Home / Romansa / Dosen Killer Itu Suamiku / Bab 01. Amanat Ayah

Share

Dosen Killer Itu Suamiku
Dosen Killer Itu Suamiku
Author: Indah Idris

Bab 01. Amanat Ayah

Author: Indah Idris
last update Last Updated: 2022-11-12 21:20:48

Suara ketukan terdengar di luar pintu kamar Melisa memaksanya membuka mata. Susah payah ia berusaha untuk terlelap, tapi kini ia harus kembali harus terjaga karena suara ketukan tersebut.

Sedikit malas Melisa menyingkap selimut dan bangkit dari ranjangnya. Wajah Fitri sang ibu adalah yang pertama tertangkap pandangan saat Melisa membuka pintu.

"Ibu, ada apa?" tanya Melisa pada Fitri Ibunya.

Wanita paruh baya itu tersenyum sebelum berkata, "Ibu bisa bicara sebentar, Mel?"

Melisa mengernyitkan kening heran. "Bicara di dalam saja, Bu," ajak Melisa.

Kedua perempuan beda generasi itu duduk di pinggiran ranjang. Melisa menatap ibunya yang terlihat sedang gelisah. Kerutan di dahi perempuan yang paling Melisa sayang, menjelaskan kegelisahan wanita itu.

"katanya ada yang ingin Ibu bicarakan?" tanya Melisa saat melihat ibunya hanya diam. "Kenapa sekarang hanya diam?"

Fitri menghela nafas kasar. Seperti ia merasa berat untuk memberitahukan pada Melisa perihal kegelisahannya saat ini. Walau begitu, ia tetap harus menjelaskan pada Melisa.

"Ibu ingin menyampaikan amanat ayahmu. Yang sudah lama Ibu sembunyikan dari kamu," kata Fitri memulai.

Kening Melisa kembali mengekrut. "Amanat apa, Bu?"

Fitri terdiam sebentar sembari menatap Melisa dalam. Cepat atau lambat, semua akan terbongkar. Fitri berpikir kalau saat ini adalah waktu yang tepat menyampaikan pada Melisa.

"Ayahmu mengamanatkan pada Ibu. Bahwa, kamu tidak boleh menikahi pria lain selain pria yang sudah ayahmu pilihkan sebelumnya untukmu, Nak," jelas Fitri dengan hati-hati.

Fitri was-was dengan jantung yang sudah berdebar kencang, apalagi melihat Melisa yang tidak bereaksi apa-apa setelah mendengarnya. Gadis itu hanya diam tak mengatakan apa-apa.

"Ibu tahu kalau sekarang sudah bukan jamannya yang seperti itu, tetapi ini amanat dari ayahmu. Dan Ibu tidak mungkin melalaikannya, Mel."

Fitri semakin dibuat kacau dengan kediaman Melisa, apalagi saat gadis itu mendesah pelan. Seperti ada sesuatu yang ingin dijelaskan gadis itu, tapi takut menyakiti ibunya.

"Mel, kamu jangan diam saja. Kamu membuat Ibu resah," ujar Fitri lirih.

"Lalu, aku harus mengatakan apa, Bu?"

Fitri menghela nafas kasar. Ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Fitri tahu, sekarang sudah bukan jamannya hal semacan itu. Akan tetapi, ia hanya ingin menyampaikan sesuatu yang diamanatkan padanya.

"Ibu tahu ini terdengar egois, tapi... Bisakah, kamu menuruti apa yang ayahmu inginkan untuk yang pertama dan terkahir, Melisa?"

Melisa menatap Ibunya. Ia melihat ada raut kesedihan di sana, tapi Melisa juga sedang berada di dalam situasi di lema. Ia bingung harus mengatakan apa, dan memutuskan apa tentang hal ini. Melisa bimbang.

"Bu, bisakah kita bicarakan ini besok saja?" pinta Melisa. "Melisa ngantuk."

Sekali lagi, Fitri menghela nafas kasar. Ia tidak bisa memaksa Melisa, ia tahu apa yang saat ini dirasakan Melisa sama seperti yang dirasakannya dulu. Fitri dan Jaka Almarhum suaminya dulu menikah karena perjodohan.

Fitri juga merasa bimbang dan di lema. Tidak tahu harus memutuskan apa, padahal waktu itu. Dia memiliki kekasih, tetapi tidak dapat menolak keinginan ayahnya yang keras. Maka dari itu, Fitri terpaksa meninggalkan kekasihnya dan menikah dengan Jaka.

Walau menikah tanpa cinta, tetapi Fitri dapat hidup bahagia bersama Jaka. Pria yang dulunya menjadi alasan dirinya dan kekasihnya terpisah. Namun, seiring berjalannya waktu. Cinta di antara mereka tumbuh bermekaraan. Sehingga, menghadirkan seorang gadis, yaitu Melisa di tengah-tengah kehidupan mereka.

Meskipun begitu, ia tidak akan memaksa Melisa untuk mengikuti jejaknya. Karena ia tahu, berbeda orang akan berbeda kisah. Jadi, Fitri akan memberikan Melisa waktu untuk memikirkannya.

"Ya sudah, kamu istirahat. Maaf kalau Ibu menganggu," kata Fitri beranjak berdiri.

"Nggak, kok, Bu. Melisa nggak merasa diganggu," sahut Melisa.

Fitri membelai rambut anaknya sembari tersenyum. Lalu, mencium kening Melisa lembut dan beranjak pergi dari kamar anak gadisnya.

Kini, tinggal Melisa saja. Ia menatap tempat ibunya berjalan meninggalkan kamarnya. Ibunya sudah pergi beberapa detik yang lalu, tapi rasa gelisah yang Fitri bawa masih tertinggal di sana. Membaginya kepada Melisa, sehingga gadis itu merasa ia akan terjaga hingga besok pagi.

***

Melisa berlari kecil menuruni anak tangga. Ia merutuki dirinya sejak tadi karena terbangun kesiangan. Alhasil, kali ini ia akan mendapat ceramah panjang dari dosen kiler bernama Azham.

Dosen muda, tampan, tapi dingin, cuek dan sangat galak. Siapa pun yang berurusan dengannya akan memilih pindah kampus dari pada harus bertemu dengan dosen menyebakkan sepertinya.

"Melisah!" seru Fitri dari dapur saat melihat Melisa berlari menuju pintu utama.

"Ada apa, Bu?" Melisa berhenti berlari kecil mendengar suara ibunya.

"Nggak sarapan dulu?" tanya Fitri menghampiri Melisa. Di tangannya setangku roti yang sudah diolesi slai cokelat kesukaan Melisa.

"Ini Ibu buatkan roti kesukaan kamu," ucap Fitri sembari menyodorkan roti tawar di tangannya.

"Maaf, Bu. Tapi lain kali saja. Melisa lagi nggak mood," tolak Melisa membuat Fitri merasa sedih.

"Melisa berangkat sekarang," pamitnya langsung berlari keluar tanpa mencium tangan ibunya seperti biasa.

Apakah, Melisa marah padaku? Ah, sepertinya, bahkan rotinya pun tidak ia lirik sama sekali. batin Fitri.

Fitri merasa sedih akan sikap Melisa saat ini. Melisa tidak salah. Mungkin gadis itu hanya merasa kecewa, dan tidak adil. Hidup di jaman sekarang ini, dan hidupnya yang harus diatur sedemikian rupa. Pastilah, akan membuat Melisa merasa tidak adil dengan hidup yang ia jalani.

Fitri tidak menyalahkan Melisa, hanya saja menyayangkan sikap putrinya itu. Karena semua ini bukan kehendaknya. Ia hanya menyampaikan saja amanat suaminya.

Matanya mulai berkaca-kaca. Sehingga tatapannya mulai terlihat mengabur. Fitri menghela nafas kasar, dan kembali berjalan masuk ke dapur.

Sedangkan di tempat lain, Melisa sedang menggerutu tidak jelas saat dirinya harus di skors satu minggu dari kelas Azham. Ia tidak diizinkan untuk masuk akibat keterlambatannya beberapa menit saja.

"Sial!" umpat Melisa kesal.

"Kamu mengumpatiku, Melisa?" Tiba-tiba suara baraton milik Azham menggema menghantam pendengaran Melisa.

Gadis itu menoleh dan melihat ke arah Azham berdiri tepat di belakangnya. Saat ini, Melisa sedang berada di taman. Karena dirinya tidak bisa masuk ke dalam kelas dan mengikuti mata kuliah hari ini, maka ia memutuskan untuk duduk di bangku taman seperti ini.

"Eh, enggak, kok, Pak. Siapa bilang?" kilah Melisa gugup.

"Benarkah?" tanya Azham tidak percaya.

"Benar, kok, Pak." Sekali lagi Melisa mencoba meyakinkan dosennya itu.

Azham berjalan meninggalkan Melisa, membuat gadis itu mengernyitkan kening bingung.

'Tumben'. batin Melisa heran.

"Saya tambah masa skros kamu," ujar Azham sebelum benar-benar pergi. "Sebulan."

Mata dengan manik mata hazel milik Melisa membulat sempurna. Ia bertanya-tanya, apakah yang tadi di dengarnya itu benar?

Melisa beranjak berdiri dan menyusul Azham menuju ruangan pria dingin itu. Melisa berusaha menghentikan langkah panjang Azham.

"Astaga, Pak. Saya sebenarnya salah apa, sih? Cuman telat beberapa menit doang udah di skors satu bulan," protes Melisa berhasil menghentikan langkah pria di depannya. Sehingga tanpa sengaja ia menabrak tubuh kekar milik Azham.

"Aduh... Jangan suka berhenti mendadak, Pak. Kan jadi sakit ini hidung saya," protes Melisa sembari mengelus hidungnga yang tadi tidak sengaja menabrak punggung Azham.

Azham hanya menatap Melisa tanpa ekspresi, bahkan ia memutar bola mata malas melihat tingkah Melisa. Yang ia anggap terbilang lebay.

"Berhenti mengoceh, Melisa. Suaramu cemprengmu itu mengganggu kesehatan telingaku," ledek Azham membuat Melisa mendengus sebal.

"Enak saja. Seperti suara Pak Azham bagus saja," balas Melisa tidak terima.

Azham mengabaikan Melisa, dan kembali melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan Melisa. Gadis itu kembali menghentikan Azham. Kali ini, Melisa berlari dan memotong jalan Azham. Ia berdiri di depan pria itu sembari merentangkan kedua tangannya tidak memberi jalan Azham.

Azham mengernyitkan kening. "Masih mau menambah skros kamu?" tanya Azham penuh dengan ancaman.

Melisa mendengus sebal. Ia menurunkan kedua tangannya sembari masih menatap Azham kesal.

"Ish, siapa yang mau?" ujarnya kesal. "Kenapa skors saya ditambah sebulan, Pak?"

"Menurut kamu?" Bukannya menjawab, Azham malah mengajukan pertanyaan membuat Melisa mengangkat sebelah alisnya.

"Lah, mana saya tahu, Pak. Yang saya tahu, saya cuma telat lima menit doang. Ini kenapa di skors sampai sebulan, sih?" jelas Melisa dengan raut wajah bingung.

"Cuma lima menit katamu? Seandainya kamu nggak telat lima menit, mungkin kamu akan tahu pentingnya disiplin waktu," jelas Azham sengaja meledek Melisa.

"Lain kali, jangan pernah menyepelekan sesuatu," lanjutnya setelah itu pergi meninggalkan Melisa yang terbengong-bengong tidak paham.

Melisa sangat susah mencerna kalimat Azham. Ia tidak paham tentang apa yang pria dingin itu sampaikan. Karena Melisa baru sadar kalau dia belum sarapan, dan sekarang perutnya sudab berteriak minta di isi. Maka dari itu, Melisa bergegas mencari Dea untuk di ajak makan di kantin kampus.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bella Bernanda
suka bgt sama novel ini🫶🫶
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Bab 02. Pertemuan

    "Gua kesal banget," ujar Melisa sembari mengunyah bakso pesanannya.Saat ini, Ia sudah berada di kantin bersama dengan Dea sahabatnya. Mereka berdua tengah menikmati pesanan mereka masing-masing."Kesal kenapa, lo?" tanya Dea pada Melisa."Gua kesal sama si gunung es itu," jawab Melisa memanggil Azham dengan sebutan gunung Es."Lah, kenapa memangnya?" tanya Dea penasaran."Ish, gua di skors sama dia, Dea. Emang lo nggak tahu apa?""Hah, di skors? Kok, bisa?"Dea dan Melisa satu universita, tetapi beda jurusan. Dea mengambil jurusan Tataboga Sedangkan, Melisa mengambil jurusan Sastra.Melisa menghela nafas kasar. "Gua telat lima menit doang, dan gua udah diskors satu bulan sama dia nggak boleh masuk di kelas dia, nggak masuk akal banget, kan?!"Dea membulatkan matanya tak percaya. "Buset, sampai segitunya. Benar-benar, dah, tuh, orang. Cuman lima menit di skors satu bulan?!" Melisa mengangguk lemah."Maka dari itu, gua kesal banget sama dia." Melisa terus menyuapi mulutnya dengan bakso

    Last Updated : 2022-11-12
  • Dosen Killer Itu Suamiku   Bab 03. Pernikahan

    “Saya terima nikah dan kawinnya, Melisa Aderani binti Jaka Arwanto dengan mas kawin emas tiga puluh gram dan seperangkat alat shalat dibayar, tunai.”“Bagaimana para saksi, Sah?” .“Sah!”“Alhamdulillah.”Air mata Melisa tidak bisa tertahankan lagi setelah ijab qobul selesai diucapkan Azham. Pernikahan ini bagaikan mimpi buruk bagi Melisa. Bukan pernikahan seperti ini yang ia impikan. Menikah dengan bukan pilihannya jauh dari list hidupnya.Azham, dosen kiler yang paling Melisa benci. Kini, sudah menjadi suaminya. Melisa dengan terpaksa mencium tangan Azham atas paksaan ibunya. Tangan Azham begitu dingin saat Melisa menyentuhnya. Apakah, Azham juga secanggung itu?Berat sekali rasanya Melisa menerima pernikahan hari ini. Dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya, meski kata orang. Cinta akan datang dengan sendirinya. Seiring berjalannya waktu. Namun, tetap saja, Melisa merasa ini terlalu cepat dan mendadak untuknya.“Bu, bisa saya izin ke kamar duluan?” ujar Melisa meminta izin

    Last Updated : 2022-11-12
  • Dosen Killer Itu Suamiku   Bab 04. Sisi Lain di Hati Azham

    Selama perjalanan menuju rumah Azham, mereka hanya diam tanpa ada yang mau mengalah untuk memecah keheningan. Mereka berdua sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Azham yang fokus dengan kemudinya. Sedangkan Melisa menatap jauh keluar jendela memperhatikan jalanan yang cukup ramai oleh kendaraan.“Masih jauh lagi nggak ini?” Tiba-tiba Melisa bertanya menghilangkan kesunyian di antara mereka.Azham melirik sebentar, lalu kembali fokus ke depan. “Dikit lagi,” jawabnya singkat.Melisa menghela nafas kasar. “Kenapa nggak menginap saja, sih, di rumah Ibu buat malam ini saja?” tanya Melisa melirik Azham yang masih fokus pada kemudinya.“Saya ada urusan mendadak hari ini, terus pulangnya malam. Nggak bisa jemput kamu,” jelas Azham.“Ya sudah, nggak usah dijemput. Biarin saja saya di rumah Ibu,” usul Melisa.Azham mendengus sebal sembari lirik Melisa melemparkan tatapan tajam. “Itu juga saya mau. Tapi, mama bakalan bikin telinga saya sakit karena diceramahin,” ketus Azham.“Bodo amat,” gu

    Last Updated : 2022-11-12
  • Dosen Killer Itu Suamiku   Bab 05. Malam Pertama

    Sejak tadi, Melisa tidak bisa tertidur. Ia terus mengubah posisi berbaringnya agar bisa terlelap, tapi tetap saja tidak bisa. Entah apa alasan pastinya, tapi mungkin salah satunya karena ada Azham di sampingnya yang tidur dengan pulas.Untuk pertama kalinya, Melisa tertidur di ranjang yang sama dengan lawan jenisnya. Membuat dirinya merasa canggung. Meskipun, Azham tidak meminta yang macam-macam, dan langsung tidur begitu saja di samping Melisa setelah makan malam. Namun tetap saja, Melisa merasa canggung dan gelisah. Karena untuk pertama kalinya dalam hidupnya tidur bersama laki-laki. Untuk kesekian kalinya, Melisa mengubah posisi tidurnya yang tadinya tertidur miring sekarang telentang menghadap langit-langit kamar. "Berhenti bergerak, Melisa. Kamu membuatku tidak bisa tidur kalau terus saja bergerak tidak bisa diam," ujar Azham tiba-tiba membuat Melisa terkejut. Ia melirik ke samping melihat Azham yang juga sedang menatapnya. Netra mereka berdua saling beradu satu sama lain. Mem

    Last Updated : 2022-11-12
  • Dosen Killer Itu Suamiku   Bab 06 Salat Subuh Pertama

    “Pak?” tanya Melisa kembali. Tak lama, Azha pun menggeleng, lalu menyahut singkat, “Tidak.” Gadis itu seketika bernafas lega karenanya. Padahal, sedari tadi jantung Melisa sudah berdegup kencang karena takut.“Ouh.. kirain,” kata Melisa lega. “Kalau begitu, Bapak tidur lagi saja. Saya mau salat dulu,” kata Melisa pada Azham sembari bergerak turun melanjutkan niatnya salat lima subuh.“Melisa,” panggil Azham.Baru juga Melisa turun, Azham sudah memanggilnya menghentikan gerak Melisa. Melisa menatap kaget pada Azham yang memanggilnya tiba-tiba.“Ada apa, Pak?” tanya Melisa bingung.Azham bangkut dari berbaringnya dan memilih posisi duduk di atas ranjang menghadap Melisa yang menatapnya dengan alis terangkat sebelah menunggu apa yang akan dikatakan Azham padanya.Azham merasa malu dan gugup untuk mengatakan pada Melisa kalau ia ingin ikut Salat dengan gadis itu, apalagi mengatakan kalau dirinya ingin menjadi imam Melisa.“Kenapa diam, Pak?” tanya Melisa lagi saat lama menunggu Azham b

    Last Updated : 2022-12-05
  • Dosen Killer Itu Suamiku   Bab 07. Pamitan pada Suami

    “Jadi, apa Ma?” potong Azham.“Ish, Mama sama Papa mau kamu datang ke rumah. Jangan lupa ajak Melisa. Entar malam,” kata Raina memberitahu.Azham menghela nafas kasar. “Tapi Ma. Az—““Nggak ada alasan, Zham. Mama tunggu nanti malam ya. Ya sudah Mama tutup dulu,” kata Raina mematikan sambungan telfon sepihak.Azham yang baru saja membuka mulutnya ingin menyela, tapi belum selesai Mamanya sudah mematikan sambungan telfonnya. Azham mengusap wajahnya kasar sembari melempar ponselnya ke atas ranjang.“Mama memang menyebalkan.”***Melisa baru saja selesai mandi, ia membuka pintu kamar mandi hendak keluar dan berhias tipis di meja rias yang ada di dalam kamarnya. Melisa melirik ke arah Azham yang duduk di tepi ranjang sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Melisa mengernyitkan kening heran. “Ada apa, Pak?” tanya Melisa. “Bapak sakit kepala?” Azham yang tidak menyadari kehadiran Melisa sontak terkejut.“Kamu mengagetkan saja, Melisa.,” protes Azham sebal. Melisa hanya nyengir kuda

    Last Updated : 2022-12-05
  • Dosen Killer Itu Suamiku   Bab 08. Hati Yang Tertutup

    “Lupakan saja! Sepertinya, saya sudah telat.” Kegugupan jelas tercetak di raut wajah Azham.Azham menggaruk ceruk lehernya yang bisa dipastikan tidak gatal sama sekali. Wajahnya memanas menahan malu.Melisa menatap Azham dengan mata yang mengerjap lucu. Jujur saja, Azham sangat gemas dengan tatapan itu. Namun karena sangat malu, ia pun pergi begitu saja.Melisa masih terdiam, belum bisa mengontrol kondisi saat ini. Benarkah, Azham mengatakan itu barusan? Ah, entahlah, Melisa tidak ingin memikirkan itu.Melisa bangkit dan membereskan meja makan, serta mengutip piring bekas makannya dan Azham.Melisa baru saja ingin mengunci pintu untuk berangkat ke kampus, tetapi geraknya terhenti kala dering di ponselnya.Melisa lantas merogoh tas dan memeriksa siapa yang sedang menghubunginya. Nama ibunya yang tertera di layar ponselnya. Melisa mendesah, tapi tetap mengangkatnya.“Ada apa, Bu?” tanya Melisa saat sambungan telepon tersambung.“Ck, sekalinya sudah menikah. Ibunya dilupakan,” ujar Fitri

    Last Updated : 2022-12-05
  • Dosen Killer Itu Suamiku   Bab 09, Pernyataan Cinta Zera

    “Jadi, bagaimana Pak. Anda setuju dengan kontrak kerja sama kita?” tanya Azham pada kliennya. “Tidak ada alasan untuk menolak, Pak Azham,” ujar pria paruh baya yang menjadi patner kerja sama Azham kali ini. Pria itu tersenyum, tapi seperti biasa Azham hanya akan membalasnya dengan anggukan pelan tanpa adanya senyum ramah di sudut bibirnya. Memang apa yang akan kalian harapkan dengan seorang Azham si gunung salju itu? Senyum ramah? Atau sapaan yang ramah serta kata yang hangat? Ah, sudahlah! Jangan terlalu berharap. Zera sebagai sekretaris yang mendampingi Azham meeting hanya menghela nafas kasar. “Baik kalau begitu. Itu artinya kita deal Tuan Deon?” tanya Azham. Pria paruh baya yang bernama Deon itu mengangguk seraya mengulas senyum manis sekali lagi. “Deal, Pak Azham.” Pria paruh baya itu berdiri dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan tanda mereka sudah sepakat. Spontan Azham ikut berdiri dan menyambut jabat tangan dari kliennya. Deon sepertinya senang sekali mendapat kese

    Last Updated : 2022-12-07

Latest chapter

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Cinta Sepihak

    Tidak sedikit orang yang sedang merasakan risau di hatinya lari ke pantai, pasti pantai adalah opsi pelarian paling tepat menurut mereka. Di sana mereka bisa menikmati deru ombak yang sesekali akan menabrakkan diri ke kaki, dan hal itu sangat menyenangkan. Bermain dengan ombak membuat gelisah sedikit berkurang. Begitulah yang saat ini terjadi pada Melisa, dia terlihat begitu nyaman berada di tempat ini. Azham tersenyum melihat keceriaan kembali terpancar di wajah sang istri. Setelah sempat murung beberapa hari, dan terlihat terus ketakutan serta cemas berlebihan atas apa yang menimpanya beberapa hari yang lalu. “Pak!!” seru Melisa membuat Azham tersentak dari lamunan. “Ayo, sini. Ini sangat menyenangkan,” ajak Melisa. Azham tersenyum lalu mengangguk sembari berjalan ke arah Melisa yang tengah memperhatikannya. “Kau menyukainya?” tanya Azham saat sudah berada di dekat Melisa. Dia membiarkan kaki dan celananya basah. “Hmm ...,” jawab Melisa dengan mengangguk sembari kembali menatap

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Pengaruh Cinta

    POV Author “Kenapa bisa begini, Rian?” tanya Azham sambil matanya tidak lepas dari seorang gadis dengan menggunakan pakaian serba putih.Gadis itu duduk di sebuah brankar rumah sakit. Tangannya diikat di masing-masing sudut ranjang tersebut. Dia terus saja meronta ingin melepaskan ikatan di tangannya, berteriak tidak jelas. “Entahlah, Zham.” Rian mendesah seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. Tidak sanggup dengan pemandangan di depannya. “Zera sepertinya depresi atas kepergian Leon.” Azham berbalik menghadap Rian mengalihkan pandangannya dari Zera. Ya, gadis yang ada di dalam ruangan yang cukup sempit itu, adalah Zera—sahabat Azham—juga Rian. Kedua pria itu sedih melihat kondisi Zera yang begitu menyedihkan. Memang kehilangan adalah salah satu penyebab luka yang paling dalam. Saking dalam luka yang dialami Zera, gadis itu sampai kehilangan akal sehatnya. Hingga terpaksa dirinya berada di tempat ini, yaitu rumah sakit jiwa. Rian dan kerabat dekat Zera memutuskan untuk memasukk

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Azham Penipu

    POV Melisa “Saya sudah siap, kota ketemu di sana saja.” Samar-samar dapat aku dengar suara Pak Azham dari dalam kamar. Dia sedang berbicara dengan seseorang di telfon. “...”“Tidak, saya berangkat sendiri.” Kulihat dari sela pintu yang sedikit terbuka, Pak Azham berjalan ke arah meja rias. Membetulkan dasinya dengan satu tangan, satunya lagi dipakai memegang ponsel yang menempel di telinganya. “Melisa masih masa pemulihan. Lukanya memang sudah mengering, dan bahkan sudah hampir sembuh. Hanya saja ....” Pak Azham terdiam sejenak dengan gerakan tangannya, pun ikut berhenti. Tatapannya lurus pada cermin di depannya. Aku tidak tahu, apa yang sedang dipikirkan olehnya. Yang aku tahu, dia membuang napas kasar. “Traumanya pasti belum sembuh. Apa yang dilakukan Zera kepadanya, dan apa yang dia saksikan hari itu ... pasti akan sangat membekas di ingatannya.” Pak Azham menarik napas dalam. Kepalanya tertunduk sebentar, lalu kemudian mendongak menatap wajahnya di cermin. “Saya masih ragu mem

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Membisu

    POV Melisa Aku, Mama, Ibu dan Pak Azham berjalan bersama-sama menuju parkiran rumah sakit. Setelah hampir seminggu aku dirawat di rumah sakit ini, akhirnya bisa terbebas juga. Aroma obat khas rumah sakit yang selalu mampu menghilangkan nafsu makanku. Kini tak akan lagi aku rasakan setelah kembali ke Makassar. Pak Azham memasukkan tas dan beberapa barang-barang ke dalam bagasi mobil. Setelahnya, dia berpamitan kepada Mama dan Ibu. Begitupun denganku. Setelah dari rumah sakit, kami akan segera ke bandara. Hari ini juga kami akan kembali ke Makassar. Namun, hanya kami. Karena Mama dan Ibu masih akan menetap beberapa hari di Bali. Katanya, ingin berlibur sejenak mumpung masih berada di sini. Sehingga aku dan Pak Azham pun tidak keberatan membiarkannya tetap menetap. Lagian, Ibu juga sudah lama sekali tidak pergi berlibur. Jadi, biarlah. “Kalian yakin nggak apa-apa kalau kami tetap di sini?” tanya Ibu memastikan. “Ibu nggak enak,” ujarnya lagi dengan pelan. “Nggak enak kenapa, Bu?” ta

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Harapan Azham

    “Ada apa?” tanya Azham kala melihat Melisa sering curi-curi pandang ke arahnya, yang tengah duduk di kursi dengan laptop di atas pangkuannya. “Sejak tadi kuperhatikan kamu sering melirikku. Apa kamu butuh sesuatu?” Melisa sontak salah tingkah kala Azham mengetahui dirinya sering mencuri pandang ke arah pria itu. Melisa tidak mengerti bagaimana bisa Azham tahu kalau Melisa melakukan itu, padahal sejak tadi gadis itu perhatikan Azham sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari laptop di pangkuannya itu. Aneh, pikir Melisa. “Enggak,” jawab Melisa menggelengkan kepalanya dengan kuat. Berusaha meyakinkan Azham kalau yang pria itu pikirkan itu salah. Dirinya tidak melakukan hal seperti yang dituduhkan Azham. “Siapa bilang saya curi-curi pandang ke Bapak? Ngacoh,” elak Melisa dengan raut salah tingkah. Azham yang masih belum mengalihkan pandangannya ke arah laptop tersenyum mendengar jawaban Melisa, yang terdengar sedang berusaha mengelak apa yang Azham katakan. “Benarkah? Padahal seja

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Melisa Yang Konyol

    Azham masuk kembali ke ruangan Melisa setelah mengantar mama dan ibu mertuanya ke parkiran. Melisa menoleh kala mendengar suara derit pintu. Tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat sebelum Melisa memutus kontak mata dengan Azham. Pria itu melangkah perlahan mendekati brankar Melisa. Mereka terlihat masih sangat asing. Meskipun, beberapa waktu yang lalu saat kejadian penculikan dan ditemukannya Melisa. Azham sempat mengungkapkan ketakutannya terhadap keadaan sang istri. Namun, sekarang situasi kembali semula. “Mama sama Ibu sudah ke hotel?” tanya Melisa tanpa menatap Azham yang duduk di sampingnya. “Nggak Bapak antar?” Azham menghela napas kasar, dia tidak tahu apakah Melisa hanya berbasa-basi atau memang tidak tahu. Padahal, saat Diana mengatakan sudah memesan tiket pesawat sekaligus hotel Melisa tidak sedang tertidur. Juga tidak sedang dalam keadaan tidak sadar. Gadis itu bahkan memperhatikan wajah Diana saat berbicara. Akan tetapi, kenapa sekarang malah bertanya pikir Azham.

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Diana Vs Azham

    “Jangan bangun dulu.” Azham dengan cepat membantu Melisa kembali berbaring, kala melihat gadis itu mengangkat kepala hendak duduk. “Kata dokter, kamu masih butuh banyak istirahat.” Melisa yang masih lemas terpaksa kembali membaringkan tubuhnya. Padahal, dia sudah merasa pegal kalau harus terus terbaring seperti saat ini. Dia tidak punya cukup tenaga untuk berdebat dengan Azham. “Apa kamu butuh sesuatu? Katakan saja,” pinta Azham. “Mau makan, minum atau apa?” tanyanya kepada Melisa yang hanya menatapnya. Hening. Tidak ada suara yang keluar dari mulut gadis itu. Hanya ada gelengan kepala begitu pelan. Azham mengerti Melisa saat ini pasti masih sangat lemas. Suara Melisa hanya terdengar saat pertama kali siuman. Setelahnya, tidak ada lagi. Azham kemudian diam, dia duduk di kursi yang ada di samping ranjang Melisa. Membiarkan Melisa untuk beristirahat. Tidak lagi memberondong istrinya itu dengan pertanyaan-pertanyaan. Di saat mereka sedang berada di situasi hening, tiba-tiba pintu ru

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Ego Fitri

    “Di mana ruangan Melisa, Di? Aku sudah tidak sabar bertemu dengannya.” Fitri mencecar Diana untuk segera membawanya ke ruangan Melisa berada. “Kata Rian, Melisa berada di ruangan yang ada di lantai dua. Nomor kamarnya kalau nggak salah 201.” Diana dan Fitri yang mengetahui keadaan Melisa lantas bergegas ke Bali. Mereka tidak lagi ingin menunggu berita burung. Sehingga mereka pun segera memesan tiket penerbangan hari itu juga.Kedua wanita paruh baya itu bergegas ke resepsionis untuk bertanya ruangan Melisa. Setelah mereka sudah mengetahuinya. Lantas segera menuju ruangan gadis itu berada. Di saat keduanya hampir menemukan ruangan Melisa. Tidak sengaja mereka bertemu Rian dan Zera yang hendak kembali ke Makassar untuk pemakaman Leon. Fitri dan Diana yang sedang geram kepada Zera, karena telah menyeka dan menyiksa Melisa hingga membuat gadis itu kini terbaring tak berdaya di rumah sakit. Membuat emosi kedua wanita itu tersulut ketika melihat gadis itu. Keduanya bersama-sama menghamp

  • Dosen Killer Itu Suamiku   Kepergian Leon

    Seorang gadis cantik dengan bulu mata lentik yang di wajah dan hampir seluruh tubuhnya dipenuhi luka terbaring tak berdaya di atas brankar rumah sakit. Di samping brankar itu seorang pria duduk di sana sambil menggenggam tangan sang gadis. Menunggu kesadaran gadis itu segera didapatinya. Sudah beberapa jam gadis itu menutup mata rapat tanpa tahu kapan akan membukanya. Padahal dokter sudah mengatakan kepada pria itu kalau sebentar lagi dia akan tersadar. Namun, karena begitu khawatir pada sang gadis. Pria itu merasa waktu beberapa menit sangatlah lama. Tangan gadis itu terpasang selang infus, hidungnya terpasang selang bantu pernapasan. Juga beberapa bagian tubuhnya terpasang alat yang entah fungsinya untuk apa. Pria itu tidak tahu. Yang dia tahu kondisi gadis itu sedikit memburuk akibat di sekap, lalu disiksa. “Melisa, tolong buka matamu. Jangan buat aku khawatir seperti ini,” ucap Azham dengan suara bergetar masih menggenggam tangan Melisa. Ya, gadis di atas ranjang rumah sakit i

DMCA.com Protection Status