Tirta malah tertawa sinis. "Cuma segitu standar petugas BPOM? Sebelum diuji saja sudah langsung menyimpulkan ini obat palsu? Ucapanmu harus bisa dipertanggungjawabkan, lho."Taufan mendengus sekilas lalu berkata, "Aku sudah kerja di BPOM sepanjang hidupku, tapi nggak pernah dengar ada Pil Kecantikan yang punya khasiat seajaib ini. Kalau bukan barang palsu, lalu apa?""Obat yang bisa dipasarkan biasanya membutuhkan puluhan tahun untuk dirumuskan dan diuji coba sebelum bisa dirilis. Obat tersebut juga harus melalui uji klinis bertahun-tahun sebelum bisa digunakan secara luas.""Selain itu, formula seperti itu pasti akan dikenal banyak orang. Sementara Pil Kecantikan ini malah muncul begitu saja tanpa ada proses penyempurnaan, pengujian, ataupun uji klinis. Kemungkinan besar, ini hanya campuran bahan berbahaya atau sesuatu yang sama sekali bukan obat.""Nggak mungkin kamu bisa mengelabuiku." Taufan menyilangkan tangan di belakang punggungnya dan tampak sangat percaya diri dengan pengalama
Taufan terkejut. "Apa? Kalian yakin mesinnya nggak bermasalah?"Petugas itu menggelengkan kepalanya. "Kami sudah melakukan pengujian berulang kali dan hasilnya tetap sama setiap kali. Nggak ada penyimpangan dan kami bisa memastikan bahwa hasil ini akurat."Taufan terdiam di tempat dengan mata yang membelalak kaget. Dia memandang Tirta dengan wajah tidak percaya, sedangkan Tirta tetap tampak tenang karena dia sudah memprediksi hasil ini sejak awal.Di sisi lain, Rudi dan Ezra menunjukkan ekspresi tidak percaya. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Pil Kecantikan buatan Tirta benar-benar sempurna. Mereka berteriak dengan keras, "Nggak mungkin! Ini mustahil! Setiap obat pasti ada masalahnya!""Pasti ada yang keliru dalam uji cobanya! Alat kalian pasti rusak! Aku tahu! Pasti kalian disogok sama Tirta! Kalian pasti kerja sama untuk memalsukan data ini dan berpura-pura di depan semua orang! Aku mau lakukan pengujian ulang yang adil!"Taufan memandang kedua orang itu dan membentak mereka
Resep Pil Kecantikan Tirta memang membuat Taufan memiliki persepsi baru terhadap obat tradisional. Tirta menjelaskan, "Bukan aku yang menciptakan resep ini, tapi ini adalah harta warisan leluhur kita. Meski mereka itu orang zaman kuno, bukan berarti mereka orang bodoh. Ada banyak sekali resep obat berharga yang telah hilang dari sejarah.""Aku juga cuma kebetulan mendapat warisan resep obat ini. Jangan mengira ilmu pengobatan kita saat ini sudah sangat maju. Bisa jadi kalau leluhur kita melihat ilmu pengobatan kita sekarang, mereka malah meremehkannya."Kali ini Tirta tidak sedang berpura-pura. Dia memang merasa sedih melihat ada banyak warisan leluhur yang telah hilang. Sebagai orang yang berpengalaman dalam bidang ini, Taufan juga tentunya sangat memahami hal ini.Melalui ucapan Tirta, Taufan bisa melihat bahwa Tirta benar-benar seorang pebisnis yang jujur. Taufan menunjukkan ekspresi bersalah dan berkata, "Tentu saja aku mengerti hal ini."Setelah berkata demikian, Taufan berbalik u
Detik berikutnya, para pemegang saham Farmasi Santika langsung menghentikan kedua orang itu. Mereka mengepung Rudi dan Ezra hingga tidak ada kesempatan untuk melarikan diri sama sekali. Saat Rudi dan Ezra memanggil petugas BPOM sebelumnya, para pemegang saham ini sangat ketakutan.Untungnya, obat Tirta memang tidak bermasalah. Sementara itu, tindakan Rudi dan Ezra tadi jelas sekali ingin menghancurkan kesempatan mereka untuk meraih keuntungan besar. Menghalangi rezeki orang lain sama saja dengan mencari gara-gara! Semua orang sangat mendendam kedua orang ini.Saat ini, para pemegang saham itu telah berdiri di pihak yang sama dengan Tirta. Tidak peduli betapa baiknya para pemegang saham ini memperlakukan Rudi dan Ezra sebelumnya, saat ini sumber penghasilan mereka tidak berhubungan lagi dengan kedua orang ini. Tentu saja para pemegang saham ingin sekali mencabik-cabik kedua orang ini.Dengan senyuman yang tidak tulus, mereka berkata, "Pak Rudi, Pak Ezra, kami rindu sekali sama kalian se
Bahkan saat harganya naik menjadi 60 juta per butir sekalipun, tidak ada yang mengomentarinya mahal."Oke, asalkan ada obatnya saja.""Besok harus siapkan lebih banyak lagi ya. Tiga ribu butir terlalu sedikit, kami jadi nggak kebagian."Tirta memberi jaminan kepada semua orang, "Semuanya tenang saja. Persediaan untuk besok pasti cukup, kami usahakan sebisa mungkin semua orang kebagian."Di bawah bujukan Tirta dan Agatha, orang-orang yang tidak berhasil membeli Pil Kecantikan itu baru pergi dengan tak berdaya.Melihat Tirta yang telah menyelesaikan kesibukannya, Taufan menghampirinya untuk berpamitan, "Pak Tirta, aku pamit dulu. Hari ini benar-benar membuka wawasanku.""Memang benar kata orang, di atas langit masih ada langit. Kejadian hari ini membuatku menyadari kekuranganku. Sepertinya aku masih harus banyak belajar dan bersikap rendah hati."Tirta tersenyum sambil menggeleng, "Pak Taufan terlalu sungkan. Kalau bukan karena Pak Taufan yang membersihkan nama baikku hari ini, mungkin s
Melihat tingkah laku para pemegang saham, Tirta tidak menunjukkan reaksi apa pun. Agatha kemudian bertanya padanya, "Tirta, kamu mau saham Farmasi Santika nggak? Kalau mau, kamu bisa dapat keuntungan dari penjualan Pil Kecantikan juga."Dengan keuntungan sebesar itu yang sepenuhnya bergantung pada resep obat Tirta, Agatha tentu tidak ingin Tirta merasa dirugikan. Namun, Tirta menggelengkan kepala dan berkata, "Nggak perlu, kamu simpan saja uang itu. Aku nggak kekurangan uang.""Langit sudah mulai gelap, kita harus siap-siap produksi Pil Kecantikan untuk besok. Usahakan produksi sebanyak mungkin malam ini, supaya besok kita bisa jual lebih banyak lagi. Hari ini cuma pembukaan pasar, jadi keuntungannya sengaja dibuat lebih tipis. Keuntungan yang kita dapatkan besok adalah poin utamanya.""Setuju!" Agatha mengangguk dengan penuh semangat. Dia sudah membuat rencana dalam hatinya. Meskipun Tirta tidak menginginkan uang tersebut, Agatha akan tetap menyimpannya untuk Tirta secara pribadi. Jik
Bisa dibilang, hampir seluruh dunia tahu tentang obat mujarab ini. Para pelanggan yang membeli obat ini adalah iklan terbaik. Jika ada yang tidak tahu tentang Pil Kecantikan, itu mungkin karena mereka baru keluar dari gua.Yang datang bukan hanya para karyawan yang berharap kecantikan dan pesona mereka meningkat, tetapi juga para nona kaya dan para bos. Makanya, apotek Farmasi Santika sangat ramai hingga antreannya begitu panjang.Kedua sisi jalan juga dipenuhi mobil mewah sehingga lalu lintas macet. Meskipun harganya 60 juta, tidak ada yang mengatakan pil ini mahal.Sepanjang pagi, Pil Kecantikan telah terjual lebih dari 2.000 butir. Sekitar 120 miliar telah masuk ke rekening Farmasi Santika. Setiap detik terlihat notifikasi dari bank.[ Anda menerima 60 juta dari XXXX. ][ Anda menerima 90 juta dari XXXX. ]Demi membantu Tirta dan Agatha memproduksi Pil Kecantikan, para pemegang saham tidak tidur semalaman. Meskipun begitu, mereka sama sekali tidak mengantuk dan justru terlihat berse
"Terima kasih banyak. Aku nggak nyangka kalian akan membagikan makanan seperti ini.""Jujur saja, aku memang lapar. Kalau begitu, aku langsung makan ya."Para konsumen itu menerima niat baik Tirta.Para pemegang saham pun menyahut dengan tersenyum, "Sudah seharusnya. Kami nggak mungkin membiarkan kalian mengantre dalam keadaan perut kosong. Semua ini gratis kok. Katakan saja kalau nggak cukup."Setelah para pemegang saham membagikan makanan, orang-orang langsung makan. Mereka tidak akan meninggalkan antrean ini.Namun, tidak berselang lama, tiba-tiba terjadi keributan di tengah-tengah kerumunan. Tirta bangkit untuk memeriksa keadaan."Ada masalah dengan obat kalian ini. Gimana kami bisa makan?""Ya! Cara membungkus kalian buruk sekali. Obatnya sampai hancur.""Ada juga bau nggak sedapnya. Apa obat seperti ini bisa dimakan?"Kekacauan ini menarik perhatian banyak orang. Staf yang bertanggung jawab atas penjualan segera menjelaskan dengan sabar, "Pak, nggak ada yang salah dengan obat dan
Melihat respons Lutfi, Shinta tertawa dan mengomentari, "Kak Lutfi, apa Kak Tirta lebih hebat darimu?"Lutfi menyahut, "Bukan cuma lebih hebat dariku. Bahkan, guruku juga nggak berhasil melatih Tinju Harimau Ganas seperti Tirta."Lutfi yang penasaran bertanya, "Tirta, katakan dengan jujur, apa sebelumnya kamu sudah pernah berlatih Tinju Harimau Ganas? Aku baru saja memberimu buku-buku itu."Tirta yang merasa antusias menjawab, "Kak Lutfi, kamu salah paham. Sebelum kamu memberiku buku-buku itu, aku nggak pernah berlatih ilmu bela diri. Kemarin aku cuma melihatnya sekilas, aku juga nggak menyangka bisa menguasainya. Apa aku benar-benar lebih hebat dari gurumu?"Lutfi menanggapi dengan ekspresi kaget, "Kamu cuma melihatnya sekilas? Tirta, sepertinya kamu itu memang genius langka dalam dunia bela diri. Tinju Harimau Ganas ini memang terdengar biasa saja. Tapi, dibandingkan teknik lain dari buku-buku yang kuberikan padamu, Tinju Harimau Ganas paling sulit dilatih."Lutfi meneruskan, "Guruku
Sebelum Niko sempat bicara, Lutfi menunjuk Karsa sambil marah-marah, "Sepertinya kamu masih nggak menyesali perbuatanmu! Awalnya kamu cuma dijatuhi hukuman tembak mati! Kalau kamu nggak takut mati, aku rasa lebih baik kamu dipenjara seumur hidup seperti dia!"Tindakan Lutfi sudah melanggar perintah Saba, tetapi seharusnya Saba tidak akan menyalahkan Lutfi. Sementara itu, Pinot sudah gila. Dia baru berusia 40-an tahun, tetapi harus menghabiskan sisa hidupnya di penjara.Ekspresi Ladim menjadi masam setelah mendengar ucapan Lutfi. Dia berseru, "Apa? Aku nggak mau dihukum seperti dia! Aku mohon, bunuh aku!"Jika tahu dirinya akan berakhir tragis, tadi Ladim pasti tidak akan berbicara. Sayangnya, semua sudah terlambat.Akhirnya, Ladim dan lainnya pun dipenjara. Niko baru tertawa terbahak-bahak, lalu pergi ke kantor Susanti.Setelah mendengar laporan Niko, Susanti tersenyum dan menanggapi, "Mereka memang pantas dihukum! Kalau mereka itu pemimpin yang memedulikan rakyat, mereka nggak akan be
Biasanya Saba memang terlihat ramah, tetapi dia tidak akan memaafkan orang-orang seperti Ladim dan lainnya yang melakukan perbuatan keji.Begitu Saba melontarkan ucapannya, Ladim dan lainnya sangat terpukul. Biarpun mereka terus memohon kepada Saba, Lutfi juga tidak peduli. Dia memimpin anggotanya untuk membawa Ladim dan lainnya keluar dari klinik."Mereka memang pantas dihukum!" celetuk Tirta. Dia yang merasa puas memandang Saba sembari bertanya, "Kak Saba, sebenarnya ada yang mau kutanyakan."Saba kembali tersenyum. Dia menyahut, "Tirta, kamu langsung bilang saja. Nggak usah sungkan."Tirta mengungkapkan kebingungannya, "Bukannya kemarin kamu bilang sudah pensiun dan nggak punya jabatan apa pun lagi? Kenapa sekarang aku merasa kamu tetap berkuasa? Kamu nggak kelihatan seperti kehilangan jabatan."Saba tertawa, lalu menjelaskan, "Tirta, ini semua berkat kamu. Sebenarnya aku nggak berniat memberitahumu. Tapi, aku akan bicara jujur karena kamu sudah bertanya."Saba meneruskan, "Awalnya
Ladim sungguh emosional sekarang. Dia menerjang ke arah Karsa dan menghajarnya. Dia ingin sekali menembak mati Karsa sekarang juga!"Karsa, akan kuhabisi kamu! Matilah kamu! Beraninya kamu menipuku untuk melawan teman Pak Saba! Kamu harus mati!"Pinot yang murka dan takut juga menyerbu ke arah Karsa dan menghajarnya habis-habisan."Ah ... ah .... Tolong berhenti! Aku nggak tahu dia teman Pak Saba!" teriak Karsa dengan kesakitan. Bagaimanapun, dia masih belum pulih dari cedera sebelumnya. Dia hampir tewas dibuat Ladim dan Pinot."Bagus, bagus sekali." Tirta menonton dengan seru, bahkan bertepuk tangan."Sialan! Kalau nggak ada Pak Saba, kamu bukan siapa-siapa!" Karsa memelototi Tirta dengan tatapan penuh kebencian dan keengganan."Kamu benar, kamu hebat. Tapi, asal kamu tahu, kalau bukan karena ada hukum di negara ini, kamu pasti sudah kubunuh kemarin. Kamu kira aku takut padamu?" sahut Tirta dengan suara rendah sambil maju. Tatapannya terlihat dingin.Seketika, jantung Karsa seperti be
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan