Jika tidak berada di hati kamu, di mana seharusnya aku berada?===Raina memandangi handphone. Dia termangu sejenak. Tadi malam seperti mimpi. Makan malam bersama Irham Nusahakam dan berjalan pulang menuju hotel. Namun, sekarang apa yang dilakukannya? Dia mengabaikan pesan Irham, padahal hoodie bertuliskan 'loading your love' saja sedang dipakainya.Apa dia benar-benar sedang me-loading cinta Irham?Lalu, apa yang baru saja dibacanya?'Potret Kedekatan Celline Rashadi dan Profesor Muda.'Judulnya sangat klise dan memuakkan, bukan?Raina menggulir layar handphone dan menyetel sebuah video. Itu adalah video wawancara Profesor Rashadi yang begitu bangga terhadap pencapaian Irham. Dia juga mempercayakan putrinya kepada Irham.Well, ini adalah hal baik untuk Irham. Raina sepertinya terpaksa setuju kalau Irham berjodoh dengan anak profesor tersebut. Mereka berada di level yang sama.Dering panggilan video whatssapp mengembalikan kesadaran Raina. 'Pak Irham' memanggil."Kamu di mana, Raina A
Aku mencoba beberapa pekerjaan. Ternyata, mencintaimu adalah yang paling mudah. Kenapa? Karena tanpa berusaha pun, aku sudah mencintaimu sejak dulu.~Author kerasukan cinta~===Ketertarikan Raina pada layar kunci handphone Irham, menggerakkan tangannya untuk melihat lebih jauh. Itu adalah foto keromantisan mereka tadi malam. Bagaimana Irham bisa mendapatkannya? Apakah Kriss sebenarnya cepu yang berpura-pura sebagai staff perusahaan webtun tempatnya bekerja? Atau mungkin Irham adalah direktur PT Webtun yang berpura-pura menjadi fan top one?Aduh, sungguh Raina tidak ingin memikirkan hal sekonyol itu? Memang ini drama China yang biasa dia tonton? Kan, tidak!Raina tiba-tiba iseng untuk menggulir layar. Dulu, password handphone Irham adalah r-a-i-n-a. Apakah sekarang masih sama? Raina sunggu penasaran. Ternyata kata kuncinya memang itu? Apakah tidak pernah diganti selama ini? Raina mengulum bibir karena menahan senyum sebisa mungkin. Ternyata perasaan Irham tetap sama seperti dulu.Tolo
Kalau bukan karena cinta, mana ada yang siap menanggung penderitaan orang lain?___Raina tidak lupa untuk berpamitan kepada Aldian. Dia juga menitip salam kepada papanya. Ini bukan masalah sopan tidak sopan, tetapi Anes dan Adli terus terpikirkan di otaknya.Tawaran Aldian untuk mengantar tentu saja mendapat pelototan dari Irham yang terus berdiri di sebelah Raina tanpa malu. Hanya kesabaran sebesar gunung yang pria itu miliki. Dia harus menekan perasaan sukanya terhadap Raina. Namun, janur kuning beleum melengkung bukan?Aldian tidak akan menyerahkan Raina begitu saja. Ayah sangat ingin dia bersanding bersama gadis itu.Raina berusaha pulang dengan janji manis. Dia berjanji akan main ke Bandung lagi jika ada waktu senggang. Rencana hidup manusia memang dinamis. Bukankah Raina sudah berpikir untuk tinggal di Bandung dan merawat papanya? Namun, dia berubah pikiran karena sikap Papa yang terlalu mengatur hidupnya.Bagaimana bisa seseorang yang menorehkan luka dengan mudah mengatur kehi
Aku pernah menyukaimu. Aku pernah tersenyum karena polah tingkah lucumu. Kamu marah, kesal, menangis, dan tertawa bersamaku.Yang aku tau, kamu juga menyukaiku. Kamu juga merasa nyaman berada di dekatku. Lalu, seorang pria datang. Aku tergantikan.Apa tidak ada rasa yang tersisa itu untukku?~Adli Winata~_______________________________Bel rumah Adli berdering, menunjukkan eksistensi seseorang di depan gerbang rumah. Dia belum pernah menerima tamu sejak rumah ini ditempati, bahkan belum mengadakan tasyakuran. Bagaimana pria itu akan melakukannya sedangkan kesibukan tiada henti?Adli melangkah keluar dengan gontai."Lama banget buka pintu doang!" keluh Raina dengan wajah dilipat dua.Gadis itu mencari luka di wajah Adli dan ternyata tidak ada. Dia melihat lengan dan kaki sahabatnya. Ada beberapa memar di tangan.Sementara itu, Adli sadar diperhatikan oleh Raina. Awalnya sungguh menyenangkan bisa menerima Raina masuk ke rumah. Namun, Adli kecewa saat Irham berada di belakang gadis itu.
Mencintaimu membuat hatiku berisik bahkan di saat sepi sekali pun. Raina Atqiyya ---- "Urusan aku sama Adli belum selesai, Pak!" Mulut Raina tidak selaras dengan hati. Dia protes tetapi menurut saja saat Irham menarik lengannya menuju mobil. "Biar saya yang selesaikan nanti." Irham membuka pintu mobil. Dia melindungi Raina dengan meletakkan tangan kanan di atas kepala gadis itu. Setelah Raina masuk ke mobil, Irham malah berusaha masuk dari pintu yang sama sehingga memaksa Raina untuk menggeser duduk. "Permisi, ya, Sayang," ucap pria itu tanpa perubahan ekspresi yang membuat Raina melirik tajam, seolah berkata, "Idih!" Raina tidak punya kesempatan untuk berontak atau kabur. Rumah Adli terlihat sepi. Apa dia tega meninggalkan Adli dalam keadaan kacau seperti itu? Biar bagaimana pun, Adli baru saja mengalami kecelakaan dan tidak mengobatinya sedikit pun. Parahnya lagi, hanya Anes yang tahu nomor telepon tukang urut daerah sekitar sini. Raina memikirkan cara meminta nomor Pak Wawa
Memiliki perasaan cinta, bukan berarti memiliki seluruh kehidupan sosial.- Raina yang tidak siap punya pacarAfah iyaaah?:D----"Kalau tertarik, bagaimana kalau Mama dan Papa datang ke rumah kamu untuk melamar?"Raina mengerjap beberapa kali. Dia seperti menahan napas sejenak sebelum memutuskan jawaban yang tepat. Kini, wanita itu sedang berhadapan dengan Tante Mariam yang menatapnya dengan mata berbinar.Om Ibrahim di sebelah Tante Mariam pun ikut menunggu jawaban Raina. Dia terlihat excited.Kalau Irham yang bertanya, tentu saja Raina bisa berkelakar. Namun, ini, kan, orangtua. Mana mungkin Raina denial terhadap calon mertua sendiri. Nanti imbasnya bisa tidak direstui selamanya. Ottoke kalau sudah begitu?Irham mengelus puncak kepala Raina yang tertutup hijab. Kemudian, dia menatap mamanya tajam."Mama? Nanti Irham yang tanya Raina kalau Raina sudah siap." Irham berkata lembut.Raina tersipu. Dia ingin menyumpahi dirinya sendiri yang merona atas sikap Irham. Rasanya seperti ingin
Memutuskan hidup bersama orang yang dicintai artinya memutuskan hidup dengan dua pendapat berbeda setiap hari. Apakah semua wanita sanggup menjalankannya?----Setelah sampai di rumah dengan perjalanan yang sunyi dan senyap, Raina mempersilakan Irham untuk duduk di sofa ruang tamu. Dia membuka pintunya dengan lebar agar tidak ada fitnah dari tetangga.Lampu-lampu rumah dinyalakan satu per satu. Rumahnya yang gelap gulita selama dua minggu kini mulai menampakkan cahaya. Raina bahkan tidak pulang ke rumah setelah wisuda. Dia panik karena mendengar papanya dirawat. Sementara itu, Irham hanya diam menahan diri tanpa sepatah kata pun. Dia menelan semua kekesalan hanya dengan melihat Raina yang kelelahan tersenyum menyilakan dirinya masuk."Tunggu, Pak." Raina meletakkan tas ranselnya di lengan sofa. Dia berlari kecil menuju lantai atas.Tatapan Irham mengikuti langkah Raina hingga gadis itu menghilang di ujung anak tangga tertinggi. Dia merebahkan diri di sofa itu dan menghela napas beber
Menukar kebebasan hidup dengan sebuah pernikahan impian, apakah worth it? ____________ "Gue sebenernya enggak mau kehilangan lo, kehilangan Anes juga." Adli menatap pantai kecil di hadapannya. Raina berdiri di sebelah pria yang rambutnya mulai gondrong itu. "Gue tetep sahabat lo." Mereka menikmati langit biru yang membentang. Kedua orang itu menghela napas dan membuang beban masing-masing. "Tapi lo kan calon istri Pak Irham." "Lamaran juga belum." "Ya, gimana mau lamaran, lo aja enggak bilang iya." "Ya, gimana mau bilang iya, gue ngeri," ucap Raina diiringi tawa. Adli tertawa. "Ngeri kenapa?" "Takut enggak bisa ke pantai lagi sama lo." "Astaga, Raina! Sumpah? Demi apa?" Raina mengangguk. "Lo lagi kayak gini, gue malah bahagia sendirian, sedangkan lo sama Anes yang selalu ada pas gue lagi kesepian. Gimana gue enggak mikir-mikir?" Adli merasakan angin pantai yang berembus mempermainkan rambutnya. Dari semua hal yang ada, dia merasa tenang karena ada Raina di sebelahnya. "Lo