“Ibu tahu ini berat buat kamu.” Ucapan Ibu datang bersamaan usapan lembut di punggungnya.Selepas mendapati pilihan untuk menikah dengan Oky, pikiran Chiara sangat kalut. Ia tahu benar semua ini bukan kemauan kakak dan orangtuanya yang memaksanya untuk menikah dengan orang yang jelas tak dicintainya sama sekali.Chiara justru sudah menaruh kecurigaan pada Oky. Tampaknya pria itu menyalahgunakan kekayaannya agar bisa menikahi Chiara. Kalau memang memiliki kepribadian yang baik, dan sosok sahabat loyal, seharusnya Oky bisa membantu Ardan dengan kerugian yang fantastis itu.Mengapa pula Oky memanfaatkan kondisi Ardan yang baru terkena musibah ini?“Bu ….” Mata Chiara berkaca-kaca.“Kamu beneran nggak pa-pa, Nak?” Ibu memeluk Chiara erat. “Dan soal pacar kamu gimana?”Mata Chiara membelalak seketika. “P-pacar?” tanyanya setelah menarik diri dari pelukan. Sejauh ini, dari banyaknya anggota keluarga, hanya Junias yang mengetahui hubungannya dengan Yanuar. Rasanya aneh ketika ibunya sendiri
Selama satu jam sudah Yanuar berkutat dengan ponsel. Menghubungi Yabes dan beberapa kenalannya yang kerap menyewa orang untuk menguak identitas seseorang. Ia sudah gatal ingin menggali informasi terkait pria bernama Oky yang digadang akan menjadi calon suami Chiara.Tiap kali ingat ucapan Junias, tangannya mengepal erat dan menghantam meja kerja. Emosinya meluap-luap. Apabila semua yang terjadi sudah diskenario baik oleh Oky, ia tak segan-segan membawa pria itu mendekam di penjara.Selang beberapa saat setelah memberikan intruksi, Yanuar hendak beristirahat sejenak. Menenangkan pikiran buruknya yang dipenuhi bayangan Chiara saat dipinang nanti. Ia menghela napas berat dan menyandarkan kepala di bahu sofa. "Gue nggak salah dengar, 'kan?" Itu suara Yabes yang sukses menghentikan sesi istirahatnya. "Chiara mau nikah besok?" tanya pria itu lagi yang mau tak mau Yanuar membuka mata.Setelah dilihat, rupanya Yabes tak datang sendirian. Leona turut serta ke rumahnya. Sejak Chiara bekerja se
Semua berlalu cukup cepat. Mendadak Oky sudah tersungkur di lantai dan beberapa orang datang melerai. Yanuar yang menjadi penyebab utama kejadian tersebut kini menatap ke arahnya. Lalu mengulurkan tangan sambil menggerakkan kedua alis."Chia ... aku datang untuk kamu," ujar si pria lirih.Chiara menyapu pandangan ke sekeliling. Ia mendapati Yabes yang mulai mengurus sisanya. Kemudian Junias memberi isyarat melalui anggukan kalau semua hampir selesai.Ia menelan ludah sewaktu menjatuhkan pandangan ke telapak tangan Yanuar yang masih setia mengarah padanya. Baru saja niatnya muncul untuk meraihnya, satu tangan menarik lengannya untuk mundur karena keluarga Oky mulai mengamuk."Ibu ... Bapak ...." Chiara melihat kedua orangtuanya yang menaruh ekspresi kecewa dan juga bingung begitu diminta duduk di kamar. "Biar Chia jelaskan semuanya."Ibu lebih dulu pergi keluar ruangan, meninggalkannya bersama Bapak. Pria itu mendekatinya, berdiri di hadapannya. "Tenangkan diri kamu dulu, biar masalah
“Jun, coba kamu jelaskan semuanya!”Suara wanita itu menggelegar ketika Yanuar hendak menapaki kaki di ruang tengah. Tempat di mana hampir semua orang berkumpul, kecuali dari pihak Oky dan keluarganya yang berada di teras karena sibuk diinterogasi polisi.“Siapa laki-laki tadi dan kenapa dia bisa bilang Chiara hamil anaknya?” tambah si wanita yang jelas Yanuar tahu itu ibu dari Chiara. “Tante nggak habis pikir dan ngga percaya bahwa anak gadis Tante dan Om hamil di luar nikah … bagaimana ini, Jun?”“Namanya Yanuar Atmajaya, Te,” ungkap Junias pelan tanpa terpengaruh emosi bibinya. “Dan Yanuar itu bosnya Chiara waktu bekerja di kota.”“Maksud kamu … Chiara dihamili bosnya sendiri?” Ibu Chiara menyimpulkan secara gamblang dengan nada menggebu-gebu. “Setahu Tante, Chiara sempat punya pacar, Jun. Jadi … akan masuk akal kalau Chiara hamil karena pacarnya. Bukan bosnya sendiri.”Di balik dinding, Yanuar tertegun. Ia tak menyangka Chiara akan menyebarkan hubungannya pada keluarga. Meski kemu
Di balik pintu kamarnya, Chiara menahan napas sewaktu mendengar Sukma dan Prabu datang ke rumah demi memenuhi keinginan Yanuar. Bukanlah suatu hal yang mustahil karena kamarnya memang tidak didesain seperti milik Yanuar yang kedap suara.Terlepas dari itu semua, Chiara tak menyangka hubungannya akan sejauh ini dengan Yanuar. Duda dingin dan kerap menjengkelkannya itu sekarang sedang melamarnya. Dan juga berusaha mengambil hati Bapak serta Ibu yang kemungkinan sulit menerima lantaran perbedaan latar belakang yang membentang.Setelah lama berpikir dan menenangkan dirinya, Chiara membuka pintu. Langkahnya bergerak perlahan, benar-benar diperhatikan karena tak ingin membuat tamu menganggapnya aneh.Beberapa detik, ia beradu pandangan dengan Yanuar. Ada binar harapan yang tergambar jelas dari tatapan pria itu. Sampai kemudian, Chiara melempar ujaran permohonan. “Saya rasa … ada baiknya kami berdua bicara lebih dulu sebelum ini diteruskan.”“Oke.” Yanuar pun bangkit dari duduk dan hendak me
Hari-hari Chiara selama menunggu Yanuar menyelesaikan masalahnya adalah membantu Ibu di rumah. Ia juga banyak mengambil kelas tambahan secara online untuk menambah skill. Barangkali hal itu akan berguna di masa depan ketika nanti ada lowongan yang sesuai dengan kriterianya.Walau kemungkinan besar, setelah menjadi istri Yanuar nanti, ia akan dilarang bekerja di kantor. Semua sudah tergambar jelas dalam bayangannya, mengenai Yanuar yang kelewat protektif terhadapnya selama ini.“Chiara?” Ibu memanggil ketika jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan pagi. “Kamu mau temani Ibu ke pasar? Atau masih ada kelas?”Tak biasanya Ibu mengajaknya bepergian. Semenjak kejadian yang menimpanya bersama Oky sebulan lalu, kedua orangtuanya selalu mengingatkannya untuk mengurangi pergi keluar rumah. Namun, pagi ini sepertinya Ibu sudah berubah pikiran.Chiara lantas bangkit dari ranjangnya. Meninggalkan beberapa buku pendamping kelas dan melangkah keluar kamar. Ibu sudah bersiap di dekat meja maka
Chiara baru kembali dari warung untuk membeli camilan. Sepulangnya, ia mendapati mobil mewah terparkir di luar pagar rumahnya. Begitu turun dari kendaraan roda dua, langkahnya terayun menuju teras rumah."Eh, Bu Sukma?" Chiara langsung menyalami ibu dari Yanuar yang dulu memberinya pekerjaan. Ia tak menduga akan kedatangan tamu sepenting ini di siang bolong. Mengingat kegiatannya hanya di rumah dengan mengenakan pakaian seadanya—kaus kebesaran dan celana tidur.Sukma mengulum senyum ramahnya. Saat itu Ibu yang bertugas meladeninya. Tampak dua cangkir teh terhidang di atas meja, sepertinya Sukma belum lama datang."Sini dong, Chia, duduk," tegur Sukma saat melihat calon mantunya hanya bergeming di tempat. "Ngapain bengong kayak gitu?"Seketika Chiara beradu pandangan dengan sang ibu. "I-iya, Bu," sahutnya yang kemudian mengambil duduk di sebelah ibunya sekaligus Sukma.Rasa gugup kini menyerangnya. Sungguh berbeda dengan reaksinya dulu sewaktu menghadapi Sukma di rumah Yanuar. Mungki
"Aku dengar, Mami ke rumah hari ini. Benar?"Suara berat Yanuar memenuhi telinga Chiara. Ia kelewat hanyut selama menikmati suara itu sampai-sampai Yanuar berdeham dan memanggilnya beberapa kali."Kamu dengar aku nggak? Atau sinyalnya ya yang bermasalah? Halo … Chiara?""Iyaaa, Bapak Yanuar Atmajaya!""Apa-apaan nih, kok tiba-tiba kamu panggil Bapak?" Suara berat itu berubah jengkel. "Chiara, please jangan gitu ya, aku nggak suka."Chiara terkekeh geli. Ia ingin mencubit pipi Yanuar rasanya kalau pria itu berada di sini. Namun, itu semua mustahil. Sekarang Yanuar masih berkutat dengan masalah yang harus diurus demi memenuhi syarat darinya."Maaf, Sayang," balasnya lirih.y "Jiah, udah berani panggil sayang gini?""Apa kamu mau dipanggil Om Kulkas yang lebih cocok?""Kenapa sih, kamu suka panggil aku Kulkas?" Akhirnya satu pertanyaan ini didapatinya juga dari mulut Yanuar langsung. Ingatan Chiara pun terlempar di momen di mana ia pertama kali bertemu dan bertengkar dengan Yanuar. Lalu
"Chiara pecah ketuban, Nu."Satu pernyataan berbuah informasi penting itu berhasil membuat tubuh Yanuar kaku. Tangannya terhenti di udara ketika hendak meminum kopi hangat untuk menyegarkan diri dari kantuk."Sekarang udah di rumah sakit." Yabes yang berada di sampingnya menambahkan. "Kata Tante Sukma, Chiara udah masuk pembukaan delapan. Dokter menyarankan pindah ke ruang bersalin, tapi Chiara menolak karena bersikeras nunggu lo."Yanuar memejamkan mata sejenak. Mengingat janji mereka yang akan menyambut kelahiran bayi bersama. Tindakan Chiara tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena wanita itu masih berupaya keras.Bayangan Chiara yang merintih dan menahan sakit perutnya sekelebat terlintas di benak Yanuar. Sontak Yanuar bangkit dari duduk. "Kita ke rumah sakit sekarang," putusnya cukup mengejutkan Yabes. "Lagi pula pesawat kita delay lama."Seharusnya Yanuar dan Yabes sudah tiba di Kalimatan untuk keperluan dinas, tapi karena cuaca buruk, jadwal penerbangan berubah total. Ia menungg
Rasanya beban-beban di pundak makin berat saja tiap kali ia pulang dari perkumpulan Rein dan yang lain. Tak hanya pundak, rupanya punggung hingga pinggulnya sudah menunjukkan rasa lelah sejak di perjalanan tadi. Perutnya kian membesar di usia kandungan pada bukan ke-7 ini, napasnya sering sesak setiap kali merebahkan diri.Apalagi selama melewati pertemuan tadi, Chiara tak begitu menikmati makanan. Ia hanya menyimak tiap kali perbincangan muncul. Walaupun isinya hanya itu-itu saja. Obrolan wanita berkelas yang membicarakan kekayaan keluarga hingga pasangan, dan sayangnya Chiara tak mampu melakukan hal sama.Memang apa yang harus ia pamerkan dari harta suaminya? Meskipun keluarga Yanuar jauh lebih di atas Rein dan yang lain, tetap saja Chiara tak bisa bercuap-cuap asal agar dianggap ada orang lain. Ia pikir, itu tindakan kekanakan dan kurang pantas.“Kita istirahat habis ini ya, Dek,” gumam Chiara sambil mengelus perutnya yang buncit. “Udah sampai rumah, nih.” Ia membuka pintu dan mela
Ada getar yang bisa Yanuar rasakan ketika menggenggam tangan Chiara. Ia mengeratkannya, berusaha menenangkan tiap detik hingga getaran itu perlahan redup dan akhirnya menghilang. Yanuar tak tahu apa yang tengah dipikirkan Chiara sekaligus disembunyikan istrinya itu sekarang. Yang jelas, mereka sempat cekcok sebentar sebelum berangkat ke rumah sakit seperti sekarang. Di perjalanan pun, tak ada perbincangan yang terjadi di antara keduanya. Mereka sama-sama bungkam sampai Yanuar membuka suara begitu merangkul pinggul Chiara menuju poli yang dituju. "Kamu kelihatan gugup, dan ... pucat," celetuk Yanuar sesaat setelah duduk di kursi begitu tiba di ruangan dokter. Chiara mengambil napas dan menggeleng kemudian. "Biasa kalau mau check up pasti ada gugupnya, Mas." Suara itu terdengar penuh kebohongan di telinga Yanuar, tapi ia tak mempermasalahkannya sekarang. Beberapa rangkaian pemeriksaan sudah dilewati Chiara dan Yanuar melihatnya saksama. Penuh perhatian lekat dan fokusnya pun sengaj
“Jadwal gue setelah ini apa lagi, Bes?”Tanpa mendongak ke arah bawahannya, Yanuar melempar tanya sambil menatap foto yang dikirimkan Chiara belum lama ini. Istrinya itu sedang rajin-rajinnya pergi ke kelas yoga dan beberapa pertemuan dengan Lily dan juga Rein.Perubahan Chiara kedengaran bagus sekali. Terutama Mami yang senang bukan kepalang mendapati kabar itu. Sampai Yanuar baru menyadarinya sekarang karena kelewat sibuk dengan urusan kantor dan masalah yang terus datang.“Ada meeting online sama pegawai Kominfo untuk bahas masalah tambang yang sempat muncul di media dua hari lalu.”Kini Yanuar mengalihkan pandangan, beradu tatap dengan Yabes sambil membuang napas kasar. “Jadi, gue nggak dibolehin istirahat atau makan malam di rumah sama istri ya, Bes?”Yabes mengulum senyum samar. Rautnya berubah tak enak mendapati sarkasme yang dilontarkan atasan, tapi apa boleh buat. Semua sudah dirancang baik-baik dan mendapat persetujuan Yanuar secara langsung.“Kasih lima menit,” pinta Yanuar
Chiara menoleh cepat pada meja di dekatnya usai Yanuar memberikan sesuatu di sana. "Itu apa, Mas?""Langsung aja datang ke sana, ya. Mami udah booking paket A buat kamu," jelas Yanuar sambil melangkah pelan mendekatinya. "Nggak perlu pakai taksi, biar sopir yang antar ke manapun kamu pergi."Chiara menjauhkan punggung dari sandaran kursi pijatnya dan menatap bingung Yanuar yang sudah duduk berlutut di depannya sekarang. "Paket A?" tanyanya bingung.Yanuar menganggukkan pelan, tangannya terulur menyentuh lutut Chiara dan memberi usapan lembut. "Pijat di salon, sekalian perawatan," jawabnya. "Kamu pasti capek setelah KKN kemarin. Belum lagi acara penyambutan kepulangan kamu itu."Chiara menyengir lebar, menyadari beberapa bagian tubuhnya memang sedikit pegal semalaman. Namun ia tidak berpikir untuk melakukan spa di salon seperti yang diujarkan Yanuar itu. Perlukah ia?"Emangnya harus, Mas?" Chiara menggaruk tengkuk tak enak. "Aku kan lagi hamil, boleh pijat-pijat gitu?""Boleh, Mami bil
Wajah Chiara sudah berseri-seri sejak berakhirnya malam perpisahan dengan warga desa. Tugasnya dan teman-teman akhirnya selesai. Bukan hanya sambutan di awal, tapi mereka mendapat banyak tanggapan positif di penghujung.Chiara baru saja selesai berkemas barang-barangnya, mengecek ulang isi koper kesekian kali. Kemudian menilik surat-surat yang dituliskan beberapa murid sekolah setelah ia mengisi kelas karya beberapa waktu lalu. Semua indah dan sulit dilupakan begitu saja, sebab mengukir kenangan manis di kepala.“Kerja bagus semuanya!” seru Tino di tengah kesibukan berkemas di posko. “Gue nggak tahu lagi mau apresiasi dengan cara apa, yang jelas gue bangga banget sama kelompok kita ini.”“Ya, gue setuju.” Abas menimpali dengan senyum haru. “Gue pikir, proker kita bakal ngebosenin dan kayak tradisi sebelumnya. Tapi ide-ide yang kita buat cukup cemerlang juga.”Chiara mengangguk setuju. Melihat semuanya menampilkan wajah lega dan penuh bangga, ia pun merasakannya dengan batin berbunga-b
Chiara baru menyeduh susu formula khusus ibu hamil. Selama berada di posko dua minggu ini, ia tak abai memikirkan kesehatan diri sekaligus perkembangan janin di kandungannya. Bahkan setiap malam, sebelum tidur, ia sengaja mengajak si jabang bayi mengobrol.Berbekal informasi yang dibacanya di internet, Chiara mengusahakan apa pun untuk menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang muda. Walaupun memiliki suami yang jauh di atasnya dan lebih berpengalaman, ia lebih senang belajar mandiri.“Rasanya enak?” Venna bertanya begitu memasuki area dapur, tempat yang menjadi destinasi Chiara setiap pagi dan malam dan jumlahnya terbilang sering dikunjungi.Chiara mengulum senyum dan menjauhkan gelas dari bibir. Ia baru meminum setengah dan mengambil jeda untuk membalas Venna. “Kayak susu biasa,” balasnya.Aneh sekali mengatakan ‘biasa’. Padahal selama hidupnya, ia tak membiasakan diri mengonsumsi cairan putih dengan kandungan tinggi kalsium seperti itu. Mengingat ia lahir dan besar di kelu
Yanuar tak sepenuhnya ingat apa yang terjadi semalam. Ia berdecak sambil menyugar rambutnya dan mendengar sebuah benda terjatuh dari ranjang ke lantai. Setelah dilihat dengan rasa malas yang luar biasa, ia menemukan ponselnya tergeletak.“Shit!” makinya kesal karena juga menahan pusing yang mendera kepalanya.Suara gemeruyuk di perut pun ikut terdengar. Yanuar segera bangkit dan melompat dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk menumpahkan isi perutnya. Kemalangan menimpanya lagi untuk kesekian kali.“Yanu?” Itu Mami. Si pemilik nama memejamkan mata usai membersihkan wajah dan mulutnya dari sisa kotoran. “Yanuar!”Kakinya bergerak keluar kamar mandi, meski berat. Hari masih pagi baginya, tapi Mami sudah berkunjung ke rumah di saat keadaannya cukup berantakan.“Astaga Yanu?” Suara itu terdengar bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka dari luar. Lalu menampilkan sosok ibunya yang melotot lebar ke arahnya. “Kamu mabuk? Istri lagi di luar kota, kamu malah mabuk-mabukan?”Seb
“Dia nggak mau gue ke sana.”Hanya kekehan geli yang terdengar menyebalkan di telinga Yanuar begitu mengungkapkan satu fakta tentang istrinya. Belum lama ini ia langsung meminta Yabes putar balik arah mobil karena Chiara menolak niat baiknya.“Emang kalau KKN gitu nggak bisa banget diganggu?”Yabes yang fokus mengemudi itu melirik sejenak dengan sisa kekehan di bibir. “Ya, terkadang proker bikin pusing, sih. Tapi balik lagi aja ke orangnya,” jelasnya santai. “Ada kok yang hobinya nebeng nama, nggak jalanin proker bareng temannya.”Yanuar menghela napas panjang. Paham sekali Chiara tak masuk pada kriteria yang diucapkan Yabes di akhir kalimat. Ia tahu betul bagaimana sang istri yang kelewat ambisius. Saat dinyatakan hamil pun, Chiara tetap memilih kuliah dan menghabiskan waktu untuk belajar. Tak heran jika sekarang istrinya itu fokus sekali dengan program kampusnya.“Sama kayak lo lah,” imbuh Yabes saat mobil berhenti karena terhalang lampu merah lalu lintas. “Lo juga kebangetan fokusn