Chiara meringkuk di atas ranjang kamarnya. Belum lama ini, Yabes yang mengantarkannya pulang. Pria itu juga yang langsung memenuhi permintaannya untuk dirawat jalan, alih-alih menetap di rumah sakit semalam. Soal keberadaan Yanuar, jangan ditanya.Chiara masih ingat ucapan Yanuar yang akan kembali menemuinya di rumah sakit, tapi pria itu justru pergi entah ke mana. Meskipun hati Chiara masih pedih atas apa-apa yang ia curi dengar sewaktu Yanuar berbicara dengan Yabes.“Katanya jatuh cinta buat hati berbunga-bunga, aslinya malah buat hati porak poranda.” Chiara mendengkus. “Si Kulkas sialan!”Dua kepalan tangannya memukul keras tempat tidur hingga puas. Tak peduli orang luar mendengar perbuatannya di dalam. Ditambah Chiara sudah mengantisipasi sebelum melakukannya dengan mengunci pintu agar tak ada orang asal masuk tanpa izin.Setelah puas meluapkan emosi, Chiara beralih pada ponsel yang berada di nakas. Tepat sekali benda pipih itu berdering, menunjukkan pesan masuk secara beruntun. I
Malam itu, Chiara benar-benar kelaparan. Sebungkus roti yang dibelikan Yabes tak mampu memenuhi rasa kenyangnya. Lantas ia keluar kamar di pukul 11 malam untuk menggoreng telur dadar spesial. Satu butir telur sudah dipecahkan dan dikocok bersama sejumput garam. Baru setelahnya, ia mengambil teflon dan menuangkan olive oil. Ketika panas, telur tadi dimasukkan ke dalam penggorengan.Aroma harum langsung tercium begitu telur berubah kuning keemasan. Chiara sudah menyiapkan secentong nasi di piringnya dan siap disantap bersama telur dadar. "Saatnya ma—"Mulut Chiara yang sudah terbuka, bersiap menyantap sesuap nasi itu akhirnya tertutup. Matanya melirik ke arah pintu, tepat ketika ia mendengar derap langkah yang berjalan mengarah ruang tengah. Sampai kemudian, ia mendapati Mang Dar memanggil namanya.Di punggung Mang Dar sudah ada Yanuar dalam kondisi tak sadarkan diri. Hal paling mengejutkan adalah kemunculan Lily di sana. "Chiara?" Lily menyapa ramah. "Sori ganggu malam-malam, aku ma
Chiara mendorong tubuhnya turun dari mobil, tapi Junias menahan tangannya lebih dulu begitu ia berhasih melepas sabuk pengaman. Kepala si gadis tertoleh sambil mendengkus risih."Kamu boleh keluar dari kerjaan sekaligus rumah Yanu, tapi apa harus cuti kuliah juga?"Sepanjang perjalanan tadi, Chiara sudah banyak bicara tentang berbagai rencananya selama menetap di rumah orangtua. Salah satunya cuti satu semester, maksimal dua semester. Itupun kalau biaya belum bisa terkumpul.Mengingat uang di rekeningnya akan diserahkan pada sang kakak untuk biaya pendidikan. Selebihnya pasti kurang, meski ada sokongan beasiswa dari kampusnya."Lebih baik cuti daripada berhenti, Mas." Ia menatap Junias yang masih mencengkeram tangannya. "Lagi pula aku di rumah juga mau cari kerja, nggak kayak pengangguran yang nyusahin orang rumah."Pundak Junias mulanya menegang, lalu melemas. "Biar Mas yang cari kerjaan di kota, ada perusahaan lain yang—"Chiara berdecak. "Perusahaannya Abi Iskandar?" selanya seraya
Chiara baru saja membereskan pakaian dan barang-barangnya dari kardus yang dikirimkan Junias seminggu setelah kepulangannya. Lantas ia mendapati ibunya tengah duduk di ruang tengah sambil melipat pakaian bersama tv yang menyala. Menampilkan berita siang yang mengusung tema kekerasan.“Kok Kak Ardan di rumah terus, Bu?” tanyanya membuka percakapan. Satu tangan menyambar kaos untuk dilipat. “Emangnya nggak ke LPK buat lanjut diklat?”Chiara lumayan kaget mendapati kakaknya di rumah selama seminggu penuh. Ia mudah saja langsung bertanya, tapi beberapa terakhir ini, ia lebih betah menghabiskan waktu di kamar tanpa melakukan apa pun.Sementara itu, Chiara sadar betul tatapan orangtua dan kedua saudaranya khawatir. Dan juga penasaran tentang alasannya mendadak pulang seperti orang pindahan.Ibu menepuk paha Chiara pelan. “Sudah dua minggu ini, kakakmu di rumah. Maklumlah, Bapak masih cari tambahan dana. Sayangnya, nggak ada keluarga yang mau bantu pinjamin uang ke Bapak. Katanya belum ada,
Yanuar baru saja menepikan mobilnya bersama kendaraan lain di tempat dengan simbol P. Ia melepas sabuk pengaman begitu mematikan mesin, lalu meraih sebuket bunga mawar putih sebelum turun. Bersama kacamata hitam bertengger di pangkal hidung, Yanuar melangkah memasuki tempat pemakaman umum.Sudah tiga tahun Yanuar menghindar dan enggan menyambangi pusara mendiang Avita dan anaknya. Ia selalu memiliki alasan kuat agar tak dipaksa datang ke sana. Butuh banyak keberanian dan kesiapan untuk sekadar membangun niat dan sampailah ia di titik ini.Buket bunga diletakkan di dekat makam. Yanuar duduk di sisi yang nyaman—di antara tempat Avita dan anaknya."Hi …." Suara Yanuar pelan, terselip serak di sana. "Maaf, aku baru ke sini sekarang, Ta."Di balik kacamata hitam, sepasang mata itu sudah berkaca-kaca. Namun terkesan ironis saat Yanuar tersenyum lebar dan memberi kekehan kemudian."Aku kacau setelah kamu tinggal pergi, aku … hancur, Ta …." Yanuar mengembuskan napas, lalu menarik satu napas l
“Ibu tahu ini berat buat kamu.” Ucapan Ibu datang bersamaan usapan lembut di punggungnya.Selepas mendapati pilihan untuk menikah dengan Oky, pikiran Chiara sangat kalut. Ia tahu benar semua ini bukan kemauan kakak dan orangtuanya yang memaksanya untuk menikah dengan orang yang jelas tak dicintainya sama sekali.Chiara justru sudah menaruh kecurigaan pada Oky. Tampaknya pria itu menyalahgunakan kekayaannya agar bisa menikahi Chiara. Kalau memang memiliki kepribadian yang baik, dan sosok sahabat loyal, seharusnya Oky bisa membantu Ardan dengan kerugian yang fantastis itu.Mengapa pula Oky memanfaatkan kondisi Ardan yang baru terkena musibah ini?“Bu ….” Mata Chiara berkaca-kaca.“Kamu beneran nggak pa-pa, Nak?” Ibu memeluk Chiara erat. “Dan soal pacar kamu gimana?”Mata Chiara membelalak seketika. “P-pacar?” tanyanya setelah menarik diri dari pelukan. Sejauh ini, dari banyaknya anggota keluarga, hanya Junias yang mengetahui hubungannya dengan Yanuar. Rasanya aneh ketika ibunya sendiri
Selama satu jam sudah Yanuar berkutat dengan ponsel. Menghubungi Yabes dan beberapa kenalannya yang kerap menyewa orang untuk menguak identitas seseorang. Ia sudah gatal ingin menggali informasi terkait pria bernama Oky yang digadang akan menjadi calon suami Chiara.Tiap kali ingat ucapan Junias, tangannya mengepal erat dan menghantam meja kerja. Emosinya meluap-luap. Apabila semua yang terjadi sudah diskenario baik oleh Oky, ia tak segan-segan membawa pria itu mendekam di penjara.Selang beberapa saat setelah memberikan intruksi, Yanuar hendak beristirahat sejenak. Menenangkan pikiran buruknya yang dipenuhi bayangan Chiara saat dipinang nanti. Ia menghela napas berat dan menyandarkan kepala di bahu sofa. "Gue nggak salah dengar, 'kan?" Itu suara Yabes yang sukses menghentikan sesi istirahatnya. "Chiara mau nikah besok?" tanya pria itu lagi yang mau tak mau Yanuar membuka mata.Setelah dilihat, rupanya Yabes tak datang sendirian. Leona turut serta ke rumahnya. Sejak Chiara bekerja se
Semua berlalu cukup cepat. Mendadak Oky sudah tersungkur di lantai dan beberapa orang datang melerai. Yanuar yang menjadi penyebab utama kejadian tersebut kini menatap ke arahnya. Lalu mengulurkan tangan sambil menggerakkan kedua alis."Chia ... aku datang untuk kamu," ujar si pria lirih.Chiara menyapu pandangan ke sekeliling. Ia mendapati Yabes yang mulai mengurus sisanya. Kemudian Junias memberi isyarat melalui anggukan kalau semua hampir selesai.Ia menelan ludah sewaktu menjatuhkan pandangan ke telapak tangan Yanuar yang masih setia mengarah padanya. Baru saja niatnya muncul untuk meraihnya, satu tangan menarik lengannya untuk mundur karena keluarga Oky mulai mengamuk."Ibu ... Bapak ...." Chiara melihat kedua orangtuanya yang menaruh ekspresi kecewa dan juga bingung begitu diminta duduk di kamar. "Biar Chia jelaskan semuanya."Ibu lebih dulu pergi keluar ruangan, meninggalkannya bersama Bapak. Pria itu mendekatinya, berdiri di hadapannya. "Tenangkan diri kamu dulu, biar masalah