Ternyata Queenza menyerah. Sedih banget ya Allah. Terima kasih untuk pembaca setia saya yang selama ini sudah menemani Queenza dan Dimas dari awal. Maaf banyak typo ya. Semoga kalian semua diberi kelancaran rejeki dan disehatkan selalu ya. Amin. Novel ini sudah tamat. Semoga kita bertemu lagi di karya" saya selanjutnya. Sekali lagi. Terima kasih banyak ya kakak" pembaca yang sudah setia membaca sampai tamat. Love You .
"Mas, aku hamil!" ucap Queenza pada sang suami, dengan tangan yang bergetar ia menyodorkan sebuah testpack pada suaminya.Ervan yang tengah asik bermain game mendongakkan kepalanya. Ia menatap Queenza dan juga testpack itu secara bergantian. Ia lalu berdiri dan mendekati Queenza.PLAAKK!Ervan menampar keras pipi Queenza sampai Queenza terhuyung dan jatuh ke atas lantai.Queenza terduduk di lantai sambil memegangi pipinya yang berdenyut. Ia sekuat tenaga menahan tangisnya. Hati Queenza sakit teramat sakit. Karena bukan senyuman bahagia dan pelukan hangat yang ia dapatkan dari sang suami, akan tetapi tamparan keraslah yang ia terima."Sial! Kenapa kamu bisa hamil? Kamu itu bodoh atau bagaimana sih! Aku kan sudah beberapa kali bilang, pakai alat kontrasepsi! Kenapa kamu gak nurut? Atau ini memang rencana kamu? Kamu pikir dengan kamu hamil, aku akan mencintai kamu? Jangan mimpi! Sampai kapanpun aku gak akan pernah mencintai kamu. Ngerti!" ucapnya dengan sinis. Ia lalu pergi begitu saja da
"Gak ... gak mungkin, ini sudah pasti anaknya mas Ervan! Aku yakin itu," ucap Queenza. Ia mencoba mengenyahkan pikiran yang sempat terlintas dibenaknya. Ia tak ingin menduga-duga dan akan menyakini hatinya, jika anak yang tengah ia kandung adalah anak dari suaminya.Queenza pun kembali fokus pada masakannya. Ia tak ingin memikirkan sesuatu yang akan membuat kepalanya semakin pusing. Setelah selesai dengan masakannya. Ia pun bergegas pergi ke kamar untuk memanggil sang suami.Namun, saat Queenza akan ke kamar. Ia tanpa sengaja berpapasan kembali dengan kakak iparnya itu di tangga. Queenza dengan cepat menundukan kepalanya. Ia tak ingin melihat sorot mata Dimas yang tajam itu."Udah selesai masaknya?" tanya Dimas saat Queenza akan melewatinya.Queenza hanya menganggukan kepalanya dan segera pergi dari hadapan Dimas.Quuenza pergi dengan jantung yang berdebar kencang. Entah apa yang tengah ia rasakan saat ini. Apa mungkin ia tengah merasakan perasaan berdosa pada sang suami sehingga jika
Queenza terdiam membeku kala mendengar ucapan Dimas yang ambigu. Dimas lalu menjauhan wajahnya dari wajah Queenza dan tersenyum tipis saat melihat Queenza yang kini hanya diam menatapnya."Pake ini, jangan biarkan luka di tangan dan pipimu itu merusak tubuh cantikmu." Dimas lalu membawa tangan Queenza dan menyimpan sesuatu di telapak tangannya. Dan setelahnya ia pergi begitu saja dari hadapan Queenza.Queenza yang masih terkejut hanya diam saja. Ia lalu menatap salep yang kini ada di tangannya. Tanpa Queenza sadari sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. Walaupun tipis dan nyaris tak terlihat."Queen," teriakan Ervan membuyarkan lamunan Queenza.Queenza pun dengan cepat menghampiri Ervan yang sedari tadi terus memanggilnya."Ada apa Mas?" tanya Queenza saat ia sudah tiba di kamar."Kamu dari mana aja?" tanya Ervan dengan nada yang dingin."Abis beresin dapur Mas," ucap Queenza bohong. Ia tak mungkin memberitahukan jika ia baru saja berbicang dengan kakak iparnya."Pijitin aku, b
Tiba di depan klinik, Queenza tak langsung turun ia masih diam sambil melamun."Queen ... Queen." Dimas menepuk pelan kaki Queenza, ia heran mengapa Queenza tak segera turun dan malah diam."Ah ... iya Mas," sahut Queenza yang masih belum menyadari jika ia sudah tiba di klinik."Udah nyampe. Kamu gak mau turun?" tanya Dimas sambil menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan jika Queenza baik-baik saja."Oh udah sampe ya Mas. Maaf," ucapnya sambil turun dari motornya Dimas. "Makasih ya Mas!" sambungnya sambil pergi berjalan meninggalkan Dimas."Queen!" tariak Dimas.Queenza menoleh dan mengerutkan keningnya saat ia melihat Dimas yang kini turun dari motornya."Mas mau ke mana? Saya bisa sendiri kok! Gak perlu ditemani ke dalam," ucap Queenza.Dimas tersenyum tipis lalu mengulurkan tangannya ke arah kepala Queenza."Siapa yang mau menemani kamu ke dalam. Orang aku mau buka ini," ucap Dimas sambil melepaskan helm di atas kepala Queenza.Pipi Queenza memerah karena malu. Ia pikir Dimas akan m
"Bangun sialan." Ervan menampar pipi Queenza dengan cukup keras. Tanpa rasa belas kasihan, ia kembali menjambak rambut Queenza dan menyeretnya ke luar dari kamar mandi itu. Ia lalu melemparkan tubuh Queenza ke atas ranjang."Pergi!" teriak Ervan pada wanita yang tadi sudah ia gagahi itu.Wanita itu pun dengan cepat pergi dari sana meninggalkan Ervan yang tengah mengamuk bak kesetanan.Ervan menatap tubuh Queenza yang tengah terkapar tak berdaya di atas kasur."Bangun!" Ervan menyiramkan air yang ada di gelas dekat nakas ke tubuh Queenza. Namun, Queenza tak juga bangun."Ck, menyusahkan saja!" umpatnya sambil memungut kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia pun lalu duduk di sofa yang ada di kamar itu sambi terus menatap Queenza dengan tatapan yang sangat tajam.Tak lama kemudian Queenza pun sadar.Ervan yang melihat ada pergerakam di atas kasur segera bangkit dari duduknya."Akhirnya bangun juga." Ervan dengan cepat menarik tangan Queenza dan menyeretnya turun dari ranjang.P
Dimas yang baru saja sampai rumah. Heran dan mengernyitkan dahinya saat ia melihat Queenza yang berjalan dengan tertatih. Ia pun terus memperhatikan Queenza sampai matanya tanpa sengaja melihat tali yang sedang Queenza genggam."Kenapa dia jalannya kayak gitu? Ngapin juga dia bawa tambang itu? Buat apa?" gumam Dimas sambil terus memperhatikan Queenza, Dimas menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis saat ia memperhatikan Queenza yang sedang berjalan menaiki tangga. "Aneh-aneh aja tuh perempuan. Dia gak mungkin kan bikin jemuran di dalam kamarnya?" Sambungnya lagi saat melihat Queenza yang masuk ke dalam kamar.Dimas pun tak memedulikan Queenza lagi dan segera pergi ke dalam kamarnya. Namun, baru saja ia akan membuka bajunya. Terlintas satu pikiran yang membuat ia cemas dan tak tenang. "Gak ... gak mungkin lah. Gak mungkin kan dia mau gantung diri? Ah ... lo terlalu berlebihan," ucapnya pada dirinya sendiri. Ia pun melanjutkan kembali membuka kancing kemejanya. Namun, p
Dimas duduk sambil menatap intens Queenza yang masih memejamkan matanya. Ia tak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah lain dan terus menatap Queenza yang tengah berbaring. Sudah lama Dimas berada di sana menemani Queenza."Apa benar hubungan kalian itu gak baik-baik aja? Kenapa suamimu belum juga menghubungiku? Padahal aku sudah kasih tau kondisi kamu lewat chat," gumam Dimas. Ia lalu beralih menatap apa yang tengah ia genggam saat ini dan kembali menatap Queenza lagi."Apa mungkin ...?" ucap Dimas sambil melihat lagi benda yang sedang ia pegang."Ugh!" Dimas segera membenarkan duduknya kala ia melihat ada pergerakan di ranjang. Ia pun dengan cepat menyimpan benda yang tengah ia pegang itu ke dalam sakunya. Dimas lalu menghampiri Queenza yang kini tengah mengerjap-ngerjapkan matanya."Kamu udah sadar?" tanya Dimas saat ia sudah mendekati ranjang Queenza.Queenza yang masih bingung hanya menyipitkan matanya dan perlahan ia menajamkan penglihatnanya."Mas Dimas?" ucap Queenza deng
Queenza menerima benda yang diberikan Dimas padanya. Queenza terkejut bukan main, tangannya bergetar dan jantungnya bedetak dengan cepat. Ia pun tak tau jika anak yang ia kandung itu anak dari Ervan suaminya atau dari Dimas. Matanya terbelalak saat melihat usia janin di dalam foto USG itu. Ia lalu menatap Dimas."Queen! Apa benar itu anakku?" tanya Dimas lagi sambil menatap Dalam Queenza."Bu-bukan ... ini bukan anak kamu Mas. Ini jelas-jelas anaknya mas Ervan. Lagian juga gak mungkin ini anak kamu. Kita itu melakukannya hanya sekali." Queenza memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tak ingin menatap Dimas yang seakan berharap mendengar menjawab iya dari mulut Queenza. Dia sendiri tak tau anak siapa yang tengah iya kandung. Tapi, ia akan menyakinkan dirinya jika itu anak Ervan bukan Dimas.Dimas menghela napas. Ia sebenarnya sangat yakin jika anak yang ada di dalam rahim Queenza itu anakknya. Tapi, jika Queenza menyangkalnya. Ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Yang jelas mulai sekarang ia
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan