Semenjak Endah memarahi dan melemparinya dengan beragam tuduhan, Chiara jadi semakin menjaga jarak. Ia akan masuk ke kamar begitu Endah mulai bekerja. Namun sekarang, ia kecolongan. Chiara kurang menghitung waktu dengan tepat hingga terjebak di kitchen set di saat Endah masih membersihkan bagian ruang tengah bersama ibunya, Bi Asih.Chiara berjongkok, sengaja bersembunyi agar tidak bertemu muka dengan Endah. Meski dengan Bi Asih, ia tak memiliki masalah apa pun.“Lain waktu, kamu nggak boleh asal menghakimi, Ndah,” pesan Bi Asih yang tak sengaja dicuri dengar Chiara.“Buktinya aja udah jelas, Mak.” Endah menyentak. “Aku masih heran sama Pak Yanu, kok bisa melupakan Nyonya Avita yang dulu sangat dicintainya itu?”Chiara tertegun kala mendengarnya. Ia memejamkan mata berusaha mengalihkan pikiran. Lalu kedua tangan mencoba menutupi telinga, tapi di lain sisi, ia juga penasaran dengan pembicaraan ibu dan anak itu di sana.“Ndah, jangan keras-keras!”“Biar dia dengar sekalian! Lagian meman
“Maaf, Pak. Tadi Neng Chia pulang sama orang lain. Jadi, saya diminta balik ke rumah sendiri.”Yanuar baru menemukan waktu yang tepat untuk menghubungi sopir pribadinya. Namun informasi yang didapat justru jauh dari bayangan. Apabila Chiara pergi dengan orang lain, mengapa belum sampai rumah ketika waktu sudah menunjukkan matahari terbenam?Ketika ditanya orangnya, si sopir hanya menjawab satu nama. Orang itu Junias, sepupu Chiara. Kalau memang Junias yang mengantar Chiara pulang, Yanuar tak diberi kabar sama sekali hingga kini. Chiara bukan orang yang mengabaikannya dengan mudah, apalagi statusnya masih menjadi asistennya.Yanuar bangkit dari duduk setelah meraup wajahnya kasar. Ia ingin melempar asal barang-barang di mejanya ketika gemuruh merayapi dada. Namun, semua itu teralihkan ketika ia mendapati kotak bekal yang dibawakan Chiara sudah rangsek di tong sampah.“Astaga …..” Tatapan Yanuar menyipit. Ia meraih kotak itu yang isinya masih utuh. “Kok gue bisa nggak ngeh asal lempar b
Usai menepuk-nepuk bagian pinggiran rooftop rumahnya untuk diduduki, Yanuar mengambil sebungkus rokok dari saku celananya. Sebatang ditariknya, lalu dijepit menggunakan bibir. Sebelum akhirnya ia membakar ujungnya.Bersama langit gelap tanpa taburan bintang, Yanuar mencoba menghilangkan ruwet di kepala dengan menghisap asap nikotin. Lalu memejamkan mata selagi mengembuskan asap aroma itu. Hubungannya dengan Chiara sedang kurang baik, ditambah perkataan Endah yang membuatnya kurang nyaman berada di dekat kekasihnya.“Ya Tuhan ….”Satu napas berisi asap putih itu terhela panjang nan berat. Kepalanya mendongak, menatap langit dan merasakan sensasi dinginnya malam. Memang tak begitu dingin, tapi pengaruhnya jelas buruk untuk pria seusianya.Di sela sesi termenungnya, Yanuar menatap gamang gedung-gedung pencakar langit yang tampak berkelap-kelip. Ia mencoba hanyut dalam hingar-bingar ibukota, tapi suara Chiara kembali menyapanya.Byuuuuur!Lamunannya seketika berakhir ketika mendengar suar
Diamnya Yanuar sudah cukup menjawab serentetan pertanyaan Chiara. Pria itu tetap bergeming di tempat sewaktu Chiara hendak melesat ke kamar mandi. Di balik pintu, Chiara tenggelam dalam kekecewaannya sendiri.Chiara kelewat berharap banyak dan terlalu percaya diri. Sudah pasti Yanuar sulit melupakan mendiang istrinya dan tak semudah itu berpaling. Rupanya benar apa kata Endah tempo hari, ia hanyalah pelarian semata. Yanuar tak benar-benar cinta.Bahkan sekarang pun, pria itu tak berusaha menjelaskan apa pun. Chiara merutuki diri sekali lagi setelah kembali berharap Yanuar akan mengejarnya.“Tahu diri, Chia … sadar diri, sadar posisi,” gumamnya dalam benak.Tak ingin berlarut-larut dalam kubangan kecewa, Chiara beringsut. Ia berdiri di bawah guyuran shower menyala. Tubuhnya setengah menggigil sekarang, tapi itu bukanlah hal buruk. Ia bisa menahannya di bawah selimut tebal nanti agar asmanya tidak kumat.Dalam balutan handuk, Chiara keluar dari kamar mandi. Kakinya yang baru menapaki sa
Bertempat di Hotel Rin Aries, sesuai agenda yang ada, Yanuar disambut para staff. Dua orang mengarahkannya ke meeting room. Di sana, ia melihat beberapa rekan bisnis yang juga menjadi teman dekatnya —dulu. Salah satunya Narendra, pria yang kini cukup dekat dengan Abi.Mungkin kedekatan mereka sudah lama terjalin sejak Avita meninggal. Sejak Yanuar memilih membatasi diri dari dunia. Terutama dari hingar bingar pertemanannya yang cenderung hedon. Yanuar memilih bangku paling ujung, sementara Yabes belum mau bergabung karena harus mengurusi perintah Yanuar untuk mencari di mana keberadaan Chiara yang belum menunjukkan tanda-tanda kepulangan."Gimana?" Yanuar bertanya langsung ketika Yabes memasuki ruangan. "Udah ada perkembangan?"Yang ditanya menggeleng pelan. "Susah, Nu," katanya. "Orang-orang yang biasa gue sewa ini nggak bisa ngedeteksi Chiara. Kemungkinan hp dia dalam kondisi mati."Yanuar menghela napas kasar sambil menyugar rambutnya. "Astaga …." Rautnya tampak frustasi dan gunda
“Jangan merasa spesial karena lo bisa tinggal serumah sama Yanuar,” cebik Abi. “Sebelum lo datang, Yanu udah sering ke bar sama Yabes buat cari cewek untuk memuaskannya semalam penuh. Dia bahkan sampai sewa hotel berbintang!”Batin Chiara bagai ditusuk-tusuk mendengar hal itu. Ia ingin menutup kedua telinga, tapi Abi memegangi tangannya cukup kuat. Yang hanya bisa dilakukannya hanya menatap tajam Abi, meski pandangannya saat itu mengabur.“Lo itu nggak ada bedanya sama cewek yang Yanuar sewa! Gue juga sempat dengar lo sekamar sama dia beberapa kali dan nggak mungkin kalian nggak ngapa-ngapain!” sentak Abi tanpa ampun. “Jadi, kalau lo hamil anak Yanu, itu nggak berarti apa pun karena Yanu akan bilang kecelakaan. Gadis murahan kayak lo emang punya value apa selain beban karena miskin?”Chiara merasa kalah ketika wajahnya telah basah karena air mata yang tumpah ruah sekarang. Bibirnya yang gemetar, kini mulai berani angkat suara.“Lo boleh ngatain gue miskin, tapi gue nggak hamil! Gue ng
Chiara meringkuk di atas ranjang kamarnya. Belum lama ini, Yabes yang mengantarkannya pulang. Pria itu juga yang langsung memenuhi permintaannya untuk dirawat jalan, alih-alih menetap di rumah sakit semalam. Soal keberadaan Yanuar, jangan ditanya.Chiara masih ingat ucapan Yanuar yang akan kembali menemuinya di rumah sakit, tapi pria itu justru pergi entah ke mana. Meskipun hati Chiara masih pedih atas apa-apa yang ia curi dengar sewaktu Yanuar berbicara dengan Yabes.“Katanya jatuh cinta buat hati berbunga-bunga, aslinya malah buat hati porak poranda.” Chiara mendengkus. “Si Kulkas sialan!”Dua kepalan tangannya memukul keras tempat tidur hingga puas. Tak peduli orang luar mendengar perbuatannya di dalam. Ditambah Chiara sudah mengantisipasi sebelum melakukannya dengan mengunci pintu agar tak ada orang asal masuk tanpa izin.Setelah puas meluapkan emosi, Chiara beralih pada ponsel yang berada di nakas. Tepat sekali benda pipih itu berdering, menunjukkan pesan masuk secara beruntun. I
Malam itu, Chiara benar-benar kelaparan. Sebungkus roti yang dibelikan Yabes tak mampu memenuhi rasa kenyangnya. Lantas ia keluar kamar di pukul 11 malam untuk menggoreng telur dadar spesial. Satu butir telur sudah dipecahkan dan dikocok bersama sejumput garam. Baru setelahnya, ia mengambil teflon dan menuangkan olive oil. Ketika panas, telur tadi dimasukkan ke dalam penggorengan.Aroma harum langsung tercium begitu telur berubah kuning keemasan. Chiara sudah menyiapkan secentong nasi di piringnya dan siap disantap bersama telur dadar. "Saatnya ma—"Mulut Chiara yang sudah terbuka, bersiap menyantap sesuap nasi itu akhirnya tertutup. Matanya melirik ke arah pintu, tepat ketika ia mendengar derap langkah yang berjalan mengarah ruang tengah. Sampai kemudian, ia mendapati Mang Dar memanggil namanya.Di punggung Mang Dar sudah ada Yanuar dalam kondisi tak sadarkan diri. Hal paling mengejutkan adalah kemunculan Lily di sana. "Chiara?" Lily menyapa ramah. "Sori ganggu malam-malam, aku ma
"Chiara pecah ketuban, Nu."Satu pernyataan berbuah informasi penting itu berhasil membuat tubuh Yanuar kaku. Tangannya terhenti di udara ketika hendak meminum kopi hangat untuk menyegarkan diri dari kantuk."Sekarang udah di rumah sakit." Yabes yang berada di sampingnya menambahkan. "Kata Tante Sukma, Chiara udah masuk pembukaan delapan. Dokter menyarankan pindah ke ruang bersalin, tapi Chiara menolak karena bersikeras nunggu lo."Yanuar memejamkan mata sejenak. Mengingat janji mereka yang akan menyambut kelahiran bayi bersama. Tindakan Chiara tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena wanita itu masih berupaya keras.Bayangan Chiara yang merintih dan menahan sakit perutnya sekelebat terlintas di benak Yanuar. Sontak Yanuar bangkit dari duduk. "Kita ke rumah sakit sekarang," putusnya cukup mengejutkan Yabes. "Lagi pula pesawat kita delay lama."Seharusnya Yanuar dan Yabes sudah tiba di Kalimatan untuk keperluan dinas, tapi karena cuaca buruk, jadwal penerbangan berubah total. Ia menungg
Rasanya beban-beban di pundak makin berat saja tiap kali ia pulang dari perkumpulan Rein dan yang lain. Tak hanya pundak, rupanya punggung hingga pinggulnya sudah menunjukkan rasa lelah sejak di perjalanan tadi. Perutnya kian membesar di usia kandungan pada bukan ke-7 ini, napasnya sering sesak setiap kali merebahkan diri.Apalagi selama melewati pertemuan tadi, Chiara tak begitu menikmati makanan. Ia hanya menyimak tiap kali perbincangan muncul. Walaupun isinya hanya itu-itu saja. Obrolan wanita berkelas yang membicarakan kekayaan keluarga hingga pasangan, dan sayangnya Chiara tak mampu melakukan hal sama.Memang apa yang harus ia pamerkan dari harta suaminya? Meskipun keluarga Yanuar jauh lebih di atas Rein dan yang lain, tetap saja Chiara tak bisa bercuap-cuap asal agar dianggap ada orang lain. Ia pikir, itu tindakan kekanakan dan kurang pantas.“Kita istirahat habis ini ya, Dek,” gumam Chiara sambil mengelus perutnya yang buncit. “Udah sampai rumah, nih.” Ia membuka pintu dan mela
Ada getar yang bisa Yanuar rasakan ketika menggenggam tangan Chiara. Ia mengeratkannya, berusaha menenangkan tiap detik hingga getaran itu perlahan redup dan akhirnya menghilang. Yanuar tak tahu apa yang tengah dipikirkan Chiara sekaligus disembunyikan istrinya itu sekarang. Yang jelas, mereka sempat cekcok sebentar sebelum berangkat ke rumah sakit seperti sekarang. Di perjalanan pun, tak ada perbincangan yang terjadi di antara keduanya. Mereka sama-sama bungkam sampai Yanuar membuka suara begitu merangkul pinggul Chiara menuju poli yang dituju. "Kamu kelihatan gugup, dan ... pucat," celetuk Yanuar sesaat setelah duduk di kursi begitu tiba di ruangan dokter. Chiara mengambil napas dan menggeleng kemudian. "Biasa kalau mau check up pasti ada gugupnya, Mas." Suara itu terdengar penuh kebohongan di telinga Yanuar, tapi ia tak mempermasalahkannya sekarang. Beberapa rangkaian pemeriksaan sudah dilewati Chiara dan Yanuar melihatnya saksama. Penuh perhatian lekat dan fokusnya pun sengaj
“Jadwal gue setelah ini apa lagi, Bes?”Tanpa mendongak ke arah bawahannya, Yanuar melempar tanya sambil menatap foto yang dikirimkan Chiara belum lama ini. Istrinya itu sedang rajin-rajinnya pergi ke kelas yoga dan beberapa pertemuan dengan Lily dan juga Rein.Perubahan Chiara kedengaran bagus sekali. Terutama Mami yang senang bukan kepalang mendapati kabar itu. Sampai Yanuar baru menyadarinya sekarang karena kelewat sibuk dengan urusan kantor dan masalah yang terus datang.“Ada meeting online sama pegawai Kominfo untuk bahas masalah tambang yang sempat muncul di media dua hari lalu.”Kini Yanuar mengalihkan pandangan, beradu tatap dengan Yabes sambil membuang napas kasar. “Jadi, gue nggak dibolehin istirahat atau makan malam di rumah sama istri ya, Bes?”Yabes mengulum senyum samar. Rautnya berubah tak enak mendapati sarkasme yang dilontarkan atasan, tapi apa boleh buat. Semua sudah dirancang baik-baik dan mendapat persetujuan Yanuar secara langsung.“Kasih lima menit,” pinta Yanuar
Chiara menoleh cepat pada meja di dekatnya usai Yanuar memberikan sesuatu di sana. "Itu apa, Mas?""Langsung aja datang ke sana, ya. Mami udah booking paket A buat kamu," jelas Yanuar sambil melangkah pelan mendekatinya. "Nggak perlu pakai taksi, biar sopir yang antar ke manapun kamu pergi."Chiara menjauhkan punggung dari sandaran kursi pijatnya dan menatap bingung Yanuar yang sudah duduk berlutut di depannya sekarang. "Paket A?" tanyanya bingung.Yanuar menganggukkan pelan, tangannya terulur menyentuh lutut Chiara dan memberi usapan lembut. "Pijat di salon, sekalian perawatan," jawabnya. "Kamu pasti capek setelah KKN kemarin. Belum lagi acara penyambutan kepulangan kamu itu."Chiara menyengir lebar, menyadari beberapa bagian tubuhnya memang sedikit pegal semalaman. Namun ia tidak berpikir untuk melakukan spa di salon seperti yang diujarkan Yanuar itu. Perlukah ia?"Emangnya harus, Mas?" Chiara menggaruk tengkuk tak enak. "Aku kan lagi hamil, boleh pijat-pijat gitu?""Boleh, Mami bil
Wajah Chiara sudah berseri-seri sejak berakhirnya malam perpisahan dengan warga desa. Tugasnya dan teman-teman akhirnya selesai. Bukan hanya sambutan di awal, tapi mereka mendapat banyak tanggapan positif di penghujung.Chiara baru saja selesai berkemas barang-barangnya, mengecek ulang isi koper kesekian kali. Kemudian menilik surat-surat yang dituliskan beberapa murid sekolah setelah ia mengisi kelas karya beberapa waktu lalu. Semua indah dan sulit dilupakan begitu saja, sebab mengukir kenangan manis di kepala.“Kerja bagus semuanya!” seru Tino di tengah kesibukan berkemas di posko. “Gue nggak tahu lagi mau apresiasi dengan cara apa, yang jelas gue bangga banget sama kelompok kita ini.”“Ya, gue setuju.” Abas menimpali dengan senyum haru. “Gue pikir, proker kita bakal ngebosenin dan kayak tradisi sebelumnya. Tapi ide-ide yang kita buat cukup cemerlang juga.”Chiara mengangguk setuju. Melihat semuanya menampilkan wajah lega dan penuh bangga, ia pun merasakannya dengan batin berbunga-b
Chiara baru menyeduh susu formula khusus ibu hamil. Selama berada di posko dua minggu ini, ia tak abai memikirkan kesehatan diri sekaligus perkembangan janin di kandungannya. Bahkan setiap malam, sebelum tidur, ia sengaja mengajak si jabang bayi mengobrol.Berbekal informasi yang dibacanya di internet, Chiara mengusahakan apa pun untuk menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang muda. Walaupun memiliki suami yang jauh di atasnya dan lebih berpengalaman, ia lebih senang belajar mandiri.“Rasanya enak?” Venna bertanya begitu memasuki area dapur, tempat yang menjadi destinasi Chiara setiap pagi dan malam dan jumlahnya terbilang sering dikunjungi.Chiara mengulum senyum dan menjauhkan gelas dari bibir. Ia baru meminum setengah dan mengambil jeda untuk membalas Venna. “Kayak susu biasa,” balasnya.Aneh sekali mengatakan ‘biasa’. Padahal selama hidupnya, ia tak membiasakan diri mengonsumsi cairan putih dengan kandungan tinggi kalsium seperti itu. Mengingat ia lahir dan besar di kelu
Yanuar tak sepenuhnya ingat apa yang terjadi semalam. Ia berdecak sambil menyugar rambutnya dan mendengar sebuah benda terjatuh dari ranjang ke lantai. Setelah dilihat dengan rasa malas yang luar biasa, ia menemukan ponselnya tergeletak.“Shit!” makinya kesal karena juga menahan pusing yang mendera kepalanya.Suara gemeruyuk di perut pun ikut terdengar. Yanuar segera bangkit dan melompat dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk menumpahkan isi perutnya. Kemalangan menimpanya lagi untuk kesekian kali.“Yanu?” Itu Mami. Si pemilik nama memejamkan mata usai membersihkan wajah dan mulutnya dari sisa kotoran. “Yanuar!”Kakinya bergerak keluar kamar mandi, meski berat. Hari masih pagi baginya, tapi Mami sudah berkunjung ke rumah di saat keadaannya cukup berantakan.“Astaga Yanu?” Suara itu terdengar bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka dari luar. Lalu menampilkan sosok ibunya yang melotot lebar ke arahnya. “Kamu mabuk? Istri lagi di luar kota, kamu malah mabuk-mabukan?”Seb
“Dia nggak mau gue ke sana.”Hanya kekehan geli yang terdengar menyebalkan di telinga Yanuar begitu mengungkapkan satu fakta tentang istrinya. Belum lama ini ia langsung meminta Yabes putar balik arah mobil karena Chiara menolak niat baiknya.“Emang kalau KKN gitu nggak bisa banget diganggu?”Yabes yang fokus mengemudi itu melirik sejenak dengan sisa kekehan di bibir. “Ya, terkadang proker bikin pusing, sih. Tapi balik lagi aja ke orangnya,” jelasnya santai. “Ada kok yang hobinya nebeng nama, nggak jalanin proker bareng temannya.”Yanuar menghela napas panjang. Paham sekali Chiara tak masuk pada kriteria yang diucapkan Yabes di akhir kalimat. Ia tahu betul bagaimana sang istri yang kelewat ambisius. Saat dinyatakan hamil pun, Chiara tetap memilih kuliah dan menghabiskan waktu untuk belajar. Tak heran jika sekarang istrinya itu fokus sekali dengan program kampusnya.“Sama kayak lo lah,” imbuh Yabes saat mobil berhenti karena terhalang lampu merah lalu lintas. “Lo juga kebangetan fokusn