Lagi-lagi Vio mendapat perlakuan buruk dari mertuanya. Meski enggan mengakui, tetapi wanita paruh baya itu tetaplah mertuanya. Tidak mungkin dia mengingkari hal itu.
"Kamu pergi saja dari sini! Nggak perlu kamu berpura-pura perhatian sama cucuku!" ucap Amalia dengan nada penuh amarah. Entah mengapa dia masih belum bisa menerima kenyataan jika Brian telah menikah untuk kedua kalinya.
"Hehe ... Nyonya jangan marah-marah terus. Nanti cepet tua, lho." Vio nyengir. Dia mencoba untuk tetap tersenyum, setelahnya Vio pergi dari ruangan itu.
Amalia hanya melotot saat digoda oleh Vio. "Berani-beraninya dia," geramnya.
Vio hanya menunggu di depan. Bagaimanapun dia telah berjanji pada suaminya untuk menunggu Kyra. Tidak mungkin dia tiba-tiba saja pergi dari tempat itu.
Lama Vio menunggu, Brian datang dan menatapnya dengan aneh. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Brian.
"Ada Nyonya di dalam, Mas."
"Mama ngusir kamu?" tanya Brian dengan nada sedikit
Hubungan Vio dan juga Amalia membaik. Dia tentunya hanya ingin kebaikan untuk cucunya. Sementara Azzura tidak berada di rumah, Kyra harus tetap mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Mungkin Vio bisa menggantikannya untuk sementara."Sebenarnya istri kamu kemana, Brian?" tanya Amalia pada anaknya. Rasanya tidak ingin percaya jika menantunya itu kabur begitu saja."Kalau Brian tahu, pasti Brian sudah menemukannya, Ma." Brian merasa putus asa jika ditanya perihal istrinya. Hingga saat ini, tidak ada kabar apa pun darinya."Ya sudah. Terus cari istri kamu. Mama pulang dulu." Amalia memang sengaja tidak menceritakan perihal cucunya pada sang suami karena pasti Brian yang akan disalahkan. Tentu saja Amalia masih ingin melindungi anaknya.Setelah kepergian sang ibu, Brian berjalan menuju ke arah kamarnya. Sebelum mencapai kamarnya, dia melewati kamar anaknya. Dia mengintip dari balik pintu, Vio tengah mengelus rambut Kyra. Gadis kecil itu sepertinya baru sa
Vio memejamkan matanya menikmati semua sentuhan Brian. Hatinya terus berseru jika ini tidak benar, tetapi tubuhnya berkhianat saat kulitnya kembali merasakan lembutnya kulit Brian.Brian yang mendapat lampu hijau, tersenyum dalam hati. Sudah berhari-hari ini dia menahan untuk tidak menyentuh Vio dan saat ini adalah puncaknya. Terlebih tidak ada Azzura yang bisa menuntaskan semuanya. Minta kepada Vio bukan kesalahan, bukan?Angin malam ini menjadi saksi bagaimana hawa dingin berubah menjadi hangat lantas menjadi panas. Brian yang sudah sangat ahli dalam percintaan begitu memuja Vio, hingga gadis itu serasa diterbangkan hingga langit ke tujuh.Kamar Brian menjadi saksi bagaimana kedua insan itu kembali memadu kasih, meniti pelangi menuju ke nirwana. Melewati kebun bunga yang menampilkan jutaan warna yang saling marajut asa. Entah ada cinta atau hanya nafsu saja yang menyatukan mereka? Yang pasti saat ini, baik Vio maupun Brian hanya ingin saling mengis
Mata Kyra terus melihat ke arah dalam kamar ayahnya. Sepertinya ada yang aneh. Kenapa ayahnya tidur sampai berantakan seperti itu? Kayak habis perang semalam."Kamu lihat apa, Sayang? Kenapa liatin dalam terus?" Sesungguhnya hati Brian ketar-ketir kali ini. Takut jika Kyra masuk dan memergoki ada Vio di dalam sana. Bagaimana cara menjelaskan jika hal itu benar-benar terjadi?"Papa kok jorok, sih? Kenapa kamar Papa berantakan gini?" Segala macam baju dan sprei berantakan, membuat mata Kyra menjadi sakit. Dia selalu diajarkan oleh ibunya untuk membereskan tempat tidurnya sebelum keluar kamar."Itu--" Brian menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Dia bingung, bagaimana caranya untuk menjelaskan semuanya pada Kyra. "Papa semalam mimpi bertempur sama pencuri, Sayang. Jadinya kayak gini.""Pencuri," lirih Vio. Bagaimana bisa Brian menyebutnya sebagai pencuri setelah apa yang mereka lewati malam tadi. "Mas Brian bener-bener tega." Vio hanya bisa menahan rasa kecew
Vio tidak percaya jika Brian akan mengatakan hal itu kali ini. Apakah lelaki itu mengatakan kebenarannya? Atau jangan-jangan dia telah mabuk? Tetapi, Vio sama sekali tidak mencium aroma alkohol dari tubuh suaminya itu."Tapi, Mas--" Vio tidak meneruskan ucapannya. Dia sangat kaget saat tiba-tiba Brian masuk ke dalam kamarnya. Vio hanya bisa membulatkan matanya. Apa yang akan Brian lakukan kali ini?"Kamu mau apa, Mas? Kyra udah nunggu, lho?""Nggak papa nunggu lagi.""Tapi--" Ucapan Vio terhenti kala bibirnya merasakan kehangatan dari bibir Brian. Ah ... jika sudah seperti ini maka yang akan terjadi dengan mereka adalah adegan 21+.Vio tentu saja tidak bisa menolaknya. Apa yang Brian inginkan adalah hal yang harus dia lakukan. Hanya sebentar, Kyra bisa menunggu sebentar lagi. Berkali-kali Vio meyakinkan hatinya untuk tetap tenang dan menikmati semuanya. Dia tidak ingin mengecewakan Brian.Gejolak yang Brian rasakan sama seperti saat dia masi
"Azzura. Apa kamu siap untuk pulang?" Seorang lelaki bertanya pada seorang wanita. wanita itu sedari tadi berkata bahwa dia merindukan keluarganya.Azzura mengangguk. "Iya, Ad. Aku merindukan Mas Brian dan juga Kyra." Azzura tersenyum. Bayangan kedua orang yang sangat dia cintai hadir di pelupuk matanya. Sudah hampir sebulan dia kabur dari semuanya. Takut jika mereka mengetahui rahasianya.Adrian mendesah berat, keputusan telah diambil. Mereka akan kembali ke Indonesia dengan penerbangan malam.***"Aku mau pergi dulu, Mas.""Kamu mau ke mana?""Aku mau jenguk bapak. Udah lama aku nggak ke sana.""Mau aku temenin?""Nggak usah. Aku bisa pergi naik--"Belum juga Vio menyelesaikan perkataannya, Brian langsung saja menyeretnya. Membuat gadis itu menjerit kecil."Kamu apa-apaan, Mas? Gimana kalau Kyra lihat?" Vio histeris mendapat perlakuan Brian yang tiba-tiba. Meski para asisten rumah tangga sudah
Vio yang melihatnya hanya bisa diam membatu. Tidak ada yang salah dengan pemandangan di hadapannya. Yang salah adalah dia yang telah jatuh cinta pada Brian, suaminya."Mas. Kamu kenapa?" Azzura mencoba untuk bersikap biasa. Dia menyembunyikan lukanya. Dia harus mulai terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Vio juga istri suaminya. Dia yang menyusun semua ini."Kamu ke mana saja? Aku nyari kamu, tetapi jejak kamu sama sekali nggak ada. Aku sampai mikir kamu nggak bakal balik lagi." Brian melerai pelukannya. Dia menatap ke arah wajah istrinya lama. Dia terlihat begitu merindukan sang istri. Begitu pula Azzura, matanya berkaca-kaca, sebagai bukti jika hanya Brian yang ada di hati.Vio kembali merasakan sakit. Jika Azzura telah kembali, dia seolah tidak berarti lagi bagi Brian. Salahkah dia jika saat ini merasa cemburu?'Mikir apa kamu, Vio? Kamu nggak sepantasnya cemburu. Harusnya kamu ikutan seneng karena Mbak Zura telah kembali,' rutuk Vio pada hati
Hari-hari pun berlalu. Brian kembali pada Azzura dan Vio, dia harus bisa menerima jika dia orang ketiga dalam rumah tangga ini. Meski Azzura tetap bersikap baik padanya, tetapi Vio juga harus menjaga jarak agar hatinya tidak terluka. Bohong jika dia tidak tertarik pada Brian.Kyra pun yang kembali melihat Azzura, menjadi bahagia. Dia begitu merindukan ibunya itu. Vio jadi seperti orang asing di sini. Dalam hati gadis itu menangis."Tante Vio ngapain di sini? Kenapa nggak ikut makan di ruang makan?" Kyra menghampiri Vio yang saat ini sedang melamun di depan kompor. Dia langsung mengusap air matanya saat mendengar suara Kyra."Ehm ... Tante Vio cuma lagi malas makan, Kyra. Nggak lapar." Vio mencoba tersenyum meski hatinya terluka. Tidak mungkin dia berkata jika dia cemburu dengan kemesraan Brian dan Azzura. Kyra tidak mengetahui tentang hubungan mereka.Kyra berdecak. "Nanti Tante sakit kalau nggak makan. Ayo sini! Ikut Kyra!" Tiba-tiba saja Kyra menyeret l
Kedua manik mata saling bertatapan. Memancarkan sebuah perasaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Jantung Brian berdegup dengan kencangnya, begitu pula Vio. Dia sampai tidak bisa menelan ludahnya.Tangan Brian membingkai wajah Vio. "Layani aku malam ini.""Tapi, Mbak Zura? Dia ada di kamar, 'kan?" Masih saja Vio memikirkan tentang Azzura. Wanita yang menjadi istri pertama Brian. Dia merasa sangat bersalah jika bermesraan dengan Brian selagi ada Azzura di rumah."Dia sudah tidur.""Tapi--"Belum sempat Vio mengucapkan apa yang ada di hatinya, Brian sudah membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya. Rasa rindu yang telah bersarang berhari-hari, tidak mampu dia bendung lagi.Vio pun hanya bisa pasrah. Di samping karena Brian adalah suaminya dan juga dia tidak bisa menolak pesona pria itu. Salahkah hatinya yang selalu kalah oleh sentuhan sang suami? Meski logikanya terus menolak, tetapi gairahnya terus mengkhianati. Kini keduany