Tiba di depan klinik, Queenza tak langsung turun ia masih diam sambil melamun.
"Queen ... Queen." Dimas menepuk pelan kaki Queenza, ia heran mengapa Queenza tak segera turun dan malah diam."Ah ... iya Mas," sahut Queenza yang masih belum menyadari jika ia sudah tiba di klinik."Udah nyampe. Kamu gak mau turun?" tanya Dimas sambil menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan jika Queenza baik-baik saja."Oh udah sampe ya Mas. Maaf," ucapnya sambil turun dari motornya Dimas. "Makasih ya Mas!" sambungnya sambil pergi berjalan meninggalkan Dimas."Queen!" tariak Dimas.Queenza menoleh dan mengerutkan keningnya saat ia melihat Dimas yang kini turun dari motornya."Mas mau ke mana? Saya bisa sendiri kok! Gak perlu ditemani ke dalam," ucap Queenza.Dimas tersenyum tipis lalu mengulurkan tangannya ke arah kepala Queenza."Siapa yang mau menemani kamu ke dalam. Orang aku mau buka ini," ucap Dimas sambil melepaskan helm di atas kepala Queenza.Pipi Queenza memerah karena malu. Ia pikir Dimas akan menemaninya periksa ke dalam, eh taunya, cuma mau lepas helmnya saja. Ia pun menundukan kepalanya tak berani menatap Dimas."Udah kan? Terus kenapa Mas masih di sini?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas yang masih berada di tempatnya."Kamu beneran gak mau aku temani?"Queenza menganggukan kepalanya."Oke. Kamu nanti pulangnya hati-hati ya. Kalau ada apa-apa segera telepon aku," ucap Dimas."Telepon pake apa? Ponsel saya gak ada," sahut Queenza dengan santainya.Dimas menatap tak percaya pada Queenza."Kamu gak punya Ponsel?" tanyanya dengan wajah yang sedikit syok. Iyalah syok, zaman sekarang mana ada manusia yang tak punya ponsel. Bahkan nenek-nenek saklipun sekarang sudah punya ponsel sendiri."Iya, ponselku rusak!" Jawab Queenza dengan wajah yang sendu."Ya udah sekarang kamu masuk gih." Dimas mendorong pelan badan Queenza agar masuk ke dalam klinik. Ia lalu menyentuh puncak kepala Queenza dengan lembut. "Aku pulang dulu ya. Kamu gak apa-apa kan sendiri?" Sambungnya.Queenza tertegun dan menatap Dimas dengan sorot mata yang sedih."Makasih." Queenza lalu masuk ke dalam klinik dengan perasaan yang tak karuan. Ia sebenarnya ingin menolak perlakuan lembut Dimas tadi. Tapi satu sisi hatinya ingin terus mendapatkan perlakuan manis seperti itu, karena selama ia menikah dengan Ervan, ia tak pernah merasakan perasaan senang saat diperhatikan seperti saat ini. Ia lalu menoleh ke belakang dan ternyata Dimas masih ada di sana sambil memperhatikan Queenza.Tanpa sadar bibir Queenza tersenyum. Namun, saat ia menyadari itu, ia pun melunturkan senyumannya dan segera membalikan badannya."Kamu gak boleh gitu Queen, kamu harus ingat! Kamu itu udah punya suami. Dan Dimas itu kakak ipar kamu," gumam Queenza sambil terus memukul-mukul pelan kepalanya yang kini tengah memikirkan Dimas yang tadi perhatian padanya.Queenza dengan cepat mendaftarkan dirinya untuk pemeriksakan kandungannya.Setelah selesai dengan pemeriksaan, Queenza pun memilih untuk langsung pulang, ia tidak menyangka jika pemeriksaan itu akan memakan waktu yang cukup lama.Namun, saat Queenza keluar dari klinik, ia terkejut saat melihat Dimas yang kini tengah duduk di atas motornya.Queenza yang akan berpura-pura tak melihat Dimas pun tak bisa apa-apa saat Dimas dengan lantang menyerukan namanya."Queen," teriak Dimas saat melihat Queenza yang hendak pergi dari klinik itu lewat jalan lain.Queenza dengan terpaksa menghampiri Dimas."Mas ngapain masih di sini? Bukannya tadi Mas bilang mau pulang?" tanya Queenza saat ia tiba di depan Dimas."Tadi emang udah pulang. Tapi pas ingat kamu gak punya ponsel buat ngabarin aku. Ya ... terpaksa deh aku balik lagi ke sini," balas Dimas sambil memakaikan helm pada Queenza."Tapi aku kan gak minta dijemput sama Mas?""Udah cepatan naik. Keburu malam ini." Dimas menarik tangan Queenza agar Queenza segera naik ke atas motornya.Mau tak mau Queenza pun naik ke atas motor Dimas.Sepanjang perjalanan hening. Karena tak ada yang berbicara, baik itu Dimas maupun Queenza.Tapi, saat mereka sedang berada di lampu merah. Tatapan mata Queenza tanpa sengaja melihat pedagang nasi goreng. Ia pun menatap sendu pedagang itu dan memegangi perutnya yang lapar karena belum makan sedari tadi. Hanya makanan sisa dari Ervan dan roti tadi saja yang masuk ke dalam perut Queenza.Dimas yang menyadari tatapan mata Queenza dengan cepat membelokan motornya dan berhenti tepat di pedagang nasi goreng itu."Lho Mas, kita ngapain berhenti di sini?" tanya Queenza yang heran saat Dimas menghentikan motornya."Aku lapar. Kamu mau ikut makan gak?" ajak Dimas.Queenza hendak menjawab tapi Dimas lebih dulu menyela."Kamu temani aku makan ya,"Queenza berpikir, mungkin ia hanya akan menemani Dimas makan saja. Ia pun menganggukan kepalanya dengan lesu.Namun, saat dua piring nasi goreng tersaji di depannya. Queenza menoleh ke arah Dimas dengan tatapan tak percayanya."Makan," ucap Dimas dengan lembut sambil menyodorkan sepiring nasi goreng itu ke hadapan Queenza.Queenza hanya diam. Matanya berkaca-kaca. Dan air matanya pun jatuh mengenai pipinya.Dimas terkejut saat melihat Queenza yang menangis."Lho kok nangis? Kamu gak suka ya?" tanya Dimas dengan panik. Ini pertama kali ia melihat wanita yang menangis hanya gara-gara nasi goreng.Queenza menggelengkan kepalanya dan dengan cepat menyantap nasi goreng itu."Makasih," ucap Queenza saat mereka sudah selesai makan."Hmm." Dimas bergumam dan menganggukan kepalanya sebagai jawaban.Setelah mereka selesai, Dimas pun mengajak Queenza untuk pulang.**Tiba di depan rumah, Queenza menatap rumah itu dengan tatapan penuh arti. Queenza sebenarnya tak ingin kembali pulang ke rumah itu dan bertemu dengan Ervan. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa dan harus tetap bertahan demi keselamatan keluarganya."Aku langsung balik lagi ya. Masih ada pekerjaan yang harus aku urus," ucap Dimas saat Queenza sudah turun dari atas motornya.Queenza pun menganggukan kepalanya. "Makasih banyak ya Mas untuk hari ini.""Hmm! Kamu baik-baik ya di rumah." Setelah itu Dimas pergi meninggalkan Queenza.Queenza menatap punggung Dimas yang mulai menjauh. Ia lalu melangkahkan kakinya dengan gontai. Entah kenapa ia merasakan perasaan yang tak enak.Tiba di depan pintu ia dengan cepat membuka kunci dan membuka pintu itu. Dengan langkah perlahan dan pelan ia berjalan menuju kamarnya. Langkahnya terhenti kala ia mendengar suara di dalam kamarnya. Ia pun dengan segera mendekat ke arah pintu kamarnya."Suara apa ya? Apa Mas Ervan sudah pulang?" gumamnya sambil terus berjalan menuju kamarnya.Queenza yang penasaran dengan cepat membuka pintu kamarnya dan betapa terkejutnya ia kala melihat apa yang ada di dalam kamar itu. Ia diam mematung sambil menatap lurus ke depan. Hatinya sakit kala ia melihat suaminya yang tengah bercinta dengan wanita lain di atas ranjang."Mas!" seru Queenza dengan lantang.Ervan yang tengah asyik memadu kasih merasa terganggu dengan kehadiran Queenza. Ia pun dengan cepat menyelesaikan bercintanya dengan wanita yang kini ada di bawah kungkungannya.Ervan beranjak dari tubuh wanita itu dan turun dari ranjang. Ia berjalan menghampiri Queenza dengan napas yang memburu dan sorot mata yang tajam."Sialan!"PLAAKK!Ervan menampar pipi Queenza dengan begitu kerasnya sampai Queenza jatuh terduduk di atas lantai.Ervan yang murka dengan Queenza dengan cepat mejambak rambut Queenza dan menyeretnya ke kamar mandi. Setelah tiba di kamar mandi Queenza dengan cepat ia lelepkan ke dalam bathtub.Queenza tak memberontak dan hanya pasrah dengan apa yang kini Ervan lakukan padanya. Ia pun kini hanya mampu berdoa di dalam hatinya.'Ya Tuhan! Jika hamba harus mati sekarang. Tolong berikanlah perlindungan untuk ibu dan adik hamba. Jangan sampai iblis ini menyakiti mereka,' batin Queenza saat ia sudah tak bisa bertahan lagi dan menutup matanya."Bangun sialan." Ervan menampar pipi Queenza dengan cukup keras. Tanpa rasa belas kasihan, ia kembali menjambak rambut Queenza dan menyeretnya ke luar dari kamar mandi itu. Ia lalu melemparkan tubuh Queenza ke atas ranjang."Pergi!" teriak Ervan pada wanita yang tadi sudah ia gagahi itu.Wanita itu pun dengan cepat pergi dari sana meninggalkan Ervan yang tengah mengamuk bak kesetanan.Ervan menatap tubuh Queenza yang tengah terkapar tak berdaya di atas kasur."Bangun!" Ervan menyiramkan air yang ada di gelas dekat nakas ke tubuh Queenza. Namun, Queenza tak juga bangun."Ck, menyusahkan saja!" umpatnya sambil memungut kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia pun lalu duduk di sofa yang ada di kamar itu sambi terus menatap Queenza dengan tatapan yang sangat tajam.Tak lama kemudian Queenza pun sadar.Ervan yang melihat ada pergerakam di atas kasur segera bangkit dari duduknya."Akhirnya bangun juga." Ervan dengan cepat menarik tangan Queenza dan menyeretnya turun dari ranjang.P
Dimas yang baru saja sampai rumah. Heran dan mengernyitkan dahinya saat ia melihat Queenza yang berjalan dengan tertatih. Ia pun terus memperhatikan Queenza sampai matanya tanpa sengaja melihat tali yang sedang Queenza genggam."Kenapa dia jalannya kayak gitu? Ngapin juga dia bawa tambang itu? Buat apa?" gumam Dimas sambil terus memperhatikan Queenza, Dimas menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis saat ia memperhatikan Queenza yang sedang berjalan menaiki tangga. "Aneh-aneh aja tuh perempuan. Dia gak mungkin kan bikin jemuran di dalam kamarnya?" Sambungnya lagi saat melihat Queenza yang masuk ke dalam kamar.Dimas pun tak memedulikan Queenza lagi dan segera pergi ke dalam kamarnya. Namun, baru saja ia akan membuka bajunya. Terlintas satu pikiran yang membuat ia cemas dan tak tenang. "Gak ... gak mungkin lah. Gak mungkin kan dia mau gantung diri? Ah ... lo terlalu berlebihan," ucapnya pada dirinya sendiri. Ia pun melanjutkan kembali membuka kancing kemejanya. Namun, p
Dimas duduk sambil menatap intens Queenza yang masih memejamkan matanya. Ia tak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah lain dan terus menatap Queenza yang tengah berbaring. Sudah lama Dimas berada di sana menemani Queenza."Apa benar hubungan kalian itu gak baik-baik aja? Kenapa suamimu belum juga menghubungiku? Padahal aku sudah kasih tau kondisi kamu lewat chat," gumam Dimas. Ia lalu beralih menatap apa yang tengah ia genggam saat ini dan kembali menatap Queenza lagi."Apa mungkin ...?" ucap Dimas sambil melihat lagi benda yang sedang ia pegang."Ugh!" Dimas segera membenarkan duduknya kala ia melihat ada pergerakan di ranjang. Ia pun dengan cepat menyimpan benda yang tengah ia pegang itu ke dalam sakunya. Dimas lalu menghampiri Queenza yang kini tengah mengerjap-ngerjapkan matanya."Kamu udah sadar?" tanya Dimas saat ia sudah mendekati ranjang Queenza.Queenza yang masih bingung hanya menyipitkan matanya dan perlahan ia menajamkan penglihatnanya."Mas Dimas?" ucap Queenza deng
Queenza menerima benda yang diberikan Dimas padanya. Queenza terkejut bukan main, tangannya bergetar dan jantungnya bedetak dengan cepat. Ia pun tak tau jika anak yang ia kandung itu anak dari Ervan suaminya atau dari Dimas. Matanya terbelalak saat melihat usia janin di dalam foto USG itu. Ia lalu menatap Dimas."Queen! Apa benar itu anakku?" tanya Dimas lagi sambil menatap Dalam Queenza."Bu-bukan ... ini bukan anak kamu Mas. Ini jelas-jelas anaknya mas Ervan. Lagian juga gak mungkin ini anak kamu. Kita itu melakukannya hanya sekali." Queenza memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tak ingin menatap Dimas yang seakan berharap mendengar menjawab iya dari mulut Queenza. Dia sendiri tak tau anak siapa yang tengah iya kandung. Tapi, ia akan menyakinkan dirinya jika itu anak Ervan bukan Dimas.Dimas menghela napas. Ia sebenarnya sangat yakin jika anak yang ada di dalam rahim Queenza itu anakknya. Tapi, jika Queenza menyangkalnya. Ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Yang jelas mulai sekarang ia
Queenza hendak menjawab pertanyaan dari Dimas. Ia sudah berniat akan menceritakan semuanya pada Dimas dan berharap Dimas bisa membantunya lepas dari Ervan yang kejam. Namun saat yang bersamaan terdengar suara ketukan di pintu yang mengurungkan niat Queenza untuk bercerita.Queenza berniat bangun dari duduknya yang. Namun, Dimas menahannya. "Mau ke mana?" tanya Dimas."Itu ada yang ketuk pintu, gak mungkin kan kita terus duduk dengan posisi seperti ini." Queenza memberontak. Tapi Dimas malah melingkarkan tangannya di perut Queenza."Masuk," seru Dimas."Mas!" Queenza menoleh ke arah Dimas dan memukul lengan Dimas yang melingkar di perutnya.Namun Dimas tak bergeming. Dan malah menempelkan dagunya di bahu Queenza.Pintu pun terbuka dan menampilkan seorang lelaki tampan berpakaian rapi. Terlihat mimik wajahnya yang terkejut, namun, beberapa detik kemudaian wajah yang terkejut itu berubahtersenyum ke arah Dimas dan Queenza, lalu dia membungkukan tubuhnya sed
"Ma-maksud kamu apa Mas?" Queenza terkejut saat mendengar ucapan Dimas."Ya siapa tau aja kamu kesulitan buat mandi sendiri, kalau iya, aku bisa membantu," jawab Dimas.Queenza membelalakan matanya."Kamu jangan macam-macam ya Mas," ucap Queenza sambil menundukan kepalanya. Ia malu sendiri mendengar ucapan Dimas."Mau dibantu gak?" tanya Dimas lagi."Kamu apa-apaan sih Mas." Queenza membalikan tubuhnya dan bergegas ke kamar mandi.Queenza memegang dadanya yang berdebar. Ia tidak menyangka jika Dimas bisa berpikiran mesum seperti itu. Queenza tersenyum-senyum sendiri saat mengingat semua perlakuan Dimas terhadapnya.Sementara di luar kamar mandi. Dimas menatap heran pada Queenza yang sudah hilang dibalik pintu kamar mandi."Lha, emangnya kenapa. Aku kan cuma mau menawarinya bantuan. Siapa tau aja kan dia kesulitan buat mandi sendiri, aku bisa panggil suster buat bantu dia, dasar aneh. Wanita itu memang sulit buat dimengerti," gumam Dimas sambil ge
"Ini apa ya?" Queenza terus menatap sesuatu yang ada di bahunya. Ia pun mendekati cermin untuk melihat dengan jelas. Matanya terbelalak saat melihat bukan hanya satu tanda merah di bahunya tapi ada lebih dari satu."Apa ini ulah mas Dimas. Dasar cowok mesum. Gimana kalau sampai ketahuan sama mas Ervan. Wah bisa mati di gantung aku," gumam Queenza. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan kembali mandinya. Ia akan memberikan perhitungan pada Dimas nanti.Sore harinya.Queenza tersenyum saat melihat jam di dinding. Dia yakin jika Dimas sebentar lagi akan datang ke sini. Karena tadi Dimas sudah berjanji akan datang jam empat sore. Ia pun dengan cepat melancarkan aksinya.**Dimas yang sudah selesai dengan pekerjaannya tak langsung pulang, ia meminta kepada Alvin untuk mengantarnya ke rumah sakit karena ia tadi sudah berjanjinpada Queenza akan menemuinya di sore hari.Di tengah perjalanan Dimas mengingat sesuatu dan langsung saja menanyakannya pada Alvin."Oh iya
Tiga hari kemudian.Queenza sudah diperbolehkan pilang dan kini Queenza sudah ada di dalam mobil untuk kembalinke rumah. "Kamu kenapa?" tanya Dimas saat melihat Queenza yang duduk dengan gelisah."Aku takut Mas," sahut Queenza sambil meremas kedua tangannya.Queenza kini mengganti panggilannya menjadi aku kamu saat bersama Dimas, karena semenjak kejadian tiga hari yang lalu, Queenza dan Dimas kini semakin dekat."Takut kenapa, hmm?" tanya Dimas sambil menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Queenza."Aku takut kalau mas Ervan marah. Aku udah tiga hari lebih gak ada di rumah," jawab Queenza.Dimas segera membawa tangan Queenza dan mengecupnya. "Kamu tenang aja, suami kamu itu gak ada di rumah.""Maksud kamu apa Mas?" tanya Queenza yang tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Dimas."Suami kamu itu sudah beberapa hari ini gak pulang ke rumah." Dimas lalu membawa Queenza ke dalam kepannya. Ia ingin menenangkan Queenza yang ketakutan.Queenza
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan