Dimas duduk sambil menatap intens Queenza yang masih memejamkan matanya. Ia tak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah lain dan terus menatap Queenza yang tengah berbaring. Sudah lama Dimas berada di sana menemani Queenza.
"Apa benar hubungan kalian itu gak baik-baik aja? Kenapa suamimu belum juga menghubungiku? Padahal aku sudah kasih tau kondisi kamu lewat chat," gumam Dimas. Ia lalu beralih menatap apa yang tengah ia genggam saat ini dan kembali menatap Queenza lagi."Apa mungkin ...?" ucap Dimas sambil melihat lagi benda yang sedang ia pegang."Ugh!"Dimas segera membenarkan duduknya kala ia melihat ada pergerakan di ranjang. Ia pun dengan cepat menyimpan benda yang tengah ia pegang itu ke dalam sakunya. Dimas lalu menghampiri Queenza yang kini tengah mengerjap-ngerjapkan matanya."Kamu udah sadar?" tanya Dimas saat ia sudah mendekati ranjang Queenza.Queenza yang masih bingung hanya menyipitkan matanya dan perlahan ia menajamkan penglihatnanya."Mas Dimas?" ucap Queenza dengan lirih dan lemah.Dimas tersenyum. "Kamu baik-baik aja. Apa ada yang sakit?" tanya Dimaa saat Queenza sudah membuka matanya dengan sempurna."Saya ada di mana Mas? Kenapa Mas Dimas juga ada di sini?" Queenza bukannya menjawab pertanyaan Dimas. Ia malah balik bertanya pada Dimas."Kamu sedang di rumah sakit! Tadi aku menemukan kamu yang hampir mengakhiri hidupmu. Untungnya tadi aku ada di rumah. Coba kalau aku gak ada? Huh ... sudah pasti kamu gak akan selamat. Kamu itu apa-apaan coba, mau mengakhiri diri kamu sendiri! Emang yang punya masalah itu cuma kamu doang? Kamu itu harusnya ingat, kalau ada janin di dalam perut kamu. Oh ... atau jangan-jangan kamu gak tau kalau kamu lagi hamil? Bla, bla ,bla ...." Dimas terus saja mengoceh.Queenza hanya menatap Dimas yang sedang mengoceh. Ia tak bersuara dan hanya memandang Dimas dengan perasaan yang kagum. Tanpa terasa sudut bibir Queenza terangkat membentuk senyuman saat melihat raut wajah Dimas yang tengah mengomel, terlihat menggemaskan di mata Queenza.Dimas menghentikan ocehannya dan memandang heran pada Queenza yang kini malah senyum-senyum sendiri."Kamu kenapa?" tanya Dimas dengan kening yang mengkernyit."Kamu lucu Mas," jawab Queenza sambil tersenyum pada Dimas.Dimas semakin dalam mengkernyitkan dahinya. Ia tidak tau lucunya di mana? Dia kan sedang marah bukan sedang melawak. Pikirnya."Lucu?"Queenza mengangguk-anggukan kepalanya."Lucunya di mana? Aku itu lagi marah, bukan lagi ngelawak," balas Dimas.Queenza yang mendengar ucapan Dimas pun tertawa."Wah ... apa jangan-jangan otak kamu ada yang geser ya Queen. Bentar aku panggil dokter dulu. Sepertinya kamu harus diperiksa." Dimas hendak pergi dari sana. Namun, Queenza dengan segera menahan tangan Dimas dan menghentikan tawanya."Ya ampun Mas. Saya baru tau kalau kamu itu semenggemaskan ini. Aku gak apa-apa Mas. Otak aku masih aman di tempatnya," ucap Queenza sambil tersenyum ke arah Dimas. "Terima kasih banyak ya Mas." Sambungnya lagi dengan tatapan yang sendu.Dimas kembali duduk di kursi dekat ranjang itu. Ia menatap Queenza lalu tanpa sadar tangannya terulur ke bibir Queenza."Jangan lebar-lebar senyum dan ketawanya. Nanti takutnya ini robek lagi. Pasti sakit ya?" Dimas mengusap pelan bibir Queenza.Queenza tertegun. Dengan cepat ia memalingkan wajahnya ke arah lain.Dimas yang baru menyadari tindakannya pun segera menarik kembali tangannya.Kini mereka berdua sama-sama terdiam dan canggung."Kamu mau makan sesuatu?" Dimas mencoba untuk memecahkan keheningan dan kecanggungan di antara mereka."Emm ... aku mau makan bubur Mas," jawab Queenza malu-malu."Bubur apa?" tanya Dimas, ia bertanya karena takut salah."Bubur ayam Mas," sahut Queenza lagi dengan antusias.Dimas berdiri, tangannya terulur dan mengusap pelan puncak rambut Queenza. "Oke ... kamu tunggu sebentar ya." Setelahnya Dimas pun pergi dari hadapan Queenza.Queenza mengerjap-ngerjapkan matanya. Sedari tadi entah kenapa jantungnya berdetak dengan cepat. Apalagi saat ia mengingat perlakuan manis Dimas. Ia lalu memegang puncak kepalanya yang tadi dielus oleh Dimas. Ia kira Dimas hanya basa basi doang menawarinya makan, tapi ternyata beneran."Ya Tuhan ... andai yang berlaku manis seperti tadi itu mas Ervan. Sudah pasti aku akan sangat bahagia," ucapnya lirih. Wajah yang tadi menampakan senyuman kini berubah menjadi sendu.Tak lama kemudian Dimas pun datang dengan membawa dua buah paper bag di tangannya."Maaf ya Mas, saya jadi merepotkan," ucap Queenza saat Dimas sudah tiba dan menyimpan paper bag itu di atas nakas.Dimas menoleh sekilas pada Queenza dan tersenyum. Setelahnya dia pun membuka salah satu paper bag yang berisi bubur ayam."Ini." Dimas menyodorkan wadah yang berisi bubur ayam."Makasih Mas," jawab Queenza sambil mengambil bubur ayam yang disodorkan Dimas.Queenza pun segera memakan bubur itu."Emm ... ini enak banget Mas! Mas Dimas beli di mana bubur ayam ini? Ini kan udah malem, emang masih ada yang jualan bubur ayam jam segini?" tanya Queenza sambil terus menyuapkan bubur itu ke dalam mulutnya.Dimas tersenyum tipis saat melihat Queenza makan dengan lahap."Aku gak beli, tapi bikin sendiri," jawab Dimas yang sukses membuat Queenza tersedak."Uhukk!"Queenza tersedak bubur yang tengah ia makan. Ia sangat terkejut saat mendengar jika Dimas sendiri yang membuat bubur ayam itu.Dimas dengan cepat membawa air minum yang berada di nakas. Ia lalu memberikannya pada Queenza."Makanya kalau makan itu pelan-pelan. Gak akan ada yang merebutnya," ucap Dimas sambil menyodorkan air minum itu pada Queenza. "Minum dulu." Queenza menerima gelas yang diberikan Dimas padanya, lalu ia dengan cepat meneguk air itu sampai habis."Makasih Mas. Tadi saya tersedak itu karena kaget dengar ucapan kamu Mas," jawab Queenza sambil menyimpan gelas kosong itu ke atas nakas."Ucapanku yang mana?" tanya Dimas dengan alis yang terangkat sebelah."Itu, soal Mas Dimas yang bilang, kalau bubur ini Mas bikin sendiri,""Terus salahnya di mana?" tanya Dimas yang tidak mengerti. Kenapa Queenza bisa sampai terkaget seperti itu saat tau jika ia yang sudah memasak bubur itu."Ya, saya gak percaya aja. Seorang Dimas bisa masak," balas Queenza dengan senyuman meremehkan."Kamu gak percaya kalau aku bisa masak?" Dimas tidak terima saat melihat Queenza yang seakan meremehkannya.Queenza dengan cepat menggelengkan kepalanya."Oke ... akan ku buktikan nanri jika kamu sudah pulang! Kamu mau aku masakan apa? Kamu tinggal bilang, gini-gini aku itu jago masak," ujar Dimas dengan ponggah."Ck, palingan juga Mas Dimas bisanya cuma masak air. Mungkin ini hanya kebetulan aja buburnya enak," ucap Queenza."Wah ... nantangin kamu ya. Kita lihat aja nanti saat kamu sudah pulang, akan aku buktikan kalau aku itu jago masak." Dimas dengan reflek mencubit hidung Queenza pelan.Queenza hanya diam saja. Entah kenapa perasaanya sangat senang saat Dimas memperlakukannya seperti ini. Ia tau jika ini salah. Tapi bolehkan kali ini dia egois sebentar. Ia ingin merasakan perasaan senang diperhatikan oleh seorang lelaki."Janji ya Mas, saat aku pulang nanti kamu bakalan buatin aku makanan," ucap Queenza sambil tersenyum hangat ke arah Dimas."Hmm," jawab Dimas singkat. Dimas pun mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya dan memberikan benda yang selalu menggangu pikirannya itu pada Queenza. "Apa itu milikku?"Queenza menerima benda yang diberikan Dimas padanya. Queenza terkejut bukan main, tangannya bergetar dan jantungnya bedetak dengan cepat. Ia pun tak tau jika anak yang ia kandung itu anak dari Ervan suaminya atau dari Dimas. Matanya terbelalak saat melihat usia janin di dalam foto USG itu. Ia lalu menatap Dimas."Queen! Apa benar itu anakku?" tanya Dimas lagi sambil menatap Dalam Queenza."Bu-bukan ... ini bukan anak kamu Mas. Ini jelas-jelas anaknya mas Ervan. Lagian juga gak mungkin ini anak kamu. Kita itu melakukannya hanya sekali." Queenza memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tak ingin menatap Dimas yang seakan berharap mendengar menjawab iya dari mulut Queenza. Dia sendiri tak tau anak siapa yang tengah iya kandung. Tapi, ia akan menyakinkan dirinya jika itu anak Ervan bukan Dimas.Dimas menghela napas. Ia sebenarnya sangat yakin jika anak yang ada di dalam rahim Queenza itu anakknya. Tapi, jika Queenza menyangkalnya. Ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Yang jelas mulai sekarang ia
Queenza hendak menjawab pertanyaan dari Dimas. Ia sudah berniat akan menceritakan semuanya pada Dimas dan berharap Dimas bisa membantunya lepas dari Ervan yang kejam. Namun saat yang bersamaan terdengar suara ketukan di pintu yang mengurungkan niat Queenza untuk bercerita.Queenza berniat bangun dari duduknya yang. Namun, Dimas menahannya. "Mau ke mana?" tanya Dimas."Itu ada yang ketuk pintu, gak mungkin kan kita terus duduk dengan posisi seperti ini." Queenza memberontak. Tapi Dimas malah melingkarkan tangannya di perut Queenza."Masuk," seru Dimas."Mas!" Queenza menoleh ke arah Dimas dan memukul lengan Dimas yang melingkar di perutnya.Namun Dimas tak bergeming. Dan malah menempelkan dagunya di bahu Queenza.Pintu pun terbuka dan menampilkan seorang lelaki tampan berpakaian rapi. Terlihat mimik wajahnya yang terkejut, namun, beberapa detik kemudaian wajah yang terkejut itu berubahtersenyum ke arah Dimas dan Queenza, lalu dia membungkukan tubuhnya sed
"Ma-maksud kamu apa Mas?" Queenza terkejut saat mendengar ucapan Dimas."Ya siapa tau aja kamu kesulitan buat mandi sendiri, kalau iya, aku bisa membantu," jawab Dimas.Queenza membelalakan matanya."Kamu jangan macam-macam ya Mas," ucap Queenza sambil menundukan kepalanya. Ia malu sendiri mendengar ucapan Dimas."Mau dibantu gak?" tanya Dimas lagi."Kamu apa-apaan sih Mas." Queenza membalikan tubuhnya dan bergegas ke kamar mandi.Queenza memegang dadanya yang berdebar. Ia tidak menyangka jika Dimas bisa berpikiran mesum seperti itu. Queenza tersenyum-senyum sendiri saat mengingat semua perlakuan Dimas terhadapnya.Sementara di luar kamar mandi. Dimas menatap heran pada Queenza yang sudah hilang dibalik pintu kamar mandi."Lha, emangnya kenapa. Aku kan cuma mau menawarinya bantuan. Siapa tau aja kan dia kesulitan buat mandi sendiri, aku bisa panggil suster buat bantu dia, dasar aneh. Wanita itu memang sulit buat dimengerti," gumam Dimas sambil ge
"Ini apa ya?" Queenza terus menatap sesuatu yang ada di bahunya. Ia pun mendekati cermin untuk melihat dengan jelas. Matanya terbelalak saat melihat bukan hanya satu tanda merah di bahunya tapi ada lebih dari satu."Apa ini ulah mas Dimas. Dasar cowok mesum. Gimana kalau sampai ketahuan sama mas Ervan. Wah bisa mati di gantung aku," gumam Queenza. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan kembali mandinya. Ia akan memberikan perhitungan pada Dimas nanti.Sore harinya.Queenza tersenyum saat melihat jam di dinding. Dia yakin jika Dimas sebentar lagi akan datang ke sini. Karena tadi Dimas sudah berjanji akan datang jam empat sore. Ia pun dengan cepat melancarkan aksinya.**Dimas yang sudah selesai dengan pekerjaannya tak langsung pulang, ia meminta kepada Alvin untuk mengantarnya ke rumah sakit karena ia tadi sudah berjanjinpada Queenza akan menemuinya di sore hari.Di tengah perjalanan Dimas mengingat sesuatu dan langsung saja menanyakannya pada Alvin."Oh iya
Tiga hari kemudian.Queenza sudah diperbolehkan pilang dan kini Queenza sudah ada di dalam mobil untuk kembalinke rumah. "Kamu kenapa?" tanya Dimas saat melihat Queenza yang duduk dengan gelisah."Aku takut Mas," sahut Queenza sambil meremas kedua tangannya.Queenza kini mengganti panggilannya menjadi aku kamu saat bersama Dimas, karena semenjak kejadian tiga hari yang lalu, Queenza dan Dimas kini semakin dekat."Takut kenapa, hmm?" tanya Dimas sambil menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Queenza."Aku takut kalau mas Ervan marah. Aku udah tiga hari lebih gak ada di rumah," jawab Queenza.Dimas segera membawa tangan Queenza dan mengecupnya. "Kamu tenang aja, suami kamu itu gak ada di rumah.""Maksud kamu apa Mas?" tanya Queenza yang tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Dimas."Suami kamu itu sudah beberapa hari ini gak pulang ke rumah." Dimas lalu membawa Queenza ke dalam kepannya. Ia ingin menenangkan Queenza yang ketakutan.Queenza
Queenza yang panik dengan cepat mendorong tubuh Dimas dengan cukup kuat.Dimas yang terkejut menatap Queenza. "Kenapa? Sakit?" tanya Dimas.Queenza menggelengkan kepalanya."I-itu ada mas Ervan, dia udah pulang Mas." Queenza dengan cepat beranjak dari atas kasur dan memungut semua bajunya yang berserakan di lantai. Ia dengan cepat memakai kembali pakaiannya dengan terburu-buru. Lalu ia merapikan rambutnya yang berantakan.Queenza pergi dari kamar Dimas setelah ia memeriksa keadaan di luar yang sepi dan tak tampak sang suami. Ia pun dengan cepat berjalan ke arah taman belakang.Dimas yang ditinggal sendiri oleh Queenza hanya diam tertegun. Ia tidak menyangka akan ditinggalkan dalam keadaan yang tanggung seperti ini. Ia pun merutuki adik tirinya itu dalam hati."Ck, terpaksa harus bermain solo," ucapnya sambil melenggang ke arah kamar mandi. Queenza menghela napas lega saat sang suami tak terlihat di area taman belakang. Ia dengan cepat mengambil
"Mas lepas ih," ucap Queenza saat Dimas tak juga beranjak dari atas tubuhnya."Bentar, tanggung ini," jawab Dimas sambil terus melanjutkan aktifitasnya."Tapi itu ...." "Kamu tenang aja, pintunya udah aku kunci tadi, jadi suami kamu gak akan bisa masuk," Mereka berdua pun melanjutkan pergulatan panas mereka yang belum usai dan tak menghiraukan teriakan Ervan. Hingga tiba puncaknya mereka berdua mencapai klimaks bersama. Queenza dengan cepat mengenakan kembali pakaiannya dan merapikan penampilannya yang berantakan. Dengan pura-pura mwngucek matanya Queenza membuka pintu dan segera keluar dari kamar.Baru saja Queenza menutup pintu kamarnya, Ervan langsung menjambak rambut Queenza."Kamu ngapain di dalam? Kenapa lama banget buka pintunya. Hah?" tanya Ervan sambil terus menjambak rambut Queenza."Ma-maaf Mas, tadi aku sudah tidur dan gak dengar panggilan kamu," sahut Queenza sambil menahan perih di kepalanya karena jambakan Ervan yang sangat kuat.
Pagi-pagi sekali Queenza sudah sibuk di dapur. Ia ingin memasak makanan kasukaannya Dimas. Ia tengah asyik mencuci semua bahan yang akan ia gunakan, hingga tiba-tiba ia dikejutkan dengan seseorang yang memeluknya dari belakang. Ia pun tersenyum karena sudah tau lengan siapa yang melingkar di perutnya."Pagi," bisik Dimas di telinga Queenza."Pagi juga Mas, kok udah bagung jam segini? Ini masih pagi lho Mas." Queenza menoleh sekilas ke arah Dimas."Habisnya gak ada kamu di sampingku, jadinya aku kedinginan deh," jawab Dimas dengan manja."Ya ampun, aku gak nyangka ternyata Mas Dimas itu jago juga menggombal," sahut Queenza sambil terkekeh pelan."He'em. Mungkin karena udah beberapa hari ini aku tidur selalu memeluk guling hidup, jadi kalau gak ada kamu, rasanya gimana gitu," balas Dimas."Alah alasan! Perasaan kemarin-kemarin juga kamu tidur sendiri gak masalah tuh, kenapa sekarang jadi manja?" ledek Queenza."Entahlah," jawab Dimas singkat."Makanya c
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan