Cukup lama gawai Gita berdering dan tatapan kedua insan yang telah memadu kasih selama lima tahun itu juga masih saling mengunci satu sama lain.
Sampai pada akhirnya gawai itu berhenti berdering karena tak kunjung mendapat jawaban dari sang empu. Seharusnya Gita sudah bisa menerka kalau jalinan kasih antara Gerhana juga Mentari sungguhlah sangat kuat. Sudah pasti Mentari sedikit mendapat firasat yang tak mengenakkan pertanda pamit Gerhana untuk selama-lamanya.
Gawai Gita kembali berdering dan dalangnya masihlah orang yang sama. Siapa lagi kalau sang kakak.
"Angkat aja," titah Badai dengan mengulum senyum termanisnya untuk Gita agar dia kuat melalui ini semua. Berbicara dengan Mentari saat ini bukanlah perkara yang mudah.
"Hallo," ucap Gita setelah menggeser icon hijau di gawainya.
"Kamu di mana, Dek? Mama nyariin kamu tuh." Gita bisa dengan jelas mendengarkan kalau ada nada kekhawatiran dari setiap kata yang terucap di bibir ranum sang kakak.
"Dek, semalam tuh kamu kenapa sih? Kamu tahu nggak Gerhana semalam datang melamar kakak. Kakak sebentar lagi akan dilamar oleh pangeran kakak."
Hati Gita semakin miris saat mendengar ucapan Mentari barusan. Ingin rasanya Gita berteriak saat ini juga mengatakan kalau Gerhananya Mentari kini telah berpulang ke pangkuan Sang Pencipta. Tapi tidak, Gita harus mengikuti apa yang menjadi keinginan Dimitri. Gita tidak boleh gegabah, Gita percaya kalau langkah yang akan diambil oleh Dimitri adalah langkah yang tepat dan penuh dengan kehati-hatian.
"Aku lagi di Bandung, Kak." Jawaban yang diberikan oleh Gita sungguh sukses membuat Mentari di seberang sana membolakan kedua manik matanya dengan sangat sempurna. Bagaimana bisa sang adik ini bisa berada di Bandung padahal seharian dia pamitnya hanya ke rumah sakit. Dan Gita juga tidak hadir ketika Gerhana melamar Mentari dengan alasan masih ada pasien yang harus dia tangani.
Ketika hendak pulang ada korban lalu lintas yang mengalami kecelakaan parah dan korban tersebut adalah almarhum Adi Gerhana Dimitri.
"Kok di Bandung sih? Katanya kamu lembur kenapa sekarang tiba-tiba ada di sana kamu, Dek?" Meski Gita dan Mentari hanya sepupuan, tapi kedekatan mereka melebihi kedekatan saudara kandung.
"Aku tiba-tiba ada seminar, Kak," dusta Gita. Sakit hati Gita saat dia harus membohongi sang kakak dengan ini semua. Untuk berhadapan dengan Matahari secara langsung Gita seperti kehilangan nyalinya. Rencana yang dijalankan oleh Dimitri sungguh mengajarkan Gita untuk menjadi pengecut.
Lagi dan lagi Mentari hanya bisa mempercayai apa yang Gita ucapkan tanpa menaruh sedikit saja rasa curiga pada sang adik.
Setelah sambungan telepon mereka terputus Gita merasakan seperti sedang memikul beban yang sangat berat. Bagaimana nanti dia bisa berhadapan dengan sang kakak.
Badai tahu kalau saat ini sang kekasih sedang terkoyak habis daksa dan juga sukmanya, Badai pun demikian adanya. Mereka berdua seperti sedang mengklaim diri sebagai manusia termalang di dunia. Tapi mereka sepertinya lupa kalau yang paling terluka di sini adalah Dimitri juga Aisyah yang telah bekerja sama untuk menghadirkan Surya juga Gerhana di didunia ini. Namun, Gerhana justru harus berpulang terlebih dahulu dibandingkan mereka.
Mungkin luka yang akan dirasakan oleh Mentari akan sama sakitnya dengan apa yang dirasakan oleh Dimitri juga Aisyah.
Badai lalu menarik Gita untuk masuk ke dalam dekapannya. Mengunci erat tubuh wanita yang amat dia cintai tersebut. Badai biasa dengan jelas merasakan kebasahan di bagian depan dadanya karena air mata Gita.
Cukup lama adegan teletubbies antara kedua pasang kekasih itu berlangsung. Gita menarik dirinya saat perasaannya sudah mulai membaik.
"Sudah mulai baikan?" tanya Badai sambil mencakup kedua pipi Gita yang telah basah dengan air mata. Gita hanya bisa menjawab lewat anggukan kepala.
Dimitri meminta Gita untuk menginap di rumahnya selama dia berada di Bandung. gita tak punya pilihan lain selain menerima apa yang diberikan oleh Dimitri.
~~~
Hari ini sudah hari ketiga setelah kepergian anak kedua pasangan Dimitri Gemilang dan juga Aisyah Humairah. Meski sudah berlalu 72 jam berlalu Gerhana sudah tidak berada di dunia ini, tapi bagi keluarga Dimitri anak tertengil itu masih seperti hidup dan ada di rumah ini.
KREK~~~
Pintu kamar Gerhana dibuka oleh sang saudara kembar, Surya. Baru setengah pintu itu terbuka aroma parfum yang sering digunakan oleh Gerhana sungguh menggelitik indra penciuman Surya. Dan hal tersebut semakin membuat hati Surya terkulai lemas. Sakit dan perih itulah yang dirasakan oleh Surya saat ini.
Tangis Surya luruh saat tubuhnya telah masuk seluruhnya di kamar Gerhana. Surya adalah tipikal orang yang pantang sekali untuk memperlihatkan sisi lemahnya di hadapan orang, termasuk keluarga dekatnya sekalipun. Itulah kenapa Surya mengunci kamar Gerhana.
Ada dua pigura yang sungguh menarik perhatian Surya. Tangan Surya terulur untuk meraih pigura tersebut. Pigura pertama yang diambil oleh Surya adalah pigura yang membingkai potret Gerhana. Melihat potret sang adik akhirnya benteng pertahanan milik Surya runtuh juga, di sini, di kamar milik Gerhana, Surya menampakkan sisi lemahnya.
"Ger, kita tuh di kandungan Mama barengan. Lalu kenapa kamu tinggalin aku lebih dulu? Aku memang bukan saudara yang baik untuk kamu, tapi tolong jangan hukum aku dengan seperti ini," ucap Surya dengan nada bergetar. Setetes demi setetes air mata Surya mulai jatuh membasahi pigura yang berada di genggaman Surya.
Puas menatap pigura yang membingkai potret wajah Gerhana, Surya kemudian beralih ke pigura yang satunya. Cukup lama Surya termenung menatap sendu pigura tersebut.
Bersambung ....
"Mentari … kenapa takdir antara kita begitu rumit? Aku bukan yang terbaik untukmu, aku tak bisa mencintaimu sebaik yang Gerhana lakukan padamu," racau Surya saat menatap pigura yang membingkai potret cantik seorang Mentari Chamissya Damayanti. "Tapi maaf aku tidak sekuat Gerhana dalam hal menentang perkataan orang lain. Maaf aku harus membuatmu terjebak dalam pernikahan tanpa cinta denganku." "Hati aku hanya untuk Yana, bukan kamu Aku tidak bisa menempatkanmu di tahta terindah dalam hatiku." Hati Surya kian terbalut nelangsa saat lagi dan lagi harus tunduk pada apa yang menjadi titah oleh Dimitri. Namanya memang masih Adi Surya Dimitri, tapi dia harus hidup dalam bayang-bayang seorang Adi Gerhana Dimitri--sang adik yang telah berpulang ke pangkuan Sang Khalik. Lain Surya lain juga Mentari saat ini. Suasana hati mereka sungguhlah sangat kontras satu sama lain. Surya berbalut nelangsa dan Mentari yang terus menyunggingkan senyum rencananya.&
Sebelah alis milik Mentari sedikit terangkat saat mendengar siapa yang meneleponnya itu. "Kamu sakit, Mas? Kok suara kamu aneh sih?" Iya penelepon itu adalah Adi Surya Dimitri. DEG~~~ Bukan saja Surya yang kesulitan untuk meneguk salivanya. Surya saja yang tak berada di dekat Mentari merasakan tremor, lalu apa kabar dengan Gita yang jaraknya sangat dekat dengan Mentari saat ini. Jantung dokter muda tersebut seperti ingin copot saja. "Kak Surya?" gumam Gita dalam hatinya. "Kak, aku keluar dulu yah?" Mentari hanya menjawab lewat anggukan kepala sembari tersenyum dengan sangat manis pada sang adik. Dengan langkah cepat juga panjang Gita meninggalkan Mentari yang kini sedang bertukar dengan pria yang dia kira adalah Gerhana padahal itu hanyalah Surya. "Kamu sehat 'kan Mas?" gurat penuh kekhawatiran terpatri jelas di setiap lekuk wajah Mentari saat ini. Semakin besar rasa khawatir Mentari maka akan semaki
"Aku kaget aja, Mas," kilah Mentari dengan nada yang terdengar cukup menaruh prihatin. Surya maupun Mentari sama-sama terdiam tak ada di antara mereka yang mau membuka suara terlebih dahulu. Sampai pada akhirnya, "Kamu kalau mau melanjutkan karirmu sebagai pengacara di sini aku siap dukung kok." Ucapan yang terlontar dari mulut Surya membuat Mentari ambigu. Bukan apa-apa sih sebenarnya, tapi Mentari sudah terlanjur untuk menandatangani kontrak dengan salah satu Firma Hukum di Yogyakarta. Jika Mentari membatalkan hal tersebut, maka biaya yang harus dibayar cukuplah besar. Surya sepertinya mengerti kalau saat ini, Mentari sedang gamang hatinya. Surya juga tak tahu bagaimana bisa Surya seakan memiliki empati tinggi pada wanita yang selama ini tak terlalu dekat dengannya. "Are you okey?" tanya Surya karena dia merasa ada yang tak beres dengan wanita ini. Karena tak kunjung mendapat jawaban akhirnya Surya memutuskan untuk mengulang tanyanya. "Aku sudah ter
Jika pihak suami yang menggugat cerai maka itu dinamakan sebagai cerai talak, dan jika istri yang menggugat namanya adalah cerai gugat. "Gita, aku dan Mas Gerhana itu saling mencintai jadi kami nggak mungkin bercerai." Kedua alis Gita bertautan satu sama lain begitu pula dengan kedua manik mata jernihnya tampak memicing, menatap sang kakak penuh dengan selidik. "Oh, ya?" Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Gita membuat Mentari sontak menggaruk keningnya yang tak gatal tersebut. Dengan polosnya Mentari hanya bisa mengangguk, sungguh polos sekali kakaknya ini pikir Gita. "Kita nggak pernah tahu ke depannya akan seperti apa, Kak." Lidah Mentari mendadak kelu saat mendengar ucapan Gita yang terlampau benar tersebut. Dengan ucapan yang terlontar dari bibir Mentari beberapa saat yang lalu tentu saja itu sama dengan meragukan kuasa Allah. "Astagfirullahaladzim," ucap Mentari sambil mengelus dadanya dengan gerakan naik turun.
Kolam renang yang terletak di halaman belakang rumah Rangga tentu saja menjadi pilihan terbaik untuk Rangga. Mungkin sudah lima menit mereka berada di sini, tapi tak ada satu pun dari mereka yang mau membuka suara terlebih dahulu. Rangga sedang sibuk untuk merangkai kata, sedangkan Surya, pria itu hanya bisa menunggu apa yang hendak dibicarakan oleh Rangga. Sampai di sini Surya bisa menyimpulkan kalau apa yang akan dibicarakan oleh Rangga mungkin bisa dikatakan sebagai sesuatu yang sangat urgent, entahlah. "Papa tahu kalau kamu bukanlah Gerhana, kamu adalah Surya." DEG~~~ Jantung Surya seperti ingin rontok saat ini juga kala mendengar apa yang diucapkan oleh Papa Rangga barusan. Seharusnya orang yang peka dengan semua sandiwara ini adalah Mentari, tapi kenapa target justru salah sasaran seperti ini. "Papa--" Surya seperti kesulitan untuk mel
Surya tampak hening beberapa saat, sampai pada akhirnya dia mengisi rongga dadanya dengan banyak sekali pasokan oksigen. "Kamu bisa Surya, ini bukan kali pertamanya kamu berperan untuk menggantikan Gerhana." Satu-satunya hal yang membuat hati seorang Adi Surya Dimitri menjadi gamang saat ini adalah ini sesi tukar peran yang sangat berat menurutnya. Tidak akan selesai hanya dalam waktu sehari, tapi hal ini akan berlangsung seumur hidup. Karena pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup, Hanya akan berakhir ketika salah satu dari kita pergi menghadapnya. Kiasan tersebut sudah lebih dari cukup untuk menyadarkan Surya kalau selamanya dia harus hidup dalam satu atap yang sama dengan wanita yang sebenarnya tak pernah dia cinta. "Mentari …." Mentari yang merasa terpanggil oleh seruan lelaki yang dia kira adalah kekasihnya pun mendongak. Pandangan keduanya kini kembali be
Gita sejatinya adalah anak yang tak memiliki sifat neko-neko yang tinggi, sepertinya sifat Alika tersebut tidaklah menurun pada dirinya saat ini. Gita memang mencintai Badai, sangat cinta malahan. Namun, Gita juga tidak mau memaksakan kehendak untuk menikah sekarang dengan pria tersebut. Sesiap Badai saja. Dalam menentukan pasangan wanita hanya akan dihadapkan oleh dua pilihan. Pertama, menunggu pria yang dia sayangi melamarnya. Dan yang kedua, menerima pinangan lelaki yang serius dengannya. Untuk kasus Gita kali ini, dia akan memilih pilihan yang pertama. "Sagita Ariyani, tahukah kamu? Satu-satunya orang yang memenuhi syarat untuk menjadi istriku adalah kamu. Karena, syarat pernikahan yang langgeng adalah jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama. Will you marry me?" Jika tadi orang-orang dibuat terperangah kala mendengar niat Surya untuk melamar Mentari, maka lain halnya dengan kala mendengar lama
"Mentari dulu deh, dia kan pasti yang lebih siap. Kamu mau mahar apa, Nak?" Kali ini pertanyaan tersebut yang terlontar dari mulut Aisyah. GLEK~~~ Mentari tampak kesusahan untuk mengutarakan keinginannya tentang mahar yang akan dia minta. "Bilang saja!" ucap Surya yang ingin meniru tutur bicara Gerhana tapi apalah daya Surya adalah Surya dan Gerhana adalah Gerhana. Gerhana tidak bisa menjadi Surya begitupun sebaliknya. Mendengar nada bicara sang kekasih yang tampak aneh membuat Mentari semakin kesulitan untuk mengutarakan keinginannya. "Bilang saja, Sayang!" Buru-buru Surya segera mengubah nada bicaranya dengan sangat halusnya itu bukan karena delikan mata dari Dimitri, tapi semata-mata untuk meyakinkan Rangga kalau dia akan mencoba untuk mencintai Mentari meski itu adalah hal yang paling mustahil terjadi karena saat ini masih Yanalah yang bertak