Sebelah alis milik Mentari sedikit terangkat saat mendengar siapa yang meneleponnya itu.
"Kamu sakit, Mas? Kok suara kamu aneh sih?"
Iya penelepon itu adalah Adi Surya Dimitri.
DEG~~~
Bukan saja Surya yang kesulitan untuk meneguk salivanya. Surya saja yang tak berada di dekat Mentari merasakan tremor, lalu apa kabar dengan Gita yang jaraknya sangat dekat dengan Mentari saat ini. Jantung dokter muda tersebut seperti ingin copot saja.
"Kak Surya?" gumam Gita dalam hatinya.
"Kak, aku keluar dulu yah?" Mentari hanya menjawab lewat anggukan kepala sembari tersenyum dengan sangat manis pada sang adik.
Dengan langkah cepat juga panjang Gita meninggalkan Mentari yang kini sedang bertukar dengan pria yang dia kira adalah Gerhana padahal itu hanyalah Surya.
"Kamu sehat 'kan Mas?" gurat penuh kekhawatiran terpatri jelas di setiap lekuk wajah Mentari saat ini.
Semakin besar rasa khawatir Mentari maka akan semakin dalam juga rasa bersalah Surya karena telah berhasil membohongi Mentari.
"Sehat kok," kilah Surya dengan susah payah.
"Nomor kamu ganti, Mas?" Nomor yang digunakan Surya untuk menelepon memanglah bukan nomor milik Gerhana melainkan nomor pribadi miliknya.
"Iya, ponsel aku hilang." Mentari yang sejatinya adalah seorang layer merasa ada yang ganjil dengan ini semua ini, tapi Mentari adalah tipikal orang yang paling malas untuk ribetkan oleh masalah yang seharusnya tidak diperlebar apapun masalahnya. Kecuali untuk perkara persidangan.
Jawaban oh panjang dari Mentari tak lantas membuat Surya bernapas lega. Meskipun Surya dan Gerhana adalah saudara kembar, tapi tetap saja mereka memiliki perbedaan yang mudah untuk dikenali siapapun yang memiliki telepati tinggi pada keduanya. Dan sejauh ini yang bisa membedakan hal itu hanya Dimitri, Aisyah, dan juga Mentari.
"Kok aku merasa ada yang aneh, yah Mas ama kamu." Ucapan dari Mentari barusan jelas saja membuat Surya kian terpojokkan. Kenapa juga dia harus berhadapan dengan wanita yang mempunyai rasa telepati yang sangat tinggi tersebut.
"Aku baik-baik saja, sayang." Percayalah aksi kesusahan untuk sekedar meneguk salivanya saat ini, kala dia harus memanggil Mentari dengan panggilan sayang. Cukup aneh juga rasanya harus memanggil orang baru kita kenal tersebut dengan panggilan sayang. Apalagi yang ada di hati Surya saat ini hanyalah Chayana Aurelia.
"Sayang?" ulang Mentari dengan kening yang berkerut bagai kulit jeruk saja.
Lalu di seberang sana Surya tampak berpikir keras apakah dia salah memanggil ataukah bagaimana? Entahlah.
"Sejak kapan kamu panggil aku dengan panggilan sayang?" Untuk ke sekian kalinya degup jantung Surya seperti genderang perang yang sedang ditabu.
"Biasanya juga kamu panggil aku, Aisyah," sambung Mentari.
Ya Allah sungguh besar harapan Surya kalau kematian sang adik kembarnya itu hanyalah sebuah mimpi belaka sehingga dia tak punya alasan untuk berada di posisi Gerhana, terlebih lagi dia harus mencintai seseorang yang sama sekali tak dia cintai.
Surya kemudian menghembuskan napasnya secara kasar, sekedar mencoba meyakinkan dirinya kalau dia bisa menjadi Surya. Sewaktu kecil saja antara dia dan Gerhana sangat sering berganti peran jika ada masalah urgent, tentu saja itu terselesaikan dengan mudah.
"Aku nggak apa-apa kok, Syah." Tapi rasa tak enak hati terus saja bersarang di hati Mentari saat ini. Dia seperti asing dengan pria yang saat ini bertukar pesan dengan dia.
"Mentari ... maksudku Aisyah kamu maukan kalau kita menikah nanti kita tinggal saja di Bandung?" Pertanyaan yang kali ini terlontar dari mulut Surya semakin membuat Mentari yakin ini bukanlah Gerhananya, tapi kalau bukan Gerhana lantas siapa?
"Bandung? Tapi kita sudah sepakat setelah kita menikah kita akan tinggal di Yogyakarta, Mas." Surya bisa dengan jelas mendengar ada desahan napas berat yang saat ini sedang Mentari hembuskan saat ini.
Tidak ada lagi raut kepanikan dalam diri Surya saat Mentari menyebutkan persyaratan yang dia buat bersama almarhum Gerhana.
Sekarang waktunya untuk Surya mengasah kemampuan aktingnya, bukan kali ini saja dia berlagak layaknya sang adik. Surya berusaha untuk menjadi support system terbaik untuk dirinya sendiri.
"Tapi papa butuh aku untuk menjalankan Gemilang Group." Itu adalah alasan yang paling logis yang bisa Surya berikan untuk meyakinkan Mentari, meski Surya sendiri tidak yakin kalau apa yang baru saja dia utarakan pada Mentari bisa membuatnya yakin. Jangan lupakan satu hal tentang Mentari, selain dia memiliki telepati yang sangat tinggi dia juga adalah seorang lawyer. Di mana dia pasti akan secara kuat untuk mempertahankan apa yang menjadi keyakinannya.
"Gemilang Group? Bukannya sudah ada Kak Surya yang mengurusinya?" tanya Mentari.
Untuk semakin mempermulus aktingnya Surya tampak menghembuskan napas dengan sangat kasar dan tersebut terbukti membuat Mentari di seberang sana menjadi ikut khawatir.
"Mas bilang ke aku jangan diam saja dong!" titah Mentari dengan penuh kekhawatiran. Sontak saja kekhawatiran dari wanita yang memiliki paras teduh tersebut, membuat Surya menyunggingkan senyum durjana miliknya.
Rupanya tikus kecil ini mulai masuk ke dalam perangkapnya saat ini. Mudah sekali, pikir Surya.
"Kak Surya kabur keluar negeri karena menolak dijodohkan dengan wanita pilihan papa." Meskipun Mentari tidak terlalu kenal ataupun akrab dengan Surya, tapi ketika mendengar kabar yang diberikan oleh orang yang dia kira Gerhana tersebut tetap saja dia sedikit menaruh rasa empati.
"Mentari, kamu kenapa?" tanya Surya yang berpura-pura menaruh rasa khawatir, tapi aslinya hanya zonk belaka.
Bersambung ....
"Aku kaget aja, Mas," kilah Mentari dengan nada yang terdengar cukup menaruh prihatin. Surya maupun Mentari sama-sama terdiam tak ada di antara mereka yang mau membuka suara terlebih dahulu. Sampai pada akhirnya, "Kamu kalau mau melanjutkan karirmu sebagai pengacara di sini aku siap dukung kok." Ucapan yang terlontar dari mulut Surya membuat Mentari ambigu. Bukan apa-apa sih sebenarnya, tapi Mentari sudah terlanjur untuk menandatangani kontrak dengan salah satu Firma Hukum di Yogyakarta. Jika Mentari membatalkan hal tersebut, maka biaya yang harus dibayar cukuplah besar. Surya sepertinya mengerti kalau saat ini, Mentari sedang gamang hatinya. Surya juga tak tahu bagaimana bisa Surya seakan memiliki empati tinggi pada wanita yang selama ini tak terlalu dekat dengannya. "Are you okey?" tanya Surya karena dia merasa ada yang tak beres dengan wanita ini. Karena tak kunjung mendapat jawaban akhirnya Surya memutuskan untuk mengulang tanyanya. "Aku sudah ter
Jika pihak suami yang menggugat cerai maka itu dinamakan sebagai cerai talak, dan jika istri yang menggugat namanya adalah cerai gugat. "Gita, aku dan Mas Gerhana itu saling mencintai jadi kami nggak mungkin bercerai." Kedua alis Gita bertautan satu sama lain begitu pula dengan kedua manik mata jernihnya tampak memicing, menatap sang kakak penuh dengan selidik. "Oh, ya?" Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Gita membuat Mentari sontak menggaruk keningnya yang tak gatal tersebut. Dengan polosnya Mentari hanya bisa mengangguk, sungguh polos sekali kakaknya ini pikir Gita. "Kita nggak pernah tahu ke depannya akan seperti apa, Kak." Lidah Mentari mendadak kelu saat mendengar ucapan Gita yang terlampau benar tersebut. Dengan ucapan yang terlontar dari bibir Mentari beberapa saat yang lalu tentu saja itu sama dengan meragukan kuasa Allah. "Astagfirullahaladzim," ucap Mentari sambil mengelus dadanya dengan gerakan naik turun.
Kolam renang yang terletak di halaman belakang rumah Rangga tentu saja menjadi pilihan terbaik untuk Rangga. Mungkin sudah lima menit mereka berada di sini, tapi tak ada satu pun dari mereka yang mau membuka suara terlebih dahulu. Rangga sedang sibuk untuk merangkai kata, sedangkan Surya, pria itu hanya bisa menunggu apa yang hendak dibicarakan oleh Rangga. Sampai di sini Surya bisa menyimpulkan kalau apa yang akan dibicarakan oleh Rangga mungkin bisa dikatakan sebagai sesuatu yang sangat urgent, entahlah. "Papa tahu kalau kamu bukanlah Gerhana, kamu adalah Surya." DEG~~~ Jantung Surya seperti ingin rontok saat ini juga kala mendengar apa yang diucapkan oleh Papa Rangga barusan. Seharusnya orang yang peka dengan semua sandiwara ini adalah Mentari, tapi kenapa target justru salah sasaran seperti ini. "Papa--" Surya seperti kesulitan untuk mel
Surya tampak hening beberapa saat, sampai pada akhirnya dia mengisi rongga dadanya dengan banyak sekali pasokan oksigen. "Kamu bisa Surya, ini bukan kali pertamanya kamu berperan untuk menggantikan Gerhana." Satu-satunya hal yang membuat hati seorang Adi Surya Dimitri menjadi gamang saat ini adalah ini sesi tukar peran yang sangat berat menurutnya. Tidak akan selesai hanya dalam waktu sehari, tapi hal ini akan berlangsung seumur hidup. Karena pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup, Hanya akan berakhir ketika salah satu dari kita pergi menghadapnya. Kiasan tersebut sudah lebih dari cukup untuk menyadarkan Surya kalau selamanya dia harus hidup dalam satu atap yang sama dengan wanita yang sebenarnya tak pernah dia cinta. "Mentari …." Mentari yang merasa terpanggil oleh seruan lelaki yang dia kira adalah kekasihnya pun mendongak. Pandangan keduanya kini kembali be
Gita sejatinya adalah anak yang tak memiliki sifat neko-neko yang tinggi, sepertinya sifat Alika tersebut tidaklah menurun pada dirinya saat ini. Gita memang mencintai Badai, sangat cinta malahan. Namun, Gita juga tidak mau memaksakan kehendak untuk menikah sekarang dengan pria tersebut. Sesiap Badai saja. Dalam menentukan pasangan wanita hanya akan dihadapkan oleh dua pilihan. Pertama, menunggu pria yang dia sayangi melamarnya. Dan yang kedua, menerima pinangan lelaki yang serius dengannya. Untuk kasus Gita kali ini, dia akan memilih pilihan yang pertama. "Sagita Ariyani, tahukah kamu? Satu-satunya orang yang memenuhi syarat untuk menjadi istriku adalah kamu. Karena, syarat pernikahan yang langgeng adalah jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama. Will you marry me?" Jika tadi orang-orang dibuat terperangah kala mendengar niat Surya untuk melamar Mentari, maka lain halnya dengan kala mendengar lama
"Mentari dulu deh, dia kan pasti yang lebih siap. Kamu mau mahar apa, Nak?" Kali ini pertanyaan tersebut yang terlontar dari mulut Aisyah. GLEK~~~ Mentari tampak kesusahan untuk mengutarakan keinginannya tentang mahar yang akan dia minta. "Bilang saja!" ucap Surya yang ingin meniru tutur bicara Gerhana tapi apalah daya Surya adalah Surya dan Gerhana adalah Gerhana. Gerhana tidak bisa menjadi Surya begitupun sebaliknya. Mendengar nada bicara sang kekasih yang tampak aneh membuat Mentari semakin kesulitan untuk mengutarakan keinginannya. "Bilang saja, Sayang!" Buru-buru Surya segera mengubah nada bicaranya dengan sangat halusnya itu bukan karena delikan mata dari Dimitri, tapi semata-mata untuk meyakinkan Rangga kalau dia akan mencoba untuk mencintai Mentari meski itu adalah hal yang paling mustahil terjadi karena saat ini masih Yanalah yang bertak
"Dek ditanyain tuh, kamunya." Sentakan kecil dari Alika menyadarkan Gita dari lamunannya. Dokter muda itu tampak mengerjapkan kedua manik matanya. "Gita mau mahar apa, Ma?" Sontak tingkah Gita yang seperti itu membuat semua orang tertawa dengan sangat nyaring. Bahkan Surya pun yang sedari bersifat dingin tak tersentuh oleh apapun mendadak tertawa dengan sangat lepas. Melihat tawa Surya barusan membuat hati Mentari yang gamang mendadak sangat lapang. Tawa dari orang terkasih memang adalah pelipur lara terbaiknya. "Ish kamu tuh …," ucap Alika sembari mendaratkan cubitan pelan di pipi sang putri. Terlintas rasa iri dan juga cemburu dalam benak Mentari saat melihat kedekatan antara Alika juga Gita. Mentari juga manusia normal yang ingin disayang juga dimanja oleh orang tua kandungnya. Tapi apalah daya karena itu adalah mimpi yang paling mustahil untuk Mentari raih sekarang. Raut mendung yang terpancar jelas di setiap lekuk wajah Mentari
"Mentari itu wanita spesial di mataku, Pa, Ma. Jadi izinkan aku untuk kali ini memuliakan dia." Siapapun yang mengetahui tentang masalah yang saat ini sedang menimpa keluarga Dimitri pasti tidak akan menyangka kalau yang tadi berujar begitu manis pada Mentari bukanlah Gerhana melainkan Surya. Dimitri lalu menepuk pelan punggung sang putra sulung dengan raut wajah yang penuh rasa bangga, Kerja sama yang mereka lakukan sungguhlah sangat memukau. Hal ini Surya lakukan bukan karena dia mulai luluh dan membuka hatinya untuk Mentari, tapi dia sedang mencari perhatian pada lelaki yang kurang empat belas hari lagi akan menjadi papa mertuanya. Jujur Surya merasa risih dengan apa yang kini Rangga lakukan pada dirinya, Memangnya apa yang telah dilakukan oleh Rangga pada putra mahkota Gemilang Group tersebut. Rangga terus menatap Surya penuh selidik tak ubahnya seperti penjahat yang baru saja membuat rugi negara de