Paula menarik napas dalam-dalam. Apa pun yang terjadi, dia harus memeriksa kondisi Darwin. "Maaf, tolong bawa jalan."Paula akhirnya mempercepat langkah kakinya kembali. Pelayan membawanya melewati gang kecil. Setelah tiba di ujung, pelayan menunjuk 2 orang yang berada di gazebo dan berkata, "Itu mereka. Cepat antarkan barangnya."Paula memandang ke arah pelayan itu menunjuk. Terlihat Darwin memegang daun teratai untuk melindungi Sheila dari sinar matahari. Darwin menunduk mendengar Sheila berbicara, lalu keduanya sama-sama tertawa.Sheila pun bersandar di dada Darwin sambil tertawa. Sementara itu, ekspresi Darwin dipenuhi cinta kasih. Tidak ada sedikit pun kekesalan pada wajahnya.Seketika, hati Paula terasa sakit. Ketika melihat Paula terdiam dan matanya memerah, pelayan itu memperingatkan dengan nada merendahkan, "Ini kediaman Keluarga Fonda. Sebaiknya singkirkan pikiran yang nggak seharusnya ada. Kalau nggak, entah gimana kamu akan mati nanti."Pelayan mengamati Paula dari atas hin
Darwin menjulurkan tangan untuk menerimanya. Sementara itu, si pelayan tersenyum bodoh dan enggan melepaskan tangannya."Di mana dia?" tanya Darwin yang masih tersenyum dan tidak mengerahkan tenaga untuk merebut USB itu.Jantung pelayan itu berdetak kencang. Dia sampai lupa cara berpikir dan menjawab secara naluriah, "Nona Rhea sedang berdebat dengan Nona Wilda di pintu masuk.""Siapa yang memberimu USB ini?" tanya Darwin sambil mengernyit. Dia mulai kehilangan kesabaran."Seorang wanita yang wajahnya agak mirip dengan Nona Sheila. Tapi, Nona Sheila lebih cantik," balas pelayan itu.Ketika membahas tentang Paula, pikirannya menjadi agak jernih. Pelayan itu menjadi ingin mencari tahu, apakah Darwin diam-diam memiliki wanita lain?Darwin tentu memperhatikan perubahan pada pelayan ini. Dia segera bertanya, "Ke mana wanita itu pergi?""Apa hubungan Pak Darwin dengannya? Kenapa begitu peduli padanya?" tanya pelayan itu balik dengan tatapan berwaspada.Tatapan Darwin menjadi dingin kembali.
"Nona, apa yang kamu cari?" tanya pelayan saat melihat Sheila terus memandang ke sekeliling.Sheila mengalihkan pandangannya dengan agak kecewa, lalu tersenyum dan membalas, "Nggak ada kok. Aku sepertinya melihat kupu-kupu tadi."Ketika berada di gazebo, Sheila seperti melihat perubahan pada reaksi Darwin. Namun, semua itu terjadi terlalu cepat sehingga dia tidak bisa memastikannya.Demi memastikan apakah Darwin benar-benar terhipnotis atau tidak, Sheila menyetujui saat Darwin izin pergi ke toilet.Kemudian, Sheila menyuruh orang mengawasi Darwin. Asalkan ada keanehan pada Darwin, dia akan menghentikan rencananya dan menambah dosis obat Darwin."Aku mendengar suara orang waktu di gazebo. Coba suruh orang itu kemari. Aku mau tanya sesuatu padanya," instruksi Sheila yang masih merasa gelisah.Pelayan merasa heran kenapa Sheila mencari pelayan itu, tetapi dia tidak banyak bertanya karena Sheila selalu bersikap patuh. "Baik."Beberapa menit kemudian, pelayan itu kembali dan berucap dengan
Koa menyaksikan semua itu dengan jelas. Bahkan, Sheila tersenyum setelah melakukannya. Akan tetapi, Alif dan Ian tidak memercayai ucapannya.Sementara itu, Paula sangat mirip dengan Sheila. Koa khawatir Sheila menggila dan menyiram wajah Paula dengan air panas."Hehe. Hari ini pesta pengakuan hubungan adikku. Dia pemarah. Aku takut dia marah melihatmu," ucap Koa setelah menelan ludah. Dia melontarkan kebohongan ini dengan susah payah."Kenapa dia bisa marah kalau melihatku?" tanya Paula lagi.Koa kebingungan hingga mengacak-acak rambutnya. Sesaat kemudian, dia baru menjawab, "Di ... dia selalu iri pada wanita yang lebih cantik darinya."Paula bisa menilai bahwa Koa sedang berbohong. Namun, dia tidak bertanya lagi saat melihat Koa kebingungan seperti itu. Yang jelas, Koa tidak berniat jahat padanya."Kalau begitu, terima kasih," ujar Paula sambil tersenyum. Ketika melihat Paula tersenyum, Koa pun ikut tersenyum. Alangkah bagusnya jika Paula adalah adiknya. Senyuman ini menggemaskan seka
Paula menyaksikan Darwin berlari keluar untuk menyusul Sheila. Dia benar-benar sedih sekarang. Kesedihan ini seperti akan menelan seluruh dirinya.Koa merasa Paula seperti boneka keramik yang rapuh. Dia ingin sekali melindungi wanita ini. Setelah menutup pintu, Koa pun berpikir apakah dirinya harus menjelaskan alasan Darwin mendekati Sheila?Namun, Darwin sudah berpesan untuk tidak membocorkan informasi apa pun. Selain itu, Koa juga merasa Darwin yang bersikap begitu lembut kepada Sheila tidak seperti orang yang sedang berakting."Terima kasih, tapi aku harus pergi," ujar Paula setelah menatap pintu dan terbengong sesaat. Dia tersadar kembali setelah melihat ada pesan dari Harry di grup obrolan.[ Tuan Putri, aku sudah sampai di Kota Boram. Kamu di mana? Mau berkencan denganku nggak? ]Harry mengirimkan sebuah lokasi, yaitu rumah lama Keluarga Fonda. Paula pun mengerutkan alisnya. Pesta baru akan dimulai siang nanti, untuk apa Harry datang secepat itu? Memangnya Keluarga Sudarmo punya
"Kamu mau kembali ke ibu kota?" Mata Koa sontak berbinar-binar.Paula yakin, Darwin juga akan berekspresi seperti ini saat mendengar dirinya akan pulang. Hal ini membuatnya makin sedih.Paula mengangguk, lalu menyuruh Koa segera mencari orang, "Aku juga ingin mencari tamu yang bernama Martin. Tolong bantu aku."Karena semua orang datang begitu awal, mungkin Martin juga sudah tiba di sini sejak tadi."Oke. Kalau begitu, kamu tunggu di sini. Jangan ke mana-mana," pesan Koa. Asalkan Paula tidak membuat onar, Koa akan memenuhi semua keinginannya."Aku janji nggak bakal ke mana-mana." Paula mengangkat tangan kanannya untuk bersumpah.Koa pun mengangguk sambil tersenyum, lalu membuka pintu untuk mengintip sesaat. Sesudah memastikan tidak ada siapa pun, dia baru keluar. Paula bisa mendengar suara pintu dikunci.Koa berada di rumahnya sendiri, tetapi malah begitu berwaspada. Bisa dilihat, ada sesuatu yang akan terjadi hari ini.Paula memang ingin menunggu dengan patuh di sini. Namun, sebelum 1
"Kalau Nona Besar tahu kakak-kakaknya begitu menyayanginya, dia pasti akan senang," hibur Wati sambil menepuk bahu Michelle.Paula merasa agak bingung mendengar obrolan ini. Jika tebakannya tidak salah, wanita anggun itu seharusnya adalah Nyonya Keluarga Fonda, ibu Koa. Kedengarannya, hubungannya dengan Keluarga Fonda tidak baik.Paula tidak peduli pada hal ini. Yang membuatnya bingung adalah obrolan mereka yang seolah-olah menyiratkan Sheila tidak tahu bahwa ketiga kakaknya pulang demi dirinya.Kemarin, Rhea jelas-jelas memberi tahu Paula bahwa Sheila terus menggunakan kepulangan ketiga kakaknya untuk memprovokasi Wilda. Bagaimanapun, dulu Wilda adalah putri kesayangan Keluarga Fonda. Itu sebabnya, Wilda tidak menyukai Sheila sejak awal."Ya. Kalau dia tahu, dia pasti akan sangat menyukai ketiga kakaknya. Sayangnya, sekarang dia ...." Michelle sontak menutup mulutnya, seolah-olah menyadari ada yang salah dengan ucapannya.Sementara itu, Paula menyadari Michelle melirik ke arah lemari
Ian belum sempat menanyakan alasan Koa mencari Rhea karena sudah syok dengan pernyataan adiknya ini.Sementara itu, Alif mengernyit dan membantu Koa membuka pintu. Kemudian, dia menarik kedua adiknya yang bodoh masuk dan mengunci pintu.Begitu ketiganya berbalik, mereka langsung bertemu pandang dengan Paula. Paula awalnya ingin bersembunyi saat mendengar suara Alif dan Ian. Namun, dia tidak jadi bersembunyi karena mereka ingin mencari Koa. Lagi pula, perutnya terasa tidak nyaman jika terus berjongkok."Ka ... kamu ...." Ian menunjuk Paula dan tidak bisa berkata-kata karena terlalu emosional. Dalam hatinya, dia terus menggumamkan kalimat yang sama, 'Aku pernah melihatnya!'Alif menahan tangan Ian, lalu memelototinya dan berucap kepada Paula sambil tersenyum, "Maaf kalau kami sudah menakutimu.""Aku yang sudah mengejutkan kalian, maaf." Paula mengangguk dengan sopan. Kemudian, dia baru menatap Koa.Koa mengelus hidungnya dan berkata, "Aku mencari Wilda, lalu dia bilang Rhea memakinya hab