Share

Bab 13

"Aku ayah anakmu! Kamu mau membuat keputusan sendiri?" tegur Darwin sambil menatap Paula lekat-lekat.

Hati Paula bergetar, air matanya berlinang lagi. Dia sudah bisa merasakan kehadiran anaknya, ada sebuah nyawa di perutnya. Jika bukan karena buntu, mana mungkin dia membuat pilihan seperti ini?

Paula menggeleng. Kesedihannya sungguh mendalam hingga dirinya tidak bisa berkata-kata. Darwin menyingkirkan ekspresi dinginnya saat melihat ini.

"Aku akan memperkenalkan diriku ulang. Aku Darwin Sasongko, usiaku 30 tahun, lulusan Universitas Cambel, tinggi badaku 186 sentimeter, aset pribadiku puluhan triliun." Darwin menjulurkan tangan untuk berjabat tangan. "Percayalah, aku bisa memberimu dan anak kita kehidupan bahagia."

Paula berhenti menangis. Dia menatap pria di hadapannya, teringat pada kejadian malam itu. Aurel memberinya obat sehingga dia kehilangan kesadaran. Seorang pria gendut ingin menciumnya, jadi Paula pun terkejut dan berlari ke luar. Kebetulan sekali, dia menabrak Darwin.

Karena efek obat, Paula memeluk Darwin dan meminta bantuannya. Darwin sudah membantunya, tetapi Paula malah ingin menggugurkan anaknya? Tindakan seperti ini terlalu egois!

Kini, Darwin bersedia bertanggung jawab, bahkan bersedia menikahi Paula. Jika menolak, bukankah artinya dia membalas kebaikan dengan kejahatan?

Namun, ketika teringat pada Yuni dan Kamil, Paula seketika merasa gelisah. Dia membalas, "Pak ... orang tua kandungku belum ketemu. Kamu bisa memberiku waktu untuk mempertimbangkannya?"

Paula sendiri belum tahu identitasnya, bagaimana bisa dia membangun keluarga dengan Darwin? Dia pun terlihat ketakutan karena khawatir ditolak oleh Darwin.

Meskipun Darwin tidak ingin melihat Paula menderita lagi, dia tetap menghargai keputusan Paula, terutama saat melihat keteguhannya.

"Gawat!" Paula tiba-tiba hendak berlari ke luar. "Waktu pengantarannya sudah hampir lewat!"

"Kamu masih ingin jadi kurir makanan? Kamu nggak takut terjadi sesuatu pada anak kita?" Darwin sontak mengangkat alisnya. Kemudian, dia meraih pergelangan tangan Paula dan berkata, "Tinggallah bersamaku, aku akan menjaga kalian."

"Eh?" Paula terkesiap. Dia belum memutuskan untuk menikah dengan Darwin. Dia membalas, "Apa pantas tinggal berdua seperti ini?"

"Kita saja sudah punya anak, kenapa nggak pantas?" sahut Darwin sambil melirik perut Paula.

Wajah Paula memerah. Dia tanpa sadar mengepalkan tangan dan menimpali, "Tapi, aku ... aku belum membuat keputusan tentang pernikahan kita."

"Kalau kamu merasa cemas, kita bisa menandatangani kontrak nikah," usul Darwin.

"Kontrak nikah?" Paula membelalakkan mata. Menikah juga ada kontraknya?

Darwin mengangguk dan menjelaskan, "Kamu menikah denganku dan lahirkan anak itu. Kalau kamu bersedia hidup bersamaku setelah setahun, berarti kamu masih istriku. Kalau kamu merasa nggak nyaman, kamu boleh bercerai denganku. Aku nggak akan menghentikanmu."

Harus diakui bahwa jantung Paula berdetak kencang sekarang. Namun, hasil tes DNA belum keluar. Dia tidak tahu apakah Yuni dan Kamil adalah orang tuanya atau bukan, juga tidak tahu bagaimana kehidupannya selanjutnya .... Di tengah-tengah kekacauan seperti ini, Paula tidak berani membuat keputusan dengan gegabah.

"Pak, aku terima kebaikanmu. Tapi, kamu juga tahu aku bukan putri Keluarga Ignasius. Belakangan ini, ada sepasang suami istri yang mencariku dan mengaku sebagai orang tuaku. Aku harus mengurus masalah ini dulu. Tolong beri aku waktu untuk memutuskan masalah pernikahan, ya?" pinta Paula dengan lembut. Tatapannya dipenuhi harapan.

Darwin merasa tidak tega untuk menolaknya. "Ya, aku bisa memberimu waktu seminggu. Tapi, kamu harus pindah."

Sebelum Paula menolak, Darwin meneruskan, "Aku akan memberimu sebuah apartemen. Kamu akan tinggal sendirian di sana. Kalau kurang uang, beri tahu saja aku."

Paula membuka mulut untuk berbicara, tetapi Darwin menahan bibirnya dan menambahkan, "Uang itu untuk anakku, jadi kamu harus menerimanya."

'Aneh, pria ini tahu apa yang kupikirkan!' Paula mengurungkan niatnya untuk menolak, lalu akhirnya mengangguk dengan patuh. Saat berikutnya, Paula tiba-tiba mendapatkan notifikasi dari bank.

[ Nomor rekening Anda menerima transferan 2 miliar. ]

Du ... dua miliar? Uang ini terlalu banyak untuk dihabiskan sendirian. Paula berucap, "Pak, ini ... ini terlalu banyak ...."

"Untuk anakku." Balasan ini langsung membuat Paula tidak bisa berkata-kata.

"Kemasi barang-barangmu, aku akan menyuruh orang membantumu," ujar Darwin sambil menunduk menatap rambut Paula. Paula tidak bisa menolak. Bagaimanapun, Darwin akan mengatakan semua ini demi anaknya.

Dengan begitu, Maybach hitam melaju di jalanan dan tiba di sebuah kompleks kalangan atas. Satpam memeriksa identitas Darwin, lalu mengizinkannya masuk.

"Apartemen ini kubeli beberapa tahun lalu. Kadang, aku istirahat di sini kalau terlalu sibuk. Tapi, aku jarang kemari kok, jadi kamu bisa tinggal dengan tenang," ucap Darwin.

Begitu mendengarnya, Paula pun merasa tenang. Dia tidak berani tinggal berduaan dengan Darwin. Tinggal sendiri adalah pilihan terbaik untuknya.

"Pak, terima kasih." Paula tersenyum manis. Jujur saja, Darwin cukup tergerak melihat senyuman ini. Selain itu, Darwin juga khawatir Paula kewalahan mengurus diri sendiri, jadi mempekerjakan seorang pengasuh.

"Nggak perlu repot-repot, aku bisa sendiri kok," tolak Paula segera.

"Dia datang untuk menjaga anakku," balas Darwin dengan ekspresi datar. Perkataan ini langsung membuat Paula tidak bisa membantah.

Pengasuh itu berdiri di samping. Dia menatap mereka sambil tersenyum. "Nyonya, Tuan sangat peduli padamu. Tiga bulan pertama kehamilan sangat sulit bagi wanita. Tuan khawatir kamu kenapa-napa, makanya menyuruhku menjagamu. Terima saja kebaikannya."

"Baiklah." Paula mengangguk dengan malu. Ketika tinggal di kediaman Keluarga Ignasius, dia tidak pernah diberi pengasuh. Sebaliknya, dia justru terlihat seperti pelayan karena mengerjakan hampir semua pekerjaan rumah.

Saat itu, Paula tidak mengerti mengapa Keluarga Ignasius memperlakukannya seperti itu, padahal mereka adalah keluarga kaya. Kini, dia baru tahu bahwa mereka sejak awal sudah tahu bahwa dirinya bukan putri mereka sehingga tidak merasa kasihan padanya.

Begitu memikirkan ini, Paula merasa agak sedih. Dia mengejapkan mata, menahan agar air matanya tidak keluar. Namun, bisa dilihat bahwa suasana hatinya agak buruk.

Melihat ini, Darwin mengambilkan handuk dan menyodorkannya sambil berkata, "Cepat pergi mandi dan istirahat. Kamu akan merasa lebih nyaman nanti."
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Iyan Nasham
aku suka ceritanya.... karena pemainnutamanya blak²an terbuka terkait masalahnya pada Darwin jadi berasa bukan baca cerita ,/ drama
goodnovel comment avatar
Naila Azmi
ceritanya bagus thor tp gk suka sm karakter nya si paula terlalu bertele2 jd gk asik.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status