"Sekarang kamu pulang dan jangan pernah kamu ikut campur urusan kakak lagi!" Urat-urat hijau menyembul dari balik pelipis Surya, rahang bawahnya pun tampak mengencang, sorot matanya begitu tajam. Dia seperti sedang menganggap kalau Badai saat ini adalah mangsa buruan yang sangat sayang untuk dilakukan.
"Ketemu Yana lagi?" Namun, Surya seakan tak menaruh sedikit saja rasa peduli atas apa yang dikatakan oleh Badai.
"Kamu nggak boleh begini, Kak! Sebentar lagi kamu akan menjadi suaminya. Kak Gerhana saja tidak pernah memperlakukan Mentari seperti ini."
Kecaman yang diucapkan oleh Badai membuat Surya dengan cepat memutar badannya. Lagi dan lagi tatapan penuh amarah Surya layangkan pada sang adik yang saat ini juga sedang menatapnya dengan sangat tajam laksana tatapan burung elang yang sedang membidik mangsanya.
"Aku ini Surya, bukan Gerhana," ucap Surya sambil mencengkeram
Badai tampak menghela napasnya secara kasar saat harus menjelaskan alasan kenapa harus memilih Kuncoro ketimbang Agasa. Yang terlintas di benak Badai saat ini hanyalah bagaimana bisa diterima bekerja dalam waktu yang terbilang cukup instan, "Untuk masuk ke Kuncoro kita hanya perlu yang namanya sertifikat PERADI, track record urusan belakang." Mendengar apa yang baru saja dijelaskan oleh Badai membuat Mentari sadar kalau apa yang kini dipikirkan oleh lelaki yang sebentar lagi menjadi adik iparnya juga pernah terpikirkan olehnya 2 tahun yang lalu. Namun setelah Mentari mengupgrade kualitas dirinya, pola pikir Mentari pun lambat laun juga ikut berubah. Kini Mentari tidak mau hanya dikenal seseorang yang hanya memiliki selembar kertas berharga bersama sertifikat PERADI, tapi di juga ingin dikenal karena kualitas diri yang dimiliki. "Lalu untuk Agasa bagaimana?" Walau bagaimanapu
Yana lantas merogoh handbagnya lalu mengeluarkan sebuah undangan dengan inisial M dan juga G di sampul depannya. Melihat inisial dari undangan tersebut membuat Surya tampak kesulitan untuk sekedar meneguk salivanya. M apakah itu Mentari dan G apakah itu Gerhana? Tidak ini pasti bukan undangannya. Surya memang tidak sedikit pun ikut andil dalam persiapan pernikahannya yang akan diselenggarakan di kota dengan julukan Bandung tersebut. Semua persiapan mulai dari hal terkecil sampai terbesar dia serahkan pada Mentari, tugas Surya hanya membiayai buka mengurusi. Surya sampai memberikan black cardnya pada Mentari untuk dia gunakan dan sampai saat ini Surya tak menemukan ada transaksi yang mencurigakan. "Teman kamu nikah di Bandung juga?" tanya Surya dengan terbata-bata. "Juga?" Surya lekas menutup mulutnya rapat-rapat saat dia kini menyadar
Siapa yang tak mengenal dua pasangan tersebut. Mega Adi Kesuma ada putri tunggal dari pasangan Thareq Akbar Satria juga Amanda Maha Putri yang dulunya adalah Amanda Larasati. "Jadi Genta akan menikah dengan anaknya Om Akbar?" Surya masih tak percaya anak dari kelas ekonomi menengah ke bawah akan menjadi menantu di keluarga Ibrahim. Semua orang tahu kalau papa Mega ada orang nomor dua di Darma Corp. "Kamu kenal calon suaminya Mega, Mas?" tanya Yana dengan nada melengking. "Teman SD dan juga SMP aku." "Baik nggak dia, Mas? Aku nggak mau sahabatku itu diapa-apain sama dia." Sebelah tangan Surya lalu terulur untuk mengelus rambut Yana yang hitam lebat tersebut. "Genta itu orang baik, Om Akbar juga adalah orang yang penuh dengan pertimbangan apalagi jika menyangkut tentang Tante Manda juga Mega, dia akan menjadi garda terdepan untuk membelanya."
"Kamu gila, Mas!""Aku nggak mungkin ceraikan dia!"Kening Surya sontak mengernyit saat mendengar penolakan yang diberikan oleh Yana. Kenapa ini? Kenapa mendadak Yana menjadi bimbang dengan keputusannya? Apa yang telah Hilal lakukan pada Yana sehingga wanita itu tampak berpikir keras untuk menceraikan lelaki yang sama sekali tak mencintainya itu?"Bukannya kamu yang semangat sekali untuk menceraikan dia dulu? Aku hanya mengingatkanmu mungkin saja kamu sudah lupa," ucap Surya dengan nada yang terdengar tidak baik-baik saja.Yana hanya bisa diam, tak bisa lagi dia berkata-kata. Dia seperti sedang menjilat ludahnya sendiri, karena apa yang dikatakan oleh Surya memanglah benar adanya. Dulu Yana begitu semangat untuk menceraikan Hilal. Sebenarnya rencana itu telah terealisasi, Yana sudah mengutarakan niatnya untuk menceraikan Hilal.Hilal sudah setuju?
BRAK~~~ Pintu ruangan orang nomor satu di Gemilang Corp--perusahaan yang bergerak di bidang property tersebut terbuka secara brutal. Menampilkan sosok pria paruh baya tersebut dengan kedua manik mata yang melotot horor, rahang bawahnya tampak mengeras, dan kedua telapak tangannya terkepal hebat. "SURYA!" Teriakan Dimitri Gemilang sontak membuat kedua pasangan yang baru saja akan melakukan adegan panas itu terhenyak. Jantung Surya seperti ingin lepas dari tempatnya saat mendengar teriakan dari sang papa yang begitu nyaring. Sedangkan kekasih Surya hanya bisa tertunduk sembari kemali memasang kedua kancing kemeja yang tadi sempat dibuat terbuka oleh Surya. Kali ini sungguh tamatlah riwayat mereka. Berkilah mungkin bukanlah solusi yang pas untuk Surya dan Yana, kedua manik mata Dimitri telah menangkap basah adegan yang akan mereka lakukan. Sungguh ironi memang kantor yang notabenenya adalah tempat untuk mengais rejeki justru mereka jadikan sebagai te
"Kamu …," ucap Dimitri sambil menodongkan jari telunjuknya pada Yana. Dan Yana yang kini menjadi objek sasaran Dimitri hanya bisa tertunduk lesu tak berdaya. Dia rupanya kehilangan keberanian untuk sekedar menatap Dimitri, salah satu orang yang cukup berpengaruh di Gemilang Corp. Surya memang pemegang tertinggi kekuasaan Gemilang corp saat ini, tapi Dimitri tetaplah sosok yang paling disegani saat ini di gedung berlantai 8. "Segera ke bagian ke HRD untuk mengambil surat pemecatan." Jantung Yana seperti mencelos saat mendengar ucapan Dimitri barusan. Kedua kakinya seperti kehilangan kekuatannya untuk menopang tubuhnya dengan sempurna. "Pa, di sini pimpinannya adalah aku. Jadi, aku yang berhak untuk memecat bawahanku. Bukan papa." Dimitri hanya bisa menyunggingkan senyum durjananya saat mendengar ucapan sang putra barusan. Sungguh lancang dan berani sekali dia, pikir Dimitri. "Kamu nggak akan jadi pimpinan di sini kalau papa
Yana menetap Surya lekat-lekat untuk mencari sedikit saja kebohongan di sana, tapi yang Yana temukan hanyalah kejujuran. Surya sangat mengenali Yana, dia pasti juga mengerti dan paham apa yang sedang dicari oleh kekasih hatinya itu. "Kamu nggak bohong, 'kan?" tanya Yana sekali. Dan Surya seperti tak mengenal lelah dia hanya mengangguk sebagai pembenaran atas pertanyaan Yana barusan. "Iya, kamu boleh pergi kok." Surya merekahkan senyum renjananya sambil menarik Yana untuk kembali masuk ke dalam dekapannya. Tapi kebersamaan mereka itu tidak berlangsung lama. Semuanya terhenti saat gawai Yana berdering dan ada nama sang suami di sana. Surya hanya bisa memutar bola matanya jengah saat Yana memperlihatkan nama Hilal di sana. Setelah melabuhkan kecupan di bibir Surya, Yana pun membawa dirinya untuk duduk di sofa yang terdapat dalam ruangan orang nomor satu di Gemilang Corp tersebut. Sedangkan Surya kembali
"Kamu jangan bercanda, Git!" Suara Papa Dimitri terdengar meninggi, sungguh sangat nyaring. "Lakukan apapun yang menurut terbaik. Sekali ini tolong om dan tante. Tolong selamatkan Gerhana kami." Kedua manik mata Surya kian membola saat mendengar ucapan sang papa barusan. Selamatkan Gerhana? Hanya kata-kata itu yang terus berputar-putar di kepala Surya saat ini. Dimitri jatuh terduduk di kursi kerjanya. Aisyah lantas membombardir Dimitri dengan pertanyaan seputar kondisi Gerhana. "Pa … Gerhana bagaimana? Dia baik-baik saja ‘kan?" tanya Aisyah dengan menekan erat kedua bahu Dimitri. Seketika Aisyah seperti berubah menjadi jelmaan Hulk. "Dokter di Indonesia sudah menyerah, Ma." Aisyah dan Badai hanya bisa terisak mendeng penjelasan Dimitri. "Nggak ada yang mau bilang ke aku Gerhana kenapa?" Suara Surya masih saja meninggi. "Baiklah aku yang cari tahu sendiri," ucap Surya lalu memutar langkahnya