Selama ada Saad di sini, mana mungkin dia membiarkan ketiga badut ini mempermalukan Tirta! Saad langsung menghardik, "Pak Tirta suruh kalian pergi! Kalian nggak dengar itu? Kalau nggak, aku bisa menyuruh orang kemari untuk menangkap kalian!"Melvin dan lainnya tentu tidak berani membantah. Ketika melihat Saad begitu melindungi Tirta, mereka langsung mengangguk dan membungkuk. "Ya, ya. Kami bakal pergi. Tolong jangan marah."Ketiga orang itu akhirnya melarikan diri dari apotek Farmasi Santika. Agatha dan para pemegang saham pun merasa lega melihatnya. Salah satu pemegang saham bahkan berseru, "Yang jauh sedikit! Jangan sampai bokong kalian terbakar nanti! Hahaha!"Setelah pembuat onar pergi, situasi menjadi tertib kembali. Tirta berkata kepada Saad, "Pak, terima kasih sudah membantu. Kalau nggak ada kamu, pasti sudah terjadi kecelakaan kecil di sini."Jika Saad tidak datang kemari, Tirta pasti sudah menghajar ketiga orang itu sampai mereka meminta ampun.Saad melambaikan tangan dan beru
Aiko adalah dokter terkenal di provinsi. Dia punya prestasi besar dalam bidang kedokteran. Karena mendengar efek Pil Kecantikan begitu bagus, dia ingin meminta beberapa butir untuk diteliti.Tirta mengamati Aiko. Untuk sesaat, dia tidak bisa mengingatnya. "Kamu siapa ya? Kelihatannya agak familier."Naura langsung merangkul lengan Aiko, lalu berkata sambil tersenyum, "Dia kakak sepupuku. Dasar kamu, masa sudah lupa? Dia pernah bertaruh denganmu waktu itu. Kalau gagal mengobati ayahku, kamu boleh menidurinya. Ingat nggak?"Tirta menggaruk kepalanya dan teringat kembali. "Oh, ya, ya. Aku sudah ingat sekarang."Aiko sontak merasa malu. Bagaimana bisa Naura bicara seperti itu di depan umum? Ini memalukan sekali!"Naura, kenapa bicara begitu sih? Ada banyak orang di sini. Malu-maluin saja. Kalau kamu begini lagi, aku nggak mau meladenimu lagi," ujar Aiko yang merajuk."Uhuk, uhuk ...." Saad yang berdiri di samping pun merasa canggung. Dia terbatuk untuk menutupi kecanggungannya. Dia tidak m
Bella memberi tahu Keluarga Manggala bahwa Keluarga Purnomo ingin membeli perusahaan giok mereka. Mengenai harganya, Afrian boleh membuka harga sesuka hati.Jika Afrian menolak, Keluarga Purnomo juga bersedia bekerja sama dengan Keluarga Manggala. Mereka bisa membangun hubungan kerja sama yang baik dan menjadi mitra Keluarga Manggala.Afrian awalnya cukup senang mendengar kabar ini. Dia mengira ekspo hari itu membuat keluarganya menjadi sangat terkenal, sampai-sampai Keluarga Purnomo yang merupakan pemimpin industri giok, tertarik pada potensi mereka. Orang biasa tidak akan bisa mendapat kehormatan seperti ini.Setelah berdiskusi, Afrian memutuskan untuk bekerja sama dengan Keluarga Purnomo. Bella tentu merasa senang karena tujuannya tercapai. Kedua belah pihak menandatangani banyak kontrak kerja sama.Di ruang tamu rumah Keluarga Manggala, Bella merasa lega melihat Afrian menandatangani kontrak yang ada. Kemudian, Bella berujar, "Kami mendengar kabar kalau ada tambang giok yang ditemu
Mereka baru memperhatikan perjanjian itu. Tidak ada yang menyangka Bella hanya berpura-pura menawarkan kerja sama dengan mereka. Tujuan Bella yang sesungguhnya adalah memaksa Tirta bekerja untuk mereka. Sungguh metode yang tercela!Dua puluh triliun bukan nominal kecil. Meskipun sebelumnya Keluarga Manggala untung besar di ekspo berkat Tirta, aset mereka tetap belum mencapai 20 triliun. Inilah hasil yang ingin dilihat Bella.Ekspresi Afrian dan Irene tampak masam. Mereka bertatapan sesaat. Mereka tidak menyangka akan terjebak seperti ini. Ini salah mereka karena tergiur pada tawaran yang diberikan Keluarga Purnomo dan tidak membaca perjanjian dengan cermat.Kini, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mengalah. Afrian menatap Irene, lalu berujar, "Irene, gimana kalau kamu tanya pendapat Pak Tirta dulu? Mungkin dia bisa meluangkan sedikit waktunya."Irene juga tidak bisa berkomentar. Bagaimanapun, kontrak telah ditandatangani. Dia hanya tidak menyangka Tirta akan terlibat dalam masal
Ponsel dikembalikan kepada Irene. Tirta mengembuskan napas dengan tidak berdaya. "Hais ... ini bukan salah kalian. Masalahnya terletak pada Bella. Kak Irene, beri tahu Bella aku akan pergi, tapi semoga dia nggak menyesali keputusannya ini."Bella masih ingin menanyakan sesuatu, tetapi Tirta sudah mengakhiri panggilan. Bella seketika mengernyit. Jelas sekali, Tirta sedang mengancamnya.Jika sampai Tirta marah dan tidak mengidentifikasi batu mentah dengan baik, takutnya akan terjadi masalah besar. Namun, Bella tidak takut karena dia memegang kendali atas Keluarga Manggala. Dia yakin dirinya bisa mengendalikan Tirta melalui mereka.Suasana hati Afrian tentu memburuk karena dimanfaatkan oleh Bella. Dia berkata dengan murung, "Sepertinya kamu sudah boleh pergi karena Pak Tirta sudah setuju."Bella tentu tahu orang-orang ini tidak akan memperlakukannya dengan baik setelah kejadian ini. Tujuannya telah tercapai, jadi dia tidak berbasa-basi lagi. Dia langsung mengambil tasnya dan pergi.Setela
Bisnis di apotek masih sangat ramai. Agatha benar-benar sibuk sekarang. Dia mengangguk dan berkata, "Oke, tunggu sebentar."Kemudian, Agatha mengelus wajah Tirta sambil berucap, "Kalau lelah, kamu istirahat saja. Aku bisa mengurus semuanya sendiri.""Oke." Karena konsumen yang datang makin banyak, mereka kekurangan staf sehingga Agatha harus turun tangan.Tirta memandang sosok belakang Agatha, lalu menghela napas dengan tidak berdaya. Saat ini, Saad menyadari keanehan pada Tirta. Dia menghampiri untuk bertanya, "Pak, ada masalah apa, sampai-sampai wajahmu begitu masam? Sepertinya bukan masalah sepele ya?"Tirta tidak berniat menyembunyikan apa pun dari Saad. Dia menyahut, "Orang Keluarga Purnomo memaksa temanku untuk menandatangani surat kontrak yang nggak adil. Kalau nggak menuruti keinginan mereka, keluarga temanku bisa bangkrut. Mereka memaksaku bekerja untuk mereka."Begitu mendengar Tirta menyebut Keluarga Purnomo, Saad tampak merenung. Kemudian, wajahnya dipenuhi keterkejutan. "J
Naura menjelaskan khasiat Pil Kecantikan kepada Irene, seolah-olah pil itu adalah harta karun terbesar di dunia.Setelah mendengarnya, ekspresi Irene tampak tidak percaya. Dia membalas, "Rupanya begitu. Luar biasa sekali. Pantas saja, ada begitu banyak orang yang antre."Irene mengalihkan pandangannya menatap Tirta, lalu menunduk dengan ekspresi agak sedih. Dia merasa bersalah terhadap Tirta dan tidak tahu harus bagaimana menjelaskan kesalahannya.Tirta mengelus kepala Irene dan berucap, "Nggak apa-apa, nggak usah dipikirkan. Cuma identifikasi batu mentah kok. Ini cuma kerjaan sepele. Aku juga nggak rugi apa-apa."Kemudian, Tirta mengambil beberapa kotak Pil Kecantikan dan menyerahkannya kepada Irene. Dia berkata, "Ini hadiah untukmu. Langsung dicoba saja."Setelah dihibur Tirta, Irene merasa lebih lega. Dia mengangguk, lalu membuka kotak dan menelan sebutir Pil Kecantikan.Seketika, tubuh Irene terasa lebih segar. Penampilannya juga berubah banyak. Dia tampak lebih bersemangat dan kul
Untungnya, Agatha tidak berniat mencari masalah dengan Tirta. Dia hanya mengerlingkan mata dengan kesal.Agatha tahu Tirta memang sangat genit. Pria seperti Tirta tidak pernah melewatkan wanita cantik mana pun! Para wanita itu pasti akan berakhir seperti dirinya!Agatha berkata dengan murah hati, "Tirta, cepat persilakan Irene duduk dan bawakan teh untuknya."Tirta terkekeh-kekeh sambil mengangguk. "Ya, ya. Kak Irene, ayo duduk."Tirta tidak menduga Agatha akan begitu murah hati. Ketika melihat Agatha seperti tidak keberatan dengan hubungannya dengan Irene, sebuah ide yang sangat berani pun muncul di benak Tirta! Lain kali, dia akan mengajak kedua wanita ini berhubungan intim bersama!Kedua wanita cantik ini akan berbaring di ranjang yang sama. Ini akan menjadi visual yang sungguh mematikan untuk Tirta. Tsk, tsk, hanya dengan dipikirkan saja sudah membuat darah Tirta bergolak hebat!Namun, sebelum menikmati semua itu, Tirta harus membuat sedikit persiapan dulu. Setelah kedua wanita ini
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka