Semua berlalu cukup cepat. Mendadak Oky sudah tersungkur di lantai dan beberapa orang datang melerai. Yanuar yang menjadi penyebab utama kejadian tersebut kini menatap ke arahnya. Lalu mengulurkan tangan sambil menggerakkan kedua alis."Chia ... aku datang untuk kamu," ujar si pria lirih.Chiara menyapu pandangan ke sekeliling. Ia mendapati Yabes yang mulai mengurus sisanya. Kemudian Junias memberi isyarat melalui anggukan kalau semua hampir selesai.Ia menelan ludah sewaktu menjatuhkan pandangan ke telapak tangan Yanuar yang masih setia mengarah padanya. Baru saja niatnya muncul untuk meraihnya, satu tangan menarik lengannya untuk mundur karena keluarga Oky mulai mengamuk."Ibu ... Bapak ...." Chiara melihat kedua orangtuanya yang menaruh ekspresi kecewa dan juga bingung begitu diminta duduk di kamar. "Biar Chia jelaskan semuanya."Ibu lebih dulu pergi keluar ruangan, meninggalkannya bersama Bapak. Pria itu mendekatinya, berdiri di hadapannya. "Tenangkan diri kamu dulu, biar masalah
“Jun, coba kamu jelaskan semuanya!”Suara wanita itu menggelegar ketika Yanuar hendak menapaki kaki di ruang tengah. Tempat di mana hampir semua orang berkumpul, kecuali dari pihak Oky dan keluarganya yang berada di teras karena sibuk diinterogasi polisi.“Siapa laki-laki tadi dan kenapa dia bisa bilang Chiara hamil anaknya?” tambah si wanita yang jelas Yanuar tahu itu ibu dari Chiara. “Tante nggak habis pikir dan ngga percaya bahwa anak gadis Tante dan Om hamil di luar nikah … bagaimana ini, Jun?”“Namanya Yanuar Atmajaya, Te,” ungkap Junias pelan tanpa terpengaruh emosi bibinya. “Dan Yanuar itu bosnya Chiara waktu bekerja di kota.”“Maksud kamu … Chiara dihamili bosnya sendiri?” Ibu Chiara menyimpulkan secara gamblang dengan nada menggebu-gebu. “Setahu Tante, Chiara sempat punya pacar, Jun. Jadi … akan masuk akal kalau Chiara hamil karena pacarnya. Bukan bosnya sendiri.”Di balik dinding, Yanuar tertegun. Ia tak menyangka Chiara akan menyebarkan hubungannya pada keluarga. Meski kemu
Di balik pintu kamarnya, Chiara menahan napas sewaktu mendengar Sukma dan Prabu datang ke rumah demi memenuhi keinginan Yanuar. Bukanlah suatu hal yang mustahil karena kamarnya memang tidak didesain seperti milik Yanuar yang kedap suara.Terlepas dari itu semua, Chiara tak menyangka hubungannya akan sejauh ini dengan Yanuar. Duda dingin dan kerap menjengkelkannya itu sekarang sedang melamarnya. Dan juga berusaha mengambil hati Bapak serta Ibu yang kemungkinan sulit menerima lantaran perbedaan latar belakang yang membentang.Setelah lama berpikir dan menenangkan dirinya, Chiara membuka pintu. Langkahnya bergerak perlahan, benar-benar diperhatikan karena tak ingin membuat tamu menganggapnya aneh.Beberapa detik, ia beradu pandangan dengan Yanuar. Ada binar harapan yang tergambar jelas dari tatapan pria itu. Sampai kemudian, Chiara melempar ujaran permohonan. “Saya rasa … ada baiknya kami berdua bicara lebih dulu sebelum ini diteruskan.”“Oke.” Yanuar pun bangkit dari duduk dan hendak me
Hari-hari Chiara selama menunggu Yanuar menyelesaikan masalahnya adalah membantu Ibu di rumah. Ia juga banyak mengambil kelas tambahan secara online untuk menambah skill. Barangkali hal itu akan berguna di masa depan ketika nanti ada lowongan yang sesuai dengan kriterianya.Walau kemungkinan besar, setelah menjadi istri Yanuar nanti, ia akan dilarang bekerja di kantor. Semua sudah tergambar jelas dalam bayangannya, mengenai Yanuar yang kelewat protektif terhadapnya selama ini.“Chiara?” Ibu memanggil ketika jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan pagi. “Kamu mau temani Ibu ke pasar? Atau masih ada kelas?”Tak biasanya Ibu mengajaknya bepergian. Semenjak kejadian yang menimpanya bersama Oky sebulan lalu, kedua orangtuanya selalu mengingatkannya untuk mengurangi pergi keluar rumah. Namun, pagi ini sepertinya Ibu sudah berubah pikiran.Chiara lantas bangkit dari ranjangnya. Meninggalkan beberapa buku pendamping kelas dan melangkah keluar kamar. Ibu sudah bersiap di dekat meja maka
Chiara baru kembali dari warung untuk membeli camilan. Sepulangnya, ia mendapati mobil mewah terparkir di luar pagar rumahnya. Begitu turun dari kendaraan roda dua, langkahnya terayun menuju teras rumah."Eh, Bu Sukma?" Chiara langsung menyalami ibu dari Yanuar yang dulu memberinya pekerjaan. Ia tak menduga akan kedatangan tamu sepenting ini di siang bolong. Mengingat kegiatannya hanya di rumah dengan mengenakan pakaian seadanya—kaus kebesaran dan celana tidur.Sukma mengulum senyum ramahnya. Saat itu Ibu yang bertugas meladeninya. Tampak dua cangkir teh terhidang di atas meja, sepertinya Sukma belum lama datang."Sini dong, Chia, duduk," tegur Sukma saat melihat calon mantunya hanya bergeming di tempat. "Ngapain bengong kayak gitu?"Seketika Chiara beradu pandangan dengan sang ibu. "I-iya, Bu," sahutnya yang kemudian mengambil duduk di sebelah ibunya sekaligus Sukma.Rasa gugup kini menyerangnya. Sungguh berbeda dengan reaksinya dulu sewaktu menghadapi Sukma di rumah Yanuar. Mungki
"Aku dengar, Mami ke rumah hari ini. Benar?"Suara berat Yanuar memenuhi telinga Chiara. Ia kelewat hanyut selama menikmati suara itu sampai-sampai Yanuar berdeham dan memanggilnya beberapa kali."Kamu dengar aku nggak? Atau sinyalnya ya yang bermasalah? Halo … Chiara?""Iyaaa, Bapak Yanuar Atmajaya!""Apa-apaan nih, kok tiba-tiba kamu panggil Bapak?" Suara berat itu berubah jengkel. "Chiara, please jangan gitu ya, aku nggak suka."Chiara terkekeh geli. Ia ingin mencubit pipi Yanuar rasanya kalau pria itu berada di sini. Namun, itu semua mustahil. Sekarang Yanuar masih berkutat dengan masalah yang harus diurus demi memenuhi syarat darinya."Maaf, Sayang," balasnya lirih.y "Jiah, udah berani panggil sayang gini?""Apa kamu mau dipanggil Om Kulkas yang lebih cocok?""Kenapa sih, kamu suka panggil aku Kulkas?" Akhirnya satu pertanyaan ini didapatinya juga dari mulut Yanuar langsung. Ingatan Chiara pun terlempar di momen di mana ia pertama kali bertemu dan bertengkar dengan Yanuar. Lalu
Suasana kian menegang ketika Prabu dan mantan besannya terus saja mencerocos—tak mau kalah. Sementara Yanuar menghela napas panjang dan berat selama menyaksikan dua orang tua beradu mulut dan entah kapan akan usai.Sampai kemudian, orang yang menjadi bahasan utama pun akhirnya muncul. Abi baru menuruni anak tangga dari lantai dua tanpa bantuan lift seperti biasa. Yanuar lumayan terkejut mendapati Abi yang terkenal manja bisa bergerak mandiri seperti itu.“Nah, biang kerok sudah datang!” seru Prabu penuh cibiran.Abi hanya mengulas senyum, tampak santai menyambut beberapa tamu penting di kediaman orangtuanya. Salah satunya Yanuar yang menjadi titik fokusnya sekarang.“Sekarang kamu mengaku saja, Abi,” imbuh Prabu sudah tak sabaran.Abi menduduki tempatnya yang berada di sebelah sang ayah. “Mengaku untuk?” Kepalanya dimiringkan sambil meluruskan pandangan ke arah Yanuar.Tanpa berlama-lama, pengacara Yanuar langsung memberikan setumpuk berkas di meja. Abi dan keluarganya menaikkan kedua
Mimpi apa Yanuar semalam, sekarang bisa memandangi pujaan hatinya yang tengah bergerak ke sana-sini di kitchen set. Tangan Chiara yang lihai tengah mengupas beberapa butir kentang dan menyiapkan bumbu untuk membuat perkedel. Beberapa waktu lalu, ia sempat ditanya oleh si gadis soal menu makan malam yang diinginkan.Tanpa berlama-lama, Yanuar langsung menjawab yang terbersit di kepala. Salah satunya perkedel kentang dan sayur yang diinginkan selama ini. Rupanya, ia tak hanya rindu Chiara, tapi juga masakan gadisnya.Lantas Yanuar bangkit dari sofa. Ingin memandangi Chiara dari dekat. Ia memasuki area dapur dan menduduki stool sembari memangku dagu dengan sebelah tangan.“Makin cantik aja, deh,” godanya sambil mengerlingkan mata.“Kalau ganteng namanya cowok,” timpal Chiara sama sekali tak terpengaruh gombalan Yanuar. “Mending duduk manis dan jangan banyak ngomong, apalagi gombal.”Yanuar meringis. Ia masih sulit tertawa karena memar dari tamparan yang didapatnya dari ibunda Avita bebe