Wanita itu langsung mendapat dukungan dari pelanggan lainnya, "Iya, kami ini semua orang berpengaruh di kota ini. Bukan orang yang bisa kamu bawa pergi dengan sembarangan. Cepat bubarkan semua pengawal ini. Kalau nggak, jangan salahkan kami bertindak kasar.""Benar, kalau sampai suamiku tahu kamu menyentuhku sedikit saja, dia pasti akan langsung memotong tanganmu!""Apa-apaan toko kalian ini? Kami setidaknya sudah menghabiskan miliaran di sini, tapi hari ini malah bertemu dengan pencuri dan preman di sini. Panggil bos kalian ke sini, kalian harus beri penjelasan pada kami hari ini!"Ada juga pelanggan yang tidak berani menyinggung para pengawal itu secara langsung, sehingga mereka melemparkan tanggung jawab ini pada manajer toko.Sementara itu, manajer toko telah gemetaran dan berwajah pucat saat melihat pengawal Darwin. Dia menjawab dengan hati-hati, "Ini adalah asisten bos kami."Semua orang melihat asisten itu dengan kaget, lalu memandang satu sama lain dengan tatapan terkejut. Jika
Mereka harus terus-menerus berganti pakaian dan perhiasan hingga kulitnya menjadi kemerahan akibat gesekan. Pada akhirnya, kulit mereka bahkan jadi terluka karenanya.Paula sama sekali tidak mengetahui hal ini. Dia dibawa oleh Darwin dengan hati-hati ke ruang laboratorium pribadinya. Semua staf laboratorium langsung terkejut melihat adegan ini dan berkerumun untuk menyaksikan kehebohan."Kenapa Dokter Darwin membawa orang luar ke sini? Bukankah laboratorium kita ini sangat dirahasiakan?""Dilihat dari sikapnya, kemungkinan besar orang itu adalah wanita yang disukainya. Kalau benar itu wanita yang disukainya, mana bisa disebut orang luar?""Sayang sekali. Sepertinya semua junior di laboratorium bakal patah hati massal."Untuk pertama kalinya Willy melihat ekspresi Darwin sepanik ini. Dia buru-buru menyiapkan peralatan yang memancarkan radiasi paling sedikit untuk memeriksa Paula. Namun sebelum dia sempat bertindak, Darwin telah mengambil alih duluan dan bertindak sebagai petugas pemerik
Pintu ruangan itu langsung ditutup dan Paula buru-buru mendorong Darwin. "Aku nggak apa-apa sekarang, sudah boleh pulang, 'kan?""Ya, aku akan mengantarmu." Melihat Paula yang berjalan dengan lancar dan tergesa-gesa, Darwin langsung berdiri untuk menyusulnya. Paula meletakkan tangannya di pegangan pintu, tetapi tidak berani membukanya.Beberapa orang yang mngenakan mantel putih tadi jelas sekali telah salah paham padanya dan Darwin. Jika mereka masih berdiri di luar sana, Paula pasti akan merasa sangat canggung saat berjalan keluar. Hari ini dia benar-benar tidak ingin lagi menjadi pusat perhatian orang."Apa yang kamu takutkan? Memangnya mereka bisa menelanmu hidup-hidup?" Tangan Darwin memegang tangan Paula dan mendorong pintu itu dengan perlahan hingga terbuka. Pria ini memang selalu sangat peka dalam membaca pikiran Paula.Saat memandang ke luar ruangan, Paula baru bisa menghela napas lega setelah melihat tidak ada seorang pun di sana."Tenang saja, mereka semua bukan orang luar."
Setelah saling menatap sejenak dari pantulan cermin, mereka buru-buru mengalihkan pandangannya."Ehem!" Darwin berdeham dengan gugup.Ketika mengingat bagaimana Darwin berjalan selangkah demi selangkah ke hadapannya tadi dan menolongnya, hati Paula tiba-tiba melunak. Tanpa sadar, dia mengelus jaket Darwin dengan perlahan. Darwin benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik."Kamu suka bahan ini? Nanti kusuruh orang untuk membuatkan satu untukmu," usul Darwin saat melihat gerakan Paula.Paula tadinya merasa sangat canggung. Namun saat mendengar ucapan Darwin yang polos itu, dia tak kuasa tertawa terpingkal-pingkal."Kenapa? Kamu mau punyaku ini?" tanya Darwin sambil mengangkat alisnya.Paula menghentikan tawanya dan menggeleng. "Aku nggak mau.""Hm, kalaupun kamu mau juga aku nggak akan memberikannya." Darwin melihat penampilan Paula sekilas, lalu melanjutkan, "Orang pemalu sepertimu memangnya berani pakai jaket ini keluar?"Wajah Paula langsung memerah. "Sudah kubilang aku nggak mau
Halaman di kediaman Sasongko ini sangat luas. Setelah memikirkan banyak sekali skenario dalam benaknya dan berjalan hingga kakinya terasa sakit, Paula baru bisa melihat halaman tempat tinggal kakek Darwin.Dari kejauhan, dia melihat sosok seorang pria tua yang duduk di kursi dengan penuh wibawa. Seketika, hati Paula langsung tersentak dan menghentikan langkah kakinya tanpa sadar. Dari penampilannya saja, kakek Darwin tampak seperti kepala keluarga yang sangat taat aturan dan tata krama."Jangan takut, Kakek sangat ramah." Darwin ingin menggandeng tangan Paula untuk memberinya semangat. Namun, Paula malah langsung menyingkirkan tangan Darwin dengan buru-buru. Dia merasa kurang sopan bergandengan di hadapan orang tua. Paula bahkan meragukan apakah Darwin justru ingin mencelakakannya?Setelah tangannya ditepis, Darwin terlihat sangat kecewa."Kakek, kami sudah pulang," sapa Darwin sambil membungkuk dengan hormat.Terry menatap Paula dengan ekspresi yang datar. Meskipun tidak terlihat emos
Paula duduk dengan patuh, menunggu dipersulit oleh Terry."Kenapa nggak makan? Kurus kerempeng begini," celetuk Terry tiba-tiba.Paula benar-benar tidak menyangka akan mendapat komentar seperti ini. Selain itu, nada bicara Terry terdengar sangat membencinya. Di hadapan Terry, Paula buru-buru meraih garpu dan mengambil sepotong kue berwarna hijau. Kue itu sangat lembut dan rasanya sangat enak.Melihat Paula menikmati kue itu, ekspresi Terry jadi semakin lembut. Setelah itu, dia kembali melontarkan ucapan yang membuat Paula kaget, "Katanya kamu nggak suka sama Darwin?"'Darwin? Tunggu, sejak kapan aku nggak suka padanya?' batin Paula dalam hati."Anda salah paham. Aku nggak ...." Paula menelan kue itu dengan buru-buru hingga hampir tersedak."Sudah kuduga, Darwin sehebat itu, mana mungkin nggak bisa dibandingkan dengan preman dari Keluarga Antoro itu? Hanya orang buta yang bakal pilih orang itu!" timpal Terry dengan bangga.Paula tidak bisa berkata apa pun. Dia tidak bisa menyangkal atau
Wajah Paula pun memerah. Terry malah menunggu jawaban dengan ekspresi serius. Paula tidak mungkin mengabaikannya begitu saja."Nggak, dia sangat normal," jawab Paula. Bukan sekadar normal, faktanya Darwin sangat kuat di ranjang."Syukurlah, aku sudah bisa tenang sekarang. Lihat, ini kamar yang kusiapkan untuk kalian." Terry mendorong sebuah pintu. Begitu melihatnya, Paula benar-benar terkejut. Kamar ini persis kamar di hotel mesum."Kamu tinggal saja di sini, biarkan Darwin mendekorasi vila itu. Dia akan menjemputmu dari vila itu saat kalian menikah nanti," ujar Terry sambil mengelus janggutnya dengan puas. Dia seakan-akan sudah bisa membayangkan cicit-cicitnya bermain di taman.Paula memalingkan wajahnya, tidak ingin melihat kamar dengan dekorasi romantis itu. Dia berucap dengan lirih, "Kakek, sebenarnya aku dan Pak Darwin ...."Terry sontak menatapnya dengan tatapan tajam, membuat Paula ketakutan hingga tidak berani berkata-kata. Terry menyela, "Meskipun aku sudah tua, bukan berarti
Terry melepaskan ikan itu kembali ke danau. "Lihat ikan ini, meskipun tertangkap, belum tentu kehilangan kesempatan untuk bertahan hidup. Asalkan kembali ke air, dia tetap akan hidup bebas. Selain itu, nggak akan mudah untuk menangkapnya lagi lain kali."Usai mengatakan itu, Terry memasang umpan lagi dan melemparkan tali pancing ke dalam danau. Paula menatap permukaan danau yang tenang itu dengan ekspresi merenung.Ketika Terry berhasil memancing seekor ikan lagi, Paula tiba-tiba berkata dengan lembut dan tegas, "Terima kasih, Kakek. Tapi, aku mungkin nggak bakal menikah dengan Darwin."Paula merasa dirinya seperti ikan di danau, yang berusaha melepaskan diri dari kail dan kembali ke dunianya sendiri untuk hidup bebas. Sementara itu, Darwin seharusnya berada di laut luas sehingga Paula tidak seharusnya menyeretnya ke kolam kecil.Terry berdeham. Dia melirik ke kejauhan dengan agak malu. Untungnya, para pelayan berdiri cukup jauh sehingga tidak mendengar percakapan mereka. Kalau sampai