"Ah ... maaf ya Bang kalau aku ngelunjak. Masih untung Abang mau bantu aku. Eh, aku malah minta lebih," ucap Queenza dengan nada yang bergetar.Abi yang melihat itu sontak terkejut."Queen, bukan itu maksudku. Aku tadi belum selesai bicaranya. Aku mau bilang kalau aku gak bisa pertemukan kamu sama ibu dan adik kamu, karena aku gak tau mereka ada di mana. Aku sudah pergi ke rumah ibu kamu sebelum kamu meminta. Tapi, sayangnya di rumah ibu kamu itu gak ada siapa-siapa. Aku ke rumah ibu kamu disaat kamu masih koma. Soalnya aku ingin kamu ketemu sama keluarga kamu. Dan niatku itu ingin membawa keluarga kamu dari sini. Tapi, ya itu. Ibu dan adik kamu gak ada, aku juga gak tau mereka ke mana. Karena tetangga pun gak ada yang tau mereka ke mana," ucap Abi panjang lebar.Queenza terkejut mendengar penuturan Abi. Ia sungguh syok mendengar apa yang Abi ucapkan."Ma-maksud kamu apa Bang? I-ibu sama adikku gak ada? Ke mana?" Suara Queenza bergetar. Air matanya turun tanpa diminta. Ia sangat yakin
Satu Tahun telah berlalu.Queenza menikmati kehidupannya yang baru itu dengan penuh suka cita. Kini ia tengah melayani pelanggan yang datang ke tokonya. Queenza diberi kepercayaan oleh Abi untuk mengelola toko kue milik Abi. Dan dengan senang hati Queenza menerima tawaran itu. Karena ia pun tak ingin terus larut dalam kesedihannya."Queen, gimana hari ini? Kamu happy?" tanya Abi."Happy dong Bang," sahut Queenza dengan ceria.Abi memang selalu menanyakan perasaan Queenza seperti itu setiap kali mereka bertemu."Abang sendiri gimana hari ini? Happy?" tanya Queenza."Emm, abang agak bad mood," keluh Abi.Queenza yang tadinya berdiri di balik meja kasir segera keluar dari sana dan mendekat pada Abi yang berdiri di depan meja kasir."Abang kenapa? Siapa yang udah bikin mood Abang rusak? Sini biar Queen hajar orang itu," oceh Queenza sambil menggulung lengan bajunya.Abi yang melihat itu sontak tertawa kecil."Kamu itu ya, bisa aja bikin Abang ketawa," ucap Abi sambil terkekeh."Ih, Queen s
PLETAK!Abi menjitak kening Queenza."Aduh ... sakit Abang!" gerutu Queenza sambil mengelus-elus keningnya."Habisnya kamu itu kalau ngomong gak pernah difilter, percaya diri boleh. Tapi jangan over pede, gak baik Dek. Lagian juga Abang gak mungkin suka sama cewek urakan macam kamu," ledek Abi."Ya ... terus Abang sukanya sama siapa dong. Queen kan jadi makin penasaran," ucap Queenza."Adalah pokoknya, kamu gak akan tau. Abang aja gak tau siapa perempuan itu," jawab Abi dengan nada yang lesu. Ia kembali melamun.Queenza menatap aneh pada Abi, ia tak mengerti dengan apa yang diucapkan Abi. "Maksudnya Abang itu gimana sih? Kok ucapan Abang gak nyampe ya ke otak Queen," ucap Queenza sambil melihat Abi dengan wajah bingungnya. Abi tak menggubris ucapan Queenza dan malah asyik melamun."Bang!" tegur Queenza.Namun, Abi sepertinya tengah fokus dengan lamunannya.Queenza yang kesal pun beranjak dari duduknya sambil terus menggerutu."Dasar Abang yang gak ada akhlak, kayaknya dia suka banget
Queenza yang terkejut refleks membelokan motornya ke sisi jalan hingga motornya menabrak tong sampah yang ada di sana. Beruntungnya Queenza mengendarai motornya dengan pelan. Kalau saja ia menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi, Queenza mungkin akan terluka parah."Aakkh!" jerit Queenza saat ia merasakan sakit di kakinya karena tertimpa motor.Orang-orang yang melihat Queenza terjatuh dari motor segera membantunya."Mbak ngak apa-apa?" tanya salah satu warga yang menolong Queenza."Saya gak apa-apa Pak. Cuma kaki saya aja yang sepertinya terluka karena tadi sempat tertimpa motor," sahut Queenza sambil meringis saat merasakan sakit di kakinya."Ya udah, kita antar Mbaknya ke rumah sakit," ucap salah satu warga di sana. Bapak itu lalu membenarkan motor Queenza dan mencoba menyalakannya. "Ayo Mbak naik. Aku antar Mbaknya ke rumah sakit," lanjut bapak itu setelah berhasil menyalakan motor Queenza."Terima kasih banyak Pak," ucap Queenza pada warga sekitar yang menolongnya sebelum ia
"Dim, kayaknya dokumen yang buat kesepakatan kita ketinggalan di mobil deh," ucap Niki sambil mengobrak-abrik tasnya.Dimas seketika menoleh dan menatap tajam Niki."Cepetan ambil dokumennya di mobil, bukan malah melotot seperti itu," perintah Niki.Dimas pun mau tak mau menuruti perintah Niki, karena ia tak ingin berdebat dengan Niki di hadapan kliennya. Dimas berjalan dengan langkah gontai, sebenarnya ia sangat tidak ingin pergi menemui kliennya di luar kota dan masih ingin mencari keberadaan Queenza. Namun, pak Pratama terus mendesaknya dan sampai mengacamnya. Jadi Dimas pun mau tak mau harus mengikuti kemauan ayahnya itu."Hufft!" Dimas menghembuskan napasnya dengan kasar saat sudah menemukan dokumen yang diminta Niki. Ia lalu berjalan kembali ke dalam rumah sakit yang menjadi tempat untuk meeting, Mereka memang mengadakan meeting di rumah sakit karena keadaan kliennya yang tengah sakit dan dirawat di rumah sakit itu. Dimas dan Niki diminta datang ke sini dan membahas proyek yang
"Bang, tadi kayaknya ada yang panggil aku deh," ucap Queenza saat mobil Abi sudah pergi meninggalkan halaman rumah sakit."Gak ada, perasaan kamu aja kali Dek," sahut Abi."Tapi tadi aku jelas banget lho Bang dengernya," balas Queenza lagi dengan yakin."Udah ah. Orang gak ada yang panggil kamu," ucap Abi dengan tegas.Queenza pun tak bicara lagi dan memilih diam. Ia berpikir mungkin memang benar ia salah dengar.Tiba di persimpangan jalan Abi membelokan mobilnya ke arah kanan."Lho Bang, kok kita belok kanan? Rumah kita kan di sana," protes Queenza."Iya Abang mau ke suatu tempat dulu," jawab Abi.Queenza hanya mengangguk-anggukan kepalanya.Abi melihat sekilas pada Queenza yang tengah asyik makan coklat yang ia berikan tadi.'Maafkan aku Queen, aku gak mau kalau sampai kamu bertemu lagi dengan orang-orang dari masa lalumu. Aku gak mau kamu terluka lagi,' batin Abi.Selama perjalanan tak ada yang berbicara, baik Queenza dan Abi mereka sama-sama diam dengan pikiran mereka masing-masing
"Ah, wanita itu. Saya gak tau di mana dia sekarang," jawab lelaki tampan itu dengan santai.Dimas yang mendengar penuturan itu kembali mengepalkan tanganya dan hendak memukul kembali lelaki itu. Namun, Niki segera menahannya."Jangan Dim. Kita dengarkan dulu penjelasannya," ucap Niki lembut pada Dimas.Dimas pun menurut dengan ucapan Niki.Lelaki itu tersenyum tipis.Niki kemudian kembali bertanya pada lelaki itu."Maaf, maksud kamu gimana ya? Kamu tau Queenza, tapi kamu gak tau di mana dia sekarang? Kok bisa seperti itu?" tanya Niki masih dengan nada bicara yang sopan.Lelaki itu bangkit dari atas lantai dan duduk di kursi yang ada di sana. Ia kemudian menatap Dimas dan Niki dengan tatapan meremehkan."Saya tadi memang mengantarnya pulang karena rasa tanggung jawab saya sama dia. Saya merasa bertanggung jawab karena tak sengaja menabraknya," ucap lelaki itu sambil menkan lebam di pipinya.Dimas dan Niki mengerutkan keningnya."Berarti kamu tau dong Queenza ada di mana? Kenapa tadi kam
Waktu terus berlalu.Sudah seminggu lebih Dimas dan Niki mencari keberadaan Queenza. Namun, tak kunjung merek menemukannya. Bahkan jejak keberadaan Queenza saja mereka tak menemukannya. Seolah Queenza hilang ditelan bumi.Dimas dan Niki pun sudah berulang kali mengunjungi rumah lelaki suruhan Abi. Akan tetapi, keberadaan lelaki itu pun tak diketahui. Dimas tak pernah menyerah untuk menemukan Queenza. Namun, kali ini dia sudah lelah dan hanya bisa brerharap pada Yang Maha Kuasa agar ia bisa bertemu kembali dengan Queenza. Dimas lalu menepikan mobilnya dan keluar dari mobil itu saat melintasi jalanan yang sepi. Ia lalu duduk di trotoar jalan dan menangis."AAARRRGGGHHH!"Dimas berteriak saat ia sudah putus asa untuk menemukan keberadaan Queenza. Ia sungguh sangat rindu dengan Queenza, dan ia sangat berharap bisa bertemu Queenza lagi.Niki melihat Dimas dengan tatapan iba. Ia pun sangat berharap Queenza segera ditemukan agar Dimas dan Queenza bisa sama-sama kembali. Ia sudah mengikhlaska
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan