Tirta menenangkan para stafnya, "Jangan panik. Aku akan pikirkan cara untuk mengatasinya."Ketika para orang tua itu masih membuat keributan, tiba-tiba ada 3 pria tua dan pria paruh baya bersetelan rapi yang menghampiri. Mereka mengelilingi Tirta dengan galak.Tirta tidak peduli. Dia sama sekali tidak takut dengan hal seperti ini. Hanya saja, dia merasa sedikit penasaran.Ketika melihat ini, Agatha segera menghampiri Tirta dan berbisik, "Itu Pak Melvin, itu Pak Zahir, dan itu Pak Buala. Mereka juga bos farmasi. Mereka datang pasti karena mengincar Pil Kecantikan. Para orang tua itu pasti orang suruhan mereka."Tirta segera memahaminya. Sepertinya yang dikatakan Agatha benar. Sepertinya selain Rudi dan Ezra, masih ada banyak orang yang mengincar Pil Kecantikan.Sebelum Tirta berbicara, orang-orang itu sudah bersuara. Melvin tidak menyembunyikan niatnya. Dia langsung berkata secara terus terang, "Kami memang datang karena Pil Kecantikan. Pil kalian ini membuat bisnis kami sepi. Nggak ada
"Kalau kalian nggak memberi kami kesempatan untuk menghasilkan uang, jangan harap kalian bisa berbisnis dengan tenang!" ancam ketiga orang itu.Tirta menatap para orang tua yang masih berbaring di tanah itu. Kini sudah bisa dipastikan bahwa mereka adalah kaki tangan Melvin dan lainnya. Sepertinya, di dunia ini ada banyak orang seperti Ezra dan Rudi.Setelah memikirkan ini, ekspresi Tirta tampak suram. Dia menatap Melvin dan lainnya dengan kesal. Melvin dan lainnya mengira Tirta takut karena tidak berbicara sejak tadi. Sikap mereka pun makin angkuh."Hehe. Kukira kalian nggak bakal takut. Kalau sudah takut, cepat serahkan formulanya. Kalian masih bisa untung kok. Kalau nggak, Farmasi Santika nggak bakal tenang karena terus diganggu," ancam Zahir."Hari ini kami cuma memberi kalian peringatan kecil. Kalau kalian berani menjual obat ini lagi, kami akan mengutus orang untuk membuat kekacauan di mana pun kalian berada," ujar Buala."Mungkin saja, pabrik atau gudang kalian akan tiba-tiba ter
Para pendatang ini jelas berstatus tinggi. Seluruh perhatian sontak tertuju pada mereka. Beberapa orang kaya yang mengenali mereka bahkan berseru kaget.Sementara itu, Saad mengabaikan Melvin dan lainnya, lalu langsung menghampiri Tirta dan tertawa sambil menepuk bahunya."Aku sudah menebak sejak awal. Selain Pak Tirta, siapa lagi yang bisa membuat Pil Kecantikan yang efeknya begitu luar biasa?" ucap Saad."Pujianmu berlebihan, Pak," sahut Tirta dengan sungkan.Ketika melihat antrean yang begitu panjang, Saad pun menggoda, "Bukannya sebelumnya kamu ingin tinggal di desa dan hidup santai? Kenapa tiba-tiba berubah pikiran? Kamu sudah memutuskan untuk melakukan hal besar kali ini?"Tirta bisa merasakan bahwa suasana hati Saad sedang baik. Dia mengedikkan bahu dengan pasrah sambil membalas, "Ya, rencananya begitu. Sayangnya, malah ada yang menggangguku dan ingin mengusirku. Gimana lagi?"Begitu mendengarnya, Saad langsung mengernyit dan bertanya, "Siapa yang berani mengganggu Pak Tirta?"A
"Ng ... nggak! Kami nggak berpikiran seperti itu!" timpal Melvin segera. Wajahnya sampai panas karena merasa malu. Kemudian, dia diam-diam memberi isyarat kepada para orang tua itu untuk menyuruh mereka pergi.Begitu melihat isyarat itu, para orang tua itu buru-buru meninggalkan tempat mereka. Para staf menghela napas lega. Keributan seperti ini hanya akan membuang-buang waktu mereka. "Akhirnya mereka pergi."Melvin dan lainnya juga tidak berani berlama-lama di sini. Melvin berkata, "Kami cuma datang untuk melihat-lihat. Kami nggak bakal mengganggu. Kami pamit dulu."Setelah Melvin melontarkan kalimat itu, Zahir dan Buala hendak langsung kabur. Namun, Saad tiba-tiba membentak, "Berhenti! Apa aku menyuruh kalian pergi?"Melvin dan lainnya sontak bergidik ketakutan. Seolah-olah tersihir, mereka bertiga mematung di tempat dan tidak berani melangkah sedikit pun.Saad berjalan ke hadapan Melvin dengan kedua tangan diletakkan di belakang punggung. Matanya tertuju pada Melvin lekat-lekat. "Ak
Selama ada Saad di sini, mana mungkin dia membiarkan ketiga badut ini mempermalukan Tirta! Saad langsung menghardik, "Pak Tirta suruh kalian pergi! Kalian nggak dengar itu? Kalau nggak, aku bisa menyuruh orang kemari untuk menangkap kalian!"Melvin dan lainnya tentu tidak berani membantah. Ketika melihat Saad begitu melindungi Tirta, mereka langsung mengangguk dan membungkuk. "Ya, ya. Kami bakal pergi. Tolong jangan marah."Ketiga orang itu akhirnya melarikan diri dari apotek Farmasi Santika. Agatha dan para pemegang saham pun merasa lega melihatnya. Salah satu pemegang saham bahkan berseru, "Yang jauh sedikit! Jangan sampai bokong kalian terbakar nanti! Hahaha!"Setelah pembuat onar pergi, situasi menjadi tertib kembali. Tirta berkata kepada Saad, "Pak, terima kasih sudah membantu. Kalau nggak ada kamu, pasti sudah terjadi kecelakaan kecil di sini."Jika Saad tidak datang kemari, Tirta pasti sudah menghajar ketiga orang itu sampai mereka meminta ampun.Saad melambaikan tangan dan beru
Aiko adalah dokter terkenal di provinsi. Dia punya prestasi besar dalam bidang kedokteran. Karena mendengar efek Pil Kecantikan begitu bagus, dia ingin meminta beberapa butir untuk diteliti.Tirta mengamati Aiko. Untuk sesaat, dia tidak bisa mengingatnya. "Kamu siapa ya? Kelihatannya agak familier."Naura langsung merangkul lengan Aiko, lalu berkata sambil tersenyum, "Dia kakak sepupuku. Dasar kamu, masa sudah lupa? Dia pernah bertaruh denganmu waktu itu. Kalau gagal mengobati ayahku, kamu boleh menidurinya. Ingat nggak?"Tirta menggaruk kepalanya dan teringat kembali. "Oh, ya, ya. Aku sudah ingat sekarang."Aiko sontak merasa malu. Bagaimana bisa Naura bicara seperti itu di depan umum? Ini memalukan sekali!"Naura, kenapa bicara begitu sih? Ada banyak orang di sini. Malu-maluin saja. Kalau kamu begini lagi, aku nggak mau meladenimu lagi," ujar Aiko yang merajuk."Uhuk, uhuk ...." Saad yang berdiri di samping pun merasa canggung. Dia terbatuk untuk menutupi kecanggungannya. Dia tidak m
Bella memberi tahu Keluarga Manggala bahwa Keluarga Purnomo ingin membeli perusahaan giok mereka. Mengenai harganya, Afrian boleh membuka harga sesuka hati.Jika Afrian menolak, Keluarga Purnomo juga bersedia bekerja sama dengan Keluarga Manggala. Mereka bisa membangun hubungan kerja sama yang baik dan menjadi mitra Keluarga Manggala.Afrian awalnya cukup senang mendengar kabar ini. Dia mengira ekspo hari itu membuat keluarganya menjadi sangat terkenal, sampai-sampai Keluarga Purnomo yang merupakan pemimpin industri giok, tertarik pada potensi mereka. Orang biasa tidak akan bisa mendapat kehormatan seperti ini.Setelah berdiskusi, Afrian memutuskan untuk bekerja sama dengan Keluarga Purnomo. Bella tentu merasa senang karena tujuannya tercapai. Kedua belah pihak menandatangani banyak kontrak kerja sama.Di ruang tamu rumah Keluarga Manggala, Bella merasa lega melihat Afrian menandatangani kontrak yang ada. Kemudian, Bella berujar, "Kami mendengar kabar kalau ada tambang giok yang ditemu
Mereka baru memperhatikan perjanjian itu. Tidak ada yang menyangka Bella hanya berpura-pura menawarkan kerja sama dengan mereka. Tujuan Bella yang sesungguhnya adalah memaksa Tirta bekerja untuk mereka. Sungguh metode yang tercela!Dua puluh triliun bukan nominal kecil. Meskipun sebelumnya Keluarga Manggala untung besar di ekspo berkat Tirta, aset mereka tetap belum mencapai 20 triliun. Inilah hasil yang ingin dilihat Bella.Ekspresi Afrian dan Irene tampak masam. Mereka bertatapan sesaat. Mereka tidak menyangka akan terjebak seperti ini. Ini salah mereka karena tergiur pada tawaran yang diberikan Keluarga Purnomo dan tidak membaca perjanjian dengan cermat.Kini, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mengalah. Afrian menatap Irene, lalu berujar, "Irene, gimana kalau kamu tanya pendapat Pak Tirta dulu? Mungkin dia bisa meluangkan sedikit waktunya."Irene juga tidak bisa berkomentar. Bagaimanapun, kontrak telah ditandatangani. Dia hanya tidak menyangka Tirta akan terlibat dalam masal
Melihat respons Lutfi, Shinta tertawa dan mengomentari, "Kak Lutfi, apa Kak Tirta lebih hebat darimu?"Lutfi menyahut, "Bukan cuma lebih hebat dariku. Bahkan, guruku juga nggak berhasil melatih Tinju Harimau Ganas seperti Tirta."Lutfi yang penasaran bertanya, "Tirta, katakan dengan jujur, apa sebelumnya kamu sudah pernah berlatih Tinju Harimau Ganas? Aku baru saja memberimu buku-buku itu."Tirta yang merasa antusias menjawab, "Kak Lutfi, kamu salah paham. Sebelum kamu memberiku buku-buku itu, aku nggak pernah berlatih ilmu bela diri. Kemarin aku cuma melihatnya sekilas, aku juga nggak menyangka bisa menguasainya. Apa aku benar-benar lebih hebat dari gurumu?"Lutfi menanggapi dengan ekspresi kaget, "Kamu cuma melihatnya sekilas? Tirta, sepertinya kamu itu memang genius langka dalam dunia bela diri. Tinju Harimau Ganas ini memang terdengar biasa saja. Tapi, dibandingkan teknik lain dari buku-buku yang kuberikan padamu, Tinju Harimau Ganas paling sulit dilatih."Lutfi meneruskan, "Guruku
Sebelum Niko sempat bicara, Lutfi menunjuk Karsa sambil marah-marah, "Sepertinya kamu masih nggak menyesali perbuatanmu! Awalnya kamu cuma dijatuhi hukuman tembak mati! Kalau kamu nggak takut mati, aku rasa lebih baik kamu dipenjara seumur hidup seperti dia!"Tindakan Lutfi sudah melanggar perintah Saba, tetapi seharusnya Saba tidak akan menyalahkan Lutfi. Sementara itu, Pinot sudah gila. Dia baru berusia 40-an tahun, tetapi harus menghabiskan sisa hidupnya di penjara.Ekspresi Ladim menjadi masam setelah mendengar ucapan Lutfi. Dia berseru, "Apa? Aku nggak mau dihukum seperti dia! Aku mohon, bunuh aku!"Jika tahu dirinya akan berakhir tragis, tadi Ladim pasti tidak akan berbicara. Sayangnya, semua sudah terlambat.Akhirnya, Ladim dan lainnya pun dipenjara. Niko baru tertawa terbahak-bahak, lalu pergi ke kantor Susanti.Setelah mendengar laporan Niko, Susanti tersenyum dan menanggapi, "Mereka memang pantas dihukum! Kalau mereka itu pemimpin yang memedulikan rakyat, mereka nggak akan be
Biasanya Saba memang terlihat ramah, tetapi dia tidak akan memaafkan orang-orang seperti Ladim dan lainnya yang melakukan perbuatan keji.Begitu Saba melontarkan ucapannya, Ladim dan lainnya sangat terpukul. Biarpun mereka terus memohon kepada Saba, Lutfi juga tidak peduli. Dia memimpin anggotanya untuk membawa Ladim dan lainnya keluar dari klinik."Mereka memang pantas dihukum!" celetuk Tirta. Dia yang merasa puas memandang Saba sembari bertanya, "Kak Saba, sebenarnya ada yang mau kutanyakan."Saba kembali tersenyum. Dia menyahut, "Tirta, kamu langsung bilang saja. Nggak usah sungkan."Tirta mengungkapkan kebingungannya, "Bukannya kemarin kamu bilang sudah pensiun dan nggak punya jabatan apa pun lagi? Kenapa sekarang aku merasa kamu tetap berkuasa? Kamu nggak kelihatan seperti kehilangan jabatan."Saba tertawa, lalu menjelaskan, "Tirta, ini semua berkat kamu. Sebenarnya aku nggak berniat memberitahumu. Tapi, aku akan bicara jujur karena kamu sudah bertanya."Saba meneruskan, "Awalnya
Ladim sungguh emosional sekarang. Dia menerjang ke arah Karsa dan menghajarnya. Dia ingin sekali menembak mati Karsa sekarang juga!"Karsa, akan kuhabisi kamu! Matilah kamu! Beraninya kamu menipuku untuk melawan teman Pak Saba! Kamu harus mati!"Pinot yang murka dan takut juga menyerbu ke arah Karsa dan menghajarnya habis-habisan."Ah ... ah .... Tolong berhenti! Aku nggak tahu dia teman Pak Saba!" teriak Karsa dengan kesakitan. Bagaimanapun, dia masih belum pulih dari cedera sebelumnya. Dia hampir tewas dibuat Ladim dan Pinot."Bagus, bagus sekali." Tirta menonton dengan seru, bahkan bertepuk tangan."Sialan! Kalau nggak ada Pak Saba, kamu bukan siapa-siapa!" Karsa memelototi Tirta dengan tatapan penuh kebencian dan keengganan."Kamu benar, kamu hebat. Tapi, asal kamu tahu, kalau bukan karena ada hukum di negara ini, kamu pasti sudah kubunuh kemarin. Kamu kira aku takut padamu?" sahut Tirta dengan suara rendah sambil maju. Tatapannya terlihat dingin.Seketika, jantung Karsa seperti be
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan