Ian belum sempat menanyakan alasan Koa mencari Rhea karena sudah syok dengan pernyataan adiknya ini.Sementara itu, Alif mengernyit dan membantu Koa membuka pintu. Kemudian, dia menarik kedua adiknya yang bodoh masuk dan mengunci pintu.Begitu ketiganya berbalik, mereka langsung bertemu pandang dengan Paula. Paula awalnya ingin bersembunyi saat mendengar suara Alif dan Ian. Namun, dia tidak jadi bersembunyi karena mereka ingin mencari Koa. Lagi pula, perutnya terasa tidak nyaman jika terus berjongkok."Ka ... kamu ...." Ian menunjuk Paula dan tidak bisa berkata-kata karena terlalu emosional. Dalam hatinya, dia terus menggumamkan kalimat yang sama, 'Aku pernah melihatnya!'Alif menahan tangan Ian, lalu memelototinya dan berucap kepada Paula sambil tersenyum, "Maaf kalau kami sudah menakutimu.""Aku yang sudah mengejutkan kalian, maaf." Paula mengangguk dengan sopan. Kemudian, dia baru menatap Koa.Koa mengelus hidungnya dan berkata, "Aku mencari Wilda, lalu dia bilang Rhea memakinya hab
Paula menebak-nebak dalam hati. Mungkin Michelle mengucapkan hal-hal itu karena curiga Sheila bukan putrinya.Namun, Keluarga Fonda mengadakan pesta yang begitu meriah sebagai perayaan untuk mengakui Sheila. Keluarga berpengaruh itu pasti sudah melakukan tes DNA, tidak mungkin ada kesalahan.Paula jadi sedikit bingung. Dia mencoba mengetes reaksi Alif dan Ian yang bersikap begitu hangat padanya dengan berkata, "Pesta hari ini khusus diadakan buat Sheila, kalian temani dia saja. Aku akan tunggu Koa di sini."Ian terlihat ingin protes saat mendengar Paula menyuruh mereka menemani Sheila. Alif lebih pintar menyembunyikan ekspresinya, tetapi dia refleks melengos ketika bertemu pandang dengan Paula.Ketiga putra Keluarga Fonda enggan menemani Sheila di hari penting wanita itu. Hubungan persaudaraan mereka tampaknya tidak sehangat dan seharmonis yang dikatakan orang-orang.Biarpun begitu, keramahan mereka pada Paula yang hanya orang asing sangatlah aneh. Paula tidak bisa menahan sedikit rasa
Paula mengabaikan mereka. Menurutnya, orang-orang Keluarga Fonda ini sangat aneh.Selain sikap mereka pada Sheila yang tidak biasa, Paula juga curiga dengan wajah mereka yang begitu mirip dengannya. Mungkin dia memiliki hubungan kekerabatan tertentu dengan mereka.Paula memikirkan cara untuk mengulik informasi dari kedua bersaudara itu. Tak lama, Alif dan Ian terkejut melihat Paula yang barusan masih makan dengan tenang tiba-tiba saja menangis.Mata Paula yang berkaca-kaca terus meneteskan air mata, membuat orang-orang yang melihatnya langsung merasa iba dan tidak tega."Jangan menangis. Biarpun Darwin tunangan dengan adikku, yang sungguh-sungguh dicintainya itu kamu," ucap Ian, buru-buru menyeka air mata Paula dengan tisu.Paula diam-diam melirik Ian. Dia menyadari kesungguhan kilat iba di mata pria itu. Bahkan Alif yang tadi terlihat tenang jadi sedikit kelabakan begitu melihatnya menangis.Kali ini, Alif bukan hanya tidak menghentikan Ian bicara, tetapi juga menimpali, "Aku jamin, o
Paula mendapat firasat buruk. Apalagi ketika mengingat kebakaran yang terjadi tiba-tiba ini.Paula menyapukan pandangan ke sekeliling, lalu berpikir untuk kabur lewat jendela. Namun, begitu dia sampai di bawah jendela, dia melihat bayangan gelap berkelebat di samping jendela. Seseorang berjaga di luar!Panik mulai melingkupi Paula. Dia terus berusaha menelepon Darwin, tetapi panggilannya tidak pernah tersambung.Untungnya, pintu dan jendela kamar Koa cukup kokoh. Orang-orang di luar mencoba beberapa kali, tetapi belum bisa menerobos masuk.Selagi musuh belum masuk, Paula mencari senjata di dalam ruangan. Dia menemukan belati dan bersiap untuk bertarung hingga titik darah penghabisan.Tiba-tiba, asap tebal mengepul masuk. Apa musuh berniat membakar Paula hidup-hidup karena tidak bisa masuk? Siapa yang mereka incar? Paula atau Fonda bersaudara?Paula tidak sempat memikirkan hal-hal ini. Dia sedang bimbang apakah dia harus membuka pintu dan segera kabur atau tetap di dalam kamar.Api lebi
Kedua orang itu sepertinya sedang bertengkar. Suara Tristan agak keras, sehingga Rhea bisa mendengarnya dengan jelas."Kamu membuka kunci pintu orang lain dan menyalakan api di dalamnya, apa yang mau kamu lakukan?" Rhea dan Martin saling bertukar pandang dengan tatapan intens."Bukan urusanmu. Kamu di sini saja," ujar Steve sembari melemparkan tatapan dingin pada Tristan, lalu berbalik dan hendak pergi.Tristan menarik tangannya. "Kamu bukan datang untuk mengunjungi teman lamamu, bukan? Apa yang mau kamu lakukan?""Kalau kamu mau kita bisa keluar dari Keluarga Fonda dengan selamat, tutup mulutmu dan tetap tunggu di sini!" ancam Steve dengan kejam.Alasan dia membawa Tristan kemari adalah jika rencananya gagal, dia bisa memanfaatkan Tristan untuk mencari Paula dan yang lainnya untuk menjalankan rencana cadangan. Namun, dia tak menyangka Harry akan membawa Tristan ke halaman Keluarga Fonda dan menyaksikan "aksinya" secara langsung.Jika bukan karena Tristan yang menolongnya, Steve mungki
Paula merasa gembira dan langsung masuk ke lorong rahasia itu tanpa ragu-ragu. Saat baru saja dia hendak menutup pintu rahasia tersebut, pintu kamar Koa telah ditendang hingga terbuka oleh seseorang."Tuan Putri, aku datang untuk menolongmu!" Harry berdiri di depan pintu membelakangi cahaya. Saat melihat orang yang berada di dalam ruangan itu adalah Paula, matanya langsung membelalak dengan kaget.Beberapa menit yang lalu, dia melihat Tristan yang sedang berjongkok dengan tampang menyedihkan di depan pintu rumah Keluarga Fonda. Oleh karena itu, dia pun membawa Tristan masuk. Awalnya karena takut perjamuan ini akan terasa membosankan, jadi Harry membawa Tristan untuk menemaninya.Namun, tidak lama setelah mereka berkeliling di taman, Tristan tiba-tiba melihat ayah angkatnya dan buru-buru menariknya pergi. Dia bahkan tidak mengizinkan Harry untuk mengikuti mereka. Saat Harry menemukan Tristan dan ayah angkatnya, mereka sudah mulai bertengkar. Jadi, Harry tidak sempat melihat apa yang dil
"Kucingku naik ke loteng, aku mau mencarinya, boleh nggak?" tanya Sheila.Paula melihat ekspresi Darwin sedikit berubah."Pak Jonas sudah berpesan, nggak ada yang boleh masuk ke sini," jawab pelayan itu tanpa ekspresi."Tapi, tadi aku dengar ada yang masuk!" Kali ini bukan Sheila yang berbicara, melainkan seorang pembantu yang melayaninya sehari-hari. Namun, pelayan yang menjaga pintu tetap tidak menggubrisnya."Orang lain boleh masuk, kenapa Nona nggak boleh? Kamu sengaja mau melawan Nona ya?" tanya pembantu yang terlihat seolah-olah hendak menerobos."Nona, kumohon jangan persulit kami."Meski tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi, Paula bisa merasakan betapa tegangnya situasi di bawah sana."Ah!" Tiba-tiba terdengar teriakan Sheila.Darwin mengerutkan keningnya dengan cemas, lalu berkata pada Paula, "Apa pun yang terjadi, tetap berada di sini. Jangan bergerak, mengerti?"Paula menatapnya tanpa bersuara. Nada bicara Darwin jadi semakin gusar, "Jawab aku!""Berani-beraninya kalia
"Koa menyuruhku membantunya mengatur drone, lalu aku melihat ada kebakaran di belakang. Karena khawatir padamu, aku langsung pergi untuk bantu memadamkan api. Untungnya kamu nggak ada di kamar," jawab Darwin dengan cemas. Tidak terlihat kejanggalan apa pun dari ekspresinya.Sheila menatapnya dengan curiga sambil menggoyangkan lonceng di tangannya beberapa kali. Sebelum Sheila sempat melakukan langkah selanjutnya, tiba-tiba muncul sebuah drone yang merekam wajahnya dari dekat."Dik, lihat!" Terdengar suara Koa dari kejauhan.Sheila menoleh ke arah yang ditunjukkan Koa dan melihat belasan drone di langit membentuk tulisan "Selamat Datang Kembali"."Kak Darwin yang membantuku mengaturnya, kamu suka nggak?" tanya Koa sambil tersenyum lugu pada Sheila.Tebersit tatapan tidak acuh dari mata Sheila, kemudian dia tertawa sambil bertepuk tangan. "Suka, terima kasih Kak Koa.""Ini memang kewajiban Kakak." Koa kembali mengendalikan drone untuk menulis beberapa kalimat penyambutan bagi Sheila dan