Happy Reading Semuanya!
Perempuan dengan kemeja bewarna pink pastel kini tampak sibuk merapalkan doa menunggu kabar yang akan di informasikan oleh Dosen Akademik di depannya yang merupakan ayahnya sendiri, ia sebenarnya sudah tahu hanya saja pikiran manusia tidak tahu kan apa yang akan terjadi di menit selanjutnya.
Setelah pertengkarannya yang tidak usai dengan dosen menyebalkan bernama Zaidan, ia menjadi mengenal lebih dalam lelaki yang kini terkenal sebagai dosen perfeksionis, killer, angkuh dan berbagai macam sikap menyebalkan lainnya. Mungkin untuk rekan perempuannya tidak masalah tapi bagi laki-laki ini merupakan suatu masalah yang tidak bisa mereka atasi sendiri.
“Gue berharap bukan Pak Zaidan atau apapun itu, gue mau dosen pembimbing gue perempuan.” Doa Eva untuk kesekian kalinya.
Tidak hanya perempuan muda itu saja tetapi hampir seisi kelas kini sibuk berharap agar mereka tidak mendapatkan dosen pembimbing yang terkenal dengan profesionalisme, killer, dan gila dengan kesempurnaan seperti Zaidan dan Bu Nuri yang mereka hindari. Sepaket dan sepasang sekali mereka.
“Untuk nama dosen pembimbing dan judul skripsi yang sudah saya terima, kalian bisa melihat dipapan informasi depan sini. Jangan berebut dan kerjakan skripsi dengan maksimal, saya percaya kalau kalian bisa mengerjakan skripsi dengan mudah. Eva tetap bimbing teman-temannya dan jangan sampai kalian enggak lulus bersama-sama, kalian masuk bersama jadi keluar juga harus bersama.”
Eva menatap rekan di sebelahnya yang kini sibuk menggerutu, “Skripsi mudah? Mudah karena Bapak sudah tiga kali melakukannya, kita ini yang pertama. Mana bisa dibilang mudah,” keluh Vivi membuat Eva mengangguk setuju. Ia memaklumi rekannya itu.
“Pokoknya gue harus dapat bu Helda, enggak boleh yang lain!” seru Ana membuat Eva lagi-lagi mengangguk.
“Gue juga, bisa mati keramat gue kalau sama Pak Zaidan. Semoga saja gue sama bu Indri kalau enggak Pak Yodi,” harap Eva sembari berjalan menuju tempat pemberitahuan. Wajah panik rekan-rekan mereka sudah terlihat jelas apalagi saat mengetahui fakta dosen pembimbing teknik mereka adalah Pak Zaidan.
“Mampus gue sama Pak Zaidan!”
Seruan dari rekan-rekannya membuat Eva semakin merinding, ia menjadi takut melihat selembaran di depannya. Eva semakin merasakan kesulitan untuk menelan salivanya, ia semakin takut melihat bagian namanya. Bagaimana dengan sikap licik dari dosennya itu membuatnya terjerembab, ia tidak sanggup membayangkannya.
“GILAAAA!!!! GUE SAMA BU ARNIS!” teriakan dari Vivi membuat Eva tersenyum tipis, ia tidak iri tapi ia juga berharap akan mendapatkan yang terbaik seperti Vivi.
Temannya cepat sekali melihat namanya dan dirinya seakan menjadi nama yang paling akhir, iris matanya memperhatikan namanya dan menatap takut bagian nama dosen pembimbing. Matanya membulat tubuhnya bergerak mundur saat tertulis dosen Materi yang didapatkannya adalah dosen yang amat sangat tidak ia inginkan.
Vivi yang melihat Eva tampak akan tumbang dengan cepat menahan tubuhnya.
“Lo kenapa?”
“Gue shock,” ungkap Eva polos.
“Hah!” bingung Vivi.
Ana dengan cepat berjalan menuju papan informasi dan memperhatikan nama rekannya itu, mata Ana juga tampak membulat sama seperti Eva sebelumnya. Mereka terkejut dan shock. Eva menatap sedih papan informasi yang ada di depannya itu. Padahal ia sudah sibuk merapalkan doa agar tidak bertemu dengan Pak Zaidan tapi kenyatannya, ia mengharuskan kembali bertemu.
“OMG! Mati lo Va!” seru Vivi.
“Benar! Mati gue! Benar-benar mati!” nada suara sedih terdengar disana.
Iris matanya memperhatikan lelaki dengan tubuh tegap tampak berdiri di depan ruang kelasnya sembari memasang wajah datar di sana. Semua orang tampak menahan napasnya dan begitu pula dengan Eva yang kini sama sekali tidak bisa bernapas.
“Mahasiswi yang dosen pembimbing materi saya, segera ke ruangan B432A sekarang.”
Eva memasang wajah sekitarnya berharap ada seseorang yang bisa ia jadikan teman curhat untuk mengusir segala ketakutannya. Sial! Ini sama sekali tidak ada orang selain dirinya. Wajah Eva tampak sedih, bibirnya melengkung membentuk raut sedih.
“Ini cuman gue?” tanya Eva sedih.
“Semangat! Mau gue temani?” tawar Vivi.
Kepala Eva hanya menggeleng pelan dalam keadaan tubuh melemas dan berjalan menuju ruang yang dimaksud oleh dosennya barusan, sumpah demi apapun ia tidak memiliki keberuntungN untuk mendapatkan dosen pembimbing sesuai dengan keinginannya. Bagaimana dengan kehidupannya selanjutnya kalau ia mendapatkan dosen pembimbing seperti Pak Zaidan. Seharusnya ayahnya tidak mengubah seenaknya.
“Apa kamu Eva Valisha Jwidanto?”
“Pakai tanya segala! Kan Bapak sudah tahu dari awal sejak cari ribut sama saya!” geram Eva.
“Kamu berani?”
Eva menahan nafasnya dan memperhatikan lelaki yang ada di depannya itu, kepalanya menggeleng menjawab perkataan dari dosen di depannya. Tangan Zaidan memperbaiki kacamata yang dikenakannya dan menatap dirinya datar.
“Apa yang kamu ambil dalam penelitian skripsi ini?”
“Itu... anu...”
“Saya ingin kamu menyetor judul skripsi kamu dalam waktu 3 hari, dan permasalahan apa yang kamu dapat serta solusi. Jika kamu belum mendapatkannya, jangan harap kamu bisa lulus dari fakultas ini. Saya ingin mahasiswi yang mandiri,” Eva menggigit bibirnya perlahan mendengar perkataan dari dosen di depannya.
‘Zaidan sialan!’ maki Eva dalam hati.
Memang Zaidan suka sekali membuat malu mahasiswinya sendiri dengan mengatakan secara langsung di depan wajahnya dan lebih parahnya lagi adalah di depan ruangan yang memang tidak pernah sepi oleh mahasiswi.
“Baik, Pak.”
“Catat nomor kamu, agar saya bisa menghubungi kamu dan menagih skripsi dengan mudah.” Eva menerima kertas yang disodorkan oleh lelaki yang menjadi dosen pembimbingnya itu.
“Apakah kamu benar-benar anak dari Herman Jwidanto?” tanya Zaidan.
Mata Eva membulat dalam diamnya, apakah dosen pembimbing juga membawa atau menyeret nama ayahnya sampai dipertanyakan hal yang seperti ini. Mengerikan sekali, bagaimana ia menjawabnya.
“Bapak mau laporan sama ayah saya juga kalau saya belum menyiapkan judul skripsi pasti?” tanya Eva tanpa ada niatan untuk menatap dosen yang ada di depannya itu.
“Iya atau enggak?” tanya Zaidan.
Kepala Eva mengangguk mengiyakan perkataan dari Zaidan barusan dan membuat Zaidan hanya mengangguk-angguk paham.
“Sudah, kan? Saya boleh pergi?” tanya Eva sembari menunduk, ia tidak ingin terpancing emosi dengan lelaki yang ada di depannya itu.
“Apakah bagus jika sedang berbicara dengan seseorang menunduk seperti saat itu? Apa saya berada di bawah kamu?” Eva mendongak menatap lelaki yang hanya memasang wajah datarnya. Bahkan lelaki di depannya tidak ada senyuman, benar-benar mencekam.
“Maaf,”
“Kalau seperti itu sama sekali enggak mencerminkan kamu seorang mahasiswi, apakah pantas begitu?” Eva meremas pakaian yang dikenakannya. Ia takut dosen yang ada di depannya tampak terlihat menakutkan untuk dirinya dan ia tidak ingin mencari keributan selagi ada ayahnya disini.
“Maaf,” rengek Eva
“Kamu menangis?” tanya Zaidan.
Perempuan di depannya tampak menangis dan membuat Zaidan mendadak kalang kabut, ia tidak tahu mental perempuan di depannya begitu lemah atau bagaimana. Iris matanya menatap kearah sekitarnya dimana semua orang tampak memperhatikan mereka saat ini, mati sudah dirinya. Tangannya menarik perempuan yang ada di depannya dan membekap mulut perempuan yang ada di depannya, tatapan mata mereka bertemu.
“Apakah kamu menjadi perempuan harus cengeng seperti ini?” tanya Zaidan datar.
“HUWAAAAAAA!!!! Saya takut sama Bapak! Bapak sudah mempermalukan saya!! Papaaaaa!” seru Eva sembari menangis.
Zaidan menatap sekitarnya yang masih ada segelintir orang disana, ia tidak ingin menjadi pusat perhatian seperti awal sebelumnya. Lelaki itu tidak menyangka mulut ember dari perempuan di hadapannya dapat merusak citranya, Zaidan mendekat dan memberikan kecupan hangat pada bibir perempuan yang kini membulatkan matanya.
Eva terkejut melihat lelaki yang menjadi dosen pembimbingnya tampak mengecup bibirnya, ini masalah besar.
Sumpah ini adalah masalah besar. Bagaimana Dosennya itu melakukan ini pada dirinya, MAHASISWI nya sendiri. Mata Eva membola saat lelaki yang ada di depannya tampak mengusap bibirnya perlahan seolah tidak terjadi apapun.
“Dasar dosen Mes—”
“Bibir kamu ternyata manis, saya akan mencicipinya lagi di lain waktu dan di kesempatan yang akan datang.”
Tubuh Eva meluruh, tubuhnya ternodai oleh dosen menyebalkan seperti Zaidan. Mati sudah hidupnya sekarang ini. Bagaimana bisa ini terjadi pada dirinya. Zaidan yang melihat perempuan di depannya tampak lemas hanya menggeleng, setidaknya ia sudah mengetahui secara garis besar dari perempuan yang tidak memiliki pengalaman dengan lelaki.
Tangannya mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang disana.
“Okay! Zaidan terima anak Pak Herman, terserah kalian akan mengurusnya kapan tentang pernikahan ini. Zaidan akan menerimanya,”
To be continued..
Happy Reading Semuanya! "Sial!! Bibir gue ternodai!" jerit Eva kesal. Vivi dan Ana yang mendengar cerita itu hanya terkekeh pelan sekaligus bingung melihat kelakuan dari rekan mereka saat ini. Mereka sebenarnya cukup terkejut tapi menyadari tingkah temannya yang ajaib itu membuatnya berpikir kalau Eva memang sulit sekali untuk dimengerti, Eva bisa berubah mood nya dalam hitungan detik dan perubahan segalanya dalam waktu cepat. Padahal kalau mereka sudah pasti akan menerimanya dengan senang hati, memang siapa yang tidak ingin mendapatkan hadiah spesial yang seperti itu. "But, why did Profesor Zaidan do that? Is he not married? Jadi dia sampai enggak mempermasalahkan itu dan mengecup bibir lo? Pasti ini romantis banget," ucapan dari Vivi barusan membuat Eva memutar matanya malas, bagaimana bisa rekannya mengatakan kalimat yang seperti barusan. "Sejak dari awal sebenarnya gue merasa aneh dengan profesor Zaidan, setiap kali melihat Eva rasanya kaya dia memang ingin menerkam hidup-hidup
Happy Reading Semuanya! Mata yang tertutup perlahan terbuka menampilkan lelaki yang amat sangat dibencinya sekarang ini, tangannya yang digenggam erat oleh sang dosen terpaksa ia tarik dan menatap tajam lelaki yang kini hanya memasang wajah bingungnya. "Kamu sudah sadar?" tanya Zaidan. "Menurut Bapak? Sekarang mata saya masih ketutup, Bapak kenapa ada di kamar saya? Memang saya mengizinkan Bapak untuk berada di kamar saya?" marah Eva. "Kamar kamu akan menjadi kamar saya juga," sahut Zaidan santai. Eva menatap tidak percaya lelaki yang ada di depannya, sumpah demi apapun ia tidak mengerti dengan keadaannya sekarang dan rencana lelaki yang ada di depannya itu. Rahangnya mengeras menahan amarah yang menyergap dalam hatinya. "Kenapa harus begitu? Memang saya mau nikah sama Bapak?! Enggak! Saya enggak mau menikah sama Bapak. Kenapa saya harus menikah sama Bapak?" tanya Eva sembari memasang wajah murka pada lelaki yang ada di depannya itu. Zaidan menangkap perempuan yang berusaha unt
Happy Reading Semuanya! Sudah tiga hari semenjak kejadian dimana dirinya secara mendadak dilamar oleh Dosen Kampusnya, Eva tidak ingin bertemu dengan Zaidan. Sumpah demi apapun dirinya tidak ingin bertemu Zaidan meskipun harus merelakan nilai sempurnanya. Ia sudah tidak peduli ancaman nilai lainnya. Tapi... Sekarang adalah hari terakhir pengumpulan judul skripsi setelah diundur selama 2 hari dari waktu sebelumnya dan membuatnya mau tidak mau harus bertemu dengan Zaidan si Dosen dengan pikiran kotor. Persetan dengan segala persiapan pernikahannya. Tok.. Tok.. Tok.. “Masuk!” Tangan Eva membuka pintu ruangan Zaidan di depannya, sebenarnya ia tidak membuat janji seperti mahasiswi lainnya tapi sekarang ia mode kepepet dan membutuhkan Acc judul skripsinya oleh Zaidan agar dirinya masuk ke bab pertama. “Maaf mengganggu waktunya Prof,”ucap Eva pelan. “Kamu masih membutuhkan saya?” Eva terdiam tidak bisa mengatakan sepatah kata apapun. Tatapannya hanya mengerah pada Zaidan yang kini
Happy Reading Semuanya!Helaan napas terdengar begitu kasar sekarang ini. Pandangannya berdalih pada jam tangan yang dikenakannya saat ini, sudah menunjukkan pukul 13.00 siang dan sebentar lagi jam makan siang akan selesai. Bahkan ia harus rapat fakultas dengan Dosen lain. Zaidan terlalu bodoh mempercayai perkataan dari Eva yang tidak menempati janjinya.“Pak Zaidan, Anda menunggu siapa? Bukankah sekarang ada rapat fakultas?”Zaidan mengangguk mengiyakan perkataan dari lelaki yang ada di depannya, ia tidak bisa pergi. Bagaimana kalau ia pergi Eva menghampiri dan menunggu seperti dirinya sekarang ini. Mungkin saja Eva masih ada kelas dan akan berakhir sebentar lagi, tapi kalau dipikir lagi mana mungkin. Ini adalah dunia Kampus bukan anak sekolah.“Iya, Pak. Saya hanya sedang menunggu seseorang,” Lelaki di depannya hanya mengangguk dan berpamitan pada lelaki yang kini sibuk dengan ponselnya. Memang sepertinya sibuk sekali lelaki yang ada di depannya itu, sama dengan gosip yang beredar.
Happy Reading Semuanya!Perempuan muda dengan dress bewarna hitam serta style yang menampilkan bahunya. Terlihat sangat cantik, Eva hanya bisa mempoutkan bibirnya memperhatikan Zaidan tampak sibuk dengan buku menu yang ada di depannya. Ia terjebak dan selamanya akan terjebak dalam kehidupan Zaidan.“Saya tahu kamu alergi dengan udang, dan kepiting. Jadi, akan saya pesankan kamu makanan yang menurut saya bagus. Like a Steak medium rare or...”Zaidan memperhatikan perempuan yang ada di depannya tampak melipat wajahnya.“Eva....”“Bisa enggak sih Pak, kita makan di warung Bu Mirjo saja? Saya berani menjamin makanannya lebih enak ketimbang makanan di sini. Saya enggak pandai pakai pisau buat makan steak,” aku Eva membuat Zaidan tersenyum tipis.Tangannya mengusap kepala perempuan muda di depannya walaupun saat ini Eva tampak menepis tangannya. “Bapak jangan mengacau! Saya sudah mengatur rambut ini sejak setengah jam yang lalu! Kalau sampai Bapak merusak akan saya buat Bapak menyesal!” Anca
Happy Reading Semuanya! “Kak Livy,” Perempuan yang dipanggil sama sekali tidak menjawab, perasaan enggan untuk bertemu dengan sang adik masih terlihat sangat jelas. Jujur saja ia masih kecewa karena sang adik menerima pernikahan dengan orang yang ia sukai. Memang adik adalah perusak sesungguhnya. Ia dengan Zaidan dulu adalah teman sekelas. Livy menyukai Zaidan dari dulu dan Zaidan sama sekali tidak pernah melihat kehadirannya bahkan sampai sekarang. Zaidan hanya melihat Eva dan itu tidak pernah berubah meskipun Zaidan berada di luar negeri. “Kak Livy,” panggil Eva sekali lagi. “Apakah kamu enggak bisa kasih Zaidan buat kakak?” tanya Livy to the point. Eva yang ditodong pertanyaan seperti itu hanya memutar matanya malas, kakaknya bisa melakukan itu tanpa harus bertanya pada dirinya. Toh, seumur hidup Eva tidak ingin mempunyai suami seorang dosen. Eva ingin memiliki suami seorang pengusaha seperti dalam cerita novel yang sering ia konsumtif, bukan cita-citanya mempunyai suami seja
Happy Reading Semuanya! Janji harus ditepati dan di sinilah ia berada. Tempat yang amat sangat tidak ingin dirinya datangi, apalagi foto itu nantinya akan di pajang di acara pernikahan. Membayangkannya saja tubuhnya sudah merinding, Eva tidak pernah membayangkan akan seperti ini. “Kamu ganti dress yang sudah saya siapkan,” pinta Zaidan. “Bapak enggak belikan saya pakaian yang terbuka, kan?” Zaidan menatapnya aneh, “Memang kenapa kalau saya menyiapkan dress terbuka? Enggak akan ada yang lihat kamu kecuali saya,” sahut Zaidan membuat Eva ingin sekali menendang bokong dari dosen kampus nya itu. Langkahnya berjalan menuju ruang ganti dan menatap pakaian yang sudah disiapkan oleh calon suaminya itu, Zaidan memang orang gila. Ia tidak menyangka akan menikah dengan Zaidan, seharusnya ia kabur saja agar tidak menikah atau mungkin menyuruh kakaknya saja. “Argh! Ini belum dimulai ambil gambar tapi kenapa gue sudah emosi sendiri! Menyebalkan sekali!” geram Eva sembari menatap cermin di de
Happy Reading Semuanya! “Kenapa kamu kasih saya cokelat?” Eva yang ditanya hanya memamerkan senyum tiga jari pada lelaki yang dalam jangka waktu 2 hari menjadi suaminya. Ia masih harus beraktivitas karena kebutuhan lainnya dan begitu pula dengan Zaidan, tidak ada drama pingit atau yang lainnya. Sangat flat sekali rencana pernikahan mereka, tidak ada embel-embel dengan kedatangan pelakor atau yang lainnya. “Saya lagi baik soalnya,” sahut Eva pelan. Tatapan Zaidan memasang wajah datar disana, “Katakan tujuan kamu apa, kalau kamu enggak memiliki tujuan saya harus menghadiri rapat dengan rektor kampus dulu untuk meneliti sejauh apa.” Tangan Eva menggaruk kepalanya, ia tidak tahu Zaidan bodoh atau memang menyebalkan lahir batin. Memang apalagi tujuannya datang menemui lelaki itu? Berharap ia akan memberikan kotak bekal atau memberikan hadiah kecupan. Haha... jika itu sebaiknya mimpi saja. “Itu... Anu... saya mau bimbingan hehe...” Terdengar helaan napas pelan, “Lalu kamu mau nyogok
Happy Reading Semuanya! Ini adalah pernikahannya yang kedua dan perasannya masih sama. Dadanya berdegub sangat cepat memandang cermin di depannya, mungkin dulu bukan pernikahan yang membahagiakan untuknya tapi sekarang ini adalah sesuatu yang membahagiakan untuk Eva karena menikahi orang yang dicintainya. Eva terkekeh geli mengingat masa lalunya, ia dulu pernah bersumpah tidak akan mencintai Zaidan. Justru sekarang ia malah cinta mati pada lelaki itu, memang ucapan sama sekali tidak bisa dijaga. "Kamu kenapa?" tanya Livy. "Bukankah ini sangat lucu?" Livy menaikkan sebelah alisnya sembari menggendong bayi yang merupakan anak dari adiknya, ia tidak mengerti dengan perkataan sang adik saat ini. "Kenapa?" tanya Livy lagi. Bibir Eva tersenyum manis, "Dulu kita berkelahi hanya karena satu laki-laki, dulu aku sangat membenci dengan Mas Zaidan dan sekarang aku malah cinta mati sama dia." Livy tersenyum mendengar perkataan dari sang adik barusan. Setelah diingat kembali ini memang san
Happy Reading Semuanya! Kecupan itu semakin mendalam dan tidak peduli tempat. Mungkin orang yang melihatnya juga memahami apa yang terjadi dengan pasangan yang sedang dimabuk cinta itu. Ini adalah kebahagian mereka setelah melewati kenangan pahit yang menyerang mereka. Sudah dua minggu semenjak kehadiran Eva di rumahnya, kini rumah yang sempat suram karena karangan bunga dan berita kesedihan berubah menjadi sesuatu yang membahagiakan dan tidak menyangka jika akan mendapatkan kebahagian baru yang tidak pernah mereka sangka. "Ampun deh kalian! Bisa enggak sih kalau kalian melakukan itu di kamar saja? Bagaimana pun kalian harus menghormati orang tua disini." Kecupan mereka terlepas sembari memperhatikan ibu dari Zaidan yang kini meninggalkan mereka berdua untuk menghampiri cucu kesayangannya. Ibu dari Eva sendiri hanya terkekeh geli melihat adegan kedua anaknya. Zaidan tidak peduli, ini adalah hal menyenangkan untuknya dan membahagiakan di setiap
Happy Reading Semuanya! Jika ini adalah mimpi, maka jangan bangunkan Zaidan untuk saat ini. Sudah lama ia tidak memimpikan orang yang dirindukannya selama beberapa bulan belakangan ini. Ini adalah mimpi terindah yang pernah Zaidan rasakan setelah beberapa bulan ia mengalami perasaan kehilangan, air matanya mengalir dengan deras tanpa bisa ia cegah sama sekali. Eva muncul di mimpi tidur siangnya. Tidak! Ini bukan mimpi tidur siangnya. Hawa panas dan banyak mahasiswanya yang memperhatikannya, berarti ini sungguhan bukan hanya lamunannya semata. Orang yang dicintainya ada di depan matanya, semuanya terasa nyata, ini bukan hanya khayalan sematanya kan. Dia kembali... Orang yanng dicintainya kembali berada di depan matanya. Zaidan tidak ingin melewatkan mimpi indah ini sedikitpun. Lelaki dengan wajah tampan itu terlihat berlari menghampiri perempuan yang ada di depannya itu, memeluk perempuan yang kini membalas pelukannya tidak kalah er
Happy Reading Semuanya! "Selamat siang, Prof." Bibirnya hanya melengkung membentuk senyuman tipis menanggapi sapaan dari mahasiswanya. Langkahnya berjalan memasuki ruangannya setelah hampir dua jam ia mengajar di dalam kelas, tatapan matanya mengarah pada meja kerjanya yang menampilkan foto orang tercintanya. Zaidan belum bisa move on atas semua yang sudah terjadi pada keluarga kecilnya. Zaidan tidak mencoba untuk melupakan, perasaan kehilangan dan ketakutan itu masih terasa. Lelaki itu juga masih sering meridukan Eva yang sama sekali tidak pernah hadir dalam mimpinya ataupun bayi mungilnya, padahal Zaidan amat sangat berharap jika ia bisa melihat keduanya meski dalam mimpi. "Sayang, ini sudah tiga bulan berlalu." Lelaki yang kini sibuk mengamati foto kebersamaan mereka sewaktu liburan hanya bisa menghela napas pelan, ia tidak menyangka jika sudah menghabiskan waktu yang lama untuk merelakan Eva. Sebenarnya sekarang pun ia belum merelakan kepe
Happy Reading Semuanya! Tubuhnya benar-benar lemas, ia tidak menyangka jika dalam waktu singkat harus mendapatkan kabar menyakitkan seperti sekarang ini. Menurut Zaidan ini adalah karma karena dulu membuat sakit hati Eva yang tidak terlampiaskan, tetapi yang ia rasakan karmanya terlalu berat. "Apakah ini karma untuk saya Eva?" bisik Zaidan. Zaidan tidak mendapatkan kabar apapun setelah kepulangannya dari bandara setelah menunggu hampir tiga jam lebih demi mendengar kabar terkait orang tercintanya. Orang tuanya yang menyusul ke TKP juga belum memberi kabar apapun. Air matanya terus mengalir tanpa bisa Zaidan cegah, pembuktian jika Eva adalah cinta sejatinya. Lelaki yang merasa dunianya hancur hanya bisa terdiam memperhatikan ruang utama rumahnya sekarang ini, matanya sudah bengkak karena terlalu lama menangis. Kepalanya menunduk, air matanya kembali mengalir karena harapannya mendadak pupus. Harusnya malam ini mereka bisa tertawa bersama sembari menimang anak mereka, tapi kenyatan
Happy Reading Semuanya! Waktu yang ditunggu olehnya akhirnya datang juga. Saat ini mungkin Zaidan memang masih bersedih, tapi ia juga tidak ingin berlangsung lama. Masih ada lagi hal yang perlu ia kerjakan, dan air matanya terasa kering. Zaidan tidak bisa melampiaskan begitu saja. Lelaki itu yakin kalau ia bisa menangis dengan lega nanti, bersama orang tercintanya yang lebih tahu tentang kejadian meninggalnya kerabat dekatnya itu. Untuk sekarang ia harus menyiapkan diri dengan bahagia karena Eva akan kembali ke pelukannya. Rumahnya sudah di dekor ulang dengan keadaan steril tidak ada debu, agar anaknya dan orang tercintanya bisa hidup dengan layak di rumah mereka saat ini. Rumah penuh dengan kenangan, Zaidan juga sudah menyetok persiapan makanan untuk menyambut keduanya. Hatinya berdegub kencang tidak karuan. "Mass ingin segera bertemu kamu sayang, menunggu cerita yang akan kamu lontarkan untuk Mas." Zaidan sudah mendengar kabar jika istri dan anaknya saat ini sedang transit di Si
Happy Reading Semuanya!Zaidan belum berpamitan dengan layak pada temannya itu, ia merasa menjadi teman yang buruk. Kevin selalu ada untuknya bahkan untuk orang tercintanya, tetapi kenapa ia selalu melewatkan hal terburuk dari temannya. Kevin memang pandai menyembunnyikannya, lelaki itu sangat ahli dalam menyembunyikan perasaan. "Lo enggak pernah berubah," bisik Zaidan. Lelaki itu sangat ingat bagaimana temannya menyembunyikan sesuatu yang besar bahkan perihal untuk membayar sekolah, lelaki dengan nama Kevin itu sampai rela bekerja banting tulang membersihkan piring sampai menjadi pelayan toko 24 jam demi membayar sekolah. Kevin bisa saja memanfaatkannya untuk membantu membayar, tapi lagi-lagi lelaki itu melakukan sesuatu yang berat seperti itu. Sebagai teman tentu ia merasa sangat jahat, maka dari solusinya ia menanggung biaya sekolah Kevin bahkan sampai temannya mendapatkan gelar. Ia bangga dengan Kevin, semua yang dilakukannya membuat Zaidan bangga. "Lo janji bakalan kembali ke
Happy Reading Semuanya! Zaidan tersenyum manis memandang dari layar laptopnya dimana kedua orang kecintannya disana, ia sudah sangat rindu dengan keduanya dan terasa sangat lama sekali harinya. Apalagi dalam seminggu belakangan ini ia sibuk dengan perusahaannya dan urusannya menjadi dosen, benar-benar menyita waktunya. "Mas rindu banget sama kamu sayang," Eva tampak tertawa pelan mendengar perkatannya barusan, "Aku juga rindu sama Mas, padahal setiap hari kita saling tukar kabar. Kenapa saya rindu mulu ya sama Mas? Mas pakai pelet apa?" tanya Eva dengan raut wajah cemberut. "Ketampanan dan rasa cinta Mas," sahut Zaidan. "Dasar gombal! Sayangnya Momy, kalau sudah besar jangan sama kaya Dady ya? Tukang gombal," Eva mengecup pipi bayi tampannya yang tertawa seolah setuju dengan perkataan Eva. Benar-benar pemandangan yang manis. Tatapan mata Zaidan mengarah pada kedua orang yang ada di depannya itu, bohong jika Zaidan tidak tahu arti tatapan dari orang tercintanya ini. Tatapan Eva
Happy Reading Semuannya! Semuanya berlalu dengan cepat, Eva tidak ingin memberitahu Rendi ataupun Zaidan. Perempuan yang menjadi ibu satu anak itu tidak ingin melihat betapa sedihnya orang tercinyanya jika mengetahui sahabat terdekatnya sudah tidak bisa lagi berada di sisinya, tapi yang Eva tahu sekarang ini adalah bukan hanya dirinya yang terluka, ternyata bukan hanya Eva saja yang mengalami kesedihan mendalam karena ditinggal oleh Kevin yang selalu senantiasa bersama dengan dirinya dalam keadaan sulit ataupun bahagia. Iris matanya memperhatikan perempuan asing yang tiba-tiba menangis tepat di hadapan pemakaman Kevin saat ini. Perempuan itu bukan Ana dan Ana juga tidak sesedih itu karena kenyataannya mereka sudah ikhlas membiarkan Kevin pergi meskipun matanya juga bengkak karena terlalu banyak menangis. Kevin sudah dikuburkan dengan layak dan semuanya di bantu oleh Daniel yang lebih tahu menahu tentang pemakaman di negara ini, meskipun harus membayar mahal. Selama Kevin bisa baha