Vio tidak percaya jika Brian akan mengatakan hal itu kali ini. Apakah lelaki itu mengatakan kebenarannya? Atau jangan-jangan dia telah mabuk? Tetapi, Vio sama sekali tidak mencium aroma alkohol dari tubuh suaminya itu.
"Tapi, Mas--" Vio tidak meneruskan ucapannya. Dia sangat kaget saat tiba-tiba Brian masuk ke dalam kamarnya. Vio hanya bisa membulatkan matanya. Apa yang akan Brian lakukan kali ini?
"Kamu mau apa, Mas? Kyra udah nunggu, lho?"
"Nggak papa nunggu lagi."
"Tapi--" Ucapan Vio terhenti kala bibirnya merasakan kehangatan dari bibir Brian. Ah ... jika sudah seperti ini maka yang akan terjadi dengan mereka adalah adegan 21+.
Vio tentu saja tidak bisa menolaknya. Apa yang Brian inginkan adalah hal yang harus dia lakukan. Hanya sebentar, Kyra bisa menunggu sebentar lagi. Berkali-kali Vio meyakinkan hatinya untuk tetap tenang dan menikmati semuanya. Dia tidak ingin mengecewakan Brian.
Gejolak yang Brian rasakan sama seperti saat dia masi
"Azzura. Apa kamu siap untuk pulang?" Seorang lelaki bertanya pada seorang wanita. wanita itu sedari tadi berkata bahwa dia merindukan keluarganya.Azzura mengangguk. "Iya, Ad. Aku merindukan Mas Brian dan juga Kyra." Azzura tersenyum. Bayangan kedua orang yang sangat dia cintai hadir di pelupuk matanya. Sudah hampir sebulan dia kabur dari semuanya. Takut jika mereka mengetahui rahasianya.Adrian mendesah berat, keputusan telah diambil. Mereka akan kembali ke Indonesia dengan penerbangan malam.***"Aku mau pergi dulu, Mas.""Kamu mau ke mana?""Aku mau jenguk bapak. Udah lama aku nggak ke sana.""Mau aku temenin?""Nggak usah. Aku bisa pergi naik--"Belum juga Vio menyelesaikan perkataannya, Brian langsung saja menyeretnya. Membuat gadis itu menjerit kecil."Kamu apa-apaan, Mas? Gimana kalau Kyra lihat?" Vio histeris mendapat perlakuan Brian yang tiba-tiba. Meski para asisten rumah tangga sudah
Vio yang melihatnya hanya bisa diam membatu. Tidak ada yang salah dengan pemandangan di hadapannya. Yang salah adalah dia yang telah jatuh cinta pada Brian, suaminya."Mas. Kamu kenapa?" Azzura mencoba untuk bersikap biasa. Dia menyembunyikan lukanya. Dia harus mulai terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Vio juga istri suaminya. Dia yang menyusun semua ini."Kamu ke mana saja? Aku nyari kamu, tetapi jejak kamu sama sekali nggak ada. Aku sampai mikir kamu nggak bakal balik lagi." Brian melerai pelukannya. Dia menatap ke arah wajah istrinya lama. Dia terlihat begitu merindukan sang istri. Begitu pula Azzura, matanya berkaca-kaca, sebagai bukti jika hanya Brian yang ada di hati.Vio kembali merasakan sakit. Jika Azzura telah kembali, dia seolah tidak berarti lagi bagi Brian. Salahkah dia jika saat ini merasa cemburu?'Mikir apa kamu, Vio? Kamu nggak sepantasnya cemburu. Harusnya kamu ikutan seneng karena Mbak Zura telah kembali,' rutuk Vio pada hati
Hari-hari pun berlalu. Brian kembali pada Azzura dan Vio, dia harus bisa menerima jika dia orang ketiga dalam rumah tangga ini. Meski Azzura tetap bersikap baik padanya, tetapi Vio juga harus menjaga jarak agar hatinya tidak terluka. Bohong jika dia tidak tertarik pada Brian.Kyra pun yang kembali melihat Azzura, menjadi bahagia. Dia begitu merindukan ibunya itu. Vio jadi seperti orang asing di sini. Dalam hati gadis itu menangis."Tante Vio ngapain di sini? Kenapa nggak ikut makan di ruang makan?" Kyra menghampiri Vio yang saat ini sedang melamun di depan kompor. Dia langsung mengusap air matanya saat mendengar suara Kyra."Ehm ... Tante Vio cuma lagi malas makan, Kyra. Nggak lapar." Vio mencoba tersenyum meski hatinya terluka. Tidak mungkin dia berkata jika dia cemburu dengan kemesraan Brian dan Azzura. Kyra tidak mengetahui tentang hubungan mereka.Kyra berdecak. "Nanti Tante sakit kalau nggak makan. Ayo sini! Ikut Kyra!" Tiba-tiba saja Kyra menyeret l
Kedua manik mata saling bertatapan. Memancarkan sebuah perasaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Jantung Brian berdegup dengan kencangnya, begitu pula Vio. Dia sampai tidak bisa menelan ludahnya.Tangan Brian membingkai wajah Vio. "Layani aku malam ini.""Tapi, Mbak Zura? Dia ada di kamar, 'kan?" Masih saja Vio memikirkan tentang Azzura. Wanita yang menjadi istri pertama Brian. Dia merasa sangat bersalah jika bermesraan dengan Brian selagi ada Azzura di rumah."Dia sudah tidur.""Tapi--"Belum sempat Vio mengucapkan apa yang ada di hatinya, Brian sudah membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya. Rasa rindu yang telah bersarang berhari-hari, tidak mampu dia bendung lagi.Vio pun hanya bisa pasrah. Di samping karena Brian adalah suaminya dan juga dia tidak bisa menolak pesona pria itu. Salahkah hatinya yang selalu kalah oleh sentuhan sang suami? Meski logikanya terus menolak, tetapi gairahnya terus mengkhianati. Kini keduany
Napas Azzura tercekat saat melihat bekas cupang itu. Dia masih bisa mengenali tanda cinta yang sering dia buat pada tubuh Brian. Percintaan antara Brian dan Vio sepertinya begitu panas. Azzura hanya bisa mendesah berat."Zura. Bajuku mana?" Brian mencoba untuk mengalihkan perhatian Azzura. Dia merasa tidak enak. Padahal dia tidak selingkuh, kenapa rasanya sama seperti orang yang tengah selingkuh? Brian tidak menyangka bakal jadi serumit ini."I-ini, Mas." Azzura mengalihkan wajahnya setelah memberikan kemeja yang akan Brian kenakan pagi ini. Dia tidak tahan melihat itu semua. Tiba-tiba saja dia teringat akan suara desahan semalam. Membayangkan Brian berada di atas tubuh Vio dengan wajah penuh kepuasan sama seperti saat bersama dengan dirinya sungguh membuat dadanya sesak.'Cukup, Zura. Saat kamu meminta suamimu menikah lagi, seharusnya kamu juga harus siap berbagi. Enyahkan perasaan cemburu itu. Mulai saat ini, kamu harus siap jika melihat mereka bermesraan.' Ha
Vio terdiam kala mendengar apa yang dikatakan oleh Azzura. Dia ingin jujur, tetapi takut melukai perasaan Azzura. Jadi, apakah dia menyukai Brian? Jawabannya mungkin iya, tetapi demi melihat wajah sedih Azzura kali ini dia akan berbohong. "Aku--" "Nggak papa, kok kalau kamu suka Mas Brian. Emang harusnya gitu, biar suasana rumah jadi lebih enak." Azzura tersenyum lembut, tetapi entah kenapa Vio bisa merasakan luka di sana. Apakah Azzura benar-benar merasa baik-baik saja dengan adanya dirinya di sekitar mereka? Kenapa dia harus terjebak di antara keluarga ini? Jadi, kayak dia adalah orang ketiga yang selalu dimusuhi oleh emak-emak. Padahal ceritanya tidak seperti itu. Setelah sarapan, Vio hendak mengantarkan Kyra ke sekolah, tetapi Azzura melarang. "Kyra akan dikawal oleh bodyguard sungguhan, Vio. Aku nggak mau nempatin kamu dalam bahaya lagi. Maafkan aku." Azzura terlihat begitu menyesal. Tidak seharusnya dia menjadikan Vio sebagai penja
Senyum Brian terus mengembang sepanjang hari. Bagaimana tidak, dia layaknya remaja yang tengah jatuh cinta. Setiap saat dan setiap waktu, hanya terbayang wajah dan senyum Vio. Apakah ini tandanya dia sedang puber kedua?"Sebentar lagi kita akan rapat dengan Tuan Mark Sutopo, Pak. Ini adalah bahasan rapat nanti." Risa meletakkan tablet miliknya ke atas meja Brian. Dahi gadis itu mengerut, kala Brian sama sekali tidak menggubrisnya."Pak ...! Pak ...!" Gadis itu mengetukkan ruas jari di meja Brian, hingga membuat lelaki itu berjingkat kaget."Eh! Ada apa, Risa?" Brian gelagapan. Dia bahkan tidak menyadari jika ada Risa di depannya. Tangan Brian mencari benda apa pun agar memperlihatkan jika dirinya sedang sibuk kini."Ini materi yang akan kita bahas dengan Tuan Mark nanti, Pak." Risa kembali menyodorkan tablet miliknya kepada Brian. Dia merasa aneh, tidak biasanya Brian tidak fokus seperti ini.'Apa Pak Brian sedang bahagia?' Risa bisa melihat
Azzura meninggalkan Vio dan Sarah hanya berdua. Dia keluar dengan menggendong bayi Sarah. Azzura memberi waktu untuk Sarah, agar bisa bercerita semuanya pada Vio. Mungkin gadis itu merasa malu jika ada dia di sana.Vio mengelus punggung Sarah yang bergetar. Gadis malang itu hanya bisa menangis kala mengingat tentang kisah hidupnya. Semua yang awalnya indah menjadi seperti neraka untuknya.Vio masih memberi waktu pada Sarah untuk meluapkan emosinya. Vio tahu, mungkin selama ini Sarah diam karena dia tidak memiliki seseorang untuk bercerita."Hidupku hancur, Vio. Hancur." Sarah kembali menangis setelah mengucapkan kalimat itu. Bahkan, dia sangat malu untuk sekedar mengangkat wajahnya.Vio kembali teringat masa SMA dulu. Sarah adalah salah satu sahabat baiknya. Setelah lulus SMA, Sarah memutuskan untuk merantau ke kota Batam. Keadaan ekonomi keluarga mereka sama saja, tanpa kerja keras mereka tidak akan pernah makan."Apa yang sebenarnya ter