Beranda / Romansa / Dokter vs CEO Berujung Akad / 1. Meniduri Pria Asing

Share

Dokter vs CEO Berujung Akad
Dokter vs CEO Berujung Akad
Penulis: Dream.owner

1. Meniduri Pria Asing

Penulis: Dream.owner
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 13:21:02

Di meja bar, seorang wanita yang masih mengenakan setelan medis lengkap dengan jubah medisnya dan pria berpakaian formal dengan dasi yang sudah dilonggarkan, duduk bersebelahan, sama-sama limbung, sama-sama menatap gelas mereka dengan tatapan sayu, dan wajah frustasi berat. Wanita itu kemudian mendesah panjang lalu menjatuhkan kepalanya di meja.

“Ibuku mati. Pacarku mati. Ayahku sakit-sakitan. Dan sekarang atasanku membuatku ingin mati. Kenapa dunia ini sangat membuatku muak? Oh Tuhan... aku benar-benar capek dengan hidupku,” gumam Alicia, suaranya hampir tenggelam oleh kebisingan musik yang mengalun.

"Aku ingin bahagia... aku ingin memecat pemimpin menyebalkan itu..." Kini Alicia menangis tapi diringi tawa hambar, sungguh malang. Gadis baik sepertinya harus merasakan kepahitan hidup.

Pria di sebelahnya meneguk sisa minumannya dengan goyah. “Aku turut berduka." Ia meletakkan gelasnya ke meja dengan kasar. "Aku benci ayahku... sial! Kapan pria tua itu mati? Aku benci menjadi putra dan bawahannya!" Tangan Daniel menggenggam gelas dengan kuat, seolah sedang mencekik leher ayahnya.

"Seharusnya Tuhan mengambil ayahmu... bukan ibuku atau kekasihku..." Alicia kemudian tertawa.

Keduanya datang dengan masalah yang sama. Tentang kehidupan yang memuakkan. Malam ini mereka ingin melepas semuanya, bersenang-senang seolah besok tidak ada hari lagi. 

Khusus untuk Alicia, ia nekat datang ke tempat ini meski tahu alkohol akan membuatnya gila.

Alicia bangun, memposisikan tubuhnya untuk duduk kembali meski tubuhnya terus goyah. Menatap tak fokus pria di sebelahnya sebentar, lalu dengan suara yang sedikit bergetar karena mabuk berat, ia pun berkata di luar akal sehatnya, "Ayo habiskan malam denganku."

Hening sejenak, lalu ia tertawa keras. Tanpa kendali. Kemudian menunjuk pria yang sejak tadi terus menatapnya. Mungkin karena ia cantik. Tentu saja ia pasti telah menggoda pria itu. Bukankah semua pria tertarik padanya? Bahkan pemimpin rumah sakit yang sudah memiliki 2 istri suka curi-curi pandang padanya. "Kamu tahu, aku sudah nggak tertarik lagi pada pria manapun. Pacarku mati, aku nggak perlu khawatir jika tidur dengan pria lain lagi." 

Alicia merasa tak ada beban saat mengatakan itu. Ia sudah sangat mabuk. Masa bodoh. Malam ini ia hanya ingin bahagia walaupun untuk semalam saja.

Tanpa berpikir, Alicia berdiri sambil tertawa kecil, ia meraih tangan pria yang masih duduk di kursi bar dengan mata tak berpaling sedikit pun darinya, "Ayo, bawa aku ke kamar. Sebelum aku mati aku harus merasakan surga dunia dulu." 

Alicia menarik pria itu sambil tertawa kecil. Dengan langkah sempoyongan ia membawa pria itu menuju resepsionis yang berada di sudut bar—tempat orang-orang mabuk sering memesan kamar tanpa perlu khawatir digerebek massal warga atau polisi yang sok-sokkan suci padahal sama busuknya dan sering makan uang haram.

“Berikan aku kamar,” tegas Daniel, meski dalam keadaan mabuk berat, ciri khasnya yang tegas dan dingin masih begitu kental.

“Atas nama siapa?” tanya Resepsionis.

Alicia menyelipkan kartu kreditnya ke meja. “Baca sendiri. Aku lupa namaku.” Ia pun tertawa. "Aku ingin melupakan semuanya termasuk diriku sendiri." 

Lagi, Alicia tertawa dalam pelukan pria asing yang sama mabuknya dengannya. Bedanya, pria itu masih terlihat tenang sementara dirinya entah kenapa merasakan banyak hal lucu sehingga ingin terus tertawa.

Alicia mendongak lalu memegang dagu pria yang bersamanya, mengarahkan wajah tampan itu ke padanya. “Kita harus melupakan semua rasa sakit termasuk identitas kita. Malam ini hanya ada kebebasan!" Serunya yang mencuri perhatian pelanggan lain yang masih dibawa kesadaran. Resepsionis saja sampai menggelengkan kepala.

Alicia muncul di balik tubuh besar Daniel. "Halo semuanya." Ia melambai-lambai. "Maaf... aku sangat mabuk dan menjadi sangat bersemangat." Ia tertawa lagi. 

Alicia sungguh kehilangan kendali atas dirinya. Alicia yang dikenal dengan wanita anggun, bijaksana, berwibawa, cerdas, pokoknya sangat elegan dan perfect woman. Malam ini seolah sudah mati.

Resepsionis menghela napas melihat wanita yang menjadi kacau itu. Bahkan datang ke bar masih dengan seragam kerjanya sehingga semua orang yang melihat akan tahu wanita itu seorang dokter muda. Tak usah diragukan lagi, setresnya pasti sudah meledak sampai berani datang dengan pakaian kerjanya.

Resepsionis pun menyerahkan kartu akses. “Kamar 405. Silakan.”

Daniel mengambil kartu itu, lalu berjalan ke arah lift, wanita bersamanya terus tertawa tanpa alasan yang jelas. Sesekali mereka berhenti untuk membahas hal-hal random yang Alicia tanyakan—seperti: kenapa manusia tidak memiliki sayap? Kenapa nyamuk hidupnya hanya sehari? Kenapa selalu orang jahat yang berkuasa? Sampai pertanyaan yang sangat dalam—mengapa seseorang harus merasakan kehilangan?

Begitu sampai di kamar hotel, Alicia membuka pintu dengan sedikit kesulitan karena tangannya gemetar akibat mabuk. Namun, akhirnya berhasil ketika pria bersamanya menggenggam tangannya, melakukan bersama hingga pintu  terbuka, Alicia masuk dengan langkah goyah bersama Daniel yang sudah melepas tangannya.

Begitu melihat ranjang Alicia langsung menjatuhkan tubuhnya. "Ah..." Ia mendesah pelan, sayup-sayup matanya memandangi langit-langit kamar. Malam ini rasanya lepas sekali. Jika tahu nikmatinya alkohol seperti ini, seharusnya 29 tahun ia hidup, saat usia legal ia sudah harus mencoba minuman yang membawa nikmat itu. Ia terlalu keras pada diri sendiri sehingga melewatkan kesenangan dunia.

“Aku harus resign?” gumamnya sambil memiring, milihat wajah pria yang baru saja menjatuhkan badan ke sebelahnya. “Aku nggak tahan melihat atasanku. Pria tua itu terlalu bawel dan suka menatapku dengan mata mesumnya. Dia menjijikan! Harusnya ketika  dikhitan potong aja semua burungnya supaya dia nggak ganjen ketika tua!"

Daniel tertawa. “Aku juga ingin resign. Hidup di bawah tekanan sangat membuatku muak. Aku ingin di rumah aja dan tidur sepanjang hari."

Alicia mengangguk setuju. Tak perlu tahu siapa pria yang bersamanya saat ini. Yang penting ucapan pria itu sepemikiran dengannya.

"Lupakan mereka yang sudah menyakiti kita dan jadikan ini malam seolah besok dunia udah nggak ada." Alicia tersenyum. Rasanya ia bahagia sekali saat ini. Bebas.

Mereka terus mengoceh tanpa arah, tertawa, mengutuki pekerjaan mereka dan hidup mereka, hingga sampai mereka tenggelam dalam romansa tanpa cinta. Entah siapa yang memulai duluan, ciuman itu, sentuhan itu, dan pelepasan pakaian mereka. 

"Ah..." Alicia mendesis kesakitan saat pria bersamanya mencoba melakukan penyatuan dengannya. 

Untuk memastikan apa yang ia pikirkan, Daniel bertanya pada wanita yang berada di bawah tubuhnya. "Apa kekasihmu yang mati belum menyentuhmu?"

Alicia tertawa. "Aku memang bodoh. Aku menjaga keperawananku untuk hadiah saat kami menikah. Namun, dia mati duluan sebelum pernikahan terjadi..." 

"Lanjutkan aja, itu udah nggak berharga lagi. Aku nggak akan menikah dengan pria manapun."

"Apa kamu yakin?" Walaupun wanita itu tertawa tapi Daniel bisa melihat dari mata gadis itu, dia sebenernya terlihat takut dan sedih.

"Sial. Jika kamu banyak berpikir aku mungkin akan sadar dan kamu akan kehilangan kesempatan!" Alicia tertawa lagi. "Udah! Lupakan kehidupan brengsek ini! Aku nggak mau jadi perawan tua! Terobos aja!"

Namun, Daniel masih ragu. Walaupun dipengaruhi alkohol tapi masih ada 30 persen akal sehatnya yang tertinggal. Jadi ia masih menahan diri. 

"Apa kamu gay?" Apalagi kalau bukan? Alicia curiga pria bersamanya ini gay. Mana ada laki-laki normal yang berhenti menyentuh wanita hanya karena masalah masih perawan?

Daniel menautkan alisnya. Rahangnya menegas. "Kamu nantangin saya?"

Tatapan marah itu membuat Alicia tertawa sambil memukul dada bidang pria itu. Tubuhnya sangat seksi, putih, polos tanpa bulu dada, berotot yang tak berlebihan. Pria bersamanya ini sempurna. Jujur saja pria ini lebih tampan dari kekasihnya yang sudah mati. Namun, di tahun 2025 ini biasanya yang tampan milik si tampan.

"Apa yang kamu tertawakan?" Meski mabuk, seorang Daniel tidak pernah kehilangan harga dirinya.

"Kalau bukan gay nggak usah marah!"

"Saya bukan gay!"

"Terus? Apa punyamu kecil jadi takut tidak memuaskanku?"

Alicia sudah frustasi berat. Kekasihnya mati saat dimana hari pernikahan mereka. Seharusnya jadi hari paling bahagia tapi malah hari berduka paling memilukan. Ia dan pacarnya menjalin hubungan sejak SMA dan sepuluh tahun pacaran tanpa ada gangguan orang ketiga dan lain-lain. Namun, hari itu ia harus menerima kenyataan pahit bahwa calon suaminya kecelakaan dalam perjalanan menuju gedung pernikahan. Lalu untuk apa ia pertahankan mahkotanya jika orang yang paling ia cintai sudah mati?

Hari ini juga tak kalah menyebalkannya. Direktur rumah sakit terus saja mengomelinya. Masalah kecil dibesar-besarkan. Bahkan membuatnya merasa direndahkan. Pokoknya hari ini ia perlu pelampiasan untuk melepas semua rasa sakit yang ia pendam selama hidupnya. Untuk semua luka harus dilupakan di malam ini juga.

"Apa?! Punya saya kecil?" Tatapan Daniel setajam pisau. Berani sekali wanita asing ini merendahkannya. Bagian sensitifnya pula yang disinggung.

Alicia tertawa tanpa ada rasa takut. Orang mabuk dan orang yang baru pertama kali minum sepertinya tentu saja sudah kehilangan kewarasannya secara total.

"Aku pikir punyamu kecil jadi kamu takut aku merasakannya."

Alicia tak sadar dan tak tahu sedang berhadapan dengan siapa. Ia terus saja merendahkan pria asing bersamanya itu. Yang ia pikir pria itu hanya pria kesepian sepertinya. 

Daniel mengepalkan tangannya. Ia meneguk salivanya. Rahangnya semakin menegas. Matanya tajam menatap wanita yang berani sekali merendahkannya itu. Akan ia tunjukkan wanita itu salah besar telah meremehkannya.

Daniel lebih merapatkan tubuhnya. Ia berbisik, "Nggak ada yang boleh meremehkan saya!" Lalu sekali hentakan wanita di bawahnya langsung meringis, meneteskan air mata dan matanya melayu, tangannya memeluk erat punggungnya. Lebih ke mencakarnya.

"Itu hukuman," bisik Daniel. Tanpa menyesal melakukannya tanpa kelembutan. 

Mahkotanya sudah gugur. Alicia memejamkan matanya. Butiran-butiran jatuh lewat sudut bibirnya, menyentuh kasur putih yang kini menjadi saksi bahwa malam ini ia melakukan hal terbodoh pertama dan paling memalukan sepanjang hidupnya.

...

Bab terkait

  • Dokter vs CEO Berujung Akad   2. Dituduh Gila

    Cahaya pagi merayap masuk melalui celah tirai, menerpa wajah seseorang yang masih terbaring di tempat tidur. Matanya bergerak di balik kelopak yang masih berat, sebelum perlahan terbuka, menyipit menyesuaikan diri dengan cahaya. Dengan malas, Alicia menghela napas panjang, lalu menggeliat, meregangkan tubuh yang terasa kaku setelah semalaman terlelap.Ia menguap lebar, mata sedikit berair karena kantuk yang belum sepenuhnya hilang. Kepalanya masih terasa berat, enggan lepas dari bantal yang empuk. Namun, ia ingat siapa dirinya dan harus segera bergegas untuk berangkat kerja, dan akhirnya, dengan gerakan malas, ia berusaha bangkit, duduk. Menatap kosong ke depan sambil berusaha mengumpulkan kesadaran.Tunggu. Kenapa ruangan ini asing? Apakah ia masih dalam mimpi?Alicia menampar-nampar pipinya. Pelan. Namun, cukup perih sih. Sadar ia tak sedang bermimpi. Matanya melebar, napasnya tertahan. Sudah. Ia sudah ingat sekarang."Oh sial! Ini bukan mimpi!" Alicia memekik dalam hati.Jantungny

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Dokter vs CEO Berujung Akad   3. Dokter vs CEO

    "Pokoknya gue nggak boleh ketemu sama cowok itu lagi. Plis Tuhan, tolong jangan pertemukan aku lagi dengan pria itu..."Namun, Tuhan sepertinya tidak sayang pada Alicia. Buktinya doanya tak terkabulkan dalam waktu sangat cepat.Malam itu, Alicia dipaksa menghadiri makan malam persahabatan antara ayahnya dengan rekan bisnisnya, meskipun sudah berusaha keras mencari alasan untuk menolak. Namun, ayahnya terus memaksanya."Ayah, aku udah bilang aku lagi nggak enak badan. Aku nggak mau kemana-mana.""Tidak bisa Alicia, kamu harus ikut. Sebentar saja. Ayah janji ini ajakan terakhir untuk menemani ayah ketemu rekan bisnis sekaligus sahabat lama ayah.""Tapi, Yah...""Alicia, Ayah mohon banget. Kamu tidak kasihan Ayah pergi sendirian? Ayah yang lumpuh gini aja masih semangat untuk pergi, kamu yang cuma sakit ringan malah malas-malasan."Alicia menghela napas. "Ya udah, iya, iya. Aku pergi. Puas?"Ayahnya pun tersenyum dengan puas. "Sudah, cepat sana dandan cantik-cantik, ya. Jangan malu-malui

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Dokter vs CEO Berujung Akad   4. Pertengkaran

    PLAK!Pukulan itu melayang cepat, menghantam wajah Daniel dengan keras. Suara tamparan menggema di ruangan. Daniel tersentak ke belakang, rahangnya menegang menahan nyeri."Apa-apaan?!" Daniel menatap papanya penuh kemarahan.Dylan Zionatan berdiri tegak di hadapannya, tatapannya tajam menusuk.“Kamu sudah berani melawan aku sekarang?” suaranya terdengar rendah, tapi penuh tekanan.Daniel mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan itu. Napasnya naik turun tak terkendali. “Berhenti mengatur hidupku!” serunya. “Aku sudah dewasa! Aku berhak menentukan wanita yang ingin aku nikahi! Lagipula aku tidak mau menikah!” teriaknya di akhir kalimatnya.PLAK!Satu tamparan lagi mendarat di wajahnya. Kali ini lebih keras.Daniel menoleh tajam ke arah papanya, dadanya naik turun penuh amarah. “Aku bukan anak kecil lagi! Berhenti memperlakukan aku seperti anak kecilmu, Pa!"Dylan tidak peduli. Dengan gerakan kasar, ia menarik kerah baju putranya dan menariknya mendekat hingga wajah mereka ham

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Dokter vs CEO Berujung Akad   5. Kecelakaan

    Hujan deras mengguyur kota, butiran air menghantam kaca depan mobil Daniel yang melaju dengan kecepatan tinggi. Wiper bekerja cepat, namun pandangannya tetap terasa kabur, bukan karena cuaca, tetapi karena pikirannya yang kacau balau.Tangannya mencengkeram kemudi dengan kuat, rahangnya mengatup, dan napasnya berat. Dadanya masih bergemuruh penuh amarah setelah pertengkaran sengit dengan ayah dan kakaknya.“Sialan! Berani-beraninya mereka memperlakukanku seperti ini! Seolah aku ini barang yang bisa mereka atur sesuka hati!” gumamnya dengan suara geram.Daniel menekan pedal gas lebih dalam. Mobil hitam yang dikendarainya melesat di jalanan basah, melewati lampu merah tanpa peduli."Aku bukan alat untuk memperbesar bisnis keluarga!" suaranya semakin meninggi, nyaris berteriak di dalam mobil. "Aku bukan anak kecil! Aku tahu apa yang aku mau!"Ia tertawa sinis, lalu menendang dashboard dengan kesal."Setelah memperalatku dari kecil dan sekarang mengatur pernikahaku? Omong kosong! Ini hidu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22

Bab terbaru

  • Dokter vs CEO Berujung Akad   5. Kecelakaan

    Hujan deras mengguyur kota, butiran air menghantam kaca depan mobil Daniel yang melaju dengan kecepatan tinggi. Wiper bekerja cepat, namun pandangannya tetap terasa kabur, bukan karena cuaca, tetapi karena pikirannya yang kacau balau.Tangannya mencengkeram kemudi dengan kuat, rahangnya mengatup, dan napasnya berat. Dadanya masih bergemuruh penuh amarah setelah pertengkaran sengit dengan ayah dan kakaknya.“Sialan! Berani-beraninya mereka memperlakukanku seperti ini! Seolah aku ini barang yang bisa mereka atur sesuka hati!” gumamnya dengan suara geram.Daniel menekan pedal gas lebih dalam. Mobil hitam yang dikendarainya melesat di jalanan basah, melewati lampu merah tanpa peduli."Aku bukan alat untuk memperbesar bisnis keluarga!" suaranya semakin meninggi, nyaris berteriak di dalam mobil. "Aku bukan anak kecil! Aku tahu apa yang aku mau!"Ia tertawa sinis, lalu menendang dashboard dengan kesal."Setelah memperalatku dari kecil dan sekarang mengatur pernikahaku? Omong kosong! Ini hidu

  • Dokter vs CEO Berujung Akad   4. Pertengkaran

    PLAK!Pukulan itu melayang cepat, menghantam wajah Daniel dengan keras. Suara tamparan menggema di ruangan. Daniel tersentak ke belakang, rahangnya menegang menahan nyeri."Apa-apaan?!" Daniel menatap papanya penuh kemarahan.Dylan Zionatan berdiri tegak di hadapannya, tatapannya tajam menusuk.“Kamu sudah berani melawan aku sekarang?” suaranya terdengar rendah, tapi penuh tekanan.Daniel mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan itu. Napasnya naik turun tak terkendali. “Berhenti mengatur hidupku!” serunya. “Aku sudah dewasa! Aku berhak menentukan wanita yang ingin aku nikahi! Lagipula aku tidak mau menikah!” teriaknya di akhir kalimatnya.PLAK!Satu tamparan lagi mendarat di wajahnya. Kali ini lebih keras.Daniel menoleh tajam ke arah papanya, dadanya naik turun penuh amarah. “Aku bukan anak kecil lagi! Berhenti memperlakukan aku seperti anak kecilmu, Pa!"Dylan tidak peduli. Dengan gerakan kasar, ia menarik kerah baju putranya dan menariknya mendekat hingga wajah mereka ham

  • Dokter vs CEO Berujung Akad   3. Dokter vs CEO

    "Pokoknya gue nggak boleh ketemu sama cowok itu lagi. Plis Tuhan, tolong jangan pertemukan aku lagi dengan pria itu..."Namun, Tuhan sepertinya tidak sayang pada Alicia. Buktinya doanya tak terkabulkan dalam waktu sangat cepat.Malam itu, Alicia dipaksa menghadiri makan malam persahabatan antara ayahnya dengan rekan bisnisnya, meskipun sudah berusaha keras mencari alasan untuk menolak. Namun, ayahnya terus memaksanya."Ayah, aku udah bilang aku lagi nggak enak badan. Aku nggak mau kemana-mana.""Tidak bisa Alicia, kamu harus ikut. Sebentar saja. Ayah janji ini ajakan terakhir untuk menemani ayah ketemu rekan bisnis sekaligus sahabat lama ayah.""Tapi, Yah...""Alicia, Ayah mohon banget. Kamu tidak kasihan Ayah pergi sendirian? Ayah yang lumpuh gini aja masih semangat untuk pergi, kamu yang cuma sakit ringan malah malas-malasan."Alicia menghela napas. "Ya udah, iya, iya. Aku pergi. Puas?"Ayahnya pun tersenyum dengan puas. "Sudah, cepat sana dandan cantik-cantik, ya. Jangan malu-malui

  • Dokter vs CEO Berujung Akad   2. Dituduh Gila

    Cahaya pagi merayap masuk melalui celah tirai, menerpa wajah seseorang yang masih terbaring di tempat tidur. Matanya bergerak di balik kelopak yang masih berat, sebelum perlahan terbuka, menyipit menyesuaikan diri dengan cahaya. Dengan malas, Alicia menghela napas panjang, lalu menggeliat, meregangkan tubuh yang terasa kaku setelah semalaman terlelap.Ia menguap lebar, mata sedikit berair karena kantuk yang belum sepenuhnya hilang. Kepalanya masih terasa berat, enggan lepas dari bantal yang empuk. Namun, ia ingat siapa dirinya dan harus segera bergegas untuk berangkat kerja, dan akhirnya, dengan gerakan malas, ia berusaha bangkit, duduk. Menatap kosong ke depan sambil berusaha mengumpulkan kesadaran.Tunggu. Kenapa ruangan ini asing? Apakah ia masih dalam mimpi?Alicia menampar-nampar pipinya. Pelan. Namun, cukup perih sih. Sadar ia tak sedang bermimpi. Matanya melebar, napasnya tertahan. Sudah. Ia sudah ingat sekarang."Oh sial! Ini bukan mimpi!" Alicia memekik dalam hati.Jantungny

  • Dokter vs CEO Berujung Akad   1. Meniduri Pria Asing

    Di meja bar, seorang wanita yang masih mengenakan setelan medis lengkap dengan jubah medisnya dan pria berpakaian formal dengan dasi yang sudah dilonggarkan, duduk bersebelahan, sama-sama limbung, sama-sama menatap gelas mereka dengan tatapan sayu, dan wajah frustasi berat. Wanita itu kemudian mendesah panjang lalu menjatuhkan kepalanya di meja.“Ibuku mati. Pacarku mati. Ayahku sakit-sakitan. Dan sekarang atasanku membuatku ingin mati. Kenapa dunia ini sangat membuatku muak? Oh Tuhan... aku benar-benar capek dengan hidupku,” gumam Alicia, suaranya hampir tenggelam oleh kebisingan musik yang mengalun."Aku ingin bahagia... aku ingin memecat pemimpin menyebalkan itu..." Kini Alicia menangis tapi diringi tawa hambar, sungguh malang. Gadis baik sepertinya harus merasakan kepahitan hidup.Pria di sebelahnya meneguk sisa minumannya dengan goyah. “Aku turut berduka." Ia meletakkan gelasnya ke meja dengan kasar. "Aku benci ayahku... sial! Kapan pria tua itu mati? Aku benci menjadi putra dan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status