya seperti ingin rontok saat ini juga kala mendengar apa yang diucapkan oleh Papa Rangga barusan. Seharusnya orang yang peka dengan semua sandiwara ini adalah Mentari, tapi kenapa target justru salah sasaran seperti ini. "Papa--" Surya seperti kesulitan untuk mel
Surya tampak hening beberapa saat, sampai pada akhirnya dia mengisi rongga dadanya dengan banyak sekali pasokan oksigen. "Kamu bisa Surya, ini bukan kali pertamanya kamu berperan untuk menggantikan Gerhana." Satu-satunya hal yang membuat hati seorang Adi Surya Dimitri menjadi gamang saat ini adalah ini sesi tukar peran yang sangat berat menurutnya. Tidak akan selesai hanya dalam waktu sehari, tapi hal ini akan berlangsung seumur hidup. Karena pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup, Hanya akan berakhir ketika salah satu dari kita pergi menghadapnya. Kiasan tersebut sudah lebih dari cukup untuk menyadarkan Surya kalau selamanya dia harus hidup dalam satu atap yang sama dengan wanita yang sebenarnya tak pernah dia cinta. "Mentari …." Mentari yang merasa terpanggil oleh seruan lelaki yang dia kira adalah kekasihnya pun mendongak. Pandangan keduanya kini kembali be