Resep Pil Kecantikan Tirta memang membuat Taufan memiliki persepsi baru terhadap obat tradisional. Tirta menjelaskan, "Bukan aku yang menciptakan resep ini, tapi ini adalah harta warisan leluhur kita. Meski mereka itu orang zaman kuno, bukan berarti mereka orang bodoh. Ada banyak sekali resep obat berharga yang telah hilang dari sejarah.""Aku juga cuma kebetulan mendapat warisan resep obat ini. Jangan mengira ilmu pengobatan kita saat ini sudah sangat maju. Bisa jadi kalau leluhur kita melihat ilmu pengobatan kita sekarang, mereka malah meremehkannya."Kali ini Tirta tidak sedang berpura-pura. Dia memang merasa sedih melihat ada banyak warisan leluhur yang telah hilang. Sebagai orang yang berpengalaman dalam bidang ini, Taufan juga tentunya sangat memahami hal ini.Melalui ucapan Tirta, Taufan bisa melihat bahwa Tirta benar-benar seorang pebisnis yang jujur. Taufan menunjukkan ekspresi bersalah dan berkata, "Tentu saja aku mengerti hal ini."Setelah berkata demikian, Taufan berbalik u
Detik berikutnya, para pemegang saham Farmasi Santika langsung menghentikan kedua orang itu. Mereka mengepung Rudi dan Ezra hingga tidak ada kesempatan untuk melarikan diri sama sekali. Saat Rudi dan Ezra memanggil petugas BPOM sebelumnya, para pemegang saham ini sangat ketakutan.Untungnya, obat Tirta memang tidak bermasalah. Sementara itu, tindakan Rudi dan Ezra tadi jelas sekali ingin menghancurkan kesempatan mereka untuk meraih keuntungan besar. Menghalangi rezeki orang lain sama saja dengan mencari gara-gara! Semua orang sangat mendendam kedua orang ini.Saat ini, para pemegang saham itu telah berdiri di pihak yang sama dengan Tirta. Tidak peduli betapa baiknya para pemegang saham ini memperlakukan Rudi dan Ezra sebelumnya, saat ini sumber penghasilan mereka tidak berhubungan lagi dengan kedua orang ini. Tentu saja para pemegang saham ingin sekali mencabik-cabik kedua orang ini.Dengan senyuman yang tidak tulus, mereka berkata, "Pak Rudi, Pak Ezra, kami rindu sekali sama kalian se
Bahkan saat harganya naik menjadi 60 juta per butir sekalipun, tidak ada yang mengomentarinya mahal."Oke, asalkan ada obatnya saja.""Besok harus siapkan lebih banyak lagi ya. Tiga ribu butir terlalu sedikit, kami jadi nggak kebagian."Tirta memberi jaminan kepada semua orang, "Semuanya tenang saja. Persediaan untuk besok pasti cukup, kami usahakan sebisa mungkin semua orang kebagian."Di bawah bujukan Tirta dan Agatha, orang-orang yang tidak berhasil membeli Pil Kecantikan itu baru pergi dengan tak berdaya.Melihat Tirta yang telah menyelesaikan kesibukannya, Taufan menghampirinya untuk berpamitan, "Pak Tirta, aku pamit dulu. Hari ini benar-benar membuka wawasanku.""Memang benar kata orang, di atas langit masih ada langit. Kejadian hari ini membuatku menyadari kekuranganku. Sepertinya aku masih harus banyak belajar dan bersikap rendah hati."Tirta tersenyum sambil menggeleng, "Pak Taufan terlalu sungkan. Kalau bukan karena Pak Taufan yang membersihkan nama baikku hari ini, mungkin s
Melihat tingkah laku para pemegang saham, Tirta tidak menunjukkan reaksi apa pun. Agatha kemudian bertanya padanya, "Tirta, kamu mau saham Farmasi Santika nggak? Kalau mau, kamu bisa dapat keuntungan dari penjualan Pil Kecantikan juga."Dengan keuntungan sebesar itu yang sepenuhnya bergantung pada resep obat Tirta, Agatha tentu tidak ingin Tirta merasa dirugikan. Namun, Tirta menggelengkan kepala dan berkata, "Nggak perlu, kamu simpan saja uang itu. Aku nggak kekurangan uang.""Langit sudah mulai gelap, kita harus siap-siap produksi Pil Kecantikan untuk besok. Usahakan produksi sebanyak mungkin malam ini, supaya besok kita bisa jual lebih banyak lagi. Hari ini cuma pembukaan pasar, jadi keuntungannya sengaja dibuat lebih tipis. Keuntungan yang kita dapatkan besok adalah poin utamanya.""Setuju!" Agatha mengangguk dengan penuh semangat. Dia sudah membuat rencana dalam hatinya. Meskipun Tirta tidak menginginkan uang tersebut, Agatha akan tetap menyimpannya untuk Tirta secara pribadi. Jik
Bisa dibilang, hampir seluruh dunia tahu tentang obat mujarab ini. Para pelanggan yang membeli obat ini adalah iklan terbaik. Jika ada yang tidak tahu tentang Pil Kecantikan, itu mungkin karena mereka baru keluar dari gua.Yang datang bukan hanya para karyawan yang berharap kecantikan dan pesona mereka meningkat, tetapi juga para nona kaya dan para bos. Makanya, apotek Farmasi Santika sangat ramai hingga antreannya begitu panjang.Kedua sisi jalan juga dipenuhi mobil mewah sehingga lalu lintas macet. Meskipun harganya 60 juta, tidak ada yang mengatakan pil ini mahal.Sepanjang pagi, Pil Kecantikan telah terjual lebih dari 2.000 butir. Sekitar 120 miliar telah masuk ke rekening Farmasi Santika. Setiap detik terlihat notifikasi dari bank.[ Anda menerima 60 juta dari XXXX. ][ Anda menerima 90 juta dari XXXX. ]Demi membantu Tirta dan Agatha memproduksi Pil Kecantikan, para pemegang saham tidak tidur semalaman. Meskipun begitu, mereka sama sekali tidak mengantuk dan justru terlihat berse
"Terima kasih banyak. Aku nggak nyangka kalian akan membagikan makanan seperti ini.""Jujur saja, aku memang lapar. Kalau begitu, aku langsung makan ya."Para konsumen itu menerima niat baik Tirta.Para pemegang saham pun menyahut dengan tersenyum, "Sudah seharusnya. Kami nggak mungkin membiarkan kalian mengantre dalam keadaan perut kosong. Semua ini gratis kok. Katakan saja kalau nggak cukup."Setelah para pemegang saham membagikan makanan, orang-orang langsung makan. Mereka tidak akan meninggalkan antrean ini.Namun, tidak berselang lama, tiba-tiba terjadi keributan di tengah-tengah kerumunan. Tirta bangkit untuk memeriksa keadaan."Ada masalah dengan obat kalian ini. Gimana kami bisa makan?""Ya! Cara membungkus kalian buruk sekali. Obatnya sampai hancur.""Ada juga bau nggak sedapnya. Apa obat seperti ini bisa dimakan?"Kekacauan ini menarik perhatian banyak orang. Staf yang bertanggung jawab atas penjualan segera menjelaskan dengan sabar, "Pak, nggak ada yang salah dengan obat dan
Tirta menenangkan para stafnya, "Jangan panik. Aku akan pikirkan cara untuk mengatasinya."Ketika para orang tua itu masih membuat keributan, tiba-tiba ada 3 pria tua dan pria paruh baya bersetelan rapi yang menghampiri. Mereka mengelilingi Tirta dengan galak.Tirta tidak peduli. Dia sama sekali tidak takut dengan hal seperti ini. Hanya saja, dia merasa sedikit penasaran.Ketika melihat ini, Agatha segera menghampiri Tirta dan berbisik, "Itu Pak Melvin, itu Pak Zahir, dan itu Pak Buala. Mereka juga bos farmasi. Mereka datang pasti karena mengincar Pil Kecantikan. Para orang tua itu pasti orang suruhan mereka."Tirta segera memahaminya. Sepertinya yang dikatakan Agatha benar. Sepertinya selain Rudi dan Ezra, masih ada banyak orang yang mengincar Pil Kecantikan.Sebelum Tirta berbicara, orang-orang itu sudah bersuara. Melvin tidak menyembunyikan niatnya. Dia langsung berkata secara terus terang, "Kami memang datang karena Pil Kecantikan. Pil kalian ini membuat bisnis kami sepi. Nggak ada
"Kalau kalian nggak memberi kami kesempatan untuk menghasilkan uang, jangan harap kalian bisa berbisnis dengan tenang!" ancam ketiga orang itu.Tirta menatap para orang tua yang masih berbaring di tanah itu. Kini sudah bisa dipastikan bahwa mereka adalah kaki tangan Melvin dan lainnya. Sepertinya, di dunia ini ada banyak orang seperti Ezra dan Rudi.Setelah memikirkan ini, ekspresi Tirta tampak suram. Dia menatap Melvin dan lainnya dengan kesal. Melvin dan lainnya mengira Tirta takut karena tidak berbicara sejak tadi. Sikap mereka pun makin angkuh."Hehe. Kukira kalian nggak bakal takut. Kalau sudah takut, cepat serahkan formulanya. Kalian masih bisa untung kok. Kalau nggak, Farmasi Santika nggak bakal tenang karena terus diganggu," ancam Zahir."Hari ini kami cuma memberi kalian peringatan kecil. Kalau kalian berani menjual obat ini lagi, kami akan mengutus orang untuk membuat kekacauan di mana pun kalian berada," ujar Buala."Mungkin saja, pabrik atau gudang kalian akan tiba-tiba ter
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka