Paula melihat ponsel yang diberikan oleh Devina dengan kebingungan. Dia berusaha mencari cara untuk segera mengakhiri percakapan dengan Devina.Namun, Devina memegang tangan Paula dengan semangat dan memperkenalkan, "Putra bungsuku ini memang jago dalam segala hal, tapi dia nggak menarik bagi para gadis. Kepribadiannya sangat dingin. Anak muda seperti kalian menyebutnya pria kaku.""Kalau dia nggak mengubah sifatnya, aku benar-benar khawatir dia bakal hidup sendirian sampai tua. Ah, aku jadi kesal kalau ngomongin anak ini. Tapi nggak usah pikirkan dia, lihat saja cucu pertamaku. Dia benar-benar nggak ada kekurangannya sama sekali," puji Devina."Setiap orang punya kepribadian yang berbeda, putra bungsumu pasti punya daya tariknya sendiri yang unik." Paula sama sekali tidak setuju dengan kata-kata Devina.Darwin sebenarnya sangat menarik bagi para gadis. Bahkan sebelumnya saat Tessa membuat masalah, Paula bisa melihat binar kekaguman di mata Tessa terhadap Darwin."Kalau memang punya da
"Kamu memang orang baik, tapi nggak berjodoh sama putraku. Putraku sudah dijodohkan sama Nona Keluarga Fonda sejak kecil. Aku, ayahnya, dan kakeknya juga sangat menyetujui perjodohan ini."Paula bisa memahami bahwa ucapan Devina ini adalah peringatan untuknya. Dia ingin memperingatkan Paula untuk tidak menaruh niat apa pun terhadap Darwin. Sebab, menantu yang diakui oleh semua senior di Keluarga Sasongko hanyalah Nona Besar Keluarga Fonda seorang.Bahkan jika Paula memiliki hubungan dengan Darwin sekalipun, mereka tetap tidak akan membiarkannya menikah ke Keluarga Sasongko."Anda memang pandai bercanda. Aku dan Pak Darwin memang nggak cocok sama sekali, aku nggak akan berani berniat buruk padanya." Di bawah tatapan Devina yang penuh penantian, Paula terpaksa mengepalkan jari-jarinya dengan erat dan mengatakan ucapan yang paling ingin didengar oleh Devina.Jika Paula tidak berkata demikian, Devina pasti akan langsung menyelidiki hubungannya dengan Darwin. Tiba saatnya, baik itu hubungan
Setelah Paula meninggalkan ruang privat, rasa sakit hatinya berubah menjadi air mata yang mengalir deras. Dia memang tahu bahwa ada kesenjangan besar antara dirinya dan Darwin. Karena itu juga, sedari awal dia menolak keras keinginan Darwin untuk bertanggung jawab atas dirinya.Setelah itu, Paula memang jadi serakah karena menginginkan kelembutan dan perhatian Darwin. Dia ingin anak di dalam kandungannya mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang utuh. Kata-kata dari Devina hari ini sontak menghapus semua angan-angannya dan hanya menyisakan kenyataan yang kejam."Bu Paula, pelan-pelan," kata Winelli sambil menarik Paula agar tidak terus berjalan tergesa-gesa. Jika terjadi sesuatu pada Paula, ini akan menjadi masalah besar baginya.Paula menoleh melihat Winelli dan langsung teringat pada Darwin. Dia kemudian menghapus air matanya dan berkata, "Jangan beri tahu Darwin tentang masalah hari ini.""Tapi ...." Winelli merasa, dengan perasaan Darwin terhadap Paula, bahkan Devina sekalipun tid
Winelli mengerutkan alis mendengar perkataan tersebut. Dia merasa ada yang aneh. Seolah-olah seperti dokter yang menyuruh pasien pulang dan makan apa saja yang mereka mau."Aku yakin kamu juga nggak sial lagi, bukan?" Paula benar-benar merasa senang untuk Tristan, jadi dia tidak memperhatikan keanehan dalam perkataannya."Ya, aku merasa, kamu ini pembawa keberuntungan bagiku. Sejak bertemu denganmu, aku nggak pernah sial lagi! Selain itu, kamu juga mirip dewi keberuntungan yang kutemui saat kecil. Aku ingin cari dia, kuharap dia baik-baik saja."Belum lama mengobrol, Tristan sudah dipanggil oleh pemilik warung untuk mengantarkan pangsit ke pelanggan.Melihat Tristan yang sibuk tetapi terlihat ceria, Paula menopang dagunya dan tersenyum, "Setelah berbenah diri, Tristan kelihatannya cukup menarik. Lihat, banyak sekali gadis di sebelah sana yang diam-diam meliriknya.""Ayah." Tristan menyambut seorang pria paruh baya yang baru saja masuk dari luar. Kemudian, dia membawanya ke meja di deka
Setelah berjalan jauh dari warung pangsit, benak Paula masih terngiang-ngiang dengan kata "Anak dari Keluarga Fonda". Dia merasa suara ini mengingatkannya pada suara besi yang diketukkan pada pagar dan suara siulan seorang pria yang bercampur aduk dengan berbagai teriakan histeris.Semakin dipikirkan, kepala Paula terasa semakin sakit. Hampir saja dia terkulai lemas dalam pelukan Winelli."Bu Paula, kamu baik-baik saja?" Winelli menyentuh dahi Paula dan menyadari bahwa sekujur tubuh Paula telah diselimuti keringat dingin.Paula menggelengkan kepalanya. Dia bahkan tidak berani menoleh untuk memastikan apakah Steve masih melihatnya. Dia terus mendesak Winelli, "Cepat naik mobil."Winelli telah menyadari kejanggalan ini sedari tadi, sehingga dia langsung memapah Paula untuk naik ke mobil dengan terburu-buru. Setelah pintu mobil tertutup, Paula baru menghela napas lega. Perasaan sesak yang dialaminya tadi juga langsung menghilang.Di balik jendela mobil, Paula melihat Steve sedang berbinca
"Tunggu aku pulang.""Oke." Setelah menutup telepon, air mata Paula menetes pada layar ponsel. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menolehkan kepalanya menghadap ke luar jendela.Keesokan paginya, Paula telah selesai mandi, merias diri, dan mengganti setelan formal yang terlihat profesional. Untungnya dia cukup tinggi, sehingga tidak perlu mengenakan sepatu hak tinggi untuk terlihat rapi dalam setelan ini.Paula melihat pantulan dirinya dari cermin dengan perasaan puas. Dalam hati, dia menyemangati dirinya sendiri, 'Semangat Paula, buat hidupmu bersinar dengan kedua tanganmu sendiri!'Melihat Paula berdandan rapi dan terlihat bersemangat hari ini, Freda tertegun sejenak. Saat Paula mengira Freda akan menceramahinya karena menggunakan riasan, ternyata Freda malah berkata, "Kamu cantik sekali hari ini.""Terima kasih, Bi Freda. Sarapan buatanmu pagi ini juga enak sekali," jawab Paula sambil menyantap buburnya.Setelah berkata demikian, dia memotret dirinya sendiri dan mengirimkan pesan k
Wilson menatap Darwin dengan mulut ternganga. Darwin menyuruhnya menghubungi Paula? Apakah itu benar-benar ucapan yang tulus atau cuma sindiran?Darwin mengatupkan bibirnya sejenak, lalu akhirnya menggigit ubi itu. Rasanya jauh lebih enak dibandingkan roti vanila dan bubur sarang walet yang disantapnya tadi."Mau aku tunggu?" Darwin menyilangkan kedua tangannya menatap Wilson."Nggak berani, aku nggak jadi makan. Aku ...." Wilson langsung berdiri dan hendak pergi, tapi Darwin malah tidak bergerak sama sekali.Wilson langsung menyadari bahwa ucapan Darwin tadi maksudnya adalah sedang menunggunya menelepon Paula? Akhirnya Wilson mengerti. Ternyata, Darwin merasa malu untuk menghubungi Paula secara langsung. Dia menyuruh Wilson yang menghubungi Paula agar Wilson bisa mengorek informasi?Meski semalam Wilson tidak tinggal di kamar yang sama dengan Darwin, dilihat dari lingkaran hitam di bawah matanya, Darwin pasti tidak bisa tidur karena mencemaskan "pembicaraan" antara Devina dan Paula."
"Kamu pintar banget hibur wanita ya." Darwin mendengus dingin, lalu mempercepat langkahnya. Wilson berlari kecil menyusulnya. "Wanita-wanita menganggapku sahabat mereka. Ini benaran!"Wilson menggerutu dalam hati, 'Memangnya mudah harus terus menghibur wanita? Dalam gajiku seharusnya ada kompensasi untuk kesedihan.'Darwin melangkah ringan ke dalam lift. Saat pintu tertutup, dia menerima pesan dari Paula. Isinya adalah gambar gif dirinya yang mengirimkan hati. Paula sedang mencoba untuk menenangkan hati Darwin."Menurutmu, apa hadiah yang bagus?" Darwin menoleh dan bertanya pada Wilson.Wilson tertegun sejenak, lalu menjawab, "Gadis biasanya suka tas, berlian, dan semacamnya."Darwin mengerutkan kening, jelas menunjukkan bahwa dia merasa barang-barang itu tidak pantas untuk Paula."Bukannya Pak Darwin dapat giok mentah belakangan ini? Gimana kalau buat perhiasan sendiri untuk Bu Paula?" usul Wilson sambil menepuk jidatnya.Darwin mengangguk sambil berkata, "Gaji kamu bulan ini dua kali