PLETAK!Abi menjitak kening Queenza."Aduh ... sakit Abang!" gerutu Queenza sambil mengelus-elus keningnya."Habisnya kamu itu kalau ngomong gak pernah difilter, percaya diri boleh. Tapi jangan over pede, gak baik Dek. Lagian juga Abang gak mungkin suka sama cewek urakan macam kamu," ledek Abi."Ya ... terus Abang sukanya sama siapa dong. Queen kan jadi makin penasaran," ucap Queenza."Adalah pokoknya, kamu gak akan tau. Abang aja gak tau siapa perempuan itu," jawab Abi dengan nada yang lesu. Ia kembali melamun.Queenza menatap aneh pada Abi, ia tak mengerti dengan apa yang diucapkan Abi. "Maksudnya Abang itu gimana sih? Kok ucapan Abang gak nyampe ya ke otak Queen," ucap Queenza sambil melihat Abi dengan wajah bingungnya. Abi tak menggubris ucapan Queenza dan malah asyik melamun."Bang!" tegur Queenza.Namun, Abi sepertinya tengah fokus dengan lamunannya.Queenza yang kesal pun beranjak dari duduknya sambil terus menggerutu."Dasar Abang yang gak ada akhlak, kayaknya dia suka banget
Queenza yang terkejut refleks membelokan motornya ke sisi jalan hingga motornya menabrak tong sampah yang ada di sana. Beruntungnya Queenza mengendarai motornya dengan pelan. Kalau saja ia menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi, Queenza mungkin akan terluka parah."Aakkh!" jerit Queenza saat ia merasakan sakit di kakinya karena tertimpa motor.Orang-orang yang melihat Queenza terjatuh dari motor segera membantunya."Mbak ngak apa-apa?" tanya salah satu warga yang menolong Queenza."Saya gak apa-apa Pak. Cuma kaki saya aja yang sepertinya terluka karena tadi sempat tertimpa motor," sahut Queenza sambil meringis saat merasakan sakit di kakinya."Ya udah, kita antar Mbaknya ke rumah sakit," ucap salah satu warga di sana. Bapak itu lalu membenarkan motor Queenza dan mencoba menyalakannya. "Ayo Mbak naik. Aku antar Mbaknya ke rumah sakit," lanjut bapak itu setelah berhasil menyalakan motor Queenza."Terima kasih banyak Pak," ucap Queenza pada warga sekitar yang menolongnya sebelum ia
"Dim, kayaknya dokumen yang buat kesepakatan kita ketinggalan di mobil deh," ucap Niki sambil mengobrak-abrik tasnya.Dimas seketika menoleh dan menatap tajam Niki."Cepetan ambil dokumennya di mobil, bukan malah melotot seperti itu," perintah Niki.Dimas pun mau tak mau menuruti perintah Niki, karena ia tak ingin berdebat dengan Niki di hadapan kliennya. Dimas berjalan dengan langkah gontai, sebenarnya ia sangat tidak ingin pergi menemui kliennya di luar kota dan masih ingin mencari keberadaan Queenza. Namun, pak Pratama terus mendesaknya dan sampai mengacamnya. Jadi Dimas pun mau tak mau harus mengikuti kemauan ayahnya itu."Hufft!" Dimas menghembuskan napasnya dengan kasar saat sudah menemukan dokumen yang diminta Niki. Ia lalu berjalan kembali ke dalam rumah sakit yang menjadi tempat untuk meeting, Mereka memang mengadakan meeting di rumah sakit karena keadaan kliennya yang tengah sakit dan dirawat di rumah sakit itu. Dimas dan Niki diminta datang ke sini dan membahas proyek yang
"Bang, tadi kayaknya ada yang panggil aku deh," ucap Queenza saat mobil Abi sudah pergi meninggalkan halaman rumah sakit."Gak ada, perasaan kamu aja kali Dek," sahut Abi."Tapi tadi aku jelas banget lho Bang dengernya," balas Queenza lagi dengan yakin."Udah ah. Orang gak ada yang panggil kamu," ucap Abi dengan tegas.Queenza pun tak bicara lagi dan memilih diam. Ia berpikir mungkin memang benar ia salah dengar.Tiba di persimpangan jalan Abi membelokan mobilnya ke arah kanan."Lho Bang, kok kita belok kanan? Rumah kita kan di sana," protes Queenza."Iya Abang mau ke suatu tempat dulu," jawab Abi.Queenza hanya mengangguk-anggukan kepalanya.Abi melihat sekilas pada Queenza yang tengah asyik makan coklat yang ia berikan tadi.'Maafkan aku Queen, aku gak mau kalau sampai kamu bertemu lagi dengan orang-orang dari masa lalumu. Aku gak mau kamu terluka lagi,' batin Abi.Selama perjalanan tak ada yang berbicara, baik Queenza dan Abi mereka sama-sama diam dengan pikiran mereka masing-masing
"Ah, wanita itu. Saya gak tau di mana dia sekarang," jawab lelaki tampan itu dengan santai.Dimas yang mendengar penuturan itu kembali mengepalkan tanganya dan hendak memukul kembali lelaki itu. Namun, Niki segera menahannya."Jangan Dim. Kita dengarkan dulu penjelasannya," ucap Niki lembut pada Dimas.Dimas pun menurut dengan ucapan Niki.Lelaki itu tersenyum tipis.Niki kemudian kembali bertanya pada lelaki itu."Maaf, maksud kamu gimana ya? Kamu tau Queenza, tapi kamu gak tau di mana dia sekarang? Kok bisa seperti itu?" tanya Niki masih dengan nada bicara yang sopan.Lelaki itu bangkit dari atas lantai dan duduk di kursi yang ada di sana. Ia kemudian menatap Dimas dan Niki dengan tatapan meremehkan."Saya tadi memang mengantarnya pulang karena rasa tanggung jawab saya sama dia. Saya merasa bertanggung jawab karena tak sengaja menabraknya," ucap lelaki itu sambil menkan lebam di pipinya.Dimas dan Niki mengerutkan keningnya."Berarti kamu tau dong Queenza ada di mana? Kenapa tadi kam
Waktu terus berlalu.Sudah seminggu lebih Dimas dan Niki mencari keberadaan Queenza. Namun, tak kunjung merek menemukannya. Bahkan jejak keberadaan Queenza saja mereka tak menemukannya. Seolah Queenza hilang ditelan bumi.Dimas dan Niki pun sudah berulang kali mengunjungi rumah lelaki suruhan Abi. Akan tetapi, keberadaan lelaki itu pun tak diketahui. Dimas tak pernah menyerah untuk menemukan Queenza. Namun, kali ini dia sudah lelah dan hanya bisa brerharap pada Yang Maha Kuasa agar ia bisa bertemu kembali dengan Queenza. Dimas lalu menepikan mobilnya dan keluar dari mobil itu saat melintasi jalanan yang sepi. Ia lalu duduk di trotoar jalan dan menangis."AAARRRGGGHHH!"Dimas berteriak saat ia sudah putus asa untuk menemukan keberadaan Queenza. Ia sungguh sangat rindu dengan Queenza, dan ia sangat berharap bisa bertemu Queenza lagi.Niki melihat Dimas dengan tatapan iba. Ia pun sangat berharap Queenza segera ditemukan agar Dimas dan Queenza bisa sama-sama kembali. Ia sudah mengikhlaska
Dimas yang tengah memakan roti yang diberikan Niki mengernyitkan keningnya saat rasa roti yang tengah ia makan tak asing di lidahnya. Ia pun terus mengicip-icip roti itu.Seketika jantung Dimas berdetak dengan cepat, ia memakan roti itu perlahan dan menangis.Niki yang hendak menyalakan mesin mobilnya urung saat mendengar isakan di belakangnya dan ia terkejut saat melihat Dimas makan roti sambil terisak."Dim, kamu gak apa-apa kan?" tanya Niki.Dimas menggelengkan kepalanya.Niki diam beberapa saat sambil terus menatap Dimas dengan tatapan heran. Ia yang takut Dimas tersedak pun menyodorkan botol air. Namun, air di dalam botol itu hanya ada sedikit."Dim, kamu tunggu bentar di sini. Aku mau ke sana dulu buat beli air minum," pamit Niki sambil turun dari mobil.Dimas tak menggubris dan hanya diam sambil terus memakan roti itu sambil menangis."Kenapa roti ini sangat tidak asing di lidahku? Kenapa aku sangat tersentuh saat memakan roti ini?" gumam Dimas
Niki yang baru saja kembali setelah beli air minum terkejut saat tak melihat Dimas di dalam mobil. Ia pun celingukan mencari Dimas dan ia terheran saat melihat Dimas yang duduk di depan toko kue yang tadi sempat ia kunjungi. Ia pun mendekati Dimas dan matanya terbelalak saat melihat wajah Dimas yang babak belur."Wajah kamu kenapa? Apa kamu bikin masalah lagi di sini?" omel Niki yang yakin jika Dimas membuat ulah di sini.Dimas tak menjawab dan hanya diam. Ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju mobilnya. Ia masuk ke dalam mobil tanpa berucap satu patah kata pun.Niki yang bingung sekaligus heran hanya bisa diam. Ia tak berani untuk menanyakan apa yang sudah terjadi pada Dimas. Karena dari mimik wajahnya Dimas. Ia dapat melihat jika Dimas tengah marah besar.Di tengah perjalanan Niki mencoba memberanikan diri untuk berbicara pada Dimas."Dim, apa kita ke klinik dulu buat obati luka kamu," ucap Niki.Dimas menggelengkan kepalanya."Gak usah. Kita langsung aja ke hotel," sahut D