Wajah Agatha sontak memerah dan melemparkan tatapan sinis padanya. Namun, gerak-gerik tubuhnya malah sangat jujur. Dia mendekatkan payudaranya ke tubuh Tirta sambil berbisik, "Tentu saja. Mau hadiah apa pun boleh."Entah sejak kapan, para pemegang saham lama Farmasi Santika yang mendengar kabar ini segera datang dan melihat betapa luar biasanya penjualan Pil Kecantikan. Mereka segera berkumpul dan mulai memuji."Pak Tirta memang hebat. Sudah kubilang Pak Tirta ini adalah orang yang luar biasa.""Dengan adanya bantuan dari Pak Tirta, Farmasi Santika pasti akan semakin maju.""Iya benar. Kali ini Pak Tirta benar-benar menunjukkan bakatnya yang langka. Ke depannya Pak Tirta beri perintah saja pada kami, kami akan turuti semuanya.""Menurutku, Bu Agatha juga sangat berani dan punya visi yang luar biasa. Baik dalam memilih pria maupun dalam hal lainnya, Bu Agatha memang yang terbaik.""Mulai hari ini, sampai mati pun aku akan mengabdi dengan setia pada Farmasi Santika."Dengan khasiat luar
"Setelah dipikir-pikir lagi sekarang, kami sudah mengorbankan jerih payah kami seumur hidup di Farmasi Santika. Kalau pergi begitu saja, memang nggak terlalu baik.""Kami benar-benar tulus menyadari kesalahan kami sekarang. Kami berharap bisa kembali ke perusahaan," ucap Rudi dengan tulus."Jadi ... bagaimana kalau saham itu dikembalikan pada kami?" Rudi dan Ezra langsung mengakui kekalahan mereka.Bukan karena menyadari kesalahan mereka, melainkan karena mereka tidak bisa menahan godaan uang yang begitu besar. Tirta dan Agatha tentu sangat menyadari hal ini. Para pemegang saham di sekitar mereka pun memandang Rudi dan Ezra dengan tatapan penuh hinaan.Agatha memandang keduanya dengan rasa jijik. Seketika, timbul perasaan muak di dalam hatinya. Wajahnya yang cantik dipenuhi dengan ekspresi dingin saat berkata, "Huh ... kalian ini benar-benar pecundang.""Sebelumnya kalian bilang nggak bersedia tanda tangan kontrak dan mau jual saham Farmasi Santika, sekarang malah mau memintanya kembal
Setelah dipermalukan oleh sekelompok pemegang saham ini, Rudi dan Ezra benar-benar marah besar. Melihat Tirta tidak bermaksud membiarkan mereka kembali ke perusahaan, kedua orang itu berkata, "Oke, Tirta, Agatha, kalau kalian memang sekejam ini, jangan salahkan kami juga kejam!"Rudi dan Ezra saling memandang dengan tatapan penuh kebencian. Rudi berteriak ke para pejalan kaki yang berebutan membeli Pil Kecantikan."Kalian semua jangan sampai tertipu! Pil Kecantikan yang kalian beli ini sebenarnya adalah obat hormon jenis baru! Sekilas memang kelihatan efeknya sangat bagus. Tapi sebenarnya, perubahan pada wajah kalian akan membawa dampak yang sangat besar!""Bukan hanya memperpendek umur, tapi juga bisa menyebabkan kanker. Mengonsumsi obat ini berarti kalian mempertaruhkan nyawa hanya demi kecantikan! Jangan sampai tertipu!"Ezra yang berdiri di sampingnya, menimpali, "Benar, obat ini sama sekali belum melalui uji dari lembaga berwenang mana pun. Ini sepenuhnya produk ilegal yang berbah
Para pelanggan yang tidak tahu banyak tentang situasi tersebut mulai berteriak menuntut Tirta dan timnya untuk mengembalikan uang mereka. Agatha berusaha menjaga ketertiban di tempat itu dan mencoba menenangkan kerumunan."Semuanya dengarkan dulu, jangan emosi. Dua orang ini adalah karyawan yang kami pecat, jadi mereka berusaha untuk balas dendam di sini dengan memfitnah produk kami.""Aku bisa jamin, obat kami nggak ada efek samping apa pun. Orang yang sudah mengonsumsinya pasti bisa merasakannya. Kalian jangan dengarkan omong kosong mereka."Namun, tetap saja ada yang mempertanyakan kebenarannya. "Gimana kami bisa tahu siapa yang benar dan salah? Apalagi, benda seperti hormon ini nggak bisa dilihat dampaknya sekarang. Pasti baru bisa ketahuan dalam jangka panjang.""Kalau sampai terjadi sesuatu ke depannya dan kalian kabur, siapa yang mau tanggung jawab sama nyawa kami?"Melihat situasi mulai berpihak pada mereka dan berhasil menciptakan kekacauan, Rudi dan Ezra terus memprovokasi de
Rudi dan Ezra tentu tidak merasa takut sama sekali. Mereka sangat yakin bahwa obat Tirta tidak akan bisa lulus uji. "Oke, telepon saja sekarang juga."Tirta langsung mengeluarkan ponselnya dan menelepon BPOM.Di sisi lain, Rudi dan Ezra menyebarkan isu bahwa Tirta dan Agatha menjual obat palsu dengan menggunakan nama Farmasi Santika, seolah-olah itu adalah kenyataan. Mereka bahkan terang-terangan memberi tahu pihak yang berwenang untuk langsung datang dan menangkap kedua orang itu tanpa perlu melakukan pengujian.Setelah menutup telepon, Ezra memandang Tirta dengan arogan."Hahaha ... Tirta, kamu tunggu saja. Setelah orang BPOM datang nanti, kalian pasti akan menanggung akibatnya. Habiskan sisa hidup kalian jadi buruh pabrik saja!"Tirta melemparkan pandangan sinis pada Ezra. "Nggak tahu diri."Ezra marah besar. Dia memaki Tirta sambil menunjuknya, "Apa kamu bilang?"Rudi malah menarik Ezra, lalu berkata dengan bangga, "Nggak apa-apa. Setelah petugas BPOM datang nanti, kita juga nggak
Tirta malah tertawa sinis. "Cuma segitu standar petugas BPOM? Sebelum diuji saja sudah langsung menyimpulkan ini obat palsu? Ucapanmu harus bisa dipertanggungjawabkan, lho."Taufan mendengus sekilas lalu berkata, "Aku sudah kerja di BPOM sepanjang hidupku, tapi nggak pernah dengar ada Pil Kecantikan yang punya khasiat seajaib ini. Kalau bukan barang palsu, lalu apa?""Obat yang bisa dipasarkan biasanya membutuhkan puluhan tahun untuk dirumuskan dan diuji coba sebelum bisa dirilis. Obat tersebut juga harus melalui uji klinis bertahun-tahun sebelum bisa digunakan secara luas.""Selain itu, formula seperti itu pasti akan dikenal banyak orang. Sementara Pil Kecantikan ini malah muncul begitu saja tanpa ada proses penyempurnaan, pengujian, ataupun uji klinis. Kemungkinan besar, ini hanya campuran bahan berbahaya atau sesuatu yang sama sekali bukan obat.""Nggak mungkin kamu bisa mengelabuiku." Taufan menyilangkan tangan di belakang punggungnya dan tampak sangat percaya diri dengan pengalama
Taufan terkejut. "Apa? Kalian yakin mesinnya nggak bermasalah?"Petugas itu menggelengkan kepalanya. "Kami sudah melakukan pengujian berulang kali dan hasilnya tetap sama setiap kali. Nggak ada penyimpangan dan kami bisa memastikan bahwa hasil ini akurat."Taufan terdiam di tempat dengan mata yang membelalak kaget. Dia memandang Tirta dengan wajah tidak percaya, sedangkan Tirta tetap tampak tenang karena dia sudah memprediksi hasil ini sejak awal.Di sisi lain, Rudi dan Ezra menunjukkan ekspresi tidak percaya. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Pil Kecantikan buatan Tirta benar-benar sempurna. Mereka berteriak dengan keras, "Nggak mungkin! Ini mustahil! Setiap obat pasti ada masalahnya!""Pasti ada yang keliru dalam uji cobanya! Alat kalian pasti rusak! Aku tahu! Pasti kalian disogok sama Tirta! Kalian pasti kerja sama untuk memalsukan data ini dan berpura-pura di depan semua orang! Aku mau lakukan pengujian ulang yang adil!"Taufan memandang kedua orang itu dan membentak mereka
Resep Pil Kecantikan Tirta memang membuat Taufan memiliki persepsi baru terhadap obat tradisional. Tirta menjelaskan, "Bukan aku yang menciptakan resep ini, tapi ini adalah harta warisan leluhur kita. Meski mereka itu orang zaman kuno, bukan berarti mereka orang bodoh. Ada banyak sekali resep obat berharga yang telah hilang dari sejarah.""Aku juga cuma kebetulan mendapat warisan resep obat ini. Jangan mengira ilmu pengobatan kita saat ini sudah sangat maju. Bisa jadi kalau leluhur kita melihat ilmu pengobatan kita sekarang, mereka malah meremehkannya."Kali ini Tirta tidak sedang berpura-pura. Dia memang merasa sedih melihat ada banyak warisan leluhur yang telah hilang. Sebagai orang yang berpengalaman dalam bidang ini, Taufan juga tentunya sangat memahami hal ini.Melalui ucapan Tirta, Taufan bisa melihat bahwa Tirta benar-benar seorang pebisnis yang jujur. Taufan menunjukkan ekspresi bersalah dan berkata, "Tentu saja aku mengerti hal ini."Setelah berkata demikian, Taufan berbalik u
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka