Happy Reading Semuanya!
Mata yang tertutup perlahan terbuka menampilkan lelaki yang amat sangat dibencinya sekarang ini, tangannya yang digenggam erat oleh sang dosen terpaksa ia tarik dan menatap tajam lelaki yang kini hanya memasang wajah bingungnya.
"Kamu sudah sadar?" tanya Zaidan.
"Menurut Bapak? Sekarang mata saya masih ketutup, Bapak kenapa ada di kamar saya? Memang saya mengizinkan Bapak untuk berada di kamar saya?" marah Eva.
"Kamar kamu akan menjadi kamar saya juga," sahut Zaidan santai.
Eva menatap tidak percaya lelaki yang ada di depannya, sumpah demi apapun ia tidak mengerti dengan keadaannya sekarang dan rencana lelaki yang ada di depannya itu. Rahangnya mengeras menahan amarah yang menyergap dalam hatinya.
"Kenapa harus begitu? Memang saya mau nikah sama Bapak?! Enggak! Saya enggak mau menikah sama Bapak. Kenapa saya harus menikah sama Bapak?" tanya Eva sembari memasang wajah murka pada lelaki yang ada di depannya itu.
Zaidan menangkap perempuan yang berusaha untuk berjalan, padahal perempuan muda di depannya baru saja sadar dari pingsannya setengah jam yang lalu. Kepala Zaidan menggeleng melihat perempuan yang ada di depannya tampak menatapnya dengan tatapan murka.
"MAMA! KENAPA EVA HARUS MENIKAH SAMA DIA!!!"
"Saya Zaidan," sela Zaidan.
Eva cemberut, tatapannya menatap marah lelaki yang kini duduk kembali di kursi sebelahnya. Emosi dalam tubuhnya masih terasa dengan amat sangat nyata di dalam tubuhnya.
"Kamu sudah sadar, Nak? Tadi nak Zaidan panik karena kamu enggak sadar," sahut sang ibu membuat Zaidan berdeham pelan.
"Kenapa Eva harus menikah sama Pak Zaidan? Ada kak Livy belum menikah dan seharusnya Kak Livy yang nikah. Terus juga kenapa Pak Zaidan enggak nikah sama kakak saja?" tanya Eva dengan nada suara marah.
Tangan sang ayah menyuruhnya untuk duduk berada di depannya. Eva bersedekap memperhatikan Zaidan yang ada di depannya itu, sumpah demi apapun ia amat sangat membenci lelaki yang berada di hadapannya.
"Saya ingin menikah dengan kamu," ucap Zaidan
Perempuan dengan nama Eva itu hanya memasang wajah tidak mengerti. Ini aneh, kenapa dosen di hadapannya ingin menikah dengan dirinya yang tidak memiliki apapun. Uang jajan saja ia masih meminta pada ayahnya dan ia masih mencoba mempelajari semuanya tentang kehidupan dari ayahnya tapi kenapa dirinya harus menikah.
"Kenapa? Bukankah Bapak mempunyai type yang wanita karir, cantik, selalu jaga porsi tubuh, berkualitas, pendidikan yang baik dan berbagai macam. Terus juga Kak Livy itu lebih mapan di bandingkan dengan saya. Kenapa Bapak harus memilih saya? Kenapa saya" tanya Eva sembari menunjuk dirinya sendiri.
Zaidan mendengarkan dengan baik perempuan yang ada di depannya itu, ia masih sibuk mencari tahu lebih dalam tentang perempuan bernama Eva terlebih dahulu. Dengan diamnya ini ia memperhatikan, dan sebelumnya pun ia sudah bertemu kakak dari perempuan yang ada di depannya. Zaidan sudah melihat perubahan besar diantara keduanya dan keputusannya tidak pernah salah.
"Eva,"
"Bapak harus melihat keseharian saya ketika di Kampus! Saya masih suka main di pinggir jalan dan hedon dengan teman-teman, saya masih mengurusi skripsi. Sudah cukup saya bertemu dengan Bapak menjadi pembimbing saya," ucap Eva pelan.
Lelaki yang ada di depannya hanya bersedekap tanpa ada niatan untuk membalas perkataan dari perempuan yang kini hanya mempoutkan bibirnya. Pandangannya berdalih pada kedua orang tuanya yang hanya menghela napas pelan.
"Kita menikah dua minggu lagi, untuk satu minggu ini kita siapkan awal seperti foto prewedding, fitting baju, persiapan vendor, dan makanan yang bisa kamu pilih untuk acara,"
Mata Eva menyipit memperhatikan lelaki yang ada di depannya itu.
"Memang siapa yang akan menikah? Memang saya setuju untuk menikah sama Bapak?" tanya Eva dengan tatapan penuh selidik.
"Saya enggak butuh jawaban kamu mau menikah dengan saya atau enggak, pernikahan ini tetap terlaksana. Dan sudah sepakat kalau kamu yang akan menikah dengan saya," sahut Zaidan membuat Eva melotot.
BRAK!
Eva menggebrak meja yang ada di depannya itu, telinganya tidak salah dengarkan? Kesepakatan apanya. Ia tidak mengetahui apapun tentang kesepakatan, entah apa yang disembunyikan selama ini sampai dirinya tidak mengetahui apapun.
"Kesepakatan apa? Siapa yang membuat kesepakatan? Kenapa saya enggak paham apapun tentang kesepakatan? Apa ada bagian yang saya lupa dan enggak tahu?" cerocos Eva membuat sang ayah menenangkan sang putri yang kini menatapnya marah.
"Eva tenang dulu, biar Papa jelaskan sayang."
Tatapan mata Eva hanya mengarah pada sang ayah yang kini menghela napas pelan, tangannya mengusap kepala sang anak yang kini menahan tangisnya.
"Tadinya kita sepakat untuk menikahkan Nak Zaidan dengan Kak Livy, tetapi tiba-tiba setelah Nak Zaidan bertemu dengan kamu semua berubah. Nak Zaidan merasa cocok dengan kamu dan kami sepakat untuk merubahnya,"
Terdengar tawa kembali dari perempuan yang ada di depannya itu, sudah berapa kali ia tertawa dengar ucapan lucu dari beberapa orang dewasa di depannya itu. Kepalanya menggeleng dan menatap tajam lelaki yang kini hanya memasang wajah sulit di jelaskan.
"Apa yang membuat Bapak sepakat untuk menikah dengan saya? Saya hanya akan menyusahkan Bapak, apa yang Bapak lihat?"
Zaidan tersenyum memandang perempuan yang ada di depannya itu, "Saya senang di susahkan oleh kamu," sahut Zaidan.
"Saya cengeng!"
"Saya bisa dengan mudah menghibur kamu, kalau kamu butuh badut... saya akan menjadi badut untuk kamu dan menghibur kamu," sahut Zaidan.
Cringe sekali.
"Saya enggak bisa masak, Bapak bisa mati kelaparan karena saya. Laki-laki menyukai perempuan yang bisa masak dan pas nya itu kak Livy,"
Kini Zaidan terdiam, bibir Eva tersenyum memandang puas lelaki yang ada di depannya itu. Pandangannya berdalih pada sang kakak dan kedua orang tua di sekitarnya. Mereka seperti sedang memerankan drama panjang.
"Kenapa saya harus mati kelaparan? Kamu enggak bisa masak? Kita bisa pesan online yang menyediakan jasa makanan sehat atau saya bisa turun langsung untuk masak. Sekarang serba mudah untuk segala kebutuhan hidup. Dan saya juga enggak akan mempersulit kamu untuk hidup dengan saya," Penjelasan dari Zaidan membuat bibir Eva dengan cepat melengkung ke bawah.
Ini jauh dari harapannya, tatapannya mengarah pada lelaki yang menjadi calon suaminya itu. Ia sudah kalah telak dengan Zaidan yang kini hanya tersenyum padanya seakan mengatakan kalau ia baru saja menang.
"Kalau begitu saya akan kabur dengan orang lainnsaja! Biar seperti yang ada di drama-drama," ungkap Eva.
"Kamu pikir saya takut kalau kamu kabur? Saya sudah mengirimkan beberapa orang untuk mengawasi kamu, sekarang begini saja. Kamu ikuti keinginan saya dan saya nantinya akan menuruti keinginan kamu, pernikahan ini harus tetap berjalan. APAPUN YANG TERJADI."
Eva hanya terdiam. Kenapa harus dirinya yang merasakan hal ini seperti di drama-drama yang ia tonton. Ia tidak ingin melakukannya, Eva ingin menikah dengan orang yang dicintainya. Eva sendiri berusaha untuk melakukan penolakan, tatapan matanya berdalih pada sang kakak yang tampak menatap kagum lelaki di depannya.
"Kenapa harus saya? Saya masih enggak paham dengan perkataan Bapak semuanya, kenapa harus saya yang menikah dengan Bapak? Saya enggak pernah mencintai Bapak dan selamanya akan begitu,"
Zaidan bangkit dan menghampiri perempuan yang kini hanya menahan amarahnya, tangannya mencengkram wajah perempuan di hadapannya. Bahkan orang tua yang ada di ruangan hanya diam tidak bisa melakukan apapun.
"Cinta bisa datang dengan mudah seiring berjalannya waktu, dihadapan orang tua bahkan kakak kamu sendiri. Saya membutikkan cinta saya ke kamu dan keseriusan saya menikah dengan kamu,"
Mata Eva membulat saat lelaki yang menjadi dosen pembimbingnya tampak melakukan sesuatu yang buruk. Ini Gila dan semakin gila. Kecupan Zaidan semakin dalam dan membuatnya tidak bisa berkutik sedikit pun. Ini bukan drama korea yang ia tonton atau apapun itu, bagaimana jika seisi kampus mengetahui betapa gilanya lelaki yang ada di depannya itu.
"Kita tetap menikah apapun yang terjadi, kepulangan saya ke indonesia adalah menjemput kamu sebagai istri saya."
To be continued...
Happy Reading Semuanya! Sudah tiga hari semenjak kejadian dimana dirinya secara mendadak dilamar oleh Dosen Kampusnya, Eva tidak ingin bertemu dengan Zaidan. Sumpah demi apapun dirinya tidak ingin bertemu Zaidan meskipun harus merelakan nilai sempurnanya. Ia sudah tidak peduli ancaman nilai lainnya. Tapi... Sekarang adalah hari terakhir pengumpulan judul skripsi setelah diundur selama 2 hari dari waktu sebelumnya dan membuatnya mau tidak mau harus bertemu dengan Zaidan si Dosen dengan pikiran kotor. Persetan dengan segala persiapan pernikahannya. Tok.. Tok.. Tok.. “Masuk!” Tangan Eva membuka pintu ruangan Zaidan di depannya, sebenarnya ia tidak membuat janji seperti mahasiswi lainnya tapi sekarang ia mode kepepet dan membutuhkan Acc judul skripsinya oleh Zaidan agar dirinya masuk ke bab pertama. “Maaf mengganggu waktunya Prof,”ucap Eva pelan. “Kamu masih membutuhkan saya?” Eva terdiam tidak bisa mengatakan sepatah kata apapun. Tatapannya hanya mengerah pada Zaidan yang kini
Happy Reading Semuanya!Helaan napas terdengar begitu kasar sekarang ini. Pandangannya berdalih pada jam tangan yang dikenakannya saat ini, sudah menunjukkan pukul 13.00 siang dan sebentar lagi jam makan siang akan selesai. Bahkan ia harus rapat fakultas dengan Dosen lain. Zaidan terlalu bodoh mempercayai perkataan dari Eva yang tidak menempati janjinya.“Pak Zaidan, Anda menunggu siapa? Bukankah sekarang ada rapat fakultas?”Zaidan mengangguk mengiyakan perkataan dari lelaki yang ada di depannya, ia tidak bisa pergi. Bagaimana kalau ia pergi Eva menghampiri dan menunggu seperti dirinya sekarang ini. Mungkin saja Eva masih ada kelas dan akan berakhir sebentar lagi, tapi kalau dipikir lagi mana mungkin. Ini adalah dunia Kampus bukan anak sekolah.“Iya, Pak. Saya hanya sedang menunggu seseorang,” Lelaki di depannya hanya mengangguk dan berpamitan pada lelaki yang kini sibuk dengan ponselnya. Memang sepertinya sibuk sekali lelaki yang ada di depannya itu, sama dengan gosip yang beredar.
Happy Reading Semuanya!Perempuan muda dengan dress bewarna hitam serta style yang menampilkan bahunya. Terlihat sangat cantik, Eva hanya bisa mempoutkan bibirnya memperhatikan Zaidan tampak sibuk dengan buku menu yang ada di depannya. Ia terjebak dan selamanya akan terjebak dalam kehidupan Zaidan.“Saya tahu kamu alergi dengan udang, dan kepiting. Jadi, akan saya pesankan kamu makanan yang menurut saya bagus. Like a Steak medium rare or...”Zaidan memperhatikan perempuan yang ada di depannya tampak melipat wajahnya.“Eva....”“Bisa enggak sih Pak, kita makan di warung Bu Mirjo saja? Saya berani menjamin makanannya lebih enak ketimbang makanan di sini. Saya enggak pandai pakai pisau buat makan steak,” aku Eva membuat Zaidan tersenyum tipis.Tangannya mengusap kepala perempuan muda di depannya walaupun saat ini Eva tampak menepis tangannya. “Bapak jangan mengacau! Saya sudah mengatur rambut ini sejak setengah jam yang lalu! Kalau sampai Bapak merusak akan saya buat Bapak menyesal!” Anca
Happy Reading Semuanya! “Kak Livy,” Perempuan yang dipanggil sama sekali tidak menjawab, perasaan enggan untuk bertemu dengan sang adik masih terlihat sangat jelas. Jujur saja ia masih kecewa karena sang adik menerima pernikahan dengan orang yang ia sukai. Memang adik adalah perusak sesungguhnya. Ia dengan Zaidan dulu adalah teman sekelas. Livy menyukai Zaidan dari dulu dan Zaidan sama sekali tidak pernah melihat kehadirannya bahkan sampai sekarang. Zaidan hanya melihat Eva dan itu tidak pernah berubah meskipun Zaidan berada di luar negeri. “Kak Livy,” panggil Eva sekali lagi. “Apakah kamu enggak bisa kasih Zaidan buat kakak?” tanya Livy to the point. Eva yang ditodong pertanyaan seperti itu hanya memutar matanya malas, kakaknya bisa melakukan itu tanpa harus bertanya pada dirinya. Toh, seumur hidup Eva tidak ingin mempunyai suami seorang dosen. Eva ingin memiliki suami seorang pengusaha seperti dalam cerita novel yang sering ia konsumtif, bukan cita-citanya mempunyai suami seja
Happy Reading Semuanya! Janji harus ditepati dan di sinilah ia berada. Tempat yang amat sangat tidak ingin dirinya datangi, apalagi foto itu nantinya akan di pajang di acara pernikahan. Membayangkannya saja tubuhnya sudah merinding, Eva tidak pernah membayangkan akan seperti ini. “Kamu ganti dress yang sudah saya siapkan,” pinta Zaidan. “Bapak enggak belikan saya pakaian yang terbuka, kan?” Zaidan menatapnya aneh, “Memang kenapa kalau saya menyiapkan dress terbuka? Enggak akan ada yang lihat kamu kecuali saya,” sahut Zaidan membuat Eva ingin sekali menendang bokong dari dosen kampus nya itu. Langkahnya berjalan menuju ruang ganti dan menatap pakaian yang sudah disiapkan oleh calon suaminya itu, Zaidan memang orang gila. Ia tidak menyangka akan menikah dengan Zaidan, seharusnya ia kabur saja agar tidak menikah atau mungkin menyuruh kakaknya saja. “Argh! Ini belum dimulai ambil gambar tapi kenapa gue sudah emosi sendiri! Menyebalkan sekali!” geram Eva sembari menatap cermin di de
Happy Reading Semuanya! “Kenapa kamu kasih saya cokelat?” Eva yang ditanya hanya memamerkan senyum tiga jari pada lelaki yang dalam jangka waktu 2 hari menjadi suaminya. Ia masih harus beraktivitas karena kebutuhan lainnya dan begitu pula dengan Zaidan, tidak ada drama pingit atau yang lainnya. Sangat flat sekali rencana pernikahan mereka, tidak ada embel-embel dengan kedatangan pelakor atau yang lainnya. “Saya lagi baik soalnya,” sahut Eva pelan. Tatapan Zaidan memasang wajah datar disana, “Katakan tujuan kamu apa, kalau kamu enggak memiliki tujuan saya harus menghadiri rapat dengan rektor kampus dulu untuk meneliti sejauh apa.” Tangan Eva menggaruk kepalanya, ia tidak tahu Zaidan bodoh atau memang menyebalkan lahir batin. Memang apalagi tujuannya datang menemui lelaki itu? Berharap ia akan memberikan kotak bekal atau memberikan hadiah kecupan. Haha... jika itu sebaiknya mimpi saja. “Itu... Anu... saya mau bimbingan hehe...” Terdengar helaan napas pelan, “Lalu kamu mau nyogok
Happy Reading Semuanya!Mata Eva melotot, tatapan matanya mengarah pada tangan yang akan menjadi suaminya itu tampak melingkar di pinggangnya tanpa ada persetujuan dari dirinya. Ia tidak akan pernah lelah untuk mengatakan jika Zaidan bisa membuat emosi dan jantungan mendadak. “Jangan dilepas atau saya akan melakukan lebih dengan kamu,”bisik Zaidan.Eva hanya mempoutkan bibirnya dan menuruti keinginan dari lelaki yang ada di sebelahnya itu. Tatapan matanya mengarah pada gaun yang terpajang rapih di manekin ataupun pada gantungan di sepanjang dinding.Dalam harapannya ia melakukan ini dengan seseorang yang dicintainya, memilih gaun pernikahan dengan senyuman lebar. Tapi kenyataannya sekarang berbanding terbalik, ia memilih gaun dengan dosennya sendiri dan tidak ada senyuman yang bisa ia tampilkan karena tidak ada cinta disana.“Gaun pesanan atas nama Eva Zaidan.” Pandangan Eva berdalih pada lelaki di sebelahnya, Eva Zaidan? Nama siapa? Dirinya? Sejak kapan Eva memiliki nama ada kata Z
Happy Reading Semuanya!"Perfect! Ini sangat cantik!"Perempuan cantik yang tengah dipuji itu tampak tersenyum, ia juga menyukai gaun pernikahan yang sedang dikenakannya saat ini. Meskipun berbanding terbalik dengan calon suaminya tampak memasang wajah kusut seakan tidak menyetujui gaun ini."Gimana? Pilihan gue enggak salah, kan?"Zaidan memasang wajah murka disana, bagaimana bisa pilihannya dianggap benar. Ini bukan selera Zaidan."Stupid! Apa kamu ingin istriku memamerkan punggung pada orang lain? Ini terlalu terbuka dan punggung istriku bukan bahan tontonan," ungkap Zaidan membuat Eva menatap geli lelaki yang ada di sebelahnya itu.Clara yang mendengar penuturan dari sepupunya kini menoyor kepala Zaidan, ia geram. Bagaimana bisa ia mempunyai sepupu yang begitu bucin dan menyebalkan. Siapa juga yang akan berfokus pada punggung calon istrinya, tidak ada yang bisa dilihat kecuali kulit putihnya. Orang gila dan itu Zaidan. "Ini sudah cantik, itu hanya punggung! Apakah orang lain bern
Happy Reading Semuanya! Ini adalah pernikahannya yang kedua dan perasannya masih sama. Dadanya berdegub sangat cepat memandang cermin di depannya, mungkin dulu bukan pernikahan yang membahagiakan untuknya tapi sekarang ini adalah sesuatu yang membahagiakan untuk Eva karena menikahi orang yang dicintainya. Eva terkekeh geli mengingat masa lalunya, ia dulu pernah bersumpah tidak akan mencintai Zaidan. Justru sekarang ia malah cinta mati pada lelaki itu, memang ucapan sama sekali tidak bisa dijaga. "Kamu kenapa?" tanya Livy. "Bukankah ini sangat lucu?" Livy menaikkan sebelah alisnya sembari menggendong bayi yang merupakan anak dari adiknya, ia tidak mengerti dengan perkataan sang adik saat ini. "Kenapa?" tanya Livy lagi. Bibir Eva tersenyum manis, "Dulu kita berkelahi hanya karena satu laki-laki, dulu aku sangat membenci dengan Mas Zaidan dan sekarang aku malah cinta mati sama dia." Livy tersenyum mendengar perkataan dari sang adik barusan. Setelah diingat kembali ini memang san
Happy Reading Semuanya! Kecupan itu semakin mendalam dan tidak peduli tempat. Mungkin orang yang melihatnya juga memahami apa yang terjadi dengan pasangan yang sedang dimabuk cinta itu. Ini adalah kebahagian mereka setelah melewati kenangan pahit yang menyerang mereka. Sudah dua minggu semenjak kehadiran Eva di rumahnya, kini rumah yang sempat suram karena karangan bunga dan berita kesedihan berubah menjadi sesuatu yang membahagiakan dan tidak menyangka jika akan mendapatkan kebahagian baru yang tidak pernah mereka sangka. "Ampun deh kalian! Bisa enggak sih kalau kalian melakukan itu di kamar saja? Bagaimana pun kalian harus menghormati orang tua disini." Kecupan mereka terlepas sembari memperhatikan ibu dari Zaidan yang kini meninggalkan mereka berdua untuk menghampiri cucu kesayangannya. Ibu dari Eva sendiri hanya terkekeh geli melihat adegan kedua anaknya. Zaidan tidak peduli, ini adalah hal menyenangkan untuknya dan membahagiakan di setiap
Happy Reading Semuanya! Jika ini adalah mimpi, maka jangan bangunkan Zaidan untuk saat ini. Sudah lama ia tidak memimpikan orang yang dirindukannya selama beberapa bulan belakangan ini. Ini adalah mimpi terindah yang pernah Zaidan rasakan setelah beberapa bulan ia mengalami perasaan kehilangan, air matanya mengalir dengan deras tanpa bisa ia cegah sama sekali. Eva muncul di mimpi tidur siangnya. Tidak! Ini bukan mimpi tidur siangnya. Hawa panas dan banyak mahasiswanya yang memperhatikannya, berarti ini sungguhan bukan hanya lamunannya semata. Orang yang dicintainya ada di depan matanya, semuanya terasa nyata, ini bukan hanya khayalan sematanya kan. Dia kembali... Orang yanng dicintainya kembali berada di depan matanya. Zaidan tidak ingin melewatkan mimpi indah ini sedikitpun. Lelaki dengan wajah tampan itu terlihat berlari menghampiri perempuan yang ada di depannya itu, memeluk perempuan yang kini membalas pelukannya tidak kalah er
Happy Reading Semuanya! "Selamat siang, Prof." Bibirnya hanya melengkung membentuk senyuman tipis menanggapi sapaan dari mahasiswanya. Langkahnya berjalan memasuki ruangannya setelah hampir dua jam ia mengajar di dalam kelas, tatapan matanya mengarah pada meja kerjanya yang menampilkan foto orang tercintanya. Zaidan belum bisa move on atas semua yang sudah terjadi pada keluarga kecilnya. Zaidan tidak mencoba untuk melupakan, perasaan kehilangan dan ketakutan itu masih terasa. Lelaki itu juga masih sering meridukan Eva yang sama sekali tidak pernah hadir dalam mimpinya ataupun bayi mungilnya, padahal Zaidan amat sangat berharap jika ia bisa melihat keduanya meski dalam mimpi. "Sayang, ini sudah tiga bulan berlalu." Lelaki yang kini sibuk mengamati foto kebersamaan mereka sewaktu liburan hanya bisa menghela napas pelan, ia tidak menyangka jika sudah menghabiskan waktu yang lama untuk merelakan Eva. Sebenarnya sekarang pun ia belum merelakan kepe
Happy Reading Semuanya! Tubuhnya benar-benar lemas, ia tidak menyangka jika dalam waktu singkat harus mendapatkan kabar menyakitkan seperti sekarang ini. Menurut Zaidan ini adalah karma karena dulu membuat sakit hati Eva yang tidak terlampiaskan, tetapi yang ia rasakan karmanya terlalu berat. "Apakah ini karma untuk saya Eva?" bisik Zaidan. Zaidan tidak mendapatkan kabar apapun setelah kepulangannya dari bandara setelah menunggu hampir tiga jam lebih demi mendengar kabar terkait orang tercintanya. Orang tuanya yang menyusul ke TKP juga belum memberi kabar apapun. Air matanya terus mengalir tanpa bisa Zaidan cegah, pembuktian jika Eva adalah cinta sejatinya. Lelaki yang merasa dunianya hancur hanya bisa terdiam memperhatikan ruang utama rumahnya sekarang ini, matanya sudah bengkak karena terlalu lama menangis. Kepalanya menunduk, air matanya kembali mengalir karena harapannya mendadak pupus. Harusnya malam ini mereka bisa tertawa bersama sembari menimang anak mereka, tapi kenyatan
Happy Reading Semuanya! Waktu yang ditunggu olehnya akhirnya datang juga. Saat ini mungkin Zaidan memang masih bersedih, tapi ia juga tidak ingin berlangsung lama. Masih ada lagi hal yang perlu ia kerjakan, dan air matanya terasa kering. Zaidan tidak bisa melampiaskan begitu saja. Lelaki itu yakin kalau ia bisa menangis dengan lega nanti, bersama orang tercintanya yang lebih tahu tentang kejadian meninggalnya kerabat dekatnya itu. Untuk sekarang ia harus menyiapkan diri dengan bahagia karena Eva akan kembali ke pelukannya. Rumahnya sudah di dekor ulang dengan keadaan steril tidak ada debu, agar anaknya dan orang tercintanya bisa hidup dengan layak di rumah mereka saat ini. Rumah penuh dengan kenangan, Zaidan juga sudah menyetok persiapan makanan untuk menyambut keduanya. Hatinya berdegub kencang tidak karuan. "Mass ingin segera bertemu kamu sayang, menunggu cerita yang akan kamu lontarkan untuk Mas." Zaidan sudah mendengar kabar jika istri dan anaknya saat ini sedang transit di Si
Happy Reading Semuanya!Zaidan belum berpamitan dengan layak pada temannya itu, ia merasa menjadi teman yang buruk. Kevin selalu ada untuknya bahkan untuk orang tercintanya, tetapi kenapa ia selalu melewatkan hal terburuk dari temannya. Kevin memang pandai menyembunnyikannya, lelaki itu sangat ahli dalam menyembunyikan perasaan. "Lo enggak pernah berubah," bisik Zaidan. Lelaki itu sangat ingat bagaimana temannya menyembunyikan sesuatu yang besar bahkan perihal untuk membayar sekolah, lelaki dengan nama Kevin itu sampai rela bekerja banting tulang membersihkan piring sampai menjadi pelayan toko 24 jam demi membayar sekolah. Kevin bisa saja memanfaatkannya untuk membantu membayar, tapi lagi-lagi lelaki itu melakukan sesuatu yang berat seperti itu. Sebagai teman tentu ia merasa sangat jahat, maka dari solusinya ia menanggung biaya sekolah Kevin bahkan sampai temannya mendapatkan gelar. Ia bangga dengan Kevin, semua yang dilakukannya membuat Zaidan bangga. "Lo janji bakalan kembali ke
Happy Reading Semuanya! Zaidan tersenyum manis memandang dari layar laptopnya dimana kedua orang kecintannya disana, ia sudah sangat rindu dengan keduanya dan terasa sangat lama sekali harinya. Apalagi dalam seminggu belakangan ini ia sibuk dengan perusahaannya dan urusannya menjadi dosen, benar-benar menyita waktunya. "Mas rindu banget sama kamu sayang," Eva tampak tertawa pelan mendengar perkatannya barusan, "Aku juga rindu sama Mas, padahal setiap hari kita saling tukar kabar. Kenapa saya rindu mulu ya sama Mas? Mas pakai pelet apa?" tanya Eva dengan raut wajah cemberut. "Ketampanan dan rasa cinta Mas," sahut Zaidan. "Dasar gombal! Sayangnya Momy, kalau sudah besar jangan sama kaya Dady ya? Tukang gombal," Eva mengecup pipi bayi tampannya yang tertawa seolah setuju dengan perkataan Eva. Benar-benar pemandangan yang manis. Tatapan mata Zaidan mengarah pada kedua orang yang ada di depannya itu, bohong jika Zaidan tidak tahu arti tatapan dari orang tercintanya ini. Tatapan Eva
Happy Reading Semuannya! Semuanya berlalu dengan cepat, Eva tidak ingin memberitahu Rendi ataupun Zaidan. Perempuan yang menjadi ibu satu anak itu tidak ingin melihat betapa sedihnya orang tercinyanya jika mengetahui sahabat terdekatnya sudah tidak bisa lagi berada di sisinya, tapi yang Eva tahu sekarang ini adalah bukan hanya dirinya yang terluka, ternyata bukan hanya Eva saja yang mengalami kesedihan mendalam karena ditinggal oleh Kevin yang selalu senantiasa bersama dengan dirinya dalam keadaan sulit ataupun bahagia. Iris matanya memperhatikan perempuan asing yang tiba-tiba menangis tepat di hadapan pemakaman Kevin saat ini. Perempuan itu bukan Ana dan Ana juga tidak sesedih itu karena kenyataannya mereka sudah ikhlas membiarkan Kevin pergi meskipun matanya juga bengkak karena terlalu banyak menangis. Kevin sudah dikuburkan dengan layak dan semuanya di bantu oleh Daniel yang lebih tahu menahu tentang pemakaman di negara ini, meskipun harus membayar mahal. Selama Kevin bisa baha