Pov HadiMarina dan Leni kini berhadap-hadapan, yang satu menyingsingkan lengan bajunya, yang satu melempar tas jinjingnya ke sembarang arah bersiap untuk menyerang."Wah, kayaknya seru nih, ada tontonan geratis, ayo lihat!" seru salah satu dari para pengunjung Mall yang kemudian diikuti yang lainnya. Mereka mengelilingi kami, sementara itu Shiena tellihat mengulum senyum. Dengan penuh kekesalan, aku mendekatinya. "Bu, ini apa-apa an sih? Ibu kan dosen, kenapa ibu malah ngompori mereka buat tarung begini?" protesku pada istriku."Sembarangan kamu, aku cuma ngajak Leni ke sini, katanya kamu mau putus?" balasnya sewot.Aakhlhlgh, perempuan memang aneh."Putus, sih putus, gak kaya gini-gini juga, kali!" sewotku merasa pusing. Aku mengacak rambutku sendiri.Leni kini mulai akan menjambak Marina."Rasakan ini perempuan plakor!" teriak Leni sambil melompat menerkam Marina. Marina tak terima, dia pun membalasnya."Kamu yang pelakor, akhkh!" Marina berteriak sambil menjambak rambut Leni.
Basmah menoleh ke arah ibunya, dia langsung berlonjak gembira menyambut kedatangan ibunya. "Mamah," teriak Basmah sambil berlari ke arah Shiena dan langsung memeluknya."Hmm, katanya mau jadi muslimah yang taat, masuk rumah kok, salam dulu," sindirku pada wanita yang kini terlihat melotot dan mendengkus kesal."Bentar ya sayang, Basmah pergi sama Bi Susi ya , mama mau salim dulu," ucapnya sambil berjalan ke arahku. Dia mengulurkan tangannya kemudian meraih tanganku dan menyalamiku. "Kamu marah sama aku, ya?" tanyanya sembari mengerlingkan sudut matanya. Manis, sih, tapi ... ah membuatku jengkel.Aku tak menjawabnya, rasa kesal di hati ini belum hilang karena aku dipermalukan di Mall tadi. "Shiena, Hadi, kalian udah datang?" tanya mamaku yang baru keluar dari arah dapur. Aku dan Shiena berjalan ke depan mama dan menyalaminya secara bersamaan. Shiena mau menyalami Mama, tapi aku merebut tangan Mama dan akan menyalaminya, tapi barusan aku mau mencium tangan Mama, Shiena malah merebutny
Pov ShienaAku tertawa geli melihat Hadi terlihat jengkel karena mendengar suara pintu diketuk. "Iya, sayang. Tunggu sebentar!" teriakku menjawab Basmah. "Had, ayo buka pintu!" Wajah Hadi terlihat memelas, "Iya, Bu, tapi ini kapan kita lanjut?" tanyanya. Aku terkekeh melihat ekspresinya yang menggemaskan. "Iya, tapi sekarang buka pintunya, nanti Basmah nangis," Hadi bergegas bangun dan membuka pintu."Hai sayang, hehe Ma," Hadi terlihat selengehan ."Maaf, Had. Ini Basmahnya nangis, jadi mama anterin," kata ibu mertuaku. Setelah ibunya pergi, Hadi menggendong Basmah sambil menutup pintu. Aku memakai kimono dan menyambut Basmah."Sayang, kenapa nangis?" tanyaku sambil merentangkan tangan meraih Basmah dan mendudukkannya di pangkuanku."Basmah takut, Basmah mimpi dikejal olang jahat," ungkap Basmah dengan located cadelnya."Hmm itu pasti gara-gara Basmah gak baca doa sebelum bobo, iya kan?" "Hehe ... ya Basmah lupa. Ma, Om, Basmah mau boo dipeluk mama sma Om, bial kaya yang di gamba
Hari ini merupakan hari yang paling menyebalkan bagiku. Karena hari ini ada mata kuliah yang dosennya paling menyebalkan sedunia. Sudah tiga kali aku membuat makalah, tapi dia terus saja menyalahkan tulisanku.Kalau ada mahasiswa datang terlambat sedikit saja, dia pasti tak akan mengizinkannya masuk.“Ya ampun, mana hari ini aku telat lagi, alamat dapat semprotan lagi dari Bu Lidiya,” Aku terus berjalan menuju ruangan kuliahku.Aku berusaha mengintip dari balik jendela. “Ah, dosen itu sepertinya belum datang, sebaiknya aku segera masuk,” gumamku seraya membuka pintu ruangan. Kulihat teman-teman yang lain memandangiku sambil mengulum senyum.“Kenapa mereka melihatku seperti itu? Ah, sudahlah, biarin aja.”Tanpa menghiraukan mereka, aku gegas menuju kursi yang kosong, tapi belum sempat aku duduk, dari belakangku terdengar suara yang sangat kukenal.“Selamat siang, Pak Hadi Firmansyah,” ucap orang itu.Glek...Salivaku tertelan paksa saat kulihat dosen itu ternyata di belakangku, tepatny
Setelah membayar makananku, Aku bergegas menemui Leni di ruangannya. Aku sengaja menemui Leni agar membantuku mengerjakan makalah ini."Mas, kita jalan yu! bosen tahu, ngerjain tugas kuliah mulu." Lena mulai merajuk."Ya, nanti kita jalan ke mall, tapi bantu Mas selesain tugas, ya!" rayuku padanya. "Ok, Mas. Asal nanti Mas teraktir aku belanja sampai puas, ok?" Dia balik merayuku, hingga membuatku sampai tersedak mendengarnya."Gila ni cewek, matre banget, dia bilang mau belanja sepuasnya, bisa habis duit pegangan gue selama sebulan, untung dia cantik dan mau bantu gue ngerjain tugas. Kalau dia macam Bu Lidya yang jutek dan berwajah pas pasañ gitu, mana gue mau teraktir dia. Eh, tapi kenapa gue malah inget Bu Lidya ya? Ihhh amit-amit, dah." Aku membatin sambil bergidik mengingat wajah Bu Lidya.Setelah kami selesai mengerjakan makalah, aku terpaksa menepati janjiku mengajaknya berbelanja di mall. Oh ,my God, gadis ini benar benar ingin menguras dompetku. Dia dengan asyiknya meleng
"Saya terima nikah dan kawinnya pulanah binti pulan dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai!" teriakku lantang. Aku sungguh bahagia akhirnya aku menikah juga. " Ci*um! ... Ci*um!... Ci*um!" Para hadirin meneriaki agar aku mencium pengantin wanitaku. Kumoncongkan bibirku bermaksud mencium kening istriku, tapi entah kenapa dia tiba-tiba saja menamparku. Plaakk!! "Hadiiii, apa apa-apaan kamu ini? ngapain kamu mencium Mamah, hah?" Suara cempreng yang sangat has itu membuyarkan semua keindahan yang sedang kualami. Perlahan aku mengerjapkan mata, samar-samar bisa kulihat wajah perempuan di depanku, yang ternyata adalah Mamah. " He he, Mamah, kirain istriku, Mah," ujarku sambil cengengesan, ketika kulihat sosok wanita yang sangat kukenali sedang berdiri sambil berkacak pinggang di depanku. " Dasar mesum!, kamu mimpi mesum, ya?" tanyanya padaku, masih sambil berkacak pinggang. "Yee, Mamah, Hadi gak mimpi mesum, Mah, cuma mimpi nikah aja, hi hi," jawabku sambil cekikikan. Mama te
"Maaf Bu, memangnya siapa yang akan nikah? ini pengantinnya udah pergi kok," tanya salah seorang tamu. "Ini Bu, yang akan jadi pengantin prianya ini, anak saya," jawab Mama sambil menepuk pundakku. Kini semua mata memandang ke arahku. Duh, dagsigdug juga jadi pusat perhatian. "Ibu gak bercanda, kan? anak ibu Marna mau nikahi anak saya?" tanya seorang wanita seumur Mama, sepertinya ini mamahnya Teh Shiena karena dia yang tadi pingsan. "Yang bener, Bu?" tanya orang-orang itu secara bersamaan. Ya iyalah siapa yang tak heran, si pengantin wanita kan udah janda dan udah tua, mereka pasti heran kenapa yang mau menikahi janda tua itu adalah laki-laki seganteng aku. Jangankan mereka, gue juga heran, kenapa mama gue justru nikahkan gue sama janda. "Ya udah, kalau memang Masnya serius mau nikah, ayo duduk, biar saya langsung nikahkan soalnya saya udah ditunggu yang lain," ujar Paak Penghulu sambil kembali duduk. Aku tadinya masih tetap berdiri mematung, tapi mamaku menyenggol l
Pov Shiena. Salah satu resiko menjadi seorang pengajar adalah harus siap mental kalau kalau ada murid yang nakal atau bandel. Itu lah yang aku hadapi sekarang. Saat ini aku mengajar di sebuah kampus sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi, kebetulan aku dipercaya menyampaikan mata kuliyah Etika berbisnis dan profesi dan juga PAI. Hari ini aku benar benar dibuat kesal oleh salah seorang mahasiswa yang selalu terlambat dan sering juga ceplas ceplos disaat aku mengajar. Kalau saja aku seperti dosen yang lain, mungkin anak itu sudah diberi nilai D, tapi aku masih memberi dia kesempatan, meski dia sungguh menyebalkan. Kali ini aku memberi mereka tugas untuk membuat makalah, tapi mahasiswa yang bernama Hadi ini selalu melakukan kesalahan dalam penyusunannya. Karena besok aku mau mengambil cuti sampai seminggu, hari ini aku berbuat baik pada para mahasiswa yang makalahnya masih perlu perbaikan. Ketika aku berada di kantin, aku mendengar Hadi dan Ilman menyebut-nyebut namaku, aku pun berg