Darwin dan Paula mengobrol sekitar 30 menit. Kalau bukan karena Alif terus meneleponnya, mana mungkin Darwin bersedia pergi."Pergilah, aku menunggumu pulang," ujar Paula saat mendengar suara Alif di ujung telepon yang makin panik dan kencang.Kesan Paula terhadap anggota Keluarga Fonda cukup baik. Dia tidak berharap sesuatu yang buruk terjadi pada mereka. Namun, kondisi Alvin seharusnya kurang baik karena kecelakaan itu.Ekspresi Darwin dipenuhi keengganan. Dia menarik tangan Paula, lalu mendekapkannya ke pelukan dan berkata, "Aku akan pulang secepatnya.""Ya, hati-hati di jalan." Paula memeluk Darwin. Setelah bertemu Darwin, semua kegelisahannya pun sirna. Dia hanya berharap Darwin baik-baik saja."Rhea menunggumu di lantai bawah. Kita turun," ucap Darwin sambil menggandeng tangan Paula.Ketika hendak turun, Paula kembali teringat pada kecelakaan yang menimpa Alvin. Dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Apa Keluarga Fonda baik-baik saja?""Alvin menghilang, sisanya baik-baik s
"Menurutmu?" Darwin meletakkan tangannya di perut Paula dan menatapnya dengan penuh penantian.Paula pun menunduk. Mereka pernah membahas tentang pernikahan, tetapi Paula berkali-kali menolaknya. Dia mengira pria unggul seperti Darwin tidak akan mengungkit tentang pernikahan lagi, tetapi ternyata dugaannya salah.Sementara itu, kali ini Paula bukan hanya tidak menolak, tetapi juga merasa gugup hingga berdebar-debar.Darwin akhirnya menatap Paula dengan serius dan menambahkan dengan tegas, "Paula, aku akan terus menunggumu sampai kamu menyetujui lamaranku."Jantung Paula berdetak kencang. Darwin meraih tangannya dan berkata dengan nada memelas, "Kasihanilah anak-anak kita. Mereka pasti butuh sosok ayah."Paula hendak menyetujuinya, tetapi pintu lift telah terbuka dan merusak suasana romantis mereka. Pikiran Paula menjadi lebih jernih.Darwin pun memelotot dengan kesal, tetapi tidak merasa kecewa. Dia tidak pernah berpikiran untuk melamar Paula di dalam lift. Ini sangat tidak romantis.D
Setelah naik ke mobil, Rhea mendapati Paula melirik Darwin yang mengantar mereka sampai ke mobil. Setelah menyuruh sopir jalan, Rhea menghibur Paula, "Nggak apa-apa, pria dan wanita sama saja di mata dokter. Pamanku pasti menganggapmu sebagai pasien.""Eh?" Paula sedang memikirkan cara supaya Rhea tidak marah saat mengetahui kebenarannya. Itu sebabnya, dia tidak memahami ucapan Rhea."Kamu malu karena melepaskan celana waktu pemeriksaan tadi, 'kan?" tanya Rhea dengan ragu.Paula akhirnya memahami isi pikiran Rhea. Wajahnya sontak memerah. Dia membantah, "Bukan! Dia cuma memeriksa denyut nadiku!"Entah apa yang dipikirkan Rhea ini. Rhea menggosok hidungnya sambil berkata, "Oh, aku kira kamu melepaskan celanamu tadi. Aku sampai berniat menyuruh pamanku bertanggung jawab padamu karena melihatmu telanjang."Ternyata begitu? Paula mengejapkan matanya. Jika tahu seperti itu, dia pasti tidak membantah tadi. Dengan begitu, Rhea akan menjodohkan mereka dan mereka bisa bersama secara terang-tera
Paula tertawa dan menyahut, "Bukan begitu. Aku sangat berterima kasih pada kalian. Aku ingin kalian sehat dan bahagia selalu.""Huhu. Paula, kamu terlalu baik hati." Rhea merasa Paula tidak ingin menyulitkannya, jadi memilih untuk menyerah atas cintanya.Rhea memeluk Paula dengan terharu sambil berkata, "Setelah pulang ke ibu kota, aku akan mencarikanmu pria tampan dan kaya. Kamu pilih saja sesuai seleramu nanti.""Nggak perlu. Aku cuma ingin fokus bekerja dan melahirkan anak-anakku. Aku akan membesarkan mereka dengan baik nanti," balas Paula setelah menarik napas dalam-dalam.Tidak masalah jika hanya mencintai. Tidak peduli hasilnya seperti apa, setidaknya mereka tulus mencintai satu sama lain. Ini sudah cukup."Paula, tenang saja. Kelak aku akan menjadi ibu angkat mereka. Aku akan membantumu merawat mereka," ujar Rhea sambil mengelus perut Paula.Paula tersenyum sambil mengangguk. Demi mengalihkan topik pembicaraan, dia bertanya tentang Aurel, "Untuk apa kamu membawa Aurel ke laborat
Entah berapa lama kemudian, Aurel akhirnya siuman. Begitu membuka mata, dia langsung melihat pria tampan sebelumnya.Perasaan malu dan marah seketika meliputi hatinya. Aurel menutupi wajahnya sambil berteriak, "Keluar! Kalian semua keluar!""Nona, gimana kondisimu sekarang? Apa kamu masih ingin buang air besar?" tanya pria tampan itu sambil memegang buku catatan. Kemudian, dia menarik paksa selimut yang menutupi kepala Aurel.Aurel menarik napas dalam-dalam. Ketika menyadari tidak ada bau aneh, dia merasa jauh lebih lega. Ini pertama kalinya dia semalu itu di hadapan pria tampan."Aku nggak mau buat eksperimen lagi. Biarkan aku keluar," ujar Aurel seraya terisak-isak.Pria tampan itu menghela napas sebelum berkata, "Kamu sudah tanda tangan kontrak. Kalau mundur begitu saja, kamu harus bayar ganti rugi 4 miliar. Rugi dong."Kali ini, mereka mencari 12 orang untuk membuat eksperimen. Jika dibandingkan dengan yang lain, fisik Aurel lebih istimewa. Mereka memperoleh paling banyak data dari
"Dia pacar Pak Darwin, 'kan? Bukannya dia sering datang ke laboratorium?" tanya Aurel dengan sabar. Pria tampan ini tampak agak lugu. Dia menjawab semua pertanyaan Aurel sejak tadi."Dia cuma datang untuk pemeriksaan kandungan. Bos juga akan menemaninya," sahut pria tampan itu."Kapan pemeriksaan selanjutnya?" tanya Aurel dengan penuh antusiasme.Pria tampan itu menggeleng sambil membalas, "Entahlah, Profesor Alice seharusnya tahu. Biasanya dia yang menanganinya."Aurel diam-diam mengingat nama Alice ini. Kemudian, dia bertanya lagi, "Kalau begitu, jangan basa-basi lagi. Cepat keluarkan semua obat terhebat kalian. Aku kelinci percobaan kalian, 'kan?""Serius? Kamu benar-benar bersedia? Bos menginvestasikan hampir 2 triliun untuk proyek ini. Dia meraih pencapaian baru, tapi nggak ketemu orang yang cocok untuk dijadikan kelinci percobaan," tanya pria tampan itu sambil meraih tangan Aurel saking antusiasnya.Ketika melihatnya begitu bersemangat, Aurel bertanya dengan gelisah, "Eee ... apa
Ekspresi pria tampan itu awalnya terlihat dingin. Namun, setelah bertemu pandang dengan Aurel, dia segera berkata dengan panik, "Ma ... maaf. Tapi, gimana kalau kamu tanda tangan dulu?""Tanganku lemas," sahut Aurel sambil bersandar di bahu pria itu dengan manja. Menurutnya, mudah saja baginya untuk menaklukkan pria selugu ini.Kali ini, pria tampan itu tidak menghindar. Dia memapah Aurel ke ranjang, lalu meletakkan kontrak di atas kursi kecil dan menyerahkan pena kepadanya. Sambil memegang tangan Aurel, dia bertanya, "Begini bisa nggak?"Mata Aurel berbinar-binar saat menatap pria itu. Dia jarang bertemu pria yang pembawaannya ceria seperti ini. Untuk sesaat, hati Aurel pun goyah dan pikirannya menjadi hampa. Tanpa disadarinya, dia menandatangani kontrak tersebut."Kalau begitu, aku ... aku akan mengantarkan makanan untukmu nanti." Selesai melontarkan itu, si pria tampan langsung berlari ke luar dengan wajah memerah.Aurel pun menyunggingkan senyuman bangga. Begitu pintu ditutup, seke
[ Ah! Apa gunanya hidup kalau nggak bisa mendapat pria sekeren ini? ][ Pria ini terlalu sempurna! Hoho! Lagi-lagi pria idamanku bertambah satu. ][ Tokoh utama wanitanya juga sangat memesona. Bukan cuma cantik, tapi juga cerdas. Mereka bersinar di bidang masing-masing. ]Selain banyak yang mendukung mereka, ada juga yang menulis kritikan.[ Buset! Ini cerita presdir kaya dengan gadis miskin. Cerita gila macam apa ini? ][ Memangnya di zaman sekarang masih ada yang percaya pada cinta sejati? ][ Kalau dia memang mencintai wanita itu. Seharusnya mereka menikah. Masa wanitanya hamil duluan? Nggak bertanggung jawab sekali! ]Paula merasa agak kesal saat melihat orang-orang menghujat Darwin. Namun, jika dia menjelaskan, hasilnya akan buruk.Ketika Paula hendak meletakkan ponselnya dan mengabaikan kritikan-kritikan itu, sebuah judul berita tiba-tiba menarik perhatiannya.[ Kenyataan Menjadi Komik ][ Darwin Mirip dengan Tokoh Utama Pria Komik ]Setelah diklik, ternyata itu adalah unggahan y